Pembahasan Hukum Perdata Permasalahan Hukum Keluarg

Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain: 1. Hubungan Keluarga Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga. 2. Pergaulan Masyarakat Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris. Hukum perdata material yang ketentuan-ketentuannya mengatur tentang kepentingan perorangan terdiri dari: 1. Hukum pribadi personenrecht yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban dan kedudukannya dalam hukum. 2. Hukum keluarga familierecht yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang hubungan lahir batin antara dua orang yang berlainan kelamin dan akibat hukumnya. 3. Hukum kekayaan vermogenscrecht yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang hak-hak memperoleh seseorang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai nilai uang. 4. Hukum waris erfecht yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang cara pemindahan hak milik seseorang yang meninggal dunia kepada yang berhak memiliki selanjutnya.

4. Pembahasan

Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak akan lepas dari kesalahan yang sering kali berurusan dengan hukum. Salah satunya adalah hukum keluarga dan hukum perdata. Masalah dalam hukum keluarga dan hukum perdata sangat bermacam-macam, misalnya perceraian, perebutan harta warisan, pencatatan perkawinan, dan lain sebagainya yang menyangkut hubungan antarmanusia. Pada paper ini akan dibahas mengenai masalah tentang harta warisan dalam peraturan Hukum waris erfecht. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPerdata, ada dua cara untuk memperoleh harta warisan yaitu secara absentatio dan testamentair. Pewarisan berdasarkan testamentair artinya pewarisan didasarkan pada wasiat dari orang yang meninggal pewaris. Pewarisan dengan wasiat tersebut harus dibuat dengan Surat 4 Masalah hukum keluarga dan hukum perdata Wasiat. Surat wasiat atau testament adalah surat atau akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya kelak terhadap harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Sebuah wasiat harus dibuat dalam bentuk akta atau surat yang ditandatangani oleh pewaris, dan tidak boleh hanya dalam bentuk lisan. Surat tersebut harus berisi pernyataan tegas dari pewaris tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya jika ia kelak meninggal dunia. Sebelum pewaris meninggal dunia, surat wasiat tersebut masih dapat dicabut atau diubah oleh pewaris. Agar sebuah surat wasiat bernilai hukum dan tidak cacat, maka harus diperhatikan hal-hal berikut: 1. Pewaris harus telah dewasa, yaitu telah berumur minimal 21 tahun. 2. Obyek warisan yang akan diwariskan harus jelas dan tegas, dan merupakan milik dari pewaris. 3. Obyek warisan bukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum atau bertentangan dengan kesusilaan dan kepentingan umum. 4. Pewaris memiliki akal yang sehat tidak terganggu jiwanya, menandatangani surat wasiat tanpa tekanan atau paksaan. Hukum waris wasiat mengatur bagaimana cara membuat wasiat bagi seseorang sebelum meninggal dunia dan akibat-akibat hukum dari pembuatan wasiat itu. Ada empat jenis wasiat: 1. Wasiat umum ialah surat wasiat yang dibuat dihadapan seorang notaris dan dihadiri oleh dua orang saksi. Wasiat umum ini sifatnya autentik dan sejak selesainya dibuat sampai pembuat meninggal dunia wasiat itu disimpan di kantor notaris. 2. Wasiat oligraphie ialah surat wasiat yang ditulis sendiri kemudian disimpan di kantor notaris sampai pembuatnya meninggal. 3. Wasiat rahasia ialah surat wasiat yang dibuat sendiri atau orang lain dan disegel, kemudian disimpan di kantor notaris sampai pembuatnya meninggal dunia. 4. Codisil ialah suatu akta di bawah tangan yang isinya kurang penting dan merupakan pesan seseorang yang telah meninggal dunia. 5 Masalah hukum keluarga dan hukum perdata Pewarisan secara absentatio adalah pewarisan menurut undang-undang karena adanya hubungan kekeluargaan hubungan darah. Berbeda dengan absentatio, pewarisan berdasarkan testamentair dilakukan dengan cara penunjukan, yaitu pewaris orang yang meninggalkan harta warisan semasa hidupnya telah membuat surat wasiat testament yang menunjuk seseorang untuk menerima harta warisan yang ditinggalkannya kelak. Pewarisan secara absentatio membagi ahli waris atas 4 empat golongan: 1. Golongan I, yaitu jika pewaris telah menikah, maka yang menjadi ahli waris adalah istrisuami danatau anak-anak pewaris. 2. Golongan II, yaitu jika pewaris belum menikah, atau telah menikah tapi cerai dan tidak mempunyai anak tidak memiliki ahli waris Golongn I, maka yang menjadi ahli waris adalah orang tua ayah dan ibu danatau saudara-saudaranya. 3. Golongan III, yaitu jika pewaris tidak memiliki hubungan kekeluargaan dalam Golongan I dan Golongan II diatas, maka yang menjadi ahli waris adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari ayah maupun ibu. 4. Golongan IV, yaitu jika pewaris tidak memiliki hubungan kekeluargaan dalam Golongan I, Golongan II dan Golongan III diatas, maka yang menjadi ahli waris adalah kerabat pewaris dalam garis keturunan menyamping sampai derajat keenam. 6 Masalah hukum keluarga dan hukum perdata Contoh Kasus Sidang Rebutan Warisan Adi Firansyah Kasus rebutan warisan almarhum Adi Firansyah.. Warisan Adi Firansyah yang meninggal akibat kecelakaan sepeda motor ini, menjadi sengketa antara Ibunda almarhum dengan Nielsa Lubis, mantan istri Adi. Nielsa menuntut agar harta peninggalan Adi segera dibagi. Nielsa beralasan Ia hanya memperjuangkan hak Chavia, putri hasil perkawinannya dengan Adi. Sementara Ibunda Adi mengatakan pada dasarnya tidak keberatan dengan pembagian harta almarhum anaknya. Namun mengenai masalah rumah dirinya tidak akan menjual, menunggu Chavia besar. Solusi: Di kasus ini, yang meninggalkan harta warisan adalah almarhum mantan suami yang menjadi rebutan antara sang ibu almarhum dengan mantan istri almarhum, dan almarhum telah memiliki anak dari mantan istrinya. Untuk status rumah yang ditinggalkan oleh almarhum, tergantung kapan almarhum memiliki rumah tersebut, jika almarhum sudah memilikinya sejak masih bersama mantan istri maka status rumah merupakan harta bersama atau harta gono gini yang diperoleh dari almarhum saat masih bersama mantan istrinya. Hal ini sesuai dengan pengertian harta bersama menurut ketentuan pasal 35 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UUP yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Dan Apabila terjadi suatu perceraian, maka pembagian harta bersama diatur menurut hukum masing masing pasal 37 UUP. Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Mengenai harta benda dalam perkawinan, pengaturan ada di dalam pasal 35 UUP dan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Harta bersama, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan dan dikuasai oleh suami dan istri dalam artian bahwa suami atau istri dapat bertindak terhadap harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak. Apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud 7 Masalah hukum keluarga dan hukum perdata hukumnya masing-masing adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lain pasal 37 UUP. 2. Harta bawaan, yaitu harta benda yang dibawa oleh masing-masing suami dan istri ketika terjadi perkawinan dan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya yaitu suami atau istri. Masing-masing atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya pasal 36 ayat 2 UUP. Tetapi apabila pihak suami dan istri menentukan lain, misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Demikian juga apabila terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 3. Harta perolehan, yaitu harta benda yang diperoleh masing-masing suami dan istri sebagai hadiah atau warisan dan penguasaannya pada dasarnya seperti harta bawaan. Berdasarkan uraian di atas apabila dikaitkan dengan kasus diatas maka mantan istri almarhum mempunyai hak atau berhak atas harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung tanpa melihat alasan-alasan yang diajukan dan harta tersebut disebut harta bersama. Mengenai hibah terhadap anak dapat saja dilakukan tetapi tanpa penghibahan pun seorang anak secara otomatis sudah menjadi ahli waris dari kedua orang tuanya. Hibah dapat dilakukan jika tidak merugikan apa yang menjadi hak dari ahli waris, disamping itu mantan istri almarhum juga berhak atas harta warisan tersebut. 8 Masalah hukum keluarga dan hukum perdata

5. Kesimpulan