Usulan Perbaikan Mutu Produk Sarung Tangan dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pada PT. Medisafe Technologies

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Mutu2

Mutu adalah salah satu sasaran penentuan posisi yang penting bagi pemasar . Mutu produk mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan fungsinya. Mutu produk mancakup daya tahan, keandalan, kekuatan, kemudahan penggunaan dan reparasi produk dan cirri-ciri bernilai lainnya. Sebagian dari cirri-ciri ini dapat diukur secara objektif. Namun, dari sudut pandang pemasar, mutu seharusnya diukur melalui presepsi pembeli.

3.2 Pengendalian Kualitas3

Pengendalian kualitas merupakan suatu system verifikasi dan penjagaan/perawatan dari suatu tingkat atau derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus menerus serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Jadi pengendalian kualitas tidak hanya kegiatan inspeksi ataupun menentukan apakah produk itu baik (aset) atau jelek (reject).

Pengendalian kualitas dilakukan mulai dari proses input informasi/bahan baku dari pihak marketing dan purchasing hingga bahan baku tersebut masuk kepabrik dan bahan baku itu diolah (fase transformasi) yang akhirnya dikirim ke pelanggan. Bahkan pengendalian kualitas juga dilakukan setelah adanya purna jual. Untuk memenuhi semua kebutuhan ini

2

Widjaja Tungggal Amin, 1993, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta:PT. Rineka Cipta (Hal. 2-3) 3


(14)

tentunya perlu adanya berbagai macam tool yang mampu mempresentasikan data yang dibutuhkan dan menganalisa data tersebut hingga didapat suatu kesimpulan.

Pengendalian kualitas melibatkan beberapa aktivitas yaitu :

1. Mengevaluasi kerja aktual (actual performace) 2. Membandingkan aktual dengan target / sasaran.

3. Mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan target.

Pada dasarnya performansi kualitas dapat ditentukan dan diukur berdasarkan karakteristik kualitas terdiri dari beberapa sifat atau dimensi yaitu:

1. Fisik seperti panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan, dan lain-lain.

2. Sensoris (berkaitan dengan panca indera) seperti rasa, penampilan, warna dan bentuk, model.

3. Orientasi waktu seperti keandalan, kemampuan pelayanan, kemudahan pemeliharaan, ketepatan waktu penyerahan produk, dan lain-lain.

4. Orientasi biaya seperti berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau ongkos dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen.

Pada dasarnya suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat yaitu tingkat proses, tingkat output dan tingkat outcome. Pengendalian proses statistika dapat diterapkan pada ketiga tingkat pengukuran performansi kualitas itu. Bagaimanapun, pengukuran performansi kualitas yang akan dilakukan seharusnya memepertimbangkan setiap aspek dari proses operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Perlu dicatat pula bahwa informasi tentang kebutuhan pelanggan yang diperoleh melalui riset pasar harus didefenisikan dalam bentuk yang tepat dan pasti melalui atribut-atribut dan variabel-variabel itu. Selanjutnya atribut-atribut dan variabel-variabel dari produk inilah yang kemudian


(15)

merupakan basis dari pengendalian proses statistika. Atribut – atribut dan variabel – variabel yang sesuai dalam pengukuran akan berbeda untuk setiap organisasi, tetapi pada umumnya atribut – atribut dan variabel – variabel yang dipertimbangkan dalam pengukuran performansi kualitas adalah sebagai berikut :

1. Performansi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu. 2. Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.

3. Keandalan, berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu. 4. Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan.

5. Konformansi, berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.

6. Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk. 7. Estetika, berkaitan dengan desain dan kemasan dari produk itu.

8. Kualitas yang dirasakan bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengonsumsi produk itu seperti meningkatkan gengsi, moral dan lain-lain.

Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas statistik

(Statistical Quality Control) sering disebut sebagai pengendalian proses statistik (Statistical

Process Control). Pengendalian kualitas statistik dan pengendalian proses statistik memang

dua istilah yang saling dipertukarkan, yang apabila dilakukan bersama-sama maka pemakai akan melihat gambaran kinerja proses masa kini dan masa mendatang.


(16)

3.3. Teknik-Teknik Perbaikan Kualitas

Manajemen kualitas sering sekali disebut sebagai The Problem Solving, sehingga manajemen kualitas dapat menggunakan metodologi dalam problem solving tersebut untuk mengadakan perbaikan tersebut. Pakar kualitas W. Edwards Deming mengajukan cara pemecahan masalah melalui Statistical Process Control (SPC) atau Statistical Quality Control

(SQC) yang dilandasi 7 (tujuh) alat statistik utama yaitu diagram sebab akibat, check sheet, diagram pareto, control chart, histogram, stratifikasi, dan scatter diagram. Alat-alat ini berguna dalam pengumpulan informasi yang objektif untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan.

1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)

Lembar pemeriksaan (check sheet) merupakan alat pengumpul dan analisis data. Tujuan digunakannya alat ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data bagi tujuan-tujuan tertentu dan menyajikannya dalam bentuk yang komunikatif sehingga dapat dikonversikan menjadi informasi. Contoh check sheet dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(17)

2. Stratifikasi (Stratification)

Stratifikasi merupakan usaha pengelompokan data ke dalam kelompok kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama. Kegunaan utama stratifikasi adalah:

1. Melihat masalah secara lebih terarah dan mendalam 2. Mempermudah dalam pengambilan kesimpulan 3. Menghindari salah tafsir

4. Membantu untuk membuat check sheet, diagram pareto, dan histogram.

Memperbaiki kerusakan adalah pekerjaan yang sulit jika tidak ada stratifikasi data. Kriteria stratifikasi yang efektif adalah:

1. Jenis kerusakan 2. Sebab kerusakan 3. Lokasi kerusakan 4. Material

5. Produk

6. Tanggal membuatnya 7. Kelompok kerja 8. Operator perorangan


(18)

Gambar 3.2. Stratifikasi Jumlah Kecacatan Produk

3. Diagram Histogram (Histogram Diagram)

Histogram merupakan suatu diagram yang dapat menggambarkan penyebaran atau standar deviasi suatu proses. Data frekuensi yang diperoleh dari pengukuran yang diperoleh menunjukkan suatu puncak pada suatu nilai tertentu. Variasi ciri khas kualitas yang dihasilkan disebut distribusi. Angka yang menggambarkan frekuensi dalam bentuk batang disebut histogram. Alat tersebut terutama digunakan untuk menentukan masalah dengan memeriksa bentuk dispersi, nilai rata-rata, dan sifat dispersi. Contoh histogram dapat dilihat pada Gambar 3.3.

GambarGambar 3.3. Histogram Diagram 0

10 20 30 40 50

x1 x2 x3 x4

T

o

tal

C

ac

at

Jenis Cacat

Histogram Data Cacat


(19)

4. Diagram Pareto (Pareto Diagram)

Diagram pareto merupakan alat yang digunakan untuk membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya untuk menentukan pentingnya atau prioritas kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang akan dianalisis, sehingga perhatian dapat dipusatkan pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap kejadian tersebut.

Diagram pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan rangking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (rangking tertinggi). Diagram pareto juga dapat mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah. Contoh pareto diagram dapat dilihat pada Gambar 3.4.


(20)

5. Diagram Pencar (Scatter Diagram)

Scatter Diagram adalah gambaran yang menunjukkan kemungkinan hubungan (korelasi) antara pasangan dua macam variabel. Walaupun terdapat hubungan namun tidak berarti bahwa suatu variabel menyebabkan timbulnya variabel yang lain. Scatter Diagram biasanya menjelaskan adanya hubungan antara dua variabel dan menunjukkan keeratan hubungan tersebut.

Scatter Diagram juga dapat digunakan untuk mencek apakah suatu variabel dapat digunakan untuk mengganti variabel yang lain. Sebagai contoh hubungan anatar temperatur dengan volume suatu bahan (misalnya gas) adalah demikian erat sehingga dengan mengukur temperatur dapat memperkirakan volumenya. Dengan demikian daripada mengukur volume secara langsung, akan lebih murah dan lebih aman apabila mengukur temperaturnya.

Melalui penggambaran data tersebut dalam scatter diagram, akan dapat dilakukan analisa lebih lanjut, sejauhmana antara faktor x dan y memiliki korelasi, yang dalam hal ini direpresentasikan sebagai nilai r (rho), yaitu nilai yang menunjukkan tingkat keeratan hubungan antar faktor tersebut. Dikatakan kedua faktor itu berhubungan sangat erat bila nilai rho mendekati angka + 1. Di samping itu, juga akan dapat disimpulkan kecenderungan arah korelasi tersebut (positif atau negatif).


(21)

Korelasi memiliki kecenderungan positif bila setiap pertambahan faktor x menyebabkan pertambahan faktor y, sebaliknya kecenderungan negatif bila setiap pertambahan menyebabkan pengurangan faktor y. Korelasi memiliki kecenderungan positif bila setiap pertambahan faktor x menyebabkan pertambahan faktor y, sebaliknya kecenderungan negatif bila setiap pertambahan menyebabkan pengurangan faktor y. Contoh gambar untuk scatter diagram dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Scatter Diagram

6. Peta Kontrol (Control Chart)

Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart, oleh karena itu peta kontrol ini juga sering disebut dengan peta kendali Shewhart. Maksud dari peta kontrol ini adalah untuk menghilangkan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus dan umum. Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki:

1. Garis tengah (Central Line), yang dinotasikan sebagai CL.

2. Sepasang batas kontrol (Control Limits). Satu batas kontrol ditempatkan di atas CL yang dikenal dengan batas kontrol atas (Upper Control Limit), yang dinotasikan sebagai UCL. Sedangkan yang satu lagi batas kontrolnya ditempatkan

Scatter Diagram 0 5 10 15 20

0 20 40 60 80 100

Subs group C oun t O f N onc onf or m it ie s Jumlah Cacat


(22)

di bawah CL yang dikenal dengan batas kontrol bawah (Lower Control Limit), yang dinotasikan sebagai LCL.

3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika nilai yang diplot di peta kontrol masih berada dalam batas kontrol, maka proses yang berlangsung dianggap terkontrol. Sedangkan jika nilai diplot berada di luar batas kontrol, maka proses dianggap di luar kontrol sehingga perlu diambil tindakan perbaikan.

Batas kontrol adalah suatu batas atas dan batas bawah dari suatu proses yang selalu berfluktuasi, dimana dengan mudah dapat diidentifikasi apakah suatu proses dapat dikatakan terkendali atau tidak. Contoh dari peta kontrol dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Control Chart

Peta kontrol dapat digunakan untuk tiga tujuan yaitu:

1. Untuk membantu mengidentifikasi sebab khusus variasi dan menciptakan status pengendalian statistik.


(23)

2. Untuk mengawasi proses dan menandakan kapan proses tersebut keluar dari batasan pengendalian.

3. Untuk menentukan kapabilitas proses.

Dalam membuat peta kendali pertama-tama yang harus dilakukan adalah menentukan jenis data yang akan diolah dalam peta kendali. Jenis data yang akan diolah terdiri dari data variabel (variables data) dan data atribut (attributes data). Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis dan data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.

6.1. Peta Kontrol P

Peta kontrol P adalah peta kontrol untuk mengamati proporsi atau perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi. Dengan demikian, peta kontrol P digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya

item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya

item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa,

item-item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat. Pembuatan peta kontrol P, dapat dilakukan mengikuti langkah-langkah berikut: a. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar.


(24)

b. Hitung nilai proporsi cacat dan simpangan baku.

c. Hitung batas-batas kontrol 3-Sigma.

̅

̅ √ ̅ ̅

̅ √ ̅ ̅

Untuk peta kontrol atribut ini, ketika nilai LCL bernilai positif maka nilai LCL diubah menjadi nol (LCL= 0). Hal ini dikarenakan jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian pengendalian kualitas suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol. Demikian juga untuk nilai LCL yang bernilai negatif dibuat menjadi nol (LCL= 0), karena dalam kenyataan tidak ada proporsi kecacatan yang bernilai negatif.

d. Plot atau tebarkan data proporsi (persentase) yang cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.

6.2. Peta Kontrol U

Peta kontrol U mengukur banyaknya ketidaksesuaian per unit pemeriksaan dalam kelompok atau periode pengamatan. Peta kontrol U serupa dengan peta kontrol


(25)

C, kecuali bahwa banyaknya ketidaksesuaian dinyatakan dalam basis per unit item.

Pembuatan peta kontrol U, dapat dilakukan mengikuti langkah-langkah berikut: a. Menentukan ukuran contoh selama periode pengamatan.

b. Melakukan pengamatan untuk beberapa periode waktu.

c. Menghitung nilai rata-rata banyaknya ketidaksesuaian yang ditemukan per unit, yaitu = total banyaknya ketidaksesuaian dibagi dengan banyaknya unit item yang diperiksa. U

d. Menentukan nilai simpangan baku, yaitu : √ ̅ ⁄

e. Menghitung batas-batas kontrol 3-Sigma.

̅

̅ √ ̅

̅ √ ̅

f. Plot atau tebarkan data banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai per unit item yang diperiksa dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal. 7. Diagram Sebab dan Akibat (Cause and Effect Diagram)

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menganalisis persoalan dan faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Dengan demikian, diagram tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab suatu persoalan. Berkaitan dengan proses statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor


(26)

penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab akibat sering juga disebut Ishikawa Diagram

karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.

Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan seperti:

a. Untuk menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses. b. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari masalah. c. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi masalah.

d. Untuk memberikan petunjuk mengenai macam-macam data yang dikumpulkan. e. Membantu dalam penyelidikan fakta lebih lanjut.

Langkah – langkah dalam pembuatan diagram sebab akibat, yaitu:

a. Menentukan dahulu apa yang menjadi masalah atau penyimpangan yang penting dan mendesak untuk diselesaikan. Teknik menentukan masalah bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti digram pareto, distribusi frekuensi dan peta kontrol. b. Tuliskan pernyatan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat.

Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas, kemudian gambarkan tulang belakang (anak panah dari kiri ke kanan) dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak.

c. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang menimbulkan masalah sebagai tulang besar (yang ditulis hanyalah kemungkinan yang bersifat garis besar).


(27)

d. Jabarkan secara lebih rinci (penyebab sekunder), dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran sedang lalu tulang-tulang berukuran kecil sebagai penyebab-penyebab tersier.

e. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap masalah utama.

f. Periksa apakah tiap item dalam diagram mempunyai hubungan sebab dan akibat secara signifikan.

Contoh dari diagram sebab dan akibat dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Cause and Effect Diagram

3.4. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)4

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) merupakan proses yang sistematis untuk mengidentifikasi potensi kegagalan yang akan timbul dalam proses dengan

4

Cariso Carl S.2012. Effective FMEAs Achieving Safe, Realiable and Economical Product and ProcessesmUsing Failure Mode and Effects Analysis, A Jonh Wiley & Sons : USA (Hal. 119- 122)


(28)

tujuan untuk mengeliminasi atau meminimalkan resiko kegagalan produksi yang akan timbul. Penggunaan FMEA diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1920. Namun pendokumentasian pertama dilakukan sejak tahun 1960 oleh National Aeronautics Space Agency (NASA). Tujuannya untuk memperbaiki reliabilitas peralatan militer. Tujuan utama dari FMEA adalah untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang terjadi pada setiap tahapan dari desain dan proses produksi untuk mencegah produk yang tidak baik sampai ke tangan pelanggan, yang dapat membahayakan reputasi dari perusahaan.

Konsep FMEA adalah sebagai alat perencanaan kualitas untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi potensi kegagalan atau kerusakan. FMEA juga mengidentifikasi kegagalan (kemungkinan, mekanisme, pengaruh, mode deteksi, kemungkinan pencegahan). Penerapan FMEA yang baik, bisa mencegah suatu masalah. Mencegah suatu masalah akan jauh lebih baik dan efektif daripada mengatasi masalah setelah masalah tersebut terjadi. Selain bermanfaat sebagai alat analisis potensi kegagalan, FMEA juga berfungsi sebagai alat transfer knowledge

untuk generasi mendatang. Kegagalan yang pernah terjadi akan direkam dalam FMEA. Dengan sistem ini, generasi mendatang bisa belajar dari kesalahan pendahulu mereka. Arti FMEA secara harafiah adalah :

1. Failure yaitu prediksi kemungkinan kegagalan atau cacat 2. Mode yaitu penentuan mode kegagalan

3. Effect yaitu identifikasi pengaruh tiap komponen terhadap kegagalan


(29)

FMEA digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik proses atau desain kritis yang memerlukan pengendalian khusus untuk mencegah atau mendeteksi failure mode. Peran FMEA antara lain:

1. Mengevaluasi sistematis produk dan proses. 2. Pembuktian kegagalan, identifikasi kegagalan.

3. Dokumentasi potensial untuk produk atau proses yang tidak memenuhi syarat. Kegunaan FMEA adalah:

1. Meningkatkan kualitas, reliability, dan keamanan dari produk/servis /machinery

dan proses.

2. Meningkatkan company image dan daya saing.

3. Meningkatkan kepuasan konsumen (customer satisfaction).

4. Mengurangi waktu dan biaya untuk pengembangan produk (support integrated product development).

5. Menyiapkan dokumentasi aksi yang perlu dilakukan untuk mereduksi resiko. 6. Mengurangi tingkat kegagalan dan garansi setelah produk berada di tangan

pelanggan.

FMEA terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut: a. Process: berfokus pada analisa proses manufaktur dan assembly

b. Design: berfokus pada analisa produk sebelum proses produksi

c. Concept: berfokus pada analisa sistem atau subsistem dalam tahap awal desain konsep.

d. Equipment: berfokus pada analisa desain mesin dan perlengkapan sebelum melakukan pembelian.


(30)

e. Service: berfokus pada analisa jasa dari proses industri jasa sebelum diluncurkan ke pelanggan.

f. System: berfokus pada analisa fungsi sistem secara global. g. Software: berfokus pada analisa fungsi software.

Pada FMEA proses, FMEA digunakan untuk menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain.

Tahapan pembuatan FMEA secara umum yaitu:

1. Penentuan mode kegagalan yang potensial pada setiap proses 2. Penentuan dampak/efek kegagalan potensial

Dampak kegagalan potensial adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu kegagalan terhadap konsumen.

3. Penentuan Nilai Severity (S)

Severity adalah peringkat yang menunjukkan tingkat keseriusan efek dari suatu mode

kegagalan. Severity berupa angka 1 hingga 10, di mana 1 menunjukkan keseriusan terendah (resiko kecil) dan 10 menunjukkan tingkat keseriusan tertinggi (sangat beresiko).


(31)

Tabel 3.1 Severity of Effect dalam FMEA Process

Effect Severity of Effect for FMEA Rating

Tidak Ada  Bentuk kegagalan tidak memiliki pengaruh

1

Sangat Minor

 Gangguan sangat minor pada lini produksi

 Hanya sebagian kecil yang di-rework dan sisanya sudah baik

 Pelanggan yang jeli menyadari defect

tersebut

2

Minor

Gangguan minor pada lini produksi

Hanya sebagian kecil yang di-rework dan sisanya sudah baik

Sebagian pelanggan menyadari defect

tersebut

3

Sangat Rendah

 Gangguan minor pada lini produksi

 Sebagian besar menjadi scrap, dan sisanya sudah baik

 Kemungkinan produk dikembalikan oleh konsumen

4

Rendah Gangguan minor pada lini produksi

100% produk harus di-rework 5

Sedang

 Gangguan minor pada lini produksi

 Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah sudah baik atau

rework)

6

Tinggi

Gangguan minor pada lini produksi

Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah sudah baik atau

rework)

Pelanggan tidak puas


(32)

Tabel 3.1 Severity of Effect dalam FMEA Process (Lanjutan)

Effect Severity of Effect for FMEA Rating

Sangat Tinggi

 Gangguan major pada lini produksi

 100% produk harus disortir

 Pelanggan tidak puas

8

Berbahaya dengan peringatan

 Dapat membahayakan operator mesin

 Kegagalan dapat mempengaruhi keamanan operasional produk atau tidak sesuai dengan peraturan pemerintah

 Kegagalan akan terjadi dengan didahului peringatan 9 Berbahaya tanpa adanya peringatan

 Dapat membahayakan operator mesin

 Kegagalan dapat mempengaruhi keamanan operasional produk atau tidak sesuai dengan peraturan pemerintah

 Kegagalan akan terjadinya tanpa adanya peringatan terlebih dahulu

10

4. Identifikasi Penyebab Potensial dari Kegagalan

Penyebab kegagalan yang potensial adalah penyebab potensial yang dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan.

5. Penentuan Nilai Occurrence (O)

Occurrence adalah ukuran seberapa sering penyebab potensial terjadi. Nilai occurrence

berupa angka 1 sampai 10, di mana 1 menunjukkan tingkat kejadian rendah atau tidak sering dan 10 menunjukkan tingkat kejadian sering. Nilai occurrence dapat ditentukan berdasarkan jumlah kegagalan atau angka Ppk (performance index) yaitu angka yang diperoleh dari perhitungan statistik yang menunjukkan performance atau capability suatu


(33)

proses dalam menghasilkan produk sesuai spesifikasi. Penentuan nilai occurrence juga dapat berdasarkan sejarah kualitas dari produk/proses sejenis. Kriteria occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Occurrence dalam FMEA Process

Probability of Failure Occurrence Rating

Sangat tinggi

1 in 2 10

1 in 3 9

Tinggi

1 in 8 8

1 in 20 7

Sedang

1 in 80 6

1 in 400 5

1 in 2000 4

Rendah

1 in 15000 3

1 in 150000 2

Sangat Rendah 1 in 1500000 1

6. Identifikasi Metode Pengendalian yang Ada

Pengendali proses adalah metode kontrol yang dapat mencegah terjadinya kegagalan/penyebab potensial atau mendeteksi terjadinya kegagalan. Pengendali proses dapat berupa error/mistake proofing, SPC atau evaluasi (tes/inspeksi).

7. Penentuan Nilai Detection

Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan/mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Detection berupa angka dari 1 hingga 10, di mana 1 berarti sistem deteksi dengan kemampuan tinggi


(34)

atau hampir dipastikan suatu mode kegagalan dapat terdeteksi, dan nilai 10 berarti sistem deteksi dengan kemampuan rendah yaitu sistem deteksi tidak efektif atau tidak dapat mendeteksi sama sekali. Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Detection dalam FMEA Process

Detection Rank Likelihood of Detection

Hampir Tidak Mungkin

10 Tidak ada alat pengontrol yang mampu mendeteksi

Sangat Jarang

9 Alat pengontrol saat ini sangat sulit mendeteksi bentuk atau penyebab kegagalan Jarang

8 Alat pengontrol saat ini sulit mendeteksi bentuk atau penyebab kegagalan

Sangat Rendah

7 Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sangat rendah Rendah

6 Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan rendah

Sedang

5 Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sedang

Agak Tinggi 4

Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sedang sampai tinggi

Tinggi 3 Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan tinggi

Sangat Tinggi 2 Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan sangat tinggi


(35)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dan pengambilan data dilakukan di PT. Medisafe Technologies. PT. Medisafe Technologies di Jalan Batang Kuis Gg. Tambak Rejo Pasar IX Desa Buntu Bedimbar Tanjung Morawa.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Hal ini dikarenakan penelitian ini hanya sebatas membuat deskripsi yang tepat,apa adanya tentang fakta-fakta dan sifat-sifat dari objek tanpa membuat prediksi atau mencari pemecahan atas masalah yang ada dalam objek tersebut. Hasil jenis penelitian ini akan diharapkan dapat meminimisasi kecacatan produk sarung tangan.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah hal-hal yang menjadi objek atau titik perhatian dalam suatu penelitian. Dalam laporan ini, yang menjadi objek penelitian adalah kualitas sarung tangan yang tidak memenuhi spesifikasi atau standar serta dikategorikan sebagai produk cacat (defect).


(36)

4.4. Variabel Penelitian

Penentuan variabel penelitian ditentukan atas dasar studi pendahuluan, studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Ada dua jenis variabel yang diamati dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variabel Independen

Variabel independen ataupun variabel bebas merupakan variabel penelitian yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor penyebab kecacatan antara lain:

a. Material adalah bahan-bahan yang digunakan untuk diolah menjadi produk sarung tangan.

b. Sumber daya manusia adalah orang yang terlibat dalam proses produk sarung tangan.

c. Mesin adalah kesatuan alat mekanik atau elektrik yang mengirim atau mengubah energi untuk melakukan atau membantu pelaksanaan proses produk sarung tangan. d. Metode adalah suatu tata cara dalam melaksanakan suatu proses produk sarung

tangan.

e. Lingkungan adalah kondisi dan suasana yang terdapat pada tempat berlangsungnya produk sarung tangan.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas produk sarung tangan.


(37)

4.5. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas. Tujuan kerangka berpikir untuk memberikan petunjuk kepada peneliti di dalam merumuskan masalah penelitian. Peneliti akan menggunakan kerangka berpikir yang telah disusun untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan mana yang harus dijawab oleh penelitian dan bagaimana prosedur empiris yang digunakan sebagai alat untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Kerangka Berpikir Penelitian

4.6. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yang diawali dengan melakukan identifikasi masalah hingga menghasilkan kesimpulan. Tahapan–tahapan tersebut meliputi :

1. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah merupakan langkah pertama yang dilakukan saat penelitian Sarung Tangan

Koyak Sarung Tangan

Bocor

Ketebalan Sarung Tangan

Identifikasi faktor Penyebab Kecacatan

Usulan Perbaikan Kualitas

Peningkatan Kualitas Produk


(38)

berlangsung sehigga dapat mengangkat permasalahan secara jelas dan terarah. 2. Studi literatur

Kajian literatur merupakan bagian dai studi yang bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisa data sekunder dari instansi terkait, hasil penelitian, jurnal, dan literatur lain.

3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah menjabarkan kembali inti dari permasalahan yang teridentifikasi kemudian menuangkannya ke dalam satu lingkup permasalahan yang spesifik.

4. Perumusan tujuan penelitian

Penentuan tujuan peneltian sebagai acuan unuk mengarahkan dan menentukan hasil akhir peneltian.

5. Pengumpulan data

Data yang dikumpukan dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan kuantiatif, baik data primer maupun data sekunder.

Langkah-langkah rancangan penelitian dapat dilihat padagambar 4.2. di bawah ini.


(39)

Gambar 4.2 Block Diagram Rancangan Penelitian

4.7. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan terhadap proses produksi dan pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan.

Mulai

Studi Pendahuluan 1. Kondisi Perusahaan 2. Proses Produksi 3. Informasi pendukung

Identifikasi Masalah Awal Tingginya persentase kecacatan produk sarung tangan pada PT. MedisafeTechnologies

Pengumpulan Data 1. Data Primer

- Uraian proses produksi 2. Data Sekunder

- Data Jumlah produksi

- Data Jumlah prouk cacat dalam 1 periode

Pengolahan Data

Seven Tools

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Analisa Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Studi Literatur 1. Teori Buku 2. Referensi Jurnal


(40)

2. Melakukan wawancara dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan

3. Mengumpulkan informasi dari data hasil dokumentasi perusahaan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah datayang diperoleh dengan mengadakan observasi langsung. Data primer dalam hal ini adalah berbagai proses produksi yang dilaksanakan mulai dari bahan baku sampai produk akhir.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh tanpa melalui pengukuran langsung tetapi diperoleh langsung dari perusahaan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sejarah Perusahaan b. Data Jumlah Produksi c. Data Jumlah Produk Cacat

4.8. Metode Pengolahan Data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh akan diolah dengan berpedoman pada landasan teori. Landasan teori yang digunakan dalam menganalisa dan memecahkan permasalahan yang ada berdasarkan pada metode Statistical Quality Control (SQC) & Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).


(41)

Metode pengolahan data dengan menggunakan Statistical Quality Control

(SQC) & Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah sebagai berikut: 1. Stratifikasi Data

Stratifikasi merupakan proses pengelompokkan data kecacatan yang terjadi ketika di lantai produksi.

2. Checksheet

Tahapan ini digunakan adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data dan analisis, serta untuk mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak. 3. Histogram

Histogram merupakan grafik batang yang menggambarkan sejumlah data yang dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan interval tertentu.

4. Diagram Pareto

Dalam tahapan ini, hal pertama yang dilakukan adalah mengurutkan setiap jenis kecacatan dari yang terbesar hingga yang terkecil. Setelah itu dihitung persentase kecacatan dan persentase kumulatif untuk setiap kecacatan yang ada.

5. Scatter Diagram

Scatter diagram/diagram pencar digunakan untuk melihat korelasi (hubungan) dari suatu faktor penyebab kecacatan yang berhubungan dengan suatu karakteristik (jenis) dari ketiga jenis kecacatan produk yang ada.


(42)

Control Chart merupakan sebuah alat bantu berupa grafik yang akan menggambarkan stabilitas suatu proses kerja. Melalui gambaran tersebut akan dapat dideteksi apakah proses tersebut berjalan baik (stabil) atau tidak.

7. Cause and Effect Diagram

Dalam memperbaiki proses yang menimbulkan kecacatan digunakan diagram sebab akibat (fish bone). Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja.

8. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Tahapan analisis terakhir adalah tahapan menganalisis resiko kegagalan pada proses maupun produk yang berpengaruh/berdampak langsung terhadap tingkat kualitas dengan menentukan nilai Risk Priority Number (RPN) dengan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

Blok Diagram prosedur penelitian metode Seven Tools dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dapat dilihat pada gambar 4.3. di bawah ini.


(43)

Gambar 4.3. Blok Diagram Penelitian dengan Metode Seven Tools dan Failure

Mode and Effect Analysis (FMEA)

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap faktor yang menjadi penyebab kecacatan produk. Alat yang digunakan dalam tahap analisis adalah menggunakan diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat digunkan untuk mencari penyebab potensial dari suatu akibat berdasarkan unsur manusia, bahan baku, lingkungan, mesin

Mulai

Stratifikasi

Checksheet

Histogram

Diagram Pareto

Scatter Diagram

Control Chart Cause and Effect

Failure Mode and Effect


(44)

dan metode kerja. Setelah itu digunakan analisis mode kegagalan yang didasarkan hasil analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk menemukan usulan tindakan perbaikan mutu produk.


(45)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi data jumlah produksi dan data kecacatan sarung tangan jenis smooth (licin) periode tanggal 16 November sampai tanggal 15 Desember 2015.

5.1.1. Data Primer

Data jumlah kecacatan produk sarung tangan jenis smooth (licin) periode

tanggal 16 November sampai tanggal 15 Desember 2015 dapat dilihat pada Tabel 5.1 Tabel 1.1. Data Jumlah Kecacatan Produksi Sarung Tangan

Jenis Smooth (Licin)Periode Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015

Tanggal Produksi (Pieces) Produk Cacat (Pieces) Produk Tidak Cacat (Pieces) Jenis Cacat Koyak (Pieces) Bocor (Pieces) Ketebalan (Pieces)

16/11/2015 2446 247 2199 98 79 70

17/11/2015 2483 265 2218 71 77 117

18/11/2015 2419 261 2158 88 76 97

19/11/2015 2338 242 2096 95 69 78

20/11/2015 2329 247 2082 64 72 111

21/11/2015 2464 244 2220 66 78 100

22/11/2015 2448 238 2210 76 72 90

23/11/2015 2371 231 2140 69 68 94

24/11/2015 2406 257 2149 101 60 96

25/11/2015 2302 246 2056 61 86 99

26/11/2015 2490 253 2237 103 57 93

27/11/2015 2336 227 2109 76 75 76

28/11/2015 2360 230 2130 88 64 78


(46)

Tabel 1.1. Data Jumlah Kecacatan Produksi Sarung Tangan Jenis

Smooth (Licin)Periode Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015 (Lanjutan)

Tanggal Produksi (Pieces) Produk Cacat (Pieces) Produk Tidak Cacat (Pieces) Jenis Cacat Koyak (Pieces) Bocor (Pieces) Ketebalan (Pieces)

30/11/2015 2362 241 2121 66 64 111

01/12/2015 2467 251 2216 98 64 89

02/12/2015 2407 235 2172 82 70 83

03/12/2015 2473 245 2228 106 29 110

04/12/2015 2416 257 2159 71 106 80

05/12/2015 2416 245 2171 97 78 70

06/12/2015 2310 226 2084 106 57 63

07/12/2015 2420 245 2175 89 76 80

08/12/2015 2372 255 2117 90 64 101

09/12/2015 2491 267 2224 100 72 95

10/12/2015 2468 245 2223 106 61 78

11/12/2015 2452 261 2191 89 66 106

12/12/2015 2346 250 2096 82 78 90

13/12/2015 2392 251 2141 84 72 95

14/12/2015 2451 258 2193 77 74 107

15/12/2015 2314 247 2067 82 59 106

Sumber : PT. Medisafe Technologies

5.1.2. Jenis Kecacatan Produk

Jenis kecacatan yang terjadi ada 3 (tiga) jenis, yaitu: 1. Sarung Tangan Koyak

2. Sarung Tangan Bocor 3. Ketebalan Sarung Tangan


(47)

5.2. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diatas kemudian diolah dengan menggunakan tujuh alat pengendalian kualitas (seven tools) dan failure mode & effect analysis

(FMEA).

5.2.1. Stratifikasi (Stratification)

Stratifikasi merupakan proses pengelompokkan data kecacatan yang terjadi di lantai produksi. Selain pengelompokkan data kecacatan, pada stratifikasi juga dilakukan pencatatan tentang jumlah kecacatan yang terjadi pada tiap jenis kecacatan. Adapun stratifikasi kecacatan pada produk sarung tangan dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Stratifikasi Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode Tanggal

16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015

Tanggal Produksi (Pieces)

Jenis Cacat Jumlah

Cacat per Hari (Pieces) Persentas i Total Cacat (%) Koyak (Pieces) Bocor (Pieces) Ketebalan (Pieces)

11/16/2015 2446 98 79 70 247 10.10

11/17/2015 2483 71 77 117 265 10.67

11/18/2015 2419 88 76 97 261 10.79

11/19/2015 2338 95 69 78 242 10.35

11/20/2015 2329 64 72 111 247 10.61

11/21/2015 2464 66 78 100 244 9.90

11/22/2015 2448 76 72 90 238 9.72

11/23/2015 2371 69 68 94 231 9.74

11/24/2015 2406 101 60 96 257 10.68

11/25/2015 2302 61 86 99 246 10.69

11/26/2015 2490 103 57 93 253 10.16

11/27/2015 2336 76 75 76 227 9.72

11/28/2015 2360 88 64 78 230 9.75

11/29/2015 2455 103 58 78 239 9.74

11/30/2015 2362 66 64 111 241 10.20


(48)

Tabel 5.2. Stratifikasi Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015 (Lanjutan)

Tanggal Produksi (Pieces)

Jenis Cacat Jumlah

Cacat per Hari (Pieces) Persentas i Total Cacat (%) Koyak (Pieces) Bocor (Pieces) Ketebalan (Pieces)

12/2/2015 2407 82 70 83 235 9.76

12/3/2015 2473 106 29 110 245 9.91

12/4/2015 2416 71 106 80 257 10.64

12/5/2015 2416 97 78 70 245 10.14

12/6/2015 2310 106 57 63 226 9.78

12/7/2015 2420 89 76 80 245 10.12

12/8/2015 2372 90 64 101 255 10.75

12/9/2015 2491 100 72 95 267 10.72

12/10/2015 2468 106 61 78 245 9.93

12/11/2015 2452 89 66 106 261 10.64

12/12/2015 2346 82 78 90 250 10.66

12/13/2015 2392 84 72 95 251 10.49

12/14/2015 2451 77 74 107 258 10.53

12/15/2015 2314 82 59 106 247 10.67

Total 2584 2081 2741 7406

5.2.2. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)

Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan analisis data. Tujuan digunakannya alat ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data untuk tujuan tertentu dan menyajikannya dalam bentuk yang komunikatif sehingga dapat dikonversikan menjadi informasi. Adapun hasil pengumpulan data produk cacat melalui check sheet, dapat dilihat pada Tabel 5.3.


(49)

Tabel 5.3. Jumlah Jenis Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015

Tanggal Produksi (Pieces) Produk Cacat (Pieces) Produk Tidak Cacat (Pieces) Jenis Cacat Koyak (Pieces) Bocor (Pieces) Ketebalan (Pieces)

16/11/2015 2446 247 2199 98 79 70

17/11/2015 2483 265 2218 71 77 117

18/11/2015 2419 261 2158 88 76 97

19/11/2015 2338 242 2096 95 69 78

20/11/2015 2329 247 2082 64 72 111

21/11/2015 2464 244 2220 66 78 100

22/11/2015 2448 238 2210 76 72 90

23/11/2015 2371 231 2140 69 68 94

24/11/2015 2406 257 2149 101 60 96

25/11/2015 2302 246 2056 61 86 99

26/11/2015 2490 253 2237 103 57 93

27/11/2015 2336 227 2109 76 75 76

28/11/2015 2360 230 2130 88 64 78

29/11/2015 2455 239 2216 103 58 78

30/11/2015 2362 241 2121 66 64 111

01/12/2015 2467 251 2216 98 64 89

02/12/2015 2407 235 2172 82 70 83

03/12/2015 2473 245 2228 106 29 110

04/12/2015 2416 257 2159 71 106 80

05/12/2015 2416 245 2171 97 78 70

06/12/2015 2310 226 2084 106 57 63

07/12/2015 2420 245 2175 89 76 80

08/12/2015 2372 255 2117 90 64 101

09/12/2015 2491 267 2224 100 72 95

10/12/2015 2468 245 2223 106 61 78

11/12/2015 2452 261 2191 89 66 106

12/12/2015 2346 250 2096 82 78 90

13/12/2015 2392 251 2141 84 72 95

14/12/2015 2451 258 2193 77 74 107


(50)

5.2.3. Histogram

Histogram adalah diagram batang yang menunjukkan tabulasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya. Adapun jumlah jenis kecacatan sarung tangan Periode tanggal 16 November - 19 November 2015, dapat dilihat pada Tabel 5.4

Tabel 5.4 Jumlah Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015

Jenis Kecacatan Frekuensi Persentase Kecacatan Koyak (Pieces) 2584 34.89% Bocor (Pieces) 2081 28.10% Ketebalan (Pieces) 2741 37.01%

Jumlah 7406 100.00%

Dari tabel tersebut dibuat grafik batang (histogram) yang memperlihatkan komposisi jumlah produk cacat dari masing-masing jenis kecacatan yang dapat dilihat pada Gambar 5.1

Gambar 5.1 Histogram Jumlah Kecacatan Sarung Tangan 2584

2081

2741

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Koyak Bocor Ketebalan

HISTOGRAM


(51)

Dapat dilihat pada Gambar 5.1, bahwa jenis kecacatan yang jumlahnya paling besar yakni ketebalan dengan jumlah produk cacat sebanyak 2741 pieces, koyak dengan jumlah produk cacat sebanyak 2584 pieces, dan bocor dengan jumlah produk cacat 2081 pieces.

5.2.4. Diagram Pareto

Diagram pareto bertujuan untuk menunjukkan permasalahan yang paling dominan dan yang perlu segera diatasi. Urutan dalam pengerjaan diagram pareto adalah sebagai berikut :

1. Menyusun masing-masing masalah yang terjadi, dimana nilai yang terbesar disusun pada urutan yang pertama. Adapun urutan pengelompokan data kecacatan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Persentase Kecacatan Produk Sarung Tangan Setelah Diurutkan Jenis

Kecacatan

Jumlah Kecacatan

(Pieces)

Persentase Kecacatan

(%)

Persentase Kumulatif

(%) Ketebalan (Pieces) 2741 37.01 37.01

Koyak (Pieces) 2584 34.89 71.90

Bocor (Pieces) 2081 28.10 100.00

Jumlah 7406 100.00

2. Membuat Diagram Pareto

Diagram pareto dibuat dengan menggunakan Minitab 16. Diagram pareto jenis kecacatan sarung tangan dapat dilihat pada Gambar 5.2. di bawah ini.


(52)

C2 2741 2584 2081

Percent 37.0 34.9 28.1

Cum % 37.0 71.9 100.0

C1 Ketebalan Koyak Bocor

8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 100 80 60 40 20 0 Ju m la h K e c a c a ta n ( P ie c e s ) P er ce n t Pareto Diagram

Gambar 5.2 Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Sarung Tangan

Dari diagram pareto diatas dapat dilihat penyebab terbesar kecacatan produk sarung tangan adalah ketebalan (37.01%), dan koyak (34.89%). Persentase kumulatif untuk ketiga jenis cacat tersebut mencapai 71.90 %. Nilai tersebut sesuai dengan aturan Pareto 80-20, dimana 80% produk cacat disebabkan oleh 20% jenis kecacatan. Sehingga untuk mengurangi jumlah produk cacat sampai tingkat 80% cukup dengan mengendalikan kedua jenis cacat tersebut. Sebab jika mengendalikan semua jenis kecacatan yang terjadi akan tidak efisien karena akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang sangat besar.

5.2.5. Diagram Pencar (Scatter Diagram)

Diagram pencar digunakan untuk melihat korelasi (hubungan) antara jumlah sarung tangan yang diproduksi dengan jumlah kecacatan sarung tangan karena


(53)

kecacatan ketebalan dan koyak. Data kecacatan ketebalan dan koyak dapat dilihat pada Tabel 5.6, untuk selanjutnya disajikan dalam diagram pencar pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4.

Tabel 5.6. Jumlah Jenis Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015

Tanggal Produksi (Pieces) Jenis Cacat Koyak (Pieces) Bocor (Pieces) Ketebalan (Pieces)

11/16/2015 2446 98 79 70

11/17/2015 2483 71 77 117

11/18/2015 2419 88 76 97

11/19/2015 2338 95 69 78

11/20/2015 2329 64 72 111

11/21/2015 2464 66 78 100

11/22/2015 2448 76 72 90

11/23/2015 2371 69 68 94

11/24/2015 2406 101 60 96

11/25/2015 2302 61 86 99

11/26/2015 2490 103 57 93

11/27/2015 2336 76 75 76

11/28/2015 2360 88 64 78

11/29/2015 2455 103 58 78

11/30/2015 2362 66 64 111

12/1/2015 2467 98 64 89

12/2/2015 2407 82 70 83

12/3/2015 2473 106 29 110

12/4/2015 2416 71 106 80

12/5/2015 2416 97 78 70

12/6/2015 2310 106 57 63

12/7/2015 2420 89 76 80

12/8/2015 2372 90 64 101

12/9/2015 2491 100 72 95

12/10/2015 2468 106 61 78

12/11/2015 2452 89 66 106

12/12/2015 2346 82 78 90


(54)

Tabel 5.6. Jumlah Jenis Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015(Lanjutan)

Tanggal Produksi (Pieces) Jenis Cacat Koyak (Pieces) Bocor (Pieces) Ketebalan (Pieces)

12/14/2015 2451 77 74 107

12/15/2015 2314 82 59 106

Total 72204 2584 2081 2741

Sumber : (Hasil Pengamatan Langsung)

12/16/2015 12/11/2015 12/6/2015 12/1/2015 11/26/2015 11/21/2015 11/16/2015 120 110 100 90 80 70 60 Tanggal Ju m la h K e c a c a ta n K e te b a la n ( P ie c e s ) 106 107 95 90 106 78 95 101 80 63 70 80 110 83 89 111 78 78 76 93 99 96 94 90 100 111 78 97 117 70 Scatter Diagram

Gambar 5.3 Diagram Pencar Sarung Tangan yang Mengalami Cacat Ketebalan

Dapat dilihat pada Gambar 5.3. bahwa pada hari pertama ditemukan kecacatan sarung tangan sebesar 70 pieces kecacatan.


(55)

12/16/2015 12/11/2015 12/6/2015 12/1/2015 11/26/2015 11/21/2015 11/16/2015 110 100 90 80 70 60 Tanggal Ju m la h K e c a c a ta n K o y a k ( P ie c e s ) 82 77 84 82 89 106 100 90 89 106 97 71 106 82 98 66 103 88 76 103 61 101 69 76 66 64 95 88 71 98 Scatter Diagram

Gambar 5.4 Diagram Pencar Sarung Tangan yang Mengalami Cacat Koyak

Dapat dilihat pada Gambar 5.5, bahwa pada hari pertama ditemukan kecacatan sarung tangan sebesar 71 pieces kecacatan.

Pengaruh jumlah sarung tangan yang diproduksi terhadap jumlah cacat dan bentuk hubungan atau korelasinya sebagaimana terlihat pada gambar dapat dihitung dengan menggunakan rumus koefesien korelasi jumlah produksi dengan ketebalan dan koyak dapat dilihat pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8.

Tabel 5.7 Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Ketebalan Tanggal Produksi (Pieces) (X) Kecacatan Ketebalan (Pieces) (Y)

X2 Y2 X.Y

11/16/2015 2446 70 5982916 4900 171220

11/17/2015 2483 117 6165289 13689 290511

11/18/2015 2419 97 5851561 9409 234643

11/19/2015 2338 78 5466244 6084 182364


(56)

Tabel 5.7 Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Ketebalan (Lanjutan) Tanggal Produksi (Pieces) (X) Kecacatan Ketebalan (Pieces) (Y)

X2 Y2 X.Y

11/21/2015 2464 100 6071296 10000 246400

11/22/2015 2448 90 5992704 8100 220320

11/23/2015 2371 94 5621641 8836 222874

11/24/2015 2406 96 5788836 9216 230976

11/25/2015 2302 99 5299204 9801 227898

11/26/2015 2490 93 6200100 8649 231570

11/27/2015 2336 76 5456896 5776 177536

11/28/2015 2360 78 5569600 6084 184080

11/29/2015 2455 78 6027025 6084 191490

11/30/2015 2362 111 5579044 12321 262182

12/1/2015 2467 89 6086089 7921 219563

12/2/2015 2407 83 5793649 6889 199781

12/3/2015 2473 110 6115729 12100 272030

12/4/2015 2416 80 5837056 6400 193280

12/5/2015 2416 70 5837056 4900 169120

12/6/2015 2310 63 5336100 3969 145530

12/7/2015 2420 80 5856400 6400 193600

12/8/2015 2372 101 5626384 10201 239572

12/9/2015 2491 95 6205081 9025 236645

12/10/2015 2468 78 6091024 6084 192504

12/11/2015 2452 106 6012304 11236 259912

12/12/2015 2346 90 5503716 8100 211140

12/13/2015 2392 95 5721664 9025 227240

12/14/2015 2451 107 6007401 11449 262257

12/15/2015 2314 106 5354596 11236 245284

Total 72204 2741 173880846 256205 6600041

Dari tabel di atas, dapat dihitung koefesien korelasinya dengan rumus sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]


(57)

0,12

Koefesien korelasi sebesar 0,12 berarti berada diantara 0 dan + 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier antara X (jumlah sarung tangan yang diproduksi) dan Y (jumlah sarung tangan yang cacat). Atau korelasi sebesar r =0,12 berarti 12% diantara keragaman total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan nilai-nilai X.

Tabel 5.8 Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Koyak Tanggal Produksi (Pieces) (X) Kecacatan Koyak (Pieces) (Y)

X2 Y2 X.Y

11/16/2015 2446 98 5982916 9604 239708

11/17/2015 2483 71 6165289 5041 176293

11/18/2015 2419 88 5851561 7744 212872

11/19/2015 2338 95 5466244 9025 222110

11/20/2015 2329 64 5424241 4096 149056

11/21/2015 2464 66 6071296 4356 162624

11/22/2015 2448 76 5992704 5776 186048

11/23/2015 2371 69 5621641 4761 163599

11/24/2015 2406 101 5788836 10201 243006

11/25/2015 2302 61 5299204 3721 140422

11/26/2015 2490 103 6200100 10609 256470

11/27/2015 2336 76 5456896 5776 177536

11/28/2015 2360 88 5569600 7744 207680

11/29/2015 2455 103 6027025 10609 252865

11/30/2015 2362 66 5579044 4356 155892

12/1/2015 2467 98 6086089 9604 241766

12/2/2015 2407 82 5793649 6724 197374

12/3/2015 2473 106 6115729 11236 262138

12/4/2015 2416 71 5837056 5041 171536

12/5/2015 2416 97 5837056 9409 234352

12/6/2015 2310 106 5336100 11236 244860

12/7/2015 2420 89 5856400 7921 215380


(58)

Tabel 5.8 Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Koyak (Lanjutan)

Tanggal

Produksi (Pieces)

(X)

Kecacatan Koyak (Pieces) (Y)

X2 Y2 X.Y

12/9/2015 2491 100 6205081 10000 249100

12/10/2015 2468 106 6091024 11236 261608

12/11/2015 2452 89 6012304 7921 218228

12/12/2015 2346 82 5503716 6724 192372

12/13/2015 2392 84 5721664 7056 200928

12/14/2015 2451 77 6007401 5929 188727

12/15/2015 2314 82 5354596 6724 189748

Total 72204 2584 173880846 228280 6227778

Dari tabel diatas, dapat dihitung koefesien korelasinya dengan rumus sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]

√[ ][ ] 0,35

Koefesien korelasi sebesar 0,35 berarti berada diantara 0 dan + 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier antara X (jumlah sarung tangan yang diproduksi) dan Y (jumlah sarung tangan yang cacat). Atau korelasi sebesar r =0,35 berarti 35% diantara keragaman total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan nilai-nilai X.

5.2.6. Peta Kontrol (Control Chart)

Jenis kecacatan yang paling tinggi jumlahnya yakni cacat ketebalan dan koyak. Untuk melihat apakah jumlah kecacatan yang terjadi pada produk masih dalam


(59)

batas kewajaran atau tidak, maka dilakukan analisis terhadap jumlah kecacatan sarung tangan dengan menggunakan peta kontrol atribut yaitu peta kendali P dan peta kendali U.

5.2.6.1. Perhitungan Proportion Nonconforming, UCL, LCL, dengan Peta P pada Kecacatan Ketebalan

Peta kontrol digunakan untuk melihat apakah proporsi cacat pada setiap subgrup pengamatan dalam batas kendali atau tidak. Peta kontrol yang digunakan untuk menganalisa proporsi cacat adalah peta p. Peta p yaitu peta yang digunakan untuk melihat proporsi jumlah kecacatan ketebalan terhadap kelompok sampel yang sedang diinspeksi dalam mengukur atribut.

Adapun langkah-langkah untuk membuat peta kendali p adalah : a. Menghitung proporsi kecacatan (p)

Contoh perhitungan data untuk subgrup 1 adalah sebagai berikut :

Keterangan :

npi = Jumlah kecacatan ketebalan

ni = Jumlah produk sarung tangan

b. Menghitung garis pusat yang merupakan rata-rata kecacatan produk ( ̅)

̅ ∑


(60)

Keterangan:

Σnp = Jumlah total kecacatan ketebalan

Σn = Jumlah total produk sarung tangan

c. Menghitung batas kendali atas atau Upper Control Limit (UCL) Contoh perhitungan data untuk subgrup 1 adalah sebagai berikut :

̅ √ ̅ ̅

Keterangan :

̅ = Rata-rata kecacatan produk sarung tangan

n = Jumlah produk sarung tangan

d. Menghitung batas kendali atas atau Lower Control Limit (LCL)

̅ √ ̅ ̅

Keterangan :

̅ = Rata-rata kecacatan produk sarung tangan

n = Jumlah produk sarung tangan

Apabila nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan dianggap out of control (diluar batas kendali). Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan (p) pada subgrup 1 masih berada


(61)

dalam batas kontrol. Hasil perhitungan proporsi kecacatan, UCL, dan LCL dapat dilihat pada Tabel 5.9

Tabel 5.9 Hasil Perhitungan Proporsi Kecacatan Ketebalan, UCL, dan LCL

Subgrup Produksi Sarung Tangan (Pieces) (n) Jumlah Kecacatan Ketebalan (np) Proporsi Kecacatan Ketebalan (p)

̅ UCL LCL

1 2446 70 0,0286 0,038 0,0496 0,0248

2 2483 117 0,0471 0,038 0,0495 0,0249

3 2419 97 0,0401 0,038 0,0497 0,0247

4 2338 78 0,0334 0,038 0,0499 0,0245

5 2329 111 0,0477 0,038 0,0499 0,0245

6 2464 100 0,0406 0,038 0,0496 0,0249

7 2448 90 0,0368 0,038 0,0496 0,0248

8 2371 94 0,0396 0,038 0,0498 0,0246

9 2406 96 0,0399 0,038 0,0497 0,0247

10 2302 99 0,0430 0,038 0,0500 0,0244

11 2490 93 0,0373 0,038 0,0495 0,0250

12 2336 76 0,0325 0,038 0,0499 0,0245

13 2360 78 0,0331 0,038 0,0498 0,0246

14 2455 78 0,0318 0,038 0,0496 0,0249

15 2362 111 0,0470 0,038 0,0498 0,0246

16 2467 89 0,0361 0,038 0,0495 0,0249

17 2407 83 0,0345 0,038 0,0497 0,0247

18 2473 110 0,0445 0,038 0,0495 0,0249

19 2416 80 0,0331 0,038 0,0497 0,0247

20 2416 70 0,0290 0,038 0,0497 0,0247

21 2310 63 0,0273 0,038 0,0499 0,0244

22 2420 80 0,0331 0,038 0,0497 0,0247

23 2372 101 0,0426 0,038 0,0498 0,0246

24 2491 95 0,0381 0,038 0,0495 0,0250

25 2468 78 0,0316 0,038 0,0495 0,0249

26 2452 106 0,0432 0,038 0,0496 0,0248

27 2346 90 0,0384 0,038 0,0498 0,0245

28 2392 95 0,0397 0,038 0,0497 0,0247

29 2451 107 0,0437 0,038 0,0496 0,0248

30 2314 106 0,0458 0,038 0,0499 0,0244


(62)

Dari hasil perhitungan Tabel 5.9 di atas, maka selanjutnya dapat dibuat peta kendali p yang dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5. Peta Kontrol P pada Kecacatan Ketebalan

Dari hasil peta kontrol tersebut, terlihat bahwa kecacatan yang terjadi masih berada dalam batas kontrol (tidak ada data yang out of control).

5.2.6.2.Perhitungan Proportion Nonconforming, UCL, LCL, dengan Peta P pada Kecacatan Koyak

Peta kontrol digunakan untuk melihat apakah proporsi cacat pada setiap subgrup pengamatan dalam batas kendali atau tidak. Peta kontrol yang digunakan untuk menganalisa proporsi cacat adalah peta p. Peta p yaitu peta yang digunakan untuk melihat proporsi jumlah kecacatan koyak terhadap kelompok sampel yang sedang diinspeksi dalam mengukur atribut.

0.0200 0.0250 0.0300 0.0350 0.0400 0.0450 0.0500

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Pr o p o rsi K e cac atan ( p )

PETA KONTROL P

Proporsi Kecacatan (p) CL

UCL LCL


(63)

Adapun langkah-langkah untuk membuat peta kendali p adalah : a. Menghitung proporsi kecacatan (p)

Contoh perhitungan data untuk subgrup 1 adalah sebagai berikut :

Keterangan :

npi = Jumlah kecacatan ketebalan

ni = Jumlah produk sarung tangan

b. Menghitung garis pusat yang merupakan rata-rata kecacatan produk ( ̅)

̅ ∑

̅ Keterangan:

Σnp = Jumlah total kecacatan koyak

Σn = Jumlah total produk sarung tangan

c. Menghitung batas kendali atas atau Upper Control Limit (UCL) Contoh perhitungan data untuk subgrup 1 adalah sebagai berikut :

̅ √ ̅ ̅

Keterangan :


(64)

n = Jumlah produk sarung tangan

d. Menghitung batas kendali atas atau Lower Control Limit (LCL)

̅ √ ̅ ̅

Keterangan :

̅ = Rata-rata kecacatan produk sarung tangan

n = Jumlah produk sarung tangan

Apabila nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan dianggap out of control (diluar batas kendali). Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan (p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Hasil perhitungan proporsi kecacatan, UCL, dan LCL dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Hasil Perhitungan Proporsi Kecacatan Koyak, UCL, dan LCL

Subgrup

Produksi Sarung Tangan (Pieces)

(n)

Jumlah Kecacatan

Koyak (np)

Proporsi Kecacatan

Koyak (p)

̅ UCL LCL

1 2446 98 0,0401 0,0358 0,0471 0,0229

2 2483 71 0,0286 0,0358 0,0470 0,0231

3 2419 88 0,0364 0,0358 0,0471 0,0229

4 2338 95 0,0406 0,0358 0,0473 0,0226

5 2329 64 0,0275 0,0358 0,0473 0,0226

6 2464 66 0,0268 0,0358 0,0470 0,0230

7 2448 76 0,0310 0,0358 0,0471 0,0230

8 2371 69 0,0291 0,0358 0,0472 0,0227


(65)

Tabel 5.10 Hasil Perhitungan Proporsi Kecacatan Koyak, UCL, dan LCL (Lanjutan) Subgrup Produksi Sarung Tangan (Pieces) (n) Jumlah Kecacatan Koyak (np) Proporsi Kecacatan Koyak (p)

̅ UCL LCL

10 2302 61 0,0265 0,0358 0,0474 0,0225

11 2490 103 0,0414 0,0358 0,0470 0,0231

12 2336 76 0,0325 0,0358 0,0473 0,0226

13 2360 88 0,0373 0,0358 0,0473 0,0227

14 2455 103 0,0420 0,0358 0,0470 0,0230

15 2362 66 0,0279 0,0358 0,0473 0,0227

16 2467 98 0,0397 0,0358 0,0470 0,0230

17 2407 82 0,0341 0,0358 0,0472 0,0228

18 2473 106 0,0429 0,0358 0,0470 0,0230

19 2416 71 0,0294 0,0358 0,0471 0,0229

20 2416 97 0,0401 0,0358 0,0471 0,0229

21 2310 106 0,0459 0,0358 0,0474 0,0225

22 2420 89 0,0368 0,0358 0,0471 0,0229

23 2372 90 0,0379 0,0358 0,0472 0,0227

24 2491 100 0,0401 0,0358 0,0470 0,0231

25 2468 106 0,0429 0,0358 0,0470 0,0230

26 2452 89 0,0363 0,0358 0,0471 0,0230

27 2346 82 0,0350 0,0358 0,0473 0,0227

28 2392 84 0,0351 0,0358 0,0472 0,0228

29 2451 77 0,0314 0,0358 0,0471 0,0230

30 2314 82 0,0354 0,0358 0,0474 0,0225

Total 72204 2584 - - - -

Dari hasil perhitungan Tabel 5.10 di atas, maka selanjutnya dapat dibuat peta kendali p yang dapat dilihat pada Gambar 5.6.


(66)

Gambar 5.6. Peta Kontrol P pada Kecacatan Koyak

Dari hasil peta kontrol tersebut, terlihat bahwa kecacatan yang terjadi masih berada dalam batas kontrol (tidak ada data yang out of control).

5.2.7. Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram)

Pada tahap ini, dilakukan analisis penyebab terjadinya cacat ketebalan dan koyak dengan menggunakan fish bone.

1. Jenis kecacatan ketebalan

Dalam hal ini, penyebab masalah ditinjau dari mesin, metode kerja dan material. Berikut merupakan uraian masing-masing penyebab masalah:

a. Mesin

Dalam hal ini, tidak adanya standar dalam penentuan setting mesin yaitu pada mesin tumble dryer, sehingga proses pengeringan sarung tangan tidak maksimal.

0.0200 0.0250 0.0300 0.0350 0.0400 0.0450 0.0500

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Pr o p o rsi K e cac atan ( p )

PETA KONTROL P

Proporsi Kecacatan (p) CL


(67)

b. Metode Kerja

Standar operasional prosedur (SOP) dalam proses produksi sarung tangan tidak dijalankan dengan baik, sehingga mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam memproduksi sarung tangan.

c. Material

Bahan baku yang digunakan tidak sesuai spesifikasi bahan baku yang diinginkan, hal ini kerena lateks cair terkontaminasi kotoran seperti daun-daun, ranting-ranting kecil dan pasir.

2. Jenis kecacatan koyak

Dalam hal ini, penyebab masalah ditinjau dari lingkungan, mesin dan manusia. Berikut merupakan uraian masing-masing penyebab masalah:

a. Lingkungan

Lingkungan kerja berdebu akan mencemari lateks pada saat proses produksi berlangsung, hal ini dapat mengurangi elastisitas lateks.

b. Mesin

Dalam hal ini, suhu yang dihasilan mesin blower tidak stabil sehingga proses pengeringan former tidak merata dan mengakibatkan sarung tangan koyak.

c. Manusia

Dalam hal ini, operator kurang teliti dan SOP tidak dijalankan dengan baik sewaktu proses penarikan sarung tangan dari cetakan.

Adapun ringkasan dari penyebab masalah kecacatan di atas dibuat ke dalam gambar fish bone yaitu pada Gambar 5.7. dan Gambar 5.8


(68)

Ketebalan Material

Metode Kerja

Mesin

dryer tidak sesuai Settingan mesin tumble

SOP tidak dijalankan dengan baik Bahan baku mengandung kotoran

Cause-and-Effect Diagram

Gambar 5.7. Fish Bone Kecacatan Ketebalan

Koyak Manusia

Mesin

Lingkungan

berdebu Lingkungan kerja

Suhu blower tidak stabil dijalankan dengan baik

- Standar operasional prosedur tidak - Kurang teliti

Cause-and-Effect Diagram


(69)

5.2.8. Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)

FMEA (Failure mode and effect analysis) adalah metode untuk mengidentifikasi dan menganalisa potensi kegagalan dan akibatnya yang bertujuan untuk merencanakan proses produksi secara mantap dan dapat menghindari kegagalan proses produksi dan kerugian yang tidak diinginkan.

Langkah-langkah dalam pembuatan FMEA adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi proses atau produk.

2. Membuat daftar masalah-masalah potensial yang muncul.

3. Memberikan tingkatan pada masalah untuk severity, occurrence dan detectability. 4. Menghitung risk probability number (RPN) dan menentukan prioritas tindakan

perbaikan.

5. Mengembangkan tindakan untuk mengurangi resiko.

6. Skala penilaian untuk perhitungan ini adalah 1-10. Penilaian tergantung dari proses itu sendiri berada pada tingkat berapa bila diukur dari sisi severity,

occurrence dan detectability.

7. Penilaian severity (S), occurrence (O) dan detectability (D) terhadap proses ini dilakukan secara subyektif, dengan cara berdiskusi dengan manajer mutu, manajer teknis dan customer service.

8. Risk priority number (RPN) merupakan perkalian dari rating severity (S),

occurrence (O) dan detectability (D). Skala penilaian untuk severity, occurrence


(70)

5.2.8.1. Penentuan Jenis Kegagalan yang Potensial Pada Setiap Proses

Jenis kegagalan yang berpotensi besar terjadi selama proses produksi yaitu ketebalan dan koyak. Dari cause and effect diagram telah diperoleh penyebab kegagalan terhadap dua jenis kegagalan tersebut, maka langkah berikutnya dilakukan analisis untuk mengetahui seberapa serius efek-efek yang ditimbulkan dan seberapa jauh penyebab kegagalan dapat dideteksi, kemudian dibuat FMEA terhadap dua jenis kegagalan tersebut.

5.2.8.2. Penentuan Dampak/Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan

Dari kedua jenis kegagalan yang ada, maka dapat ditemukan efek yang dapat ditimbulkan bila kegagalan ini ditemukan, yaitu sebagai berikut:

1. Efek yang ditimbulkan oleh jenis kegagalan ketebalan, yaitu: a. Sarung tangan tidak sesuai standard produksi

b. Banyaknya produk yang di recycle

c. Mengganggu fungsi produk

2. Efek yang ditimbulkan oleh jenis kegagalan koyak, yaitu: a. Sarung tangan tidak sesuai standard produksi

b. Banyaknya produk yang di recycle

c. Mengganggu fungsi produk

5.2.8.3. Penentuan Nilai Efek Kegagalan (Severity, S)

Jenis kegagalan yang terjadi selama proses produksi dipengaruhi oleh faktor-faktor utama yaitu manusia, metode kerja, lingkungan, material dan mesin. Untuk itu,


(71)

dilakukan pemberian nilai efek kegagalan berdasarkan faktor-faktor tersebut. Dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan, maka dapat ditentukan nilai efek kegagalan (severity) dari jenis kegagalan tersebut.

Adapun alasan pemberian nilai efek kegagalan (severity) adalah sebagai berikut:

1. Jenis kegagalan ketebalan

a. Efek kegagalan yang timbul karena faktor mesin, diberi nilai 7, disebabkan: - Gangguan minor pada lini produksi

- Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah sudah baik atau rework)

- Pelanggan tidak puas

b. Efek kegagalan yang timbul karena faktor metode kerja, diberi nilai 4, disebabkan:

- Gangguan minor pada lini produksi

- Sebagian besar menjadi scrap, dan sisanya sudah baik

- Kemungkinan produk dikembalikan oleh konsumen

c. Efek kegagalan yang timbul karena faktor material, diberi nilai 5, disebabkan : - Gangguan minor pada lini produksi

- 100% produk harus di-rework

2. Jenis kegagalan koyak

a. Efek kegagalan yang timbul karena faktor lingkungan, diberi nilai 6, disebabkan: - Gangguan minor pada lini produksi

- Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah sudah baik atau rework)


(72)

b. Efek kegagalan yang timbul karena faktor mesin, diberi nilai 6, disebabkan: - Gangguan minor pada lini produksi

- Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah sudah baik atau rework)

c. Efek kegagalan yang timbul karena faktor manusia, diberi nilai 4, disebabkan: - Gangguan minor pada lini produksi

- Sebagian besar menjadi scrap, dan sisanya sudah baik - Kemungkinan produk dikembalikan oleh konsumen

5.2.8.4. Identifikasi Penyebab Potensial Dari Kegagalan Adapun penyebab utama terjadinya kegagalan yaitu, 1. Jenis kegagalan ketebalan

a. Mesin, yaitu settingan mesin tumble dryer tidak sesuai.

b. Metode kerja, yaitu operator tidak menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dengan baik.

c. Material, yaitu bahan baku mengandung kotoran. 2. Jenis kegagalan koyak

a. Lingkungan, yaitu lingkungan kerja berdebu. b. Mesin, yaitu suhu mesin blower tidak stabil.

c. Manusia, yaitu operator kurang teliti dan standar operasional prosedur (SOP) tidak dijalankan dengan baik.


(73)

5.2.8.5. Penentuan Nilai Peluang Kegagalan (Occurence, O)

Dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan, maka dapat ditentukan nilai peluang kegagalan (occurence) dari jenis kegagalan tersebut.

Adapun alasan pemberian nilai peluang kegagalan (occurence) adalah sebagai berikut:

1. Jenis kegagalan ketebalan

a. Settingan tumble dryer tidak sesuai diberikan nilai 3, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 2.000-2.500 pengamatan.

b. operator tidak menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dengan baik diberikan nilai 3, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 2.000-2.500 pengamatan.

c. Bahan baku mengandung kotoran diberikan nilai 3, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 2.000-2.500 pengamatan. 2. Jenis kegagalan koyak

a. Lingkungan kerja berdebu diberikan nilai 3, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 2.000-2.500 pengamatan.

b. Suhu blower tidak stabil diberikan nilai 3, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 2.000-2.500 pengamatan.

c. Operator kurang teliti dan standar operasional prosedur (SOP) tidak dijalankan dengan baik diberikan nilai 3, dikarenakan penyebab ini dapat ditemukan terjadi sekali dalam kurang lebih 2.000-2.500 pengamatan.


(74)

5.2.8.6. Penentuan Nilai RPN

Setelah nilai severity (s), occurance (o), dan detection (d) diberikan, maka selanjutnya dihitung nilai RPN untuk menentukan prioritas dalam rekomendasi tindakan perbaikan.

Perhitungan nilai RPN (Risk Priority Number) pada penyebab kegagalan settingan mesin tumble dryer yaitu:

RPN = S x O x D = 7 x 3 x 8 = 168


(1)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN

2.4. Proses Produksi ... II-13 2.4.1. Bahan ... II-13 2.4.2. Uraian Proses Produksi ... II-15 2.4.2.1. Proses Pengolahan Latex Kebun menjadi

Latex Pekat ... II-15 2.4.2.2. Proses Pembuatan Compound

(Compounding) ... II-15 2.4.2.3. Proses Pencetakan ... II-16 2.4.2.4. Proses Pemeriksaan dan Pengepakan

(inspection and packing) ... II-22 2.4.4. Mesin dan Peralatan ... II-22

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1 3.1. Pengertian Mutu ... III-1 3.2. Pengendalian Kualitas ... III-1 3.3. Teknik-Teknik Perbaikan Kualitas ... III-4 3.4. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) ... III-17

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Variabel Penelitian... IV-2 4.5. Kerangka Berpikir ... IV-3


(2)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN

4.6. Rancangan Penelitian... IV-4 4.7. Pengumpulan Data ... IV-6 4.8. Metode Pengolahan Data ... IV-7 4.9. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-9

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Primer ... V-1 5.1.2. Jenis Kecacatan Produk ... V-2 5.2. Pengolahan Data ... V-3 5.2.1. Stratifikasi (Stratification) ... V-3 5.2.2. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet) ... V-4 5.2.3. Histogram ... V-6 5.2.4. Diagram Pareto ... V-7 5.2.5. Diagram Pencar (Scatter Diagram)... V-8 5.2.6. Peta Kontrol (Control Chart) ... V-14

5.2.6.1. Perhitungan Proportion Nonconforming, UCL, LCL, dengan Peta P pada

Kecacatan Ketebalan ... V-15 5.2.6.1. Perhitungan Proportion Nonconforming,

UCL, LCL, dengan Peta P pada

Kecacatan Koyak ... V-18 5.2.7. Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram) ... V-22 5.2.8. Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) ... V-25

5.2.8.1. Penentuan Jenis Kegagalan yang Potensial


(3)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN

5.2.8.2. Penentuan Dampak/Efek yang Ditimbulkan

oleh Kegagalan ... V-26 5.2.8.3. Penentuan Nilai Efek Kegagalan

(Severity, S) ... V-26 5.2.8.4. Identifikasi Penyebab Potensial Dari

Kegagalan ... V-28 5.2.8.5. Penentuan Nilai Peluang Kegagalan

(Occurence, O) ... V-29 5.2.8.3. Penentuan Nilai RPN ... V-30

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Analisis Seven Tools ... VI-1 6.2. Analisis Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) ... VI-4

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-1


(4)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Data Jumlah Kecacatan Produksi Sarung Tangan Periode

Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015 ... I-2 2.1. Rincian Tenaga Kerja PT. Medisafe Technologies ... II-10 2.2. Mesin-mesin yang digunakan di PT. Medisae Technologies ... II-23 2.3. Peralatan yang Digunakan di PT. Medisae Technologies ... II-24 3.1. Severity of Effect dalam FMEA Process ... III-20 3.2. Occurrence dalam FMEA Process ... III-22 3.3. Detection dalam FMEA Process ... III-23 5.1. Data Jumlah Kecacatan Produksi Sarung Tangan Periode

Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015 ... V-1 5.2. Stratifikasi Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode Tanggal

16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015 ... V-3 5.3. Jumlah Jenis Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode

Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015 ... V-5 5.4. Jumlah Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode

Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015 ... V-6 5.5. Persentase Kecacatan Produk Sarung Tangan Setelah Diurutkan ... V-7 5.6. Jumlah Jenis Kecacatan Produk Sarung Tangan Periode

Tanggal 16 November sampai Tanggal 15 Desember 2015 ... V-9 5.7. Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Ketebalan ... V-11 5.8. Perhitungan Korelasi Jumlah Produksi dengan Koyak ... V-13 5.9. Hasil Perhitungan Proporsi Kecacatan Ketebalan, UCL, dan LCL... V-17 5.10. Hasil Perhitungan Proporsi Kecacatan Koyak, UCL, dan LCL ... V-20 5.11. FMEA dengan Nilai RPN ... V-31 5.12. Urutan Penyebab Kegagalan Proses Berdasarkan RPN ... V-32


(5)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Medisafe Technologies ... II-4 2.2. Blok Diagram Proses Produksi Sarung Tangan Karet

PT. Medisafe Technologies ... II-21 3.1. Check Sheet ... III-5 3.2. Stratification ... III-6 3.3. Histogram Diagram ... III-7 3.4. Pareto Diagram ... III-8 3.5. Scatter Diagram ... III-10 3.6. Control Chart ... III-11 3.6. Cause and Effect Diagram ... III-16 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian ... IV-3 4.2. Block Diagram Rancangan Penelitian ... IV-5 4.3. Blok Diagram Penelitian dengan Metode Seven Tools dan Failure

Mode and Effect Analysis (FMEA) ... IV-9 5.1. Histogram Jumlah Kecacatan Sarung Tangan ... V-6 5.2. Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Sarung Tangan ... V-8 5.3. Diagram Pencar Sarung Tangan yang Mengalami

Cacat Ketebalan ... V-10 5.4. Diagram Pencar Sarung Tangan yang Mengalami

Cacat Koyak ... V-11 5.5. Peta Kontrol P pada Kecacatan Ketebalan ... V-18 5.6. Peta Kontrol P pada Kecacatan Koyak ... V-22 5.7. Fish Bone Kecacatan Ketebalan ... V-24 5.8. Fish Bone Kecacatan Koyak ... V-24


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-1 2. Formulir Penetapan Tugas Sarjana ... L-2 3. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana ... L-3 4. Surat Balasan Penerimaan Riset Tugas Sarjana ... L-4 5. Surat Keputusan Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-5 6. Berita Acara Laporan Tugas Sarjana dengan Dosen Pembimbing I ... L-6 7. Berita Acara Laporan Tugas Sarjana dengan Dosen Pembimbing II ... L-7


Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Statistiqal Quality Control (SQC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Dalam Perbaikan Kualitas Produk di PT. Tirta Sibayakindo

40 207 145

Usulan Perbaikan Mutu Produk Kertas Rokok (Cigarette Paper) Dengan Metode Statistical Quality Control (Sqc) Dan Failure Mode Effect Analysis (Fmea) Pada Pt. Pusaka Prima Mandiri

10 100 125

Usulan Perbaikan Kualitas Produk Genteng dengan Metode Six Sigma (DMAIC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

11 66 166

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

6 88 125

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 9 125

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 1 11

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 0 1

Usulan Perbaikan Mutu Produk Obat Jenis Tablet dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada PT. Mutiara Mukti Farma

0 0 1

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Usulan Perbaikan Mutu Produk Kertas Rokok (Cigarette Paper) Dengan Metode Statistical Quality Control (Sqc) Dan Failure Mode Effect Analysis (Fmea) Pada Pt. Pusaka Prima Mandiri

0 1 24

Usulan Perbaikan Mutu Produk Kertas Rokok (Cigarette Paper) Dengan Metode Statistical Quality Control (Sqc) Dan Failure Mode Effect Analysis (Fmea) Pada Pt. Pusaka Prima Mandiri

0 0 15