BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, danatau lapangan untuk setiap
kompetensi dasar Devi dkk. 2009. Menurut Kemp J.E Trianto 2011, dalam pengembangan perangkat pembelajaran terdapat sepuluh unsur rencana
perancangan pembelajaran, yaitu identifikasi masalah, analisis siswa, analisis tugas, perumusan indikator, penyusunan evaluasi, strategi pembelajaran, media atau
sumber belajar, merinci pelayanan penunjang, menyiapkan evaluasi hasil belajar, dan revisi perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dalam penelitian ini adalah silabus, RPP, LKS, dan alat evaluasi. a.
Silabus Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata pelajaran dengan tema tertentu yang mencakup kompetensi inti KI, kompetensi dasar KD, materi pokok, kegiatan pembelajaran,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk setiap satuan pendidikan
Kemendikbud 2013b. Pada Kurikulum 2013 silabus sudah disiapkan oleh pemerintah. Kurikulum 2013 yang dikembangkan saat ini adalah desain
minimum, sekolah dapat mengembangkan lebih bagus lagi, guru dapat menyalurkan kreativitasnya dalam proses belajar mengajar
Kemendikbud 2013b
. b.
Rencana proses pembelajaran RPP Rencana proses pembelajaran merupakan rencana kegiatan pembelajaran
tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih untuk mencapai kompetensi dasar yang dikembangkan dari silabus Kemendikbud 2013b. Menurut Majid 2009,
unsur-unsur penting yang harus ada pada suatu RPP adalah apa yang akan diajarkan, bagaimana mengajarkannya, dan bagaimana mengevaluasi hasil
7
kerjanya, yaitu dengan merancang jenis evaluasi untuk mengukur daya serap siswa terhadap materi yang mereka pelajari.
c. Lembar kerja siswa LKS sebagai sumber pembelajaran
Sumber belajar adalah segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta
didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku Depdiknas 2008a. Sumber belajar dikategorikan menjadi enam yaitu lingkungan, benda, orang,
bahan, buku, dan peristiwa Direktorat Pembinaan SMA 2010 .
Menurut Prastowo 2012, bahan ajar merupakan segala bahan, baik
informasi, alat, maupun teks yang disusun secara sistematis yang menampilkan secara utuh kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses
pembelajaran. Bahan ajar dapat berupa bahan ajar cetak yang meliputi handout, buku, modul, poster, lembar kerja siswa, dll, serta dapat berupa bahan ajar audio,
audio visual, multimedia interaktif, dan bahan ajar berbasis web Direktorat Pembinaan SMA 2010. Sumber maupun bahan ajar sebagai komponen sistem
pembelajaran perlu dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Jenis bahan ajar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah LKS yang berbasis
problem based learning PBL. Lembar kerja siswa merupakan salah satu sumber belajar yang dapat
dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Lembar kerja siswa yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai
dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi. Berdasarkan teknologi yang digunakan, LKS termasuk dalam bahan ajar
kategori bahan cetak. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau KD secara runtut dan sistematis sehingga
siswa mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu Majid 2009.
Lembar kerja siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk,
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya
Depdiknas 2008a.
Manfaat LKS bagi guru yaitu memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan bagi siswa yaitu siswa dapat belajar secara mandiri dan
mampu memahami maupun menjalankan suatu tugas tertulis. Pemanfaatan LKS dapat menciptakan interaksi antara guru dan siswa sehingga pembelajaran
menjadi lebih efektif. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan LKS sebagai berikut.
Gambar 2.1. Diagram alir langkah-langkah penyusunan LKS Depdiknas 2008a
Penyusunan LKS juga harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu syarat didaktik yang mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal, syarat
konstruksi yang mengatur tentang penggunaan bahasa dalam LKS, dan syarat teknik yang mengatur tentang penyajian LKS Darmodjo Kaligis
1992. Agar LKS dapat dikatakan layak, maka LKS harus dinilai oleh para ahli.
Adapun penilaian unsur-unsur dalam penyusunan sebuah bahan ajar mengacu pada tiga komponen yaitu kelayakan isi, kebahasaan, dan penyajian BSNP
2013.
Analisis Kurikulum
untuk menentukan materi yang memerlukan alat bantu
Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Menentukan Judul LKS Penulisan LKS
Merumuskan KD Menentukan Alat
Penilaian proses dan hasil kerja
Menyusun Materi Memperhatikan Struktur LKS
Prinsip relevansiketerkaitan Prinsip konsistensikeajegan
Prinsip kecukupan
d. Alat evaluasi
Menurut Kemendikbud 2013c,
penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan
secara berimbang. Penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktik, projek, penugasan, tes lisan, penilaian portofolio, jurnal, penilaian diri, dan
penilaian antar teman. Teknik penilaian dapat berupa teknik tes dan nontes, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan, tergantung dari guru yang akan
mengevaluasi. Teknik penilaian yang digunakan untuk mengukur kompetensi pengetahuan dalam penelitian ini yaitu teknik tes yang berupa nilai hasil pretest
dan posttest materi virus dan penugasan dalam LKS. Untuk mengukur kompetensi sikap digunakan penilaian diri dan untuk kompetensi keterampilan
digunakan skala penilaian.
2. Problem Based Learning PBL
Problem based learning didasarkan pada hasil penelitian Barrow dan Tamblyn Barret 2005 yang pertama kali diimplementasikan pada sekolah
kedokteran di McMaster University Kanada pada tahun 60-an. Problem based learning sangat efektif untuk sekolah kedokteran karena mahasiswa dihadapkan
pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. Hal tersebut diterapkan karena pada kenyataannya dokter selalu dihadapkan pada
permasalahan pasien sehingga harus mampu menyelesaikannya. Menurut Graff dan Kolmos 2005, PBL adalah suatu pendekatan
pendidikan dengan menggunakan masalah sebagai sebuah titik awal dari proses pembelajaran. Biasanya masalah yang disajikan didasarkan pada masalah dalam
kehidupan nyata yang berfungsi penting sebagai dasar untuk proses pembelajaran, karena akan menentukan arah proses pembelajaran yang
menekankan pada perumusan pertanyaan daripada jawaban sehingga memungkinkan mendorong motivasi dan pemahaman siswa. Sedangkan Barrow
Huda 2013, mendefinisikan PBL sebagai pembelajaran yang dihasilkan melalui proses bekerja menuju pemahaman dari suatu masalah yang ditetapkan
pada awal proses pembelajaran .
Pengalamam belajar merupakan bagian penting dari proses pembelajaran menggunakan PBL. Peserta didik diarahkan untuk membangun konsep dari
pengalamannya sendiri. Hal ini dapat memotivasi dan memberikan siswa kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang lebih dalam. Berdasarkan
teori yang dikembangkan Barrow, Liu 2005 menjelaskan karakteristik dari PBL, yaitu: pembelajaran berpusat pada siswa, masalah otentik mengorganisir
fokus belajar, informasi baru diperoleh melalui self-directed learning, belajar terjadi dalam kelompok kecil, dan guru bertindak sebagai fasilitator
Pelaksanaan PBL memiliki ciri tersendiri berkaitan dengan langkah pembelajarannya. Adapun langkah-langkah pelaksanaan PBL sebagai berikut
Chin Chia 2008
Tabel 2.1. Sintaks pembelajaran PBL Tahap
Perilaku Guru Perilaku Siswa
Identifikasi masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa untuk terlibat
dalam pemecahan masalah yang dipilih
• Membaca dan mencermati kasus permasalahan yang diberikan
• Menulis pokok permasalahan pada problem logs
Mengeksplor permasalahan
Membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut • Mengorganisasikan pertanyaan
mengenai permasalahan yang berfokus pada “Apa yang kamu
ketahui?”, “Apa yang perlu kamu ketahui?”, dan “Bagaimana kamu
bisa mengetahui apa yang perlu kamu tahu?”
• Mengidentifikasi sumber dan tugas untuk memecahkan masalah
Melakukan penyelidikan
ilmiah Mendorong dan mengarahkan
siswa dalam mengumpulkan informasi untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
Mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaan dari
berbagai sumber
Mengumpulkan informasi
bersama Membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, model dan berbagi tugas dengan teman
• Melakukan tukar informasi dan diskusi tentang apa yang telah
dipelajari dan menyelesaikan tugas
Menyampaikan penemuan,
evaluasi guru, dan evaluasi diri
Mengevaluasi hasil belajar tentang meteri yang telah
dipelajarimeminta kelompok presentasi hasil kerja
• Menyajikan mempresentasikan penyelesaian masalah
• Mengisi lembar penilaian diri
Dalam pelaksanaannya, PBL memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat mendorong siswa untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata, membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar, menilai kemajuan belajarnya, dan melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan
diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka. Dengan menggunakan pendekatan PBL juga akan terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja
kelompok, siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi, dan kesulitan belajar siswa
secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.
Selain memiliki kelebihan, PBL juga memiliki kekurangan, yaitu dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi
kesulitan dalam pembagian tugas. Model PBL biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, guru harus mampu mendorong motivasi kerja siswa dalam
kelompok secara efektif, dan adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.
3. Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan yang tidak bisa berkembang dengan sendirinya, namun perlu adanya upaya yang dapat
mendorong pengembangan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis akan terbentuk bila seseorang didorong untuk menggunakan pemikirannya dalam
memecahkan masalah Huda 2013. Salah satu model pembelajaran yang memfasilitasi pengembangan keterampilan berpikir kritis melalui kegiatan
pemecahan masalah adalah model PBL. Pembelajaran PBL berisi kegiatan yang berorientasi pada masalah. Ketika siswa dihadapkan dengan suatu masalah saat
kegiatan pembelajaran, maka ia akan berpikir secara mendalam atau menggunakan kemampuan berpikir kritisnya untuk dapat memecahkan masalah.
Oleh karena itu model PBL sangat tepat digunakan dalam upaya pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa.
Ada berbagai definisi mengenai berpikir kritis menurut para ahli seperti menurut Edward Glaser Fisher 2009, mendefinisikan berpikir kritis sebagai
suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang dengan menerapkan
metode-metode pemeriksaan dan penalaran logis. Sedangkan Ennis 2011, mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan
reflektif sehingga menghasilkan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap
keyakinan atau pengetahuan asumtif dengan menggunakan keterampilan berpikir tertentu berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan yang akan
didapatkan. Menurut Edward Glaser terdapat keterampilan-keterampilan berpikir
sebagai landasan untuk berpikir kritis yaitu, mengenal masalah dan menemukan cara-cara dan informasi yang dapat dipakai untuk menangani permasalahan,
mengenal asumsi dan nilai, memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, menganalisis data, menilai dan mengevaluasi pernyataan, mengenal adanya
hubungan yang logis antara masalah-masalah, menarik dan menguji kesimpulan, menyusun kembali pola-pola keyakinan berdasarkan pengalaman yang lebih
luas, dan membuat penilaian yang tepat. Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan
melalui aspek-aspek perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut Ennis 2011, terdapat lima aspek keterampilan berpikir kritis yang
diuraikan menjadi 12 indikator.
Tabel 2.2. Indikator keterampilan berpikir kritis No.
Aspek Indikator
1. Memberikan
penjelasan sederhana Memfokuskan pertanyaan
Menganalisis pertanyaan Bertanya dan menjawab pertanyaan
tentang suatu penjelasan 2.
Membangun keterampilan dasar
Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
Mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi
3. Menyimpulkan
Mendeduksi dan menganalisis mempertimbangkan hasil deduksi
Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
4. Memberikan
penjelasan lanjut Mendefinisikan istilah dan
mempertimbangkan suatu definisi dalam tiga dimensi
Mengidentifikasi asumsi 5.
Mengatur strategi dan taktik
Menentukan suatu tindakan Berinteraksi dengan orang lain
Kemampuan berpikir kritis dapat diukur dengan menggunakan instrument yang dikembangkan melalui aspek dan indikator berpikir kritis. Instrumen
berpikir kritis dapat bertujuan untuk mengukur satu aspek atau lebih dari satu aspek berpikir kritis Ennis 2001.
Berdasarkan pada uraian-uraian yang telah dikemukakan, dari 12 indikator berpikir kritis yang dikemukakan oleh Robert Ennis, dirumuskan lima indikator
kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1 kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan, yang
dilatihkan melalui kegiatan mengidentifikasi masalah dan membuat pertanyaan permasalahan kelompok, 2 Mengobservasi dan mempertimbangkan suatu
laporan hasil observasi, yang dilatihkan dengan mencermati dan mengkaji kasus yang disajikan, 3 membuat dan menentukan hasil pertimbangan, yang
dilatihkan melalui kegiatan diskusi dalam menyelesaikan soal-soal permasalahan dan membuat kesimpulan, 4 mengidentifikasi asumsi, yang
dilatihkan dengan cara mencari sumber-sumber informasi untuk mengasosiasi
antara pengetahuan awal siswa dengan teori saat mengerjakan soal permasalahan dan menyampaikan hasil diskusi dan, 5 menentukan suatu tindakan, yang
dilatihkan dengan mendiskusikan peran generasi muda dalam upaya menanggulangi infeksi virus dan membuat poster pencegahan penanggulangan
virus.
4. Materi Virus
Materi yang akan dikembangkan dalam perangkat pembelajaran ini adalah virus yang diajarkan pada kelas X semester gasal. Materi virus ini termasuk
dalam Kompetensi Dasar KD 3. 3 yaitu menerapkan pemahaman tentang virus berkaitan tentang ciri, replikasi, dan peran virus dalam aspek kesehatan
masyarakat dan KD 4. 3 yaitu menyajikan data tentang ciri, replikasi, dan peran virus dalam aspek kesehatan dalam bentuk modelcharta. Materi virus meliputi
ciri-ciri, struktur, replikasi virus secara litik dan lisogenik, peran virus dalam kehidupan baik peran positif maupun peran negatif, dan jenis-jenis partisipasi
remaja dalam menanggulangi persebaran infeksi suatu virus. Materi virus berkaitan dengan kehidupan dan permasalahan sehari-hari
yang dihadapi siswa, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bila menyajikan permasalahan dalam kehidupan nyata mengenai virus. Dalam
pembelajaran menggunakan PBL siswa akan dihadapkan pada permasalahan tentang virus pada kehidupan nyata yang akan mengarahkan siswa untuk
berpikir kritis dalam memecahkan masalah sehingga menemukan konsep tentang virus.
5. Penelitian yang Relevan
Chin and Chia 2006, melakukan penelitian pada siswa kelas IX dengan materi makanan dan nutrisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa
siswa awalnya mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi masalah, namun setelah dilakukan diskusi siswa mampu mengatasi hambatan tersebut dan
kemudian dirumuskan masalah untuk penyelidikan. Masalah yang terstruktur merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mengarahkan pada
penyelidikan independen.
Hasil penelitian Arnyana 2007, menunjukkan bahwa model PBL dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi siswa, kemampuan memecahkan
masalah biologi, kemampuan menerapkan konsep-konsep biologi, sikap positif siswa terhadap pelajaran biologi, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa. Penelitian Chin and Chia 2008, menjelaskan bagaimana menggunakan
PBL pada kelas sembilan kelas biologi di Singapura. Dalam pembelajaran siswa diberikan beberapa kasus atau isu-isu mengenai gizi dan makanan untuk
mengembangkan ide-ide permasalahan yang akan diangkat dan dipecahkan. Dalam penyelesaian masalah siswa mengacu pada pertanyaan “Apa yang anda
ketahui?”, Apa yang perlu anda ketahui?”, dan “Bagaimana anda bisa mengetahui apa yang anda perlu tahu?”. Dengan menggunakan PBL membuat
kelas menjadi lingkungan belajar aktif. Dalam hal tersebut guru memainkan peran penting dalam membantu siswa untuk merumuskan masalah yang layak,
merencanakan tindakan, mengevaluasi, dan mensintesis. Hasil penelitian Setyorini 2011, menunjukkan bahwa model problem
based learning berpengaruh positif terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Pengukuran keterampilan berpikir kritis dilakukan dengan tes dan praktikum,
pada kelas eksperimen diperoleh hasil 83 siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik dan sangat baik, nilai prikomotorik 82,75 siswa memiliki
kategori sangat baik, dan nilai afektif 73,38 dengan kategori baik. Sedangkan pada kelas kontrol juga mengalami peningkatan namun tidak signifikan.
Penelitian Saeed and Sarah 2013, bertujuan untuk mengetahui pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penerapan PBL berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Pada kelas eksperimen terjadi peningkatan yang signifikan
antara skor pretest dan posttest. Saat diukur menggunakan rumus N-gain menunjukkan hasil perbedaan yang sangat signifikan pada kemampuan berpikir
kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa PBL membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Penelitian Gokhale 1995, bertujuan untuk menguji efektivitas pembelajaran individu dibandingkan pembelajaran kolaboratif dalam
meningkatkan keterampilan praktek dan keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kolaboratif mendorong
pengembangan berpikir kritis melalui diskusi, klarifikasi ide, dan evaluasi ide. Pembelajaran kolaboratif lebih efektif digunakan untuk meningkatkan berpikir
kritis dan kemampuan memecahkan masalah. Snyder L.G and Snyder M.J 2008, dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa pendidikan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa melalui penggunaan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam
proses belajar daripada mengandalkan ceramah dan hafalan, memfokuskan instruksi pada proses belajar daripada hanya pada konten, dan menggunakan
teknik penilaian yang memberikan tantangan intelektual pada siswa, bukan mengingat memori. Lingkungan yang secara aktif melibatkan para siswa dalam
belajar penyelidikan informasi dan penerapan pengetahuan akan mendorong keterampilan berpikir kritis siswa. Siswa yang kritis dapat berpikir sendiri dan
memecahkan masalah di dunia nyata.
B. Kerangka Berpikir