Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

(1)

USULAN PERBAIKAN MUTU PRODUK OBAT JENIS TABLET DENGAN METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC)

DAN FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS (FMEA) PADA PT. MUTIARA MUKTI FARMA

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

MELANIE TANTRI SARAGIH

0 8 0 4 0 3 0 6 9

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

PT. Mutiara Mukti Farma merupakan suatu perusahaan farmasi yang bergerak di bidang produksi obat-obatan. Data historis perusahaan selama tahun 2014 memperlihatkan bahwa terdapat 9 bulan dimana jumlah produk cacat yang dihasilkan perusahaan berada di luar standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini terlihat dari adanya produk-produk dengan spesifikasi di luar standar mutu yang ditetapkan dan dikategorikan sebagai produk cacat (defect) yaitu cetakan tablet tidak rapi, warna permukaan tablet tidak merata, tablet retak, pinggiran tablet pecah, dan permukaan tablet kasar. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor penyebab kecacatan dengan metode Statistical Quality

Control (SQC) dan mengajukan usulan perbaikan mutu dengan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Identifikasi dilakukan dengan menggunakann

metode SQC diperoleh jenis kecacatan yang paling berpengaruh yaitu pinggiran tablet pecah, tablet retak, dan cetakan tablet tidak rapi. Faktor penyebab kecacatan antara lain kurang telitinya operator dalam mengawasi proses produksi, tidak sesuainya settingan mesin, dan konsentrasi bahan kurang homogen. Pengamatan di lantai produksi perusahaan memperlihatkan faktor-faktor penyebab kecacatan produk tablet tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan oleh kepala bagian produksi terhadap mesin, operator maupun bahan baku selama proses produksi berlangsung. Peningkatan pengawasan terhadap mesin, operator maupun bahan baku selama proses produksi perlu dilakukan untuk mengurangi kecacatan produk. Hasil identifikasi dengan menggunakan metode FMEA menyatakan bahwa jenis kecacatan yang paling beresiko yaitu pada kecacatan cetakan tablet tidak rapi karena settingan mesin yang belum sesuai. Tindakan perbaikan perlu dilakukan yakni salah satunya berupa menyusun jadwal untuk maintenance mesin pencetak tablet.

Kata kunci: Perbaikan Mutu, Obat Tablet, Statistical Quality Control (SQC), Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi regular strata satu (S-1), Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul untuk Tugas Sarjana ini adalah “Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect

Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma”.

Akhirnya, dengan keterbatasan yang ada penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Sarjana ini belum sempurna sehingga memerlukan perbaikan dan penyesuaian lebih lanjut. Untuk itu penulis mengharapkan kritik atau saran yang membangun dalam penyempurnaan laporan Tugas Sarjana ini.

Medan, April 2015


(4)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-5 1.3. Tujuan Penelitian ... I-6 1.4. Manfaat Penelitian ... I-6 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-7 1.6. Sistematika Penulisan Laporan ... I-8

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1


(5)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.2. Ruang Lingkup Perusahaan ... II-3 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-3 2.4. Daerah Pemasaran ... II-4 2.5. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-4 2.6. Proses Produksi ... II-17

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Kualitas ... III-1 3.1.1. Pengertian Kualitas ... III-1 3.1.2. Prinsip-prinsip Kualitas... ... III-3 3.2. Pengendalian Kualitas ... III-4 3.3. Teknik-teknik Pengendalian Kualitas ... III-6 3.3.1. Penggunaan Seven Tools dalam Statistical Quality Control III-6 3.3.2. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) ... III-15

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Jenis Penelitian ... IV-1 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1


(6)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.5. Variabel Penelitian ... IV-3 4.6. Metode Pengumpulan Data ... IV-3 4.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... IV-4 4.8. Metode Pengolahan Data ... IV-7 4.9. Analisis Data ... IV-9

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Jenis Kecacatan Produk... ... V-1 5.2. Pengolahan Data ... V-3 5.2.1. Lembar Pemeriksaan (Checksheet) ... V-3 5.2.2. Stratifikasi ... V-4 5.2.3.Histogram ... V-6 5.2.4.Diagram Pareto... ... V-7 5.2.5.Diagram Pencar (Scatter Diagram)... V-8 5.2.6.Peta Kontrol (Control Chart)... ... V-16


(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.7.Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram) ... V-30 5.2.8.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)... ... V-32

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... VI-1

6.1. Analisis dan Pembahasan Pengendalian Kualitas Metode Statistical

Quality Control ... VI-1 6.2. Analisis dan Pembahasan Pengendalian Kualitas dengan Failure

Mode and Effect Analysis (FMEA) ... VI-2

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2


(8)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1 Tingkat Kecacatan Produk Bulan Januari–Desember 2014 ... I-3 2.1 Rincian Tenaga Kerja PT Mutiara Mukti Farma ... II-15 2.2 Standar Mutu Tablet ... II-18 5.1 Jumlah Jenis Kecacatan Produk Obat Tablet Periode Februari 2015 V-2 5.2 Checksheet Jumlah Kecacatan Tablet Periode Februari 2015 ... V-3 5.3 Stratifikasi Kecacatan Produk Obat Tablet Periode Februari 2015 V-5 5.4 Jumlah Kecacatan Obat Tablet Periode Februari 2015... ... V-6 5.5 Persentase Kecacatan Setelah Diurutkan ... V-7 5.6 Data Kecacatan Obat Tablet Periode Februari 2015 ... V-9 5.7 Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Cacat Pinggiran

Tablet Pecah ... V-12 5.8 Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Cacat Tablet Retak V-13 5.9 Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Cacat Cetakan Tablet

Tidak Rapi ... V-15 5.10 Hasil Perhitungan Proporsi Kecacatan Produk, LCL, dan UCL... V-18 5.11 Hasil Perhitungan Proporsi Kecacatan Produk, LCL, dan UCL ... V-22


(9)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL

HALAMAN

5.12 Hasil Perhitungan Proporsi Kecacatan Produk, LCL, dan UCL ... V-25 5.13 Hasil Perhitungan Kecacatan Per Unit, LCL, dan UCL ... V-29 5.14 Severity of Effect dalam FMEA Process ... V-33 5.15 Occurrence dalam FMEA Process ... V-34 5.16 Detection dalam FMEA Process ... V-35 5.17 FMEA dengan Nilai RPN ... V-43 5.19 Urutan Penyebab Kegagalan Proses Berdasarkan RPN ... V-44


(10)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi PT. MUTIFA ... II-6 2.2 Blok Diagram Proses Produksi Obat Tablet ... II-20 3.1 Check Sheet untuk Distribusi Proses Produksi ... III-8 3.2 Check Sheet untuk Defective Item ... III-8 3.3. Scatter Diagram ... III-9 3.4. Diagram Pareto ... III-10 3.5. Histogram ... III-11 3.6. Control Chart ... III-11 3.7. Cause and Effect Diagram ... III-15 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.2. Block Diagram Metodologi Penelitian ... IV-6 5.1 Histogram Jumlah Kecacatan Obat Tablet ... V-6 5.2 Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Obat Tablet ... V-8 5.3. Diagram Pencar Obat Tablet yang Mengalami Cacat Pinggiran Tablet

Pecah ... V-10 5.4. Diagram Pencar Obat Tablet yang Mengalami Cacat Tablet Retak V-10


(11)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.5. Diagram Pencar Obat Tablet yang Mengalami Cacat Cetakan Tablet Tidak Rapi ... V-11 5.6. Peta Kontrol P pada Kecacatan Pinggiran tTblet Pecah ... V-20 5.7. Peta Kontrol P pada Kecacatan Tablet Retak... V-23 5.8. Peta Kontrol P pada Kecacatan Cetakan Tablet Tidak Rapi ... V-27 5.9. Peta Kontrol U ... V-30 5.10. Cause and Effect Diagram Penyebab Cacat Pinggiran Tablet Pecah V-31 5.11. Cause and Effect Diagram Penyebab Cacat Tablet Retak ... V-31 5.12. Cause and Effect Diagram Penyebab Cacat Cetakan Tablet Tidak


(12)

ABSTRAK

PT. Mutiara Mukti Farma merupakan suatu perusahaan farmasi yang bergerak di bidang produksi obat-obatan. Data historis perusahaan selama tahun 2014 memperlihatkan bahwa terdapat 9 bulan dimana jumlah produk cacat yang dihasilkan perusahaan berada di luar standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini terlihat dari adanya produk-produk dengan spesifikasi di luar standar mutu yang ditetapkan dan dikategorikan sebagai produk cacat (defect) yaitu cetakan tablet tidak rapi, warna permukaan tablet tidak merata, tablet retak, pinggiran tablet pecah, dan permukaan tablet kasar. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor penyebab kecacatan dengan metode Statistical Quality

Control (SQC) dan mengajukan usulan perbaikan mutu dengan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Identifikasi dilakukan dengan menggunakann

metode SQC diperoleh jenis kecacatan yang paling berpengaruh yaitu pinggiran tablet pecah, tablet retak, dan cetakan tablet tidak rapi. Faktor penyebab kecacatan antara lain kurang telitinya operator dalam mengawasi proses produksi, tidak sesuainya settingan mesin, dan konsentrasi bahan kurang homogen. Pengamatan di lantai produksi perusahaan memperlihatkan faktor-faktor penyebab kecacatan produk tablet tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan oleh kepala bagian produksi terhadap mesin, operator maupun bahan baku selama proses produksi berlangsung. Peningkatan pengawasan terhadap mesin, operator maupun bahan baku selama proses produksi perlu dilakukan untuk mengurangi kecacatan produk. Hasil identifikasi dengan menggunakan metode FMEA menyatakan bahwa jenis kecacatan yang paling beresiko yaitu pada kecacatan cetakan tablet tidak rapi karena settingan mesin yang belum sesuai. Tindakan perbaikan perlu dilakukan yakni salah satunya berupa menyusun jadwal untuk maintenance mesin pencetak tablet.

Kata kunci: Perbaikan Mutu, Obat Tablet, Statistical Quality Control (SQC), Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Persaingan pasar dalam memenuhi permintaan konsumen saat ini membutuhkan upaya agar perusahaan mampu bersaing. Persaingan dapat muncul di setiap bidang industri baik itu industri jasa maupun manufaktur. Salah satu penerapan strategi yang baik adalah dengan memperhatikan dan menjaga mutu produk.

Mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi avaibility,

delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness (Crosby, 1979). Mutu

juga adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan (Geotch and Davis, 1995). Berdasarkan pengertian dasar tentang mutu diatas, tampak bahwa mutu selalu berfokus pada kepuasan pelanggan (customer focused

quality). Dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan


(14)

segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan bermutu apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dan dihasilkan dengan cara yang baik dan benar.

PT. Mutiara Mukti Farma merupakan suatu perusahaan farmasi yang bergerak di bidang produksi obat-obatan. Adapun jenis obat-obatan yang dihasilkan adalah dalam bentuk tablet, kaplet, kapsul, sirup, puyer, dan salep. Hasil produksi dari perusahaan ini disalurkan kepada apotik atau toko obat di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

PT. Mutiara Mukti Farma yang selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi pelanggannya dihadapkan pada tantangan yang berat dimana perusahaan harus selalu menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan standar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang baik). Perusahaan tidak boleh menghasilkan produk cacat karena setiap produk obat yang cacat akan mengurangi khasiat obat yang dihasilkan tersebut, dan tentunya hal ini akan mengecewakan konsumen.

Proses produksi pada PT. Mutiara Mukti Farma melalui beberapa tahap dimana setiap tahapan tersebut memiliki standar mutu dari produk yang dikerjakan dan mutu hasil pengerjaan tiap proses diperiksa oleh operator. Namun pada kenyataannya, masih terdapat beberapa masalah-masalah yang ditemukan di bagian produksi dalam mencapai tingkat mutu tersebut. Hal ini terlihat dari adanya produk-produk dengan spesifikasi di luar standar mutu yang ditetapkan PT. Mutiara Mukti Farma dan dikategorikan sebagai produk cacat (defect). Pihak


(15)

PT. Mutiara Mukti Farma masih mengalami kesulitan dalam mencapai target maksimal produk cacat per bulan yaitu sebesar 10%.

Berikut merupakan presentase jumlah kecacatan produk obat jenis tablet yang terjadi pada tahun 2014 :

Tabel 1.1. Presentase Kecacatan Produk Tablet pada Tahun 2014

No. Bulan Jumlah Produksi

(unit)

Jumlah Kecacatan Produk (unit)

Persentase Kecacatan

(%)

1. Januari 2.200.000 158.642 7

2. Februari 3.800.000 421.990 11

3. Maret 3.000.000 369.840 12

4. April 2.400.000 362.568 15

5. Mei 3.500.000 393.085 11

6. Juni 4.100.000 543.291 13

7. Juli 3.700.000 374.551 10

8. Agustus 2.800.000 232.512 8

9. September 3.200.000 359.712 11

10. Oktober 3.300.000 409.662 12

11. November 3.800.000 346.674 9

12. Desember 4.300.000 486.158 11

Total 40.100.000 4.458.685

Sumber : PT. Mutiara Mukti Farma

Dari tabel terlihat ada 9 bulan pada tahun 2014 dimana persentase kecacatan melebihi standar produk cacat yang ditetapkan perusahaan. Jika


(16)

permasalahan produk cacat ini dibiarkan terus-menerus, perusahaan akan mengalami penurunan laba di dalam memasarkan produknya. Produktivitas di perusahaan tersebut akan mengalami penurunan dalam jangka waktu panjang yang dapat menurunkan profitabilitas perusahaan. Perusahaan pun tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan pembuat obat-obatan lainnya.

Melihat kondisi serta pentingnya jaminan mutu terhadap suatu produk, maka perlu dilakukan strategi yang dapat memberikan jaminan mutu terhadap suatu produk. Perusahaan sangat menginginkan untuk dapat mengurangi tingkat kecacatan yang terjadi, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengukur, menganalisis dan mengajukan usulan perbaikan untuk meminimisasi jumlah produk cacat dengan menggunakan metode Statistic Quality Control (SQC) dan

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk membantu memahami dan

menyelesaikan permasalahan yang ada di seluruh bagian yang berhubungan langsung dengan proses produksi.

Penggunaan Metode Statistic Quality Control (SQC) adalah untuk memonitor, mengelola, menganalisis, dan memperbaiki kinerja proses produksi menggunakan metode-metode statistik. Sedangkan penggunaan Metode Failure

Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah untuk menganalisis maslah prioritas

yang menyebabkan kecacatan dari produk yang dihasilkan.

Penelitian terdahulu dengan menggunakan Metode SQC (Islam, 2013) dilakukan pada perusahaan industri garmen, dimana industri garmen merupakan sektor ekonomi yang paling penting di Bangladesh. Ada berbagai faktor biaya yang terkait dengan pembuatan pakaian diantaranya adalah biaya pemeriksaan


(17)

mutu. Secara tradisional diketahui bahwa sebagian besar pabrik garmen di Bangladesh adalah 100% inspeksi mutu saluran untuk menjaga mutu. Hal ini dilakukan baik dari bagian manufaktur dan bagian finishing. Dalam penelitian ini dipelajari sistem pengendalian mutu statistik yang diusulkan dalam bagian

finishing untuk menghilangkan 100% inspeksi dengan sampling pemeriksaan

berbasis. Dalam esensi dari penelitian ini disarankan bahwa pendekatan pengambilan sampel berdasarkan kontrol mutu bekerja dengan baik di Comfit

Composite Knit dan menyarankan untuk industri garmen lainnya Bangladesh.

Penelitian terdahulu dengan menggunaan Metode FMEA (Gudale, 2014) mencoba untuk menyajikan FMEA sebagai metodologi untuk menganalisis masalah kelayakan yang potensial di awal siklus pengembangan, dimana lebih mudah untuk mengambil tindakan untuk mengatasi masalah ini sehingga dapat meningkatkan kelayakan melalui perancangan. Sebuah proses atau desain harus dianalisis terlebih dahulu sebelum diimplementasikan dan juga sebelum mengoperasikan mesin mode kegagalan dan dampak harus dianalisa secara kritis. Penelitian ini berkaitan dengan mode kegagalan dan analisis dampak perancangan, untuk pengembangan peralatan semi-otomatis untuk blok mesin silider. Menentukan prioritas dilakukan berdasarkan nomor prioritas risiko, serta risiko paling potensial diidentifikasi dan diminimalkan. Hal ini menghasilkan penghematan biaya besar bersama dengan wibawa pelanggan dalam hal fitur bermutu. FMEA adalah sebuah pendekatan proaktif untuk menyelesaikan mode kegagalan yang potensial.


(18)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan, maka yang menjadi inti permasalahan adalah masih banyaknya proporsi produk cacat (defect) yang di luar standar proporsi kecacatan yang ditentukan perusahaan karena ketidakmampuan proses dalam memenuhi spesifikasi standar mutu produk. Oleh karena itu terdapat beberapa hal yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini yaitu jenis kecacatan apa saja yang terjadi selama proses produksi tablet, faktor mana yang menjadi penyebab utama dalam kecacatan, serta usulan perbaikan apa yang dapat dilakukan untuk meminimalkan produk cacat.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melakukan pengendalian dan perbaikan kualitas produk obat tablet pada PT. Mutiara Mukti Farma.

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi jenis-jenis kecacatan pada produk tablet dengan metode

Statistical Quality Control (SQC).

2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kecacatan produk tablet dengan metode Statistical Quality Control (SQC).

3. Memberikan rekomendasi/usulan tindakan perbaikan mutu produk tablet dengan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).


(19)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yakni:

1. Manfaat bagi mahasiswa

Mahasiswa memperoleh pengalaman dan dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh selama kuliah terutama dalam hal perbaikan mutu dengan meminimisasi kecacatan produk dengan menggunakan metode Statistical

Quality Control (SQC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

2. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk, penyebab yang menimbulkan cacat (defect) pada produk, serta masukan bagi perusahaan untuk melakukan tindakan perbaikan mutu.

3. Bagi universitas

Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan perbaikan mutu.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Adapun batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(20)

2. Jenis kecacatan yang diteliti hanya jenis kecacatan secara visual yaitu cetakan tablet tidak rapi, warna permukaan tablet tidak merata, tablet retak, pinggiran tablet pecah dan permukaan tablet kasar.

3. Pengolahan data menggunakan seven tools yang terdapat pada metode

Statistical Quality Control (SQC) dan metode Failure Mode and Effect

Analysis (FMEA).

4. Pada penelitian ini tidak dibahas aspek biaya.

5. Penelitian hanya meneliti penyebab terjadinya kecacatan sampai pemberian usulan perbaikan mutu.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Proses produksi perusahaan berjalan dengan normal selama penelitian.

2. Metode kerja yang dilaksanakan dalam memproduksi tablet merupakan metode kerja yang telah sesuai dengan standar dan tidak mengalami perubahan.

3. Operator dianggap telah menguasai pekerjaannya dengan baik.

4. Perusahaan tidak mengalami restrukturisasi selama penelitian dilakukan.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Adapun sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:


(21)

Bab Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang permasalahan Tugas Akhir, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika penulisan laporan.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab Gambaran Umum Perusahaan ini berisi tentang sejarah perusahaan, ruang lingkup badan usaha, lokasi perusahaan, daerah pemasaran, struktur organisasi perusahaan, pembagian tugas dan tanggung jawab, jumlah tenaga kerja dan jam kerja, serta proses produksi.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Bab Tinjauan Pustaka ini berisi tinjauan pustaka tentang mutu, pengendalian mutu, dan teknik-teknik pengendalian mutu.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab Metodologi Penelitian ini membahas tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, objek penelitian, kerangka konseptual, variabel penelitian, metode pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, pengolahan data, dan analisis data.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab Pengumpulan dan Pengolahan Data ini membahas tentang pengumpulan data, identifikasi faktor penyebab kecacatan dengan metode

Statistical Quality Control (SQC) dan analisis usulan perbaikan untuk faktor


(22)

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab Analisis dan Pembahasan ini berisi tentang analisis hasil pengolahan data dengan menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA).

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab Kesimpulan dan Saran ini berisi tentang kesimpulan dari hasil pengolahan data serta analisis data dan berisi saran berdasarkan kesimpulan yang didapat.


(23)

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Pada tahun 1975 didirikan bangunan oleh H. T. M. Panggabean dengan surat izin bangunan No. 41/RKT/S/MBU/72/1975 dari Dinas Bangunan Kodati II Medan. Bangunan ini kemudian digunakan sebagai industri Farmasi dengan nama Sejati Pharmaceutical Industries yang memproduksi anggur obat dengan merek SIAGOGO. Industri ini telah berproduksi selama beberapa tahun sebelum kemudian H. T. M. Panggabean menjual bangunan tersebut kepada Drs. Weslyn H. Siahaan pada tanggal 31 Januari 1980. Selain itu, perusahaan Sejati Pharmaceutical Industries juga dipindahnamakan menjadi PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA). PT MUTIFA ini berdiri dengan Drs. Weslyn H. Siahaan sebagai direktur utama berdasarkan akte No. 112 tanggal 31 Januari 1980.

PT Mutiara Mukti Farma memperoleh izin untuk mendirikan industri farmasi yang berfungsi memproduksi obat-obatan berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan RI No. 0098/A/SK/PAB/I/81. Sejak dikeluarkannya surat izin produksi Departemen Kesehatan RI c/q Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 213/AA/III/81, maka PT Mutiara Mukti Farma mulai memproduksi obat-obatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia wilayah barat umunya dan daerah Sumatera Utara pada khususnya.

PT Mutiara Mukti Farma didaftarkan pada tanggal 10 Juni 1980 di Pengadilan Negeri Medan dengan No. 85/PT/1980 atas Keputusan Menteri Kehakiman RI No. Y.A.5/289/10 tanggal 3 Juni 1980 dan dicantumkan pada


(24)

tambahan berita negara RI No. 24 tanggal 24 Maret 1981 dengan merek dan alamat: PT MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) INDUSTRI FARMASI Jl. Brigjen Katamso No. 200 Medan.

Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte No. 35 diadakanlah perubahan akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan yang selanjutnya diputuskan melalui Menteri Kehakiman RI No. C2-1134.HT.01.04.Th.89 tanggal 31 Januari 1989. Akte tersebut menyatakan bahwa berdasarkan pada keputusan rapat Dewan Komisaris serta pemegang saham menetapkan Bapak Jacob sebagai penanggung jawab dengan jabatan Direktur Utama sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Dalam perkembangannya dalam memproduksi obat-obatan, PT Mutiara Mukti Farma membangun pabrik yang baru di Jalan Karya Raya No. 68 Namorambe Desa Delitua Kabupaten Deli Serdang dengan luas tanah 8.622 m2. Operasional pabrik PT MUTIFA yang baru ini berpedoman pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pembangunan pabrik baru dimulai pada tahun 1992 dan pemakaiannya diresmikan oleh Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI pada tanggal 27 Juli 1994. Kemudian diadakan perubahan izin industri farmasi yang menggunakan CPOB dengan No. PO.01.01.2.01796 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI tanggal 22 Juli 1994.

Sumber: PT Mutiara Mukti Farma


(25)

PT Mutiara Mukti Farma memproduksi berbagai jenis obat-obatan antara lain:

1. Tablet, yaitu obat serbuk yang dipadatkan hingga berbentuk bulat gepeng. 2. Kaplet, yaitu tablet yang dibentuk memanjang seperti kapsul.

3. Kapsul, yaitu obat serbuk yang diisi ke dalam tabung kecil yang mudah larut. Tabung kecil atau cangkang kapsul ini terbuat dari gelatin karena sifatnya yang stabil ketika berada di luar tubuh namun dapat mudah larut di dalam tubuh. Gelatin merupakan hasil olahan dari kolagen, sejenis protein, yang umum terdapat dalam tulang, kulit, atau jaringan pengikat binatang.

4. Puyer, yaitu obat berbentuk bubuk yang dikemas dalam plastik. 5. Salep, yaitu obat yang berbentuk gel.

6. Sirup, yaitu obat yang berbentuk cair.

2.3. Lokasi Perusahaan

Lokasi pabrik PT Mutiara Mukti Farma bertempat di Jalan Karya Raya No. 68 Namorambe Km 8,5 Kabupaten Deli Serdang, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan total luas area pabrik lebih kurang 8.622 m2. Lokasi pabrik dekat dengan pemukiman penduduk dan pabrik lainnya seperti pabrik rotan dan pabrik sarung tangan.


(26)

Daerah pemasaran PT Mutiara Mukti Farma diutamakan pada wilayah lokal, yaitu di daerah Sumatera Utara dan sekitarnya. Ada juga beberapa produk obat-obatan yang didistribusikan hingga ke pulau Jawa dan Kalimantan. Khusus untuk wilayah Sumatera Utara, distributor tunggal yang mendistribusikan produk obat-obatan PT Mutiara Mukti Farma adalah PT Dempo Sentosa. Sedangkan untuk luar wilayah Sumatera Utara, kegiatan distribusinya diserahkan kepada PBF (Pedagang Besar Farmasi) yang memiliki izin distribusi berdasarkan kesepakatan harga bersama.

2.5. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi adalah susunan dan hubungan-hubungan antar komponen bagian-bagian dan posisi-posisi dalam suatu perusahaan. PT Mutiara Mukti Farma menggunakan struktur organisasi matriks fungsional. Pada organisasi ini terdapat jalur formal vertikal dan hotizontal, dimana lingkup kegiatan perusahaan diawasi oleh seorang manajer yang tergabung dalam otoritas dan tanggung jawab dengan manajer fungsional yang telah ada. Dengan kata lain, pengelolaan kegiatan perusahaan dititipkan dan dirangkap oleh hierarki fungsional yang telah ada di perusahaan bersangkutan.

Dalam struktur organisasi ini, lingkup kegiatan perusahaan diserahkan kepada bidang atau bagian fungsional yang mempunyai jenis kegiatan yang sama dan diharapkan dapat memberikan kontribusi teknis yang paling besar. Delegasi wewenang disampaikan dari pimpinan puncak kepada satuan-satuan di bawahnya dalam bidang kerja tertentu. Pimpinan bidang-bidang ini dapat memerintah dan


(27)

meminta pertanggungjawaban dari semua pimpinan satuan pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya.

Keuntungan utama dari struktur matriks ini adalah kemampuannya untuk mengakomodasikan sedemikian banyak aktivitas dengan memanfaatkan sumber-sumber daya potensial yang dimiliki secara optimal. PT Mutiara Mukti Farma memproduksi berbagai jenis produk obat seperti tablet, kaplet, kapsul, puyer, sirup, salep yang masing-masing produk memiliki kepala unit tersendiri.

Struktur matriks fungsional memungkinkan pengambilan keputusan pada tiap bagian produksi menjadi lebih lama. Produk yang dihasilkan PT MUTIFA bervariasi dari produk obat jenis tablet, kaplet, kapsul, puyer/serbuk, salep, dan sirup. Setiap jenis obat ini dikepalai oleh kepala unit masing-masing sehingga dalam mengambil suatu keputusan untuk setiap produk perlu diselaraskan antara produk satu dengan yang lainnya sehingga tidak mengganggu proses produksi. Oleh karena itu, kepala unit masing-masing jenis obat perlu banyak bertemu untuk berdiskusi.

Karyawan bagian dari Quality Control dapat ditugaskan untuk melihat kondisi bagian produksi sehingga dapat diketahui penyebab rusaknya mutu dari obat hasil produksi. Hubungan matriks dapat dilihat dari keterkaitan antara setiap karyawan bagian yang dapat melakukan kegiatan di luar dari bagiannya. Dengan demikian PT MUTIFA dapat memaksimalkan penggunaan sumber daya manusia yang dimilikinya.

Kepala gudang terdiri dari gudang bahan kemasan, gudang bahan baku, dan gudang produk jadi. Pekerjaan dari setiap gudang ini memiliki kesamaan dan


(28)

keterkaitan antara satu sama lain. Gudang bahan kemasan dengan gudang bahan baku memiliki kapasitas yang sama dimana jenis persediaan kemasan dan bahan baku disesuaikan dengan target penjualan yang direncanakan PT MUTIFA.

Uraian tugas dan tanggung jawab pada PT. Mutiara Mukti Farma adalah sebagai berikut:

1. Dewan Komisaris

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Memimpin rapat Dewan Komisaris dan Pemegang Saham dengan tujuan memilih atau memecat Direktur Utama.

b. Mengevaluasi tugas dan wewenang Direktur Utama.

2. Direktur

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Menjadi pelaksana harian dan puncak garis manajemen perusahaan. b. Menentukan sistem manajemen yang akan digunakan perusahaan. c. Mengkoordinasikan Direktur dan bawahannya.

d. Mengadakan perubahan struktur organisasi perusahaan. e. Mengadakan kontrak-kontrak dengan pihak-pihak lain.

f. Memberikan persetujuan atau penolakan terhadap kebijaksanaan bawahan. g. Mengawasi jalannya perusahaan dan arus keuangan.

3. Asisten Direktur


(29)

a. Sebagai pelaksana yang ditentukan Direktur Utama dan menyampaikan instruksi dan tugas kepada bawahannya.

b. Menjalankan instruksi pimpinan mengenai bidang umum, keuangan, pengawasan, produksi, penjualan dan pembelian.

c. Bertanggung jawab kepada Direktur Utama atas terlaksananya aktivitas perusahaan dengan baik.

4. Manajer Umum

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Mengadakan ketentuan-ketentuan atau penggarisan tentang pelaksanaan dan garis akuntansi secara menyeluruh.

b. Melaksanakan garis-garis yang ditentukan untuk bagian pegawai, mencakup penerimaan, penempatan pegawai, mutasi, pendidikan, dan pemberhentian pegawai.

c. Melaksanakan segala kegiatan yang berhubungan dengan instansi pemerintahan atau badan-badan yang bersangkutan dengan akuntansi dan personalia umum.

d. Merupakan pembantu Direksi dalam menjalankan tugas umum dan fungsi yang berhubungan dengan seluruh kegiatan industri.

e. Mengadakan komunikasi aktif dengan bagian lain demi kelancaran tugas tiap bagian.

f. Membuat laporan kegiatan atau aktivitas perusahaan minimal sekali setahun kepada Direktur Utama.


(30)

5. Manajer Produksi

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Membuat perencanaan produksi, jumlah produksi, masa produksi, kapasitas terpakai mesin, dan kapasitas terpakai tenaga kerja.

b. Melaksanakan pengawasan persediaan bahan baku, pengemasan, dan hasil produksi.

c. Berdiskusi dengan Manajer Pengawasan Mutu bila terjadi kegagalan produksi.

d. Bertanggung jawab agar mesin dan peralatan produksi dipakai secara benar.

e. Turut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga dilaksanakannya CPOB.

f. Membuat laporan secara rutin dan tahunan untuk hasil produksi. g. Mengupayakan perbaikan biaya produksi.

6. Manajer Quality Control

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Memimpin dan mengarahkan pelaksanaan tugas di laboratorium, pengawasan dalam proses maupun CPOB.

b. Bertanggung jawab atas analisa dan keputusan untuk menerima atau menolak hasil pemeriksaan kimia dan mikrobiologi atas bahan baku, bahan pengemas, produk antara, dan produk jadi.


(31)

c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan inspeksi CPOB sehingga pelaksanaannya selalu terjamin.

d. Berdiskusi dengan Manajer Produksi jika terjadi kegagalan produksi. e. Membuat laporan bulanan pemeriksaan obat jadi yang diserahkan kepada

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. f. Menyimpan semua prosedur analisa.

g. Membuat anggaran tahunan bagian pengawasan mutu. h. Mengupayakan perbaikan biaya pengawasan mutu.

7. Manajer Penjualan

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: a. Menerima pesanan dari konsumen.

b. Menentukan perluasan pasar.

c. Menjual barang yang diproduksi sesuai dengan garis kebijakan yang ditentukan.

d. Mengadakan komunikasi langsung dengan bagian produksi, misalnya membuat pembukuan tentang penjualan.

e. Melakukan promosi dan memasarkan obat-obat buatan PT. Mutiara Mukti Farma.

f. Bertanggung jawab kepada Direktur.

8. Manajer Keuangan


(32)

a. Bertanggung jawab terhadap lalu lintas keuangan di perusahaan. b. Mencatat pengeluaran dan pemasukan uang.

c. Bertanggung jawab kepada Direktur.

9. Manajer Research and Development

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan penelitian dalam rangka pengembangan perusahaan, seperti minat konsumen terhadap obat.

b. Melaksanakan diversifikasi produk, seperti mengembangkan obat tradisional.

c. Membuat anggaran tahunan bagian riset dan pengembangan.

10.Manajer Quality Assurance

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab atas kondisi fisik (mutu) dan kuantitas hasil produksi sebelum dikirim keluar dari lantai produksi.

b. Melakukan pemeriksaan secara sampling terhadap tiap batch produk yang dihasilkan.

c. Mengembalikan produk yang tidak layak ke lantai produksi untuk diproses kembali.


(33)

11.Kepala Bagian Gudang Bahan Baku

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: a. Menerima dan menyimpan bahan-bahan keperluan produksi.

b. Menyalurkan barang-barang yang ada di dalam gudang pada bagian-bagian yang memerlukan.

c. Melaksanakan segala urusan yang berkaitan dengan bahan baku yang diterima.

d. Bertanggung jawab kepada Manajer Produksi.

12.Kepala Bagian Gudang Bahan Jadi

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Menerima, menyimpan, dan menyalurkan obat-obatan di gudang. b. Bertanggung jawab kepada Manajer Produksi.

13.Kepala Bagian Gudang Bahan Kemasan

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan proses penyerahan bahan kemasan yang ditugaskan oleh Manajer Produksi menurut prosedur yang ditetapkan.

b. Mengawasi dan mengatur keberadaan bahan pengemas di gudang.

14.Kepala Bagian Teknik


(34)

a. Memperbaiki mesin-mesin dan peralatan pabrik yang mengalami kerusakan.

b. Mengatur semua kebutuhan peralatan termasuk spare part mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi sehingga tidak mengganggu jalannya proses produksi.

c. Menjaga sanitasi dan kebersihan peralatan, mesin, dan bangunan serta lingkungan sesuai dengan ketetapan.

d. Bertanggung jawab kepada Manajer Produksi.

15.Kepala Unit Produksi (Tablet, Kaplet, kapsul, Sirup, Puyer, dan Salep) Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab kepada Manajer Produksi.

b. Melaksanakan proses pembuatan obat sesuai dengan prosedur yang ditugaskan oleh Manajer Produksi.

c. Mengisi dengan benar catatan pengolahan dan pengemasan. d. Mengusulkan permintaan alat-alat kerja.

e. Mencatat semua kegiatan harian dalam formulir yang disediakan Manajer Produksi.

16.Analis

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab kepada Supervisor Quality Control.

b. Melakukan pemeriksaan secara sampling terhadap tiap batch produk yang dihasilkan.


(35)

17.Karyawan

Tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab kepada Kepala Unit.

b. Bertugas membantu Kepala Unit dalam menjalankan tugasnya.

Dalam menjalankan operasional sehari-hari, PT Mutiara Mukti Farma memiliki tenaga kerja sebanyak 152 orang. Rincian tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Rincian Tenaga Kerja PT. Mutiara Mukti Farma

No Uraian Jabatan Jumlah (Orang)

1 Direktur Utama 1

2 Asisten Direktur 1

3 Manajer 7

4 Administrasi Kantor 4

5 Riset dan Pengembangan 5

6 Administrasi Produksi 7

7 Laboratorium 7

8 Penjualan 4

9 Karyawan Bagian Produksi 80

10 Keuangan 3

11 Satpam 4

12 Gudang 15

13 Teknisi 8

14 Cleaning Service 6

Jumlah 152

Karyawan bagian produksi berjumlah sebanyak 80 orang. PT MUTIFA memproduksi berbagai jenis obat seperti tablet, kaplet, kapsul, serbuk, salep, dan sirup. Pembahasan mengenai beban kerja dibatasi ke karyawan bagian produksi jenis obat tablet. Kapasitas produksi pada obat jenis tablet per satu orang operator yaitu:


(36)

1. Penimbangan bahan : 0,1 detik/tablet 2. Pencampuran bahan : 0,6 detik/tablet 3. Granulasi basah : 0,6 detik/tablet 4. Pengeringan : 1,5 detik/tablet 5. Granulasi kering : 0,4 detik/tablet 6. Lubrikasi : 2,5 detik/tablet 7. Pencetakan obat : 0,5 detik/tablet 8. Pengayakan : 0,5 detik/tablet 9. Pemeriksaan : 0,2 detik/tablet 10.Pengemasan : 0,1 detik/tablet

Total waktu pembuatan satu butir tablet memerlukan 7 detik, dimana produksi tablet berjumlah 1.000.000 butir tablet/bulan. Jam kerja yang tersedia dalam satu bulan adalah 21 hari kerja dengan 7 jam kerja setiap harinya.

Waktu kerja di PT Mutiara Mukti Farma terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian kantor dan bagian keamanan. Perincian waktu kerja tersebut yaitu:

1. Bagian kantor

a. Untuk hari Senin hingga Jumat, bekerja dari pukul 08.30 hingga 12.00 WIB, istirahat dari pukul 12.00 hingga 13.00 WIB, kemudian bekerja kembali dari pukul 13.00 hingga 16.30 WIB.

b. Untuk hari Sabtu, bekerja dari pukul 08.00 hingga 13.00 WIB. 2. Bagian keamanan

a. Shift I bekerja dari pukul 07.00 hingga 19.00 WIB. b. Shift II bekerja dari pukul 19.00 hingga 07.00 WIB.


(37)

2.6. Proses Produksi

Proses produksi merupakan cara untuk menambah nilai (value) suatu barang dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, mesin, peralatan, material, metode, dan modal. PT Mutiara Mukti Farma membutuhkan bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, mesin, peralatan, tenaga kerja serta manajemen yang baik untuk melakukan proses agar mampu menghasilkan berbagai jenis obat-obatan. Dalam pelaksanaan penelitian ini, kegiatan proses produksi yang diamati adalah proses pembuatan obat tablet dengan jenis obat berupa obat tablet Paracetamol.

PT Mutiara Mukti Farma telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkait dengan standar mutu bahan/produknya, seperti yang diwajibkan kepada seluruh industri farmasi. Ketentuan ini didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI No. 04510/A/SK/XII/1989 tentang petunjuk operasional penerapan CPOB. Peraturan tersebut mengatur seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan menjamin obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan manfaat obat tersebut.

Oleh karena itu, maka pihak perusahaan menetapkan bahwa setiap bahan yang diterima dan produk yang dihasilkan harus melalui proses pengawasan yang ketat, mulai dari masuknya bahan, bahan dalam proses, sampai menjadi produk


(38)

jadi. Setiap bahan dan produk tersebut wajib sesuai dengan standar mutu CPOB. Standar mutu produk paracetamol dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Standar Mutu Tablet

No Keterangan Standar

1. Berat 490 – 510 mg

2. Kekerasan 4 – 8 kg/cm2

3. Kerapuhan < 8 %

4. Kelarutan 15 – 16 menit

5. Waktu hancur 4 – 5 menit

6. Diameter 1,211 cm

7. Tebal 0,32 cm

Sumber: PT Mutiara Mukti Farma

Dalam proses pembuatan obat, bahan-bahan yang digunakan yaitu: 1. Bahan baku

Bahan baku merupakan bahan utama di dalam proses produksi yang sifat dan bentuknya akan diubah. Bahan ini diolah langsung di dalam proses produksi hingga menghasilkan produk jadi. Sumber bahan baku obat utamanya berasal dari pabrik-pabrik di China dan India seperti Wu Xi dan Jiang Su.

Untuk produksi obat tablet Paracetamol, bahan baku yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Bahan berkhasiat

Bahan ini memiliki jumlah yang relatif besar dibandingkan dengan bahan lain dan penggunaannya disesuaikan dengan jenis obat yang akan diproduksi berdasarkan


(39)

formulasi yang telah ditetapkan. Untuk pembuatan obat tablet Paracetamol, bahan berkhasiat yang digunakan yaitu Paracetamol serbuk.

b. Bahan tidak berkhasiat

Bahan ini tidak memiliki pengaruh terhadap khasiat obat yang akan dihasilkan. Kandungan bahan tidak berkhasiat pada obat tablet Paracetamol yaitu:

1) Laktosa dan Amilum, sebagai bahan pengisi pada obat. 2) Kolidon, sebagai bahan pengikat.

3) Magnesium Stearat dan Talkum, sebagai pelicin obat. 4) Nipasol, sebagai bahan pengawet.

5) Brilliant Blue, sebagai pewarna obat.

6) Vanili, sebagai pemberi rasa. 2. Bahan penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan ke dalam proses pembuatan produk untuk memperlancar proses produksi dimana komponennya tidak terdapat pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan obat tablet Paracetamol yaitu air murni (H2O)

yang telah disterilisasi. Air ini berfungsi sebagai pengikat sementara pada saat proses pencampuran zat.


(40)

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan atau dipakai sebagai pelengkap dalam produk akhir untuk meningkatkan mutu produk. Contoh bahan tambahan untuk pembuatan obat tablet Paracetamol yaitu kertas strip, kotak kemasan strip, dan kotak kardus.

Proses produksi untuk obat tablet secara umum di PT Mutiara Mukti Farma terdiri dari proses penimbangan, pencampuran, granulasi, pengeringan, lubrikasi, hingga pencetakan dan pengemasan. Tahapan proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Penimbangan Bahan

Pencampuran Bahan

Granulasi Basah

Pengeringan

Granulasi Kering

Lubrikasi

Pencetakan Obat

Pengayakan dan Pemeriksaan

Pengemasan


(41)

Urutan proses produksi pembuatan obat tablet yaitu: 1. Penimbangan bahan

Penimbangan merupakan proses pengukuran berat bahan yang akan digunakan dalam proses produksi. Proses penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan sebagai berikut:

a. Timbangan duduk, digunakan untuk menimbang bahan baku yang relatif berat (10 g – 1 kg), misalnya untuk penimbangan amylum.

b. Timbangan Berkoz, digunakan untuk menimbang bahan baku yang ringan ringan ( 0 – 300 g), misalnya untuk penimbangan Brillian Blue.

c. Timbangan Digital, digunakan untuk menimbang bahan baku tertentu yang sangat ringan, yaitu dengan berat 20 – 60 mg.

Bahan baku dan bahan lain yang akan diproduksi ditimbang atas dasar surat perintah pembuatan obat yang telah ditetapkan komposisinya sesuai dengan banyaknya obat yang akan diproduksi dan formulasinya. Bahan-bahan ini sebelum tiba di gudang diperiksa terlebih dulu oleh staf pengawasan mutu untuk mengidentifikasi apakah mutu dan spesifikasinya telah sesuai dengan yang dijanjikan oleh perusahaan pemasok bahan baku. Pemeriksaan bahan baku meliputi:


(42)

b. Pemeriksaan kimiawi, yaitu kualitatif, kuantitatif, dan pH.

c. Pemeriksaan fisik, yaitu kelarutan, titik lebur, berat jenis, dan kekentalan. d. Pemeriksaan kemasan, yaitu ukuran dan kondisi kemasan.

e. Pemeriksaan etiket, meliputi: ukuran, kebenaran tulisan, desain, warna, kerapian catatan dan lambang (obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras.) 2. Pencampuran bahan

Pencampuran dilakukan dengan menggunakan sistem pencampuran batch. Bahan-bahan yang akan dicampurkan ditimbang sesuai takaran lalu dimasukkan ke dalam mixer. Bahan yang dicampur antara lain paracetamol serbuk, amilum,

lactose, kolidon, nipasol, Brilliant Blue, vanili, dan air. Kemudian campuran

tersebut diberi pasta Amilum yang berfungsi sebagai pengikat sambil terus diaduk. Setelah tercampur rata, bahan ini dibawa ke bagian Granulasi Basah. 3. Granulasi basah

Proses ini bertujuan untuk membagi campuran menjadi bentuk bulatan (granul) kecil seragam yang memiliki komposisi yang homogen. Granul yang terbentuk masih bersifat basah karena adanya kandungan air dari pasta di dalam campuran. Pembentukan granul ini akan memudahkan proses pengeringan karena ukuran granul yang lebih kecil akan mempercepat proses pengeringan. Granulasi basah dilakukan dengan ayakan berukuran 7 mesh.


(43)

Setelah melalui Granulasi Basah, bahan obat tersebut dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam granul. Alat yang dapat digunakan untuk proses ini yaitu oven pengering atau Fluid Bed

Dryer. Proses pengeringan dengan Fluid Bed Dryer memakan waktu yang relatif

lebih singkat dan memberikan massa yang lebih homogen, namun kapasitasnya lebih kecil dibandingkan dengan oven pengering. Proses pengeringan dengan

Fluid Bed Dryer memerlukan waktu sekitar 30 menit dengan suhu pengeringan

sekitar 60 0C, sedangkan dengan oven pengering memerlukan waktu sekitar 8 – 10 jam dengan suhu pengeringan sekitar 60 0C. Pengeringan ini akan mengurangi kadar air sebesar 1-3%.

5. Granulasi kering

Bahan obat yang telah melalui proses pengeringan akan digranulasi kembali. Granulasi kering merupakan proses pembentukan granul yang lebih kecil dan halus serta memiliki ukuran yang relatif homogen dengan bobot yang seragam. Hal ini berguna untuk memudahkan proses pencetakan. Proses granulasi kering ini menggunakan ayakan dengan ukuran 12, 10, dan 8 mesh. Ukuran 12 mesh digunakan untuk tablet dengan ukuran yang lebih kecil, sedangkan untuk ukuran 10 dan 8 mesh digunakan untuk tablet dengan ukuran lebih besar.

6. Lubrikasi

Setelah bahan obat melewati proses Granulasi Kering, proses selanjutnya adalah lubrikasi. Lubrikasi adalah proses pencampuran bahan pelicin ke granul kering agar pada saat proses pencetakan obat tidak lengket dan mutunya lebih baik. Zat pelicin yang ditambahkan yaitu Magnesium Stearat dan Talkum. Proses


(44)

ini juga membantu menyeragamkan bobot granul kering sehingga diperoleh kadar yang seragam.

7. Pencetakan obat

Setelah lubrikasi, bahan obat ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat bahan yang akan dicetak karena adanya ketetapan berat bahan untuk sejumlah obat tablet yang akan diproduksi yang formulasinya diatur dalam surat perintah pembuatan obat. Dalam proses pencetakan, biasanya dilakukan pencetakan percobaan agar obat yang dicetak sesuai dengan bentuk yang ditetapkan. Obat yang tidak sesuai akan dihancurkan dan dicetak kembali.

8. Pengayakan dan Pemeriksaan

Setelah selesai dicetak, obat diayak dengan ayakan 10 mesh untuk menghilangkan debu dan serpihan obat sekaligus memeriksa apakah ada obat yang rusak pada waktu pencetakan. Proses terakhir yaitu pemeriksaan dengan cara mengambil sampel dari obat yang dicetak tersebut untuk dilakukan pengujian di laboratorium. Pengujian yang dilakukan seperti:

a. Keseragaman berat, yang dilakukan dengan pengambilan 10 tablet dan diukur berat totalnya, kemudian tablet ditimbang satu-persatu. Berat tablet yang menyimpang dari berat rata-rata akan dibuang.

b. Waktu hancur, yang dilakukan dengan mencelupkan enam butir tablet ke dalam aquadest, kemudian waktu hancur tablet tersebut dihitung dengan alat Disintegration Tester. Waktu hancur tablet harus kurang dari 15 menit.


(45)

c. Diameter dan tebal tablet. Perbandingan diameter tablet harus berada diantara 1,3 kali dan 3 kali tebal tablet.

d. Kekerasan tablet, yang diukur dengan menggunakan alat Strong Cobb

Hardness Tester. Tablet dijepit dengan anvil dan punch, kemudian diputar

hingga tanda lampu menyala.

e. Waktu larut, yang dilakukan dengan cara memasukkan enam butir tablet ke dalam larutan media disolusi. Setelah waktu yang ditentukan habis, larutan disedot dan diperiksa dengan Dissolution Tester. Waktu telah ditetapkan pada masing-masing monografi.

f. Kadar zat berkhasiat, dilakukan dengan cara membaca kadar dan menyesuaikan dengan yang tercantum pada monografi.

9. Pengemasan

Tujuan dari pengemasan yaitu menjaga obat agar tidak terkontaminasi bahan lain atau kotoran dari luar. Selain itu, pengemasan juga memberikan label keterangan mengenai obat yang dikemas. Pengemasan untuk obat tablet terdiri dari 3 cara, yaitu:

a. Kemasan strip

Mesin yang digunakan untuk proses pengemasan ini yaitu mesin kemas strip. Setelah dikemas, obat diberi stempel nomor batch dengan waktu pembuatan dan waktu kadaluarsa obat tersebut. Satu strip obat berisi 10 butir obat tablet. Strip-strip tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak strip yang dapat diisi 10


(46)

kemasan strip. Kotak-kotak strip tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak kardus yang dapat menampung 100 kotak strip.

b. Kemasan blister

Mesin yang digunakan untuk proses pengemasan ini yaitu mesin kemas blister. Setelah dikemas, obat diberi stempel nomor batch dengan waktu pembuatan dan waktu kadaluarsa obat tersebut. Satu blister obat berisi 10 butir obat tablet. Blister-blister tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak blister yang dapat diisi 10 kemasan blister. Kotak-kotak blister tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak kardus yang dapat menampung 100 kotak blister. Perbedaan strip dengan blister yaitu bagian atas kemasan blister tampak transparan dan isinya dapat terlihat.

c. Kemasan botol (pot)

Untuk kemasan botol atau pot, sebanyak seribu butir tablet dihitung dan diisi ke dalam plastik. Setelah itu, sebungkus bahan pengawet juga dimasukkan ke dalam plastik, kemudian plastik ditutup dengan cara dilekatkan dengan menggunakan panas. Kemudian bungkusan plastik berisi obat tersebut beserta lembar petunjuk pemakaiannya dimasukkan ke dalam pot. Untuk menjamin kemasan, tutup pot diberi segel.


(47)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Kualitas

3.1.1. Pengertian Kualitas1

Kualitas merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup penting saat ini. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Beberapa pakar dalam bidang kualitas mendefinisikan kualitas sebagai berikut2

1. Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya” :

1

Dorothe Wahyu Ariani. Pengendalian Kualitas Statistik. (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004) 2


(48)

2. Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi

availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.”

3. Deming (1991) “kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang.”

4. Feigenbaum (1991), “kualitas merupakan keseluruhan karateristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.”

5. Scherkenbach (1991), “kualitas ditentukan oleh pelanggan, pelanggan menginginkan produk/jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukan nilai produk tersebut.”

6. Elliot (1993), kualitas adalah suatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat atau dikatakan sesuai dengan tujuan.

7. Goetch dan Davis (1995), “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi/melebihi apa yang diharapkan.”

8. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan cirri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun criteria-kriteria yang harus didefenisikan terlebih dahulu.


(49)

Berdasarkan definisi tentang kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategik, pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut:

1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu.

2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. 3. Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas diatas, tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada kepuasan pelanggan (customer focused quality). Dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dan dihasilkan dengan cara yang baik dan benar.

3.1.2. Prinsip-prinsip Kualitas3

Prinsip-prinsip jaminan kualitas berlaku baik untuk benda-benda yang dihasilkan pabrik maupun jasa. Sangat perlu produk memenuhi syarat-syarat dari orang yang menggunakannya. Oleh karena itu definisi tentang kualitas adalah kualitas yang berarti kecocokan penggunanya.

3

Montgomery, Douglas C. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993)


(50)

Ada dua segi umum tentang kualitas: kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas. Variasi dalam tingkat kualitas ini memang disengaja, maka dari itu istilah teknik yang sesuai adalah kualitas rancangan. Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan itu.

Peningkatan kualitas kerap kali dibuat dengan mengubah segi tertentu sistem jaminan kualitas, seperti penggunaan prosedur pengendalian proses statistik, mengubah jenis prosedur pemeriksaan yang digunakan, dan seterusnya. Jadi kualitas kecocokan yang lebih tinggi kerap kali dicapai dengan pengurangan dalam biaya total, sebab ini mengakibatkan sisa dan produk yang harus dikerjakan lagi berkurang dan bagian produk jasa yang tidak cocok lebih kecil.

Tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunanya. Parameter-parameter ini biasanya dinamakan ciri-ciri kualitas. Ciri-ciri kualitas ada beberapa jenis:

1. Fisik (panjang, berat, voltase, kekentalan) 2. Indera (rasa, penampilan, warna)

3. Orientasi waktu, keandalan (dapat dipercaya), dapat dipelihara, dapat dirawat. Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar.


(51)

3.2. Pengendalian Kualitas

Dr. Juran (1962) mendukung pendelegasian pengendalian kualitas kepada tingkat paling bawah dalam organisasi melalui penempatan karyawan ke dalam swakendali (self-control). Pengendalian kualitas melibatkan beberapa aktivitas yaitu :

1. Mengevaluasi kerja aktual (actual performace) 2. Membandingkan aktual dengan target / sasaran

3. Mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan target.

Pada dasarnya performansi kualitas dapat ditentukan dan diukur berdasarkan karakteristik kualitas terdiri dari beberapa sifat atau dimensi yaitu : 1. Fisik seperti panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan, dll.

2. Sensoris (berkaitan dengan panca indera) seperti rasa, penampilan, warna dan bentuk, model.

3. Orientasi waktu seperti keandalan, kemampuan pelayanan, kemudahan pemeliharaan, ketepatan waktu penyerahan produk, dll.

4. Orientasi biaya seperti berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau ongkos dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen.

Pada dasarnya suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat yaitu tingkat proses, tingkat output dan tingkat outcome. Pengendalian proses statistika dapat diterapkan pada ketiga tingkat pengukuran performansi kualitas itu. Bagaimanapun, pengukuran performansi kualitas yang akan dilakukan seharusnya memepertimbangkan setiap aspek dari proses


(52)

operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Perlu dicatat pula bahwa informasi tentang kebutuhan pelanggan yang diperoleh melalui riset pasar harus didefenisikan dalam bentuk yang tepat dan pasti melalui atribut-atribut dan variable-variabel itu. Selanjutnya atribut-atribut-atribut-atribut dan variabel-variabel dari produk inilah yang kemudian merupakan basis dari pengendalian proses statistika. Atribut – atribut dan variabel – variabel yang sesuai dalam pengukuran akan berbeda untuk setiap organisasi, tetapi pada umumnya atribut – atribut dan variabel – variabel yang dipertimbangkan dalam pengukuran performansi kualitas adalah sebagai berikut :

1. Performansi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu 2. Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya

3. Keandalan, berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu 4. Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan

5. Konformansi, berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan

6. Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk 7. Estetika, berkaitan dengan desain dan kemasan dari produk itu

8. Kualitas yang dirasakan bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengonsumsi produk itu seperti meningkatkan gengsi, moral dan lain-lain.

Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik.


(53)

Pengendalian kualitas statistik (Statistical Quality Control) sering disebut sebagai pengendalian proses statistik (Statistical Process Control). Pengendalian kualitas statistik dan pengendalian proses statistik memang dua istilah yang saling dipertukarkan, yang apabila dilakukan bersama-sama maka pemakai akan melihat gambaran kinerja proses masa kini dan masa mendatang (Cawly dan Harold, 1999).

3.3. Teknik-teknik Pengendalian Kualitas

3.3.1. Penggunaan Seven Tools dalam Statistical Quality Control4

Proses penyelesaian masalah dan perbaikan kualitas dengan menggunakan

seven tools dapat membuat proses penyelesaian masalah menjadi lebih cepat dan

sistematis. Konsep seven tools berasal dari Kaoru Ishikawa, ahli kualitas ternama dari Jepang. Kunci sukses dari permasalahan ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, menggunakan pendekatan seven tools berdasarkan masalah dasar, mengkomunikasikan solusi secara tepat kepada yang lain. Adapun ketujuh alat pengendalian kualitas tersebut adalah:

1. Checksheet

Checksheet merupakan alat praktis yang digunakan untuk mengumpulkan,

mengelompokkan, dan menganalisis data secara sederhana dan mudah. Tujuan utama dari checksheet adalah untuk memastikan bahwa data dikumpulkan dengan hati-hati dan teliti untuk pengendalian proses dan pemecahan masalah.

4


(54)

Terdapat 2 jenis check sheet yang dikenal dan umum dipergunakan untuk keperluan pengumpulan data, yaitu:

a. Production process distribution check sheet

Check sheet ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang berasal

dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi.

Gambar 3.1. Check Sheet untuk Distribusi Proses Produksi

b. Defective check sheet

Untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses kerja maka terlebih dahulu kita harus mampu mengidentifikasikan jenis kesalahan yang ada dan presentasenya. Setiap kesalahan biasanya akan diperoleh dari faktor-faktor penyebab yang berbeda sehingga tindakan korektif yang tepat harus diambil sesuai dengan jenis kesalahan dan penyebabnya tersebut.


(55)

Gambar 3.2. Check Sheet untuk Defective Item

2. Statifikasi

Merupakan usaha pengelompokan data ke dalam kelompok–kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama. Kegunaannya adalah :

a. Mencari faktor penyebab utama kualitas secara mudah. b. Membantu pembuatan scatter diagram

c. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.

3. Scatter Diagram

Alat bantu ini sangat berguna untuk meihat korelasi (hubungan) antara dua variabel (faktor), sekaligus juga memperlihatkan tingkat hubungan tersebut (kuat atau lemah). Pada pemanfaatannya, scatter diagram membutuhkan data berpasangan sebagai bahan baku analisisnya, yaitu sekumpulan nilai x sebagai faktor yang independen berpasangan dengan


(56)

sekumpulan nilai y sebagai faktor dependen. Artinya, bahwa setiap nilai x yang didapatkan memberi dampak pada nilai y. Contoh gambar untuk

scatter diagram dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Scatter Diagram

4. Diagram Pareto

Diagram pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan yang seharusnya pertama kali diatasi, maka bisa ditetapkan prioritas perbaikan. Contoh gambar diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 3.4.


(57)

Gambar 3.4. Diagram Pareto

5. Histogram

Dikenal juga sebagai grafik distribusi frekuensi yang digunakan untuk menganalisa mutu dari sekelompok data (hasil produksi), dengan menampilkan nilai tengah sebagai standar mutu produk dan distribusi atau penyebaran datanya. Contoh gambar histogram dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Histogram

6. Control Chart

Control Chart merupakan sebuah alat bantu berupa grafik yang akan

menggambarkan stabilitas suatu proses kerja. Melalui gambaran tersebut akan dapat dideteksi apakah proses tersebut berjalan baik (stabil) atau tidak. Karakteristik pokok pada alat bantu ini adalah adanya sepasang batas kendali (Upper dan Lower Limit), sehingga dari data yang dikumpulkan akan dapat terdeteksi kecenderungan kondisi proses yang


(58)

sesungguhnya. Contoh gambar untuk control chart dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Control Chart

Control Chart yang paling umum digunakan adalah:

a. Control Chart untuk variabel

Yaitu Control Chart untuk pengukuran data variabel. Data yang bersifat variabel diperoleh dari hasil pengukuran dimensi, seperti berat, panjang, tebal, dan sebagainya. Control Chart untuk variabel ini terdiri dari: peta X, peta R, dan peta S. Terdapat pengklasifikasian dari gabungan peta-peta tersebut yaitu:

1) Peta X dan R, pengendali rata-rata (X) proses tingkat kualitas biasanya dengan peta kendali X. Variabilitas atau pemencaran proses dapat dikendalikan dengan peta kendali atau rentang yang disebut peta R. 2) Peta X dan S, bila ukuran sampel (n) cukup besar (n>10), metode

rentang kehilangan efisiensinya karena rentang mengabaikan semua informasi dalam sampel antara Xmax dan Xmin.


(59)

Yaitu Control Chart untuk karakteristik kualitas yang tidak mudah dinyatakan dalam bentuk numerik. Contohnya inspeksi secara visual seperti penentuan cacat warna, goresan, berkarat, dan sebagainya.

Control Chart untuk atribut ini terdiri dari:

1) Peta p

Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat peta p ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

= =

=

= k

i i k i i

n p n p

CL

1 1 1

n p p p

UCL= +3 (1− )

dan n

p p p

LCL= −3 (1− )

2) Peta np

Peta ini menggambarkan banyaknya unit yang ditolak dalam sampel yang berukuran konstan. Untuk membuat peta np ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:


(60)

n k p p n CL k i o

= =

= 1 1

) 1 (

3 o o

o np p

p n

UCL= + −

dan LCL=npo −3 npo(1− po)

3) Peta c

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian atau kecacatan dalam sampel berukuran konstan. Satu benda yang cacat memuat paling sedikit satu ketidaksesuaian, tetapi sangat mungkin satu unit sampel memiliki beberapa ketidaksesuaian, tergantung sifat dasar keandalannya. Untuk membuat peta c ini dapat digunakan rumus sebagai berikut:

k p c CL k i

= =

= 1 1

c c

UCL= +3 dan LCL=c−3 c

4) Peta u

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian dalam satu unit sampel dan dapat dipergunakan untuk ukuran sampel tidak konstan. Untuk membuat peta u ini dapat dipergunakan rumus-rumus sebagai berikut:

= = = = k i i k i n p u CL 1 1 1 n u u

UCL= +3

dan n

u u

LCL= −3


(61)

Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone

diagram). Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menentukan

faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja. Di samping itu juga berguna untuk mencari penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah.

Untuk mencari faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas kerja, terdapat lima faktor penyebab utama yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Manusia b. Metode Kerja

c. Mesin atau peralatan lkerja lainnya d. Bahan-bahan baku

e. Lingkungan Kerja

Contoh gambar untuk Cause and Effect Diagram dapat dilihat pada Gambar 3.7.


(62)

3.3.2. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)5

FMEA adalah sebuah metode sistematis untuk mengidentifikasi dan pencegahan masalah produk dan proses sebelum mereka terjadi. FMEA difokuskan pada pencegahan kecacatan, meningkatkan keamanan, dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Idealnya, FMEA diadakan dalam perancangan produk atau tahap pengembangan proses, meskipun mengadakan FMEA pada produk dan proses yang sudah ada juga dapat menghasilkan keuntungan.

Tujuan FMEA adalah mencegah masalah pada produk dan proses sebelum mereka terjadi. FMEA digunakan dalam proses perancangan dan produksi, sehingga bisa mengurangi biaya dengan mengidentifikasi perbaikan produk dan proses sebelum pengembangan proses saat perubahan mudah dan murah dibuat.

Sasaran FMEA adalah untuk mencari semua cara sebuah proses atau produk bisa gagal. Kegagalan produk terjadi saat produk tidahk berfungsi sebagaimana harusnya atau saat terjadi kegagalan pemakaian dalam beberapa cara. Bahkan produk yang paling simple memiliki beberapa peluang untuk kegagalan.

Lebih jauh, FMEA menanyakan apakah dapat mendeteksi cacat dan memperkirakan parahnya. Cacat dapat bervariasi antara gangguan kecil sampai bencana. FMEA memperkirakan cacat dan resiko relatifnya dalam format terstruktur.

FMEA memberikan skema jenis cacat, parahnya cacat, peluang terjadinya, dan apakah ada sistem untuk mendeteksinya secara semestinya. FMEA kemudian

5


(63)

memperkirakan angka “prioritas resiko” pada cacat itu, untuk merasio keparahan dan urgensi cacat itu. Inilah sebabnya FMEA juga dikenal sebagai FMECA (failure mode effect and criticality analysis atau failure mode, effect, and

criticality analysis). Dari hasil FMEA, prioritas perbaikan diberikan pada

komponen yang memiliki tingkat prioritas (RPN) tertinggi.

Seluruh produk atau perancangan dan proses FMEA mengikuti sepuluh langkah berikut ini:

1. Meninjau kembali proses atau produk.

2. Melakukan branstorming untuk kegagalan-kegagalan yang potensial untuk terjadi.

3. Membuat daftar efek-efek yang potensial terjadi untuk masing-masing kegagalan.

4. Memberikan severity ranking untuk masing-masing efek.

5. Memberikan occurrence ranking untuk masing-masing kegagalan.

6. Memberikan peringkat deteksi untuk masing-masing kegagalan dan?atau efek. 7. Menghitung Risk Priority Number (RPN) untuk maisng-masing efek.

8. Menentukan prioritas kegagalan untuk ditindaki.

9. Mengambil langkah untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang beresiko tinggi


(64)

FMEA terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut: a.Process: berfokus pada analisa proses manufaktur dan assembly

b.Design: berfokus pada analisa produk sebelum proses produksi

c.Concept: berfokus pada analisa sistem atau subsistem dalam tahap awal desain

konsep.

d.Equipment: berfokus pada analisa desain mesin dan perlengkapan sebelum

melakukan pembelian.

e.Service: berfokus pada analisa jasa dari proses industri jasa sebelum

diluncurkan ke pelanggan.

f. System: berfokus pada analisa fungsi sistem secara global.

g.Software: berfokus pada analisa fungsi software.

Pada FMEA proses digunakan untuk menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain.

Dalam menjalankan FMEA terdapat 3 variabel utama, yakni: 1. Severity

Severity adalah langkah pertama untuk menganalis resiko yaitu menghitung


(65)

Dampak tersebut dirangking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk.

2. Occurrence

Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan

menghasilkan bentuk kegagalan selama penggunaan produk. 3. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau

mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini.

Adapun rumus menghitung Risk Priority Number (RPN) adalah sebagai berikut:


(66)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk mencandra atau mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. (Sukaria Sinulingga, 2011).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Mutiara Mukti Farma (Mutifa) yaitu perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe, Kecamatan Deli Tua, Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dimulai sejak bulan Februari 2015 sampai dengan selesai.

4.3. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah produk obat jenis tablet yang tidak memenuhi spesifikasi atau standar serta dikategorikan sebagai produk cacat (defect) dan proses produksinya.


(67)

Kerangka teoritis adalah suatu model konseptual yang menunjukkan hubungan logis antara faktor-faktor yang telah didentifikasi yang penting atau relevan dengan masalah penelitian. Suatu penelitian dapat dilaksanakan apabila kerangka konseptual telah dibuat dengan baik. Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

4.5. Variabel Penelitian

Penentuan variabel penelitian ditentukan atas dasar studi pendahuluan, studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Ada dua jenis variabel yang diamati dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variabel Independen

Usulan tindakan perbaikan mutu

produk IDENTIFIKASI

FAKTOR PENYEBAB KECACATAN Cetakan tablet

Tidak Rapi Warna Permukaan Tablet Tidak Tablet Retak

Pinggiran Tablet Pecah

Permukaan Tablet Kasar


(68)

Variabel independen ataupun variabel bebas merupakan variabel penelitian yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kecacatan yaitu, cetakan tablet tidak rapi, warna permukaan tablet tidak merata, tablet retak, pinggiran tablet pecah, dan permukaan tablet kasar.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terikat (variabel yang dipengaruhi) dalam penelitian ini adalah produk yang bermutu. Variabel ini diperoleh dari data historis perusahaan.

4.6. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Observasi/pengamatan langsung di lapangan, yaitu pada waktu proses produksi.

2. Wawancara berupa tanya jawab dan diskusi kepada pihak perusahaan khususnya bagian produksi dan quality control.

3. Teknik dokumentasi, yakni dengan memperoleh data kecacatan produk yang mendukung pengerjaan laporan.

4. Teknik kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan Statistical Quality Control (SQC) & Failure Mode and


(69)

4.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penarikan kesimpulan didasarkan atas pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan. Adapun saran yang diberikan berupa masukan bagi perusahaan dan bagi peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi perusahaan, proses produksi, dan informasi-informasi lainnya yang diperlukan serta studi literatur mengenai metode pemecahan masalah dan teori pendukung lainnya. 2. Merumuskan permasalahan berdasarkan kondisi perusahaan dan menetapkan

tujuan penelitian.

3. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian.

4. Melakukan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan yaitu:

a. Data primer berupa bagaimana uraian proses produksinya, data pengamatan jumlah produksi dan kecatatan roduk selama satu tahun terakhir, serta pernyataan para ahli yang diperoleh dengan wawancara langsung.

b. Data sekunder berupa jumlah produksi, data jenis kecacatan, dan jumlah produk cacat berdasarkan jenis kecacatan dalam satu bulan penelitian. 5. Mengolah data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan.

6. Menganalisis hasil pengolahan data dengan metode Statistical Quality

Control (SQC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).


(70)

Adapun diagram alir langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(71)

Mulai

Studi Pendahuluan 1. Kondisi Perusahaan 2. Proses Produksi 3. Informasi Pendukung

Studi Literatur 1. Metode Pemecahan Masalah

2. Teori Pendukung

Pengumpulan Data

Data Primer - Uraian Proses produksi

Data Sekunder

- Data jumlah produksi tablet

- Data jumlah produk tablet cacat dalam 1 periode - Data bahan baku yang digunakan

- Data kondisi mesin yang digunakan

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

Selesai Pengolahan Data Perumusan Masalah:

Besarnya proporsi kecacatan produk tablet yang cacat di PT Mutiara Mukti Farma melebihi standar yang ditetapkan perusahaan

Identifikasi Variabel-variabel penelitian

SQC dengan seven tools:

1. Checksheet 2. Stratifikasi 3. Scatter Diagram 4. Diagram Pareto 5. Histogram 6. Peta Kontrol

7. Cause and effect diagram

FMEA: 1. Meninjau kembali proses atau produk.

2. Melakukan branstorming untuk kegagalan-kegagalan yang potensial 3. Membuat daftar efek-efek yang potensial

4. Memberikan severity ranking 5. Memberikan occurrence ranking 6. Memberikan peringkat deteksi

7. Menghitung Risk Priority Number (RPN) 8. Menentukan prioritas kegagalan untuk ditindaki.

9. Mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang beresiko tinggi 10. Menghitung hasil RPN sebagai kegagalan yang dikurangi atau dieliminasi.


(1)

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis dan Pembahasan Pengendalian Mutu dengan Metode Statistical Quality Control

Dari checksheet dapat dilihat jumlah produksi dan jumlah kecacatan produk tablet per-hari selama bulan Februari 2015. Selanjutnya dari proses stratifikasi dapat dilihat jumlah kecacatan berdasarkan jenis kecacatan yang diambil datanya, yaitu cetakan tablet tidak rapi, warna permukaan tablet tidak merata, tablet retak, pinggiran tablet pecah, dan permukaan tablet kasar. Dari histogram terlihat jelas bahwa urutan jenis kecacatan yang paling banyak terjadi pada saat produksi tablet, yaitu pinggiran tablet pecah, tablet retak, cetakan tablet tidak rapi, permukaan tablet kasar dan warna permukaan tablet tidak merata, dan jumlah kecacatan produk tablet yang paling besar adalah pada jenis kecacatan pinggiran tablet pecah.

Setelah diurutkan jenis kecacatannya dari yang tertinggi hingga terendah maka selanjutnya dibuat diagram pareto untuk menunjukkan permasalahan yang paling dominan dan yang perlu segera diatasi. Berdasarkan prinsip diagram pareto, jenis kecacatan tertinggi yaitu jenis kecacatan pinggiran tablet pecah, tablet retak, dan cetakan tablet tidak rapi. Pada scatter diagram diperoleh nilai koefesien korelasi sebesar 0,884 untuk kecacatan pinggiran tablet pecah, 0,251 untuk kecacatan tablet retak, dan 0,549 untuk kecacatan cetakan tablet tidak rapi yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier antara X (jumlah tablet yang diproduksi) dan Y (jumlah tablet yang cacat). Pada peta kontrol terlihat bahwa jumlah kecacatan produk tablet masih berada dalam batas


(2)

kendali yang artinya bahwa banyaknya cacat yang terjadi masih dapat dikendalikan sehingga nantinya tidak akan merugikan perusahaan. Dari diagram sebab akibat dapat dianalisa beberapa faktor penyebab yang menimbulkan kecacatan pinggiran tablet pecah antara lain karena kurang telitinya operator dalam mengawasi proses produksi karena lelah, tidak sesuainya settingan mesin karena kurangnya perawatan, dan konsentrasi bahan kurang homogen karena kurang lamanya pengadukan. Untuk faktor penyebab yang menimbulkan kecacatan tablet retak antara lain konsentrasi bahan kurang homogen karena kurang lamanya pengadukan, karena kurang telitinya operator dalam mengawasi proses produksi karena lelah, dan tidak sesuainya settingan mesin karena kurang perawatan. Sedangkan faktor penyebab yang menimbulkan kecacatan cetakan tablet tidak rapi antara lain karena tidak sesuainya settingan mesin karena kurang perawatan, kurang telitinya operator dalam mengawasi proses produksi karena lelah, dan konsentrasi bahan kurang homogen karena kurang lamanya pengadukan.

Berdasarakan pengamatan di lantai produksi perusahaan, faktor-faktor penyebab kecacatan produk tablet tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan oleh kepala bagian produksi terhadap mesin, operator maupun bahan baku selama proses produksi berlangsung. Oleh karena itu perlu ditingkatkannya pengawasan terhadap mesin, operator maupun bahan baku selama proses produksi untuk mengurangi kecacatan produk.


(3)

6.2. Analisis dan Pembahasan Pengendalian Mutu dengan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Dari hasil FMEA diperoleh nilai Risk Priority Number (RPN) tertinggi yaitu 288 untuk penyebab kegagalan cetakan tablet tidak rapi karena penyetingan mesin yang tidak sesuai. Nilai tersebut merupakan mode kegagalan paling kritis dan dijadikan sebagai prioritas pertama sehingga perlu dilakukan tindakan korektif segera. Usulan perbaikan yang dilakukan yaitu dengan menyusun jadwal maintenance pada mesin sebelum proses produksi dimulai sehingga kecacatan ketebalan dapat diminimisasi. Selain kesalahan pada penyetingan mesin, faktor penyebab kegagalan dari ketiga kecacatan diatas adalah kurang telitinya operator dalam penyetingan mesin dan mengawasi proses produksi serta material. Efek dari kesalahan tersebut adalah tablet yang diproduksi sering bergeser atau tidak pada posisi yang sesuai pada mesin sehingga terjadi kecacatan, sehingga tindakan perbaikan yang dilakukan adalah operator melakukan briefing sebelum proses produksi dan melakukan pengawasan yang lebih ketat sewaktu proses produksi berlangsung. Untuk konsentrasi bahan yang kurang homogen, tindakan perbaikan yang dilakukan adalah melakukan pengujian untuk memastikan pencampuran bahan sudah homogen.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil pengolahan, analisis data dan tujuan penelitian yaitu:

1. Jenis kecacatan tablet dengan nilai terbesar sampai yang terkecil yakni pinggiran tablet pecah, tablet retak, cetakan tablet tidak rapi, permukaan tablet kasar dan warna permukaan tablet tidak merata.

2. Terdapat beberapa penyebab terjadinya jenis pinggiran tablet pecah, tablet retak, dan cetakan tablet tidak rapi yaitu settingan yang tidak sesuai pada mesin karena kurangnya perawatan, kurang telitinya operator pada saat proses produksi berlangsung kaena kelelahan, dan konsentrasi bahan kurang homogen karena kurang lamanya pengadukan bahan.

3. Berdasarkan perhitungan RPN maka penyebab kecacatan yang memiliki nilai RPN tertinggi sebesar 288 untuk kecacatan cetakan tablet tidak rapi yakni penyetingan mesin yang tidak sesuai. Untuk mengatasi hal tersebut, tindakan korektif yang diambil adalah dengan menyusun jadwal maintenance mesin.


(5)

7.2. Saran

Saran yang dapat diajukan pada tugas sarjana yaitu :

1. Diperlukannya ketelitian yang cukup tinggi dalam mengelompokkan jenis kecacatan dan pengumpulan data kecacatan yang terjadi pada proses produksi tablet sehingga data yang diperoleh akurat digunakan dalam pengolahan data.

2. Dari hasil perolehan maka perencanaan perbaikan sebaiknya dimulai dari pengembangan sumber daya manusia yang dapat dilakukan dengan cara yakni:

a. Mendefiniskan tugas yang diberikan

Pada bagian ini perusahaan harus dapat dengan jelas dalam memberikan tugas dan tanggung jawab pekerja sehingga pekerja dapat mengetahui dengan jelas posisi dan tugas mereka dengan baik.

b. Melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja

Pelatihan yang dilakukan sebaiknya bersifat kontinu dimana terdapat evaluasi akan apa yang dilakukan dan akan yang dilakukan untuk selanjutnya sehingga dapat dilihat perkembangan dari pelatihan.

c. Adanya pengendalian dan evaluasi.

Adanya penilaian terhadap performasi kinerja dan pemberian reward bagi para pekerja dapat memotivasi pekerja untuk menjadi lebih baik lagi.

3. Perusahaan sebaiknya melakukan pembuatan standar operasional dalam penyetingan mesin. Dengan demikian pekerja dapat meminimalkan kesalahan pada saat memproduksi tablet.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Dorothe, W.A. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi. Feigenbaum, A.V. 1983. Kendali Mutu Terpadu. Penerbit Erlangga.

Ginting, R. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Gudale, P. 2014. Use of FMEA Methodology For Development Of Semiautomatic Averaging Fixture For Engine Cylinder Block. India: International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology.

Hidayat, A. 2002. Strategi Six Sigma. Jakarta: Elex Media Komputindo. Ishikawa, K. 1986. Pedoman Pengendalian Mutu. Jakarta: Idayus.

Islam, M. 2013. Statistical Quality Control Approach in Typical Garments Manufacturing Industry in Bangladesh: A Case Study. Bangladesh: Proceedings of 9th Asian Business Research Conference 20-21 December, 2013, BIAM Foundation.

McDermott, R.E. 2009. The Basics of FMEA. New York : CRC Press.

Montgomery, D.C. 1993. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Statistiqal Quality Control (SQC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Dalam Perbaikan Kualitas Produk di PT. Tirta Sibayakindo

40 207 145

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Kaplet Dengan Metode Statistical Quality Control dan Fault Tree Analysis Pada PT. Mutiara Mukti Farma

12 94 145

Usulan Perbaikan Mutu Produk Kertas Rokok (Cigarette Paper) Dengan Metode Statistical Quality Control (Sqc) Dan Failure Mode Effect Analysis (Fmea) Pada Pt. Pusaka Prima Mandiri

10 100 125

Usulan Perbaikan Mutu Produk Sarung Tangan dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pada PT. Medisafe Technologies

8 46 131

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 9 125

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 1 11

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 0 1

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 0 1

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Kaplet Dengan Metode Statistical Quality Control dan Fault Tree Analysis Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 0 17

Usulan Perbaikan Mutu Produk Kertas Rokok (Cigarette Paper) Dengan Metode Statistical Quality Control (Sqc) Dan Failure Mode Effect Analysis (Fmea) Pada Pt. Pusaka Prima Mandiri

0 0 15