Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Teknologi serba canggih merupakan salah satu hasil dari peradaban manusia yang mutakhir. Jaringan informasi yang sangat luas dapat diakses dengan cepat dan mudah oleh siapapun, kapanpun dan di manapun. Manusia saling berlomba untuk membuat mesin “serba bisa” agar setiap kebutuhan dapat terpenunhi dengan mudah. Sebagai contoh, dikeluarkannya jenis handphone HP oleh salah satu pabrik dengan multimanfaat seperti kamera digital, radio, perekam, televisi, bahkan untuk akses internet yang semakin mempermudah pekerjaan manusia. Perkembangan teknologi tentunya mempunyai dampak positif dan negatif bagi individu dan masyarakat luas. Dampak positif itu seperti: komunikasi semakin cepat, jarak bukan menjadi hambatan, pekerjaan menjadi lebih mudah, produktivitas kerja semakin meningkat, dan sebagainya. Sedangkan dampak negatif seperti: tingkat ketergantungan pada teknologi tinggi, manusia menjadi malas beraktivitas karena menonton acara televisi yang bagus-bagus, secara tidak langsung dapat merangsang tindakan amoral seperti pemerkosaan, pembunuhan, perampokan, penganiayaan, penipuan dan sebagainya. Apabila dampak negatif ini tidak segera dikurangi, maka fitrah manusia sebagai makhluk beradab akan hilang, salah satunya rasa empati yang tidak berkembang. 2 Mahasiswa merupakan salah satu elemen masyarakat yang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi deengan mudah. Mereka bebas memilih hasil teknologi yang dapat digunakan karena sebagian besar dari mereka tidak tinggal dengan keluarga kos di rumah pondokan. Hasil teknologi yang dimanfaatkan mahasiswa tersebut dapat menimbulkan dampak positif dan negatif bagi mahasiswa. Adapun dampak negatifnya seperti: menonton VCD porno, situs porno, adegan syur di televisi yang merangsang untuk ditiru, HP sebagai fasilitas untuk memperlancar bisnis penjaja seks komersil dikalangan mahasiswa ayam kampus , disket yang digunakan untuk mencontoh tugas milik temannya, dan sebagainya. Akibat dampak negatif dari hasil teknologi itu dapat menyebabkan mahasiswa menjadi lalai dengan tugas utamanya, menghalalkan segala cara agar dirinya senang, egois tidak peduli dengan orang lain, sombong, melakukan perbuatan amoral seperti pemerkosaan, sex bebas, penipuan, pencurian, pembunuhan, dan sebagainya. Rasa empati mahasiswa juga semakin berkurang karena ketidakpeduliannya dengan orang lain. Dampak positif dari perkembangan teknologi sangat besar bagi peningkatan akademik mahasiswa jika dapat memanfaatkan sebaik-baiknya. Dampak-dampak positif tersebut seperti: komputer, internet, VCD Video Compact Disk, televisi, tape recorder, HP hand phone, disket, dan sebagainya yang dapat dijadikan sarana untuk menunjang kelancaran kegiatan akademik. 3 Kemajuan teknologi yang terjadi membawa pengaruh terhadap dunia Bimbingan dan Konseling. Seperti yang diuraikan oleh Surya 2003:8 dalam makalahnya: Dalam konteks global, Bimbingan dan Konseling telah mengalami perkembangan dalam berbagai aspek dan dimensinya sebagai reaksi adaptasi terhadap berbagai perkembangan dan tuntutan global. Globalisasi ditandai dengan perubahan yang berlangsung dengan cepat terutama didorong oleh kepesatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyempitan ruang, penyempitan waktu, dan hilangnya batas-batas membuat hubungan antar manusia menjadi lebih dalam, lebih intensif, dan lebih segera dibandingkan dengan masa sebelumnya. Kondisi itu mendorong perkembangan konseling dengan tren tertentu dalam konsep, operasi dan profesi. Beberapa kecenderungan konseling antara lain: cyber counseling, multicultural counseling, spiritual counseling, dan pendekatan holistik. Perkembangan teknologi terutama dalam bidang komunikasi telah memberikan pengaruh yang cukup berarti bagi dunia Bimbingan dan Konseling. Komunikasi untuk Bimbingan dan Konseling dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dan sebagainya. Interaksi antara konselor dengan klien tidak hanya dilakukan dengan media-media tersebut. Konselor dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan klien. Demikian pula klien dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber counseling” atau konseling maya, yaitu proses konseling yang dilakukan dengan menggunakan internet. Berdasarkan pengamatan penulis selama empat tahun menjadi mahasiswa Bimbingan dan Konseling BK, ada kesan bahwa empati mahasiswa BK calon konselor perlu dikembangkan lagi. Hal ini juga dibenarkan mahasiswa BK perwakilan dari tiap semester. Mereka berpendapat bahwa empati pada mahasiswa BK sudah cukup berkembang, namun masih perlu ditingkatkan lagi agar setelah lulus dapat menjadi konselor yang berkualitas. Contoh-contoh yang menggambarkan empati mahasiswa BK belum berkembang dengan baik yaitu 4 mahasiswa yang apatis tidak mau peduli dengan yang lain, tidak perhatian terhadap teman yang terkena musibah, terlalu membesar-besarkan masalah, menuduh mahasiswa lain sebagai sumber masalah di kelas, membantu orang yang hanya satu klik dan sebagainya. Sementara bagi seorang konselor perlu memiliki empati yang baik. Empati mahasiswa BK yang kurang berkembang dapat berdampak negatif, diantaranya: 1. Mereka kurang dapat memahami dan merespon klien sesuai dengan self- experience klien karena mereka tidak dapat memasuki perasaan orang lain. 2. Mereka kurang mampu membangun hubungan teraputik karena tanpa adanya empati tidak akan terjadi proses pengaruh, identifikasi dari konselor kepada klien. 3. Mereka kurang dapat membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah secara optimal karena mereka tidak mau mendengarkan masalah yang diceritakan, acuh tak acuh dan tidak memberikan tanggapan secara positif terhadap hal yang sedang dibicarakan. 4. Mereka akan dijauhi oleh pengguna jasa karena mereka tidak memberikan layanan yang profesional empatinya tidak berkembang. Mengingat beberapa dampak negatif yang dapat terjadi apabila empati mahasiswa BK tidak dikembangkan, maka sangat diperlukan adanya upaya yang dapat mengembangkan empati mahasiswa BK. 5 Konselor sebagai tenaga profesional harus memiliki kompetensi profesional dan personal. Salah satu contoh dari kompetensi personal yaitu empati. Empati merupakan salah satu keterampilan dasar dalam konseling. Berempati berarti mengerti perasaan, pemikiran atau isi hati seseorang dengan mendalam. Berempati bukan hanya sekedar memahami perkataan seseorang; hal ini bisa dilakukan oleh hampir semua orang. Berempati ialah turut menghayati perasaan yang sedang dirasakan oleh orang itu dan melihat motivasi atau pemikiran yang melatarbelakangi tindakannya Parakaleo, edisi Oktober-Desember 2000. Pengembangan rasa empati dapat dilakukan dengan memanfaatkan media bimbingan, baik secara pribadi maupun berkelompok. Film merupakan salah satu media bimbingan dari jenis elektronik. Pengembangan media bimbingan bisa berupa alat, orang maupun kegiatan dalam rangka menumbuhkan rasa empati sangat perlu untuk dilakukan, terutama untuk mahasiswa BK. Maksud penulisan karya tulis ini, diharapkan rasa empati mahasiswa Bimbingan dan Konseling dapat dikembangkan dengan memanfaatkan media bimbingan.

B. Rumusan Masalah