Komponen kimia tanaman Pertumbuhan dan Komponen Kimia Tanaman .1 Pertumbuhan tanaman

8 2.3 Pertumbuhan dan Komponen Kimia Tanaman 2.3.1 Pertumbuhan tanaman Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Karena organisme multisel tumbuh dari zigot, pertambahan itu bukan hanya dalam volume, tetapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma dan tingkat kerumitan Salisbury Ross, 1992. Semua ciri pertumbuhan yang disebutkan tadi bisa diukur, tetapi ada dua macam pengukuran yang lazim digunakan yaitu mengukur pertambahan volume dan massa. Gardner et al. 1991 menyebutkan bahwa pertumbuhan merupakan akibat adanya interaksi antara berbagai faktor internal perangsang pertumbuhan yaitu dalam kendali genetik dan unsur-unsur iklim, tanah, dan biologis dari lingkungan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa letak pertumbuhan adalah dalam meristem ujung, lateral dan interkalar. Pertumbuhan ujung cenderung menghasilkan pertambahan panjang, pertumbuhan lateral menghasilkan pertambahan lebar, sedangkan pemanjangan batang dan daun terutama terjadi dalam meristem interkalar. Pertambahan volume ukuran tanaman sering ditentukan dengan cara mengukur pembesaran ke satu atau dua arah, seperti panjang misalnya tinggi batang, atau luas misalnya luas daun Salisbury Ross, 1992. Pertambahan biomassa dapat diukur dengan cara memanen seluruh tumbuhan atau bagian yang diinginkan, dan menimbangnya cepat-cepat sebelum air terlalu banyak menguap dari bahan tersebut. Ini adalah biomassa segar yang nilainya agak beragam, bergantung pada keadaan air tumbuhan. Karena berbagai masalah yang timbul dari kandungan air yang beragam tersebut, maka lebih sering digunakan pertambahan biomassa kering tumbuhan atau bagian tumbuhan sebagai ukuran bagi pertumbuhannya. Biomassa kering lazim diperoleh dengan cara mengeringkan bahan tumbuhan yang baru saja dipanen selama 48 jam pada suhu 70 C Salisbury Ross, 1995.

2.3.2 Komponen kimia tanaman

Bagian tanaman akar, batang, daun, kulit tersusun dari sel-sel yang membentuk jaringan dan susunan jaringan membentuk bagian organ tanaman. Sel tanaman disusun oleh komponen makromolekul selulosa, hemiselulosa dan lignin dan komponen minor dengan berat molekul kecil ekstraktif dan zat-zat 9 mineral Fengel dan Wegener, 1995. Total polisakarida selulosa dan hemiselulosa di dalam bagian sel dikenal sebagai holoselulosa. Senyawa ini menyusun sekitar setengah dari tanaman keras dan sekitar sepertiga dari tanaman setahun Achmadi, 1990. Kadar holoselulosa pada tanaman bervariasi antara jenis dan antara bagian di dalam tanaman. Kayu misalnya mengandung holoselulosa yang besarnya antara 65 – 75 Fengel dan Wegener, 1995. Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan alam yang paling penting yang yang dibuat oleh organisme hidup. Kadar selulosa yang tinggi terdapat dalam rambut biji dan serabut kulit. Kadar selulosa pada kayu sekitar 40 – 50 Fengel dan Wegener, 1995. Hemiselulosa merupakan karbohidrat amorf yang berasosiasi dengan selulosa dan lignin. Seperti halnya selulosa, hemiselulosa ialah sebagian bahan pendukung dinding sel. Kadar hemiselulosa dalam kayu kering berkisar 20 -30 Fengel dan Wegener. Hemiselulosa kayu tersusun dari lima jenis gula : 3 heksosa glukosa, manosa dan galaktosa, dan 2 pentosa xilosa dan arabinosa Achmadi, 1990. Lignin merupakan komponen kimia dalam bagian tanaman yang selalu bergabung dengan selulosa dan bukan merupakan karbohidrat, melainkan didominasi oleh gugus aromatis berupa fenilpropana. Di dalam struktur jaringan kayu lignin terutama terdapat di dalam lamela tengah dan dinding sel primer Fengel dan Wegener, 1995. Achmadi 1990 menyatakan bahwa dari viskositasnya yang rendah, diketahui bahwa molekul lignin bersifat kompak. Selanjutnya dikemukakan bahwa kayu terbakar karena polimer dinding sel mengalami reaksi hidrolisis, oksidasi, dehidrasi, dan pirolisis jika suhu ditingkatkan. Komponen lignin lebih berperan dalam pembentukan arang dibanding selulosa, dan lapisan arang membantu mengisolasi polimer dinding sel terhadap degradasi termal selanjutnya. Zat ekstraktif merupakan komponen kimia non struktural pada kayu, kulit batang dan kulit biji, terutama berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada dinding sel. Jumlah bahan ekstraktif yang terdapat dalam tanaman tergantung pada letaknya dan jenis tanaman. Komponen utama yang larut air terdiri dari karbohidrat, protein dan garam-garam anorganik Achmadi, 1990. Dalam proses ekstraksi dengan air panas, maka yang akan terlarut antara lain 10 tanin, getah, gula, bahan pewarna dan pati Fengel dan Wegener, 1995; ASTM, 1996. Zat ekstraktif yang dapat terlarut dalam pelarut organik seperti larutan alkohol-benzena antara lain lilin, lemak, resin, minyak dan tanin serta komponen tertentu yang tidak larut dalam eter ASTM, 1996. Pelarutan dalam NaOH 1 yang dilakukan pada suhu 100 C dapat mengekstraksi zat ekstraktif, sebagian lignin, hemiselulosa berbobot molekul rendah, dan selulosa yang terdegradasi Achmadi, 1990. Besarnya bahan yang larut dalam NaOH dapat digunakan sebagai indikator tingkat kerusakan pada bahan yang dianalisa akibat pelapuk decay, panas, cahaya dan oksidasi Wardhani et al. 2005. Abu merupakan komponen anorganik penyusun sel tumbuhan yang tidak dapat larut dalam air atau pelarut organik. Fengel dan Wegener 1995 menyatakan bahwa kadar abu dari beberapa jenis kayu tropis besarnya antara 0,4 – 3,4. Komponen abu utama kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Dalam banyak kayu jumlah Ca hingga 50 dan lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg masing-masing menduduki tempat kedua dan ketiga, diikuti Mn, Na, P dan Cl. Selanjutnya disebutkan bahwa kulit pada umumnya lebih kaya akan mineral daripada kayu. Hasil analisa unsur dalam kulit dan kayu pohon daun lebar menunjukkan kandungan abu dalam kulit biasanya lebih dari 10 dan sepuluh kali lebih tinggi daripada dalam kayu.

2.4 Unsur Hara dan Mikrobia Tanah