masing-masing sel khamir dapat terjadi jika terjadi perubahan gen atau strain dari
sel khamir tersebut Bhanderi et al. 2009.
Tabel 6 Nilai MIC terhadap beberapa isolat C. albicans dari contoh yang diperiksa
Contoh Anticendawan µgmL
KTK ITK
GRIS Tembolok
1,5
a
3,542
a
69,375
b
Potongan Usus 2,225
a
9,8
a
77,25
b
Air-1 2
a
4
a
2
b
Air-2 0,125
a
2,063
a
2
b
C. albicans referensi 0,125
a1
0,125
a2
800
a3
Catatan:
1
Hoban et al. 1999;
2
Perea dan Patterson 2002;
3
Sehgal et al. 2005
KTK= ketokonazol; ITK=itrakonazol; GRIS=griseofulvin; Air-1= air bersih yang digunakan untuk mencuci karkas; Air-2=air limbah; Huruf superscript yang berbeda pada
kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata p0,05 antar kelompok perlakuan.
Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antara MIC ketokonazol dan itrakonazol dari masing-masing contoh dengan MIC yang
berasal dari referensi. Hal ini menunjukkan bahwa C. albicans pada masing- masing isolat masih peka terhadap anticendawan yang diuji, kecuali isolat C.
albicans yang berasal dari potongan usus yang berasal dari TPU Jambu Raya terhadap ketokonazol serta potongan usus dan tembolok yang berasal dari RPH
Bubulak terhadap itrakonazol. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan bahwa nilai MIC isolat C. albicans yang diperoleh dari contoh-contoh tersebut
tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai MIC yang diperoleh dari isolat C. albicans yang berasal dari contoh lainnya.Namun nilai MIC griseofulvin
pada masing-masing contoh menunjukkan perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan nilai MIC yang berdasarkan referensi. Maka, C. albicans
pada masing-masing contoh masih tergolong peka terhadap griseofulvin.
Ketokonazol dan itrakonazol merupakan anticendawan yang berasal dari golongan azol. Golongan anticendawan ini mempunyai aktivitas menghambat
biosisntesis ergosterol dengan menghasilkan kadar plasma yang akan mengikat enzim sitokrom P-450, komponen yang akan mengubah lanosterol menjadi
ergosterol. Ergosterol merupakan merupakan komponen sterol utama pada membran plasma fungi yang berperan penting untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel. Secara umum, ketokonazol dan itrakonazol memiliki struktur kimia dan profil farmakologisyang sama. Namun yang menjadi perbedaan adalah
afinitas itrakonazol terhadap enzim sitokrom P-450 di cendawan lebih besar sehingga efek samping yang diperoleh lebih kecil. Bhanderi et al.
2009;Ghannoum dan Rice 1999 Mekanisme terjadinya ketahanan pada golongan azol terdiri dari beberapa
cara, yaitu mengurangi masuknya obat, perubahan mekanisme saat metabolisme obat di intraseluler, perubahan pada enzim sasaran, perubahan pada enzim lain
yang termasuk dalam jalur biosintesis ergosterol, dan perubahan pada pompa ion. Reduksi obat merupakan mekanisme pertama bagaimana obat tersebut dapat
menyebabkan cendawan menjadi tahan terhadap obat anticendawan karena sel dapat mengubah susunan membran untuk mencegah masuknya obat ke dalam sel.
C. albicans dapat melakukan perubahan sterol dan komponen fosfolipid dari membran sitoplasma sehingga dapat mengurangi masuknya obat. C. albicans juga
dapat memetabolisme anticendawan golongan azol, sehingga hal ini dapat mengganggu mekanisme kerja obat secara interseluler. Karena mekanisme utama
dari golongan azol adalah menghambat biosintesis ergosterol, maka mekanisme ketahanan golongan azol yang paling penting dan sering terjadi adalah perubahan
enzim yang merupakan sasaran obat maupun enzim yang berada pada jalur biosintesis sel. Perubahan ini terjadi akibat adanya mutasi gen sehingga khamir
dapat bersifat tahan terhadap obat golongan azol. Mekanisme lainnya adalah perubahan pompa ion dengan menjalankan peran gen Candida Drug Resistance
CDR yang menjadi dasar timbulnya ketahanan obat golongan azol Bhanderi et
al. 2009.
Resistensi ketokonazol diduga melalui beberapa cara. Pada saat resistensi ketokonazol ditemukan pertama kali dari pasien mukokutaneus kandidiasis kronis,
keadaan ini diduga karena adanya impermeabilitas terhadap turunan azol sehingga resistensi terjadi karena adanya perubahan komponen pada membran sel.
Perubahan yang terjadi adalah meningkatnya jumlah sterol non-ester pada membran sitoplasma C. albicans yang akan menurunkan rasio fosfolipidsterol
yang termasuk dalam komponen yang peka terhadap golongan azol menjadi setengahnya. Resistensi terhadap ketokonazol juga dapat terjadi karena adanya
modifikasi sitokrom P-450 yang menyebabkan penurunan afinitas terhadap ketokonazol Bossche 1997.
Mekanisme resistensi itrakonazol umumnya sama dengan mekanisme resistensi terhadap ketokonazol. Terjadinyaresistensi terhadap itrakonazol
dikarenakan adanya mutasi sitokrom P-450 yang didalamnya terdapat mikrosom P-450 yang dapat menurunkan afinitas obat. Hal ini juga menyebabkan obat tidak
berpengaruh terhadap mekanisme pompa ion yang terdapat dalam khamir sehingga pompa ion tetap bekerja meskipun terdapat komponen-komponen obat
Bossche 1997; Maesaki et al. 1998. Griseofulvin merupakan agen anticendawan yang bekerja dengan cara
menghambat mitosis cendawan yang menyebabkan pemutusan berkas mitotik akibat dari interaksi obat dengan mikrotubulus yang terpolimerisasi. Namun
spektrum yang dimiliki oleh griseofulvin hanya terbatas pada cendawan- cendawan dermatofita. Cendawan kelompok ini mampu melakukannya karena
proses ini membutuhkan energi yang besar untuk melakukan sistem metabolisme terhadap anticendawan griseofulvin. Sedangkan C. albicans memiliki sistem
metabolisme yang singkat dan tidak membutuhkan energi sehingga cendawan ini digolongkan tidak peka terhadap griseofulvin Bahry dan Setiabudy 1995;
Bossche 1997. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh di dalam penelitian ini, isolat C. albicans masih tergolong peka terhadap griseofulvin. Hal ini
dimungkinkan oleh griseofulvin dapat bersifat fungisidal pada sel khamir muda sehingga dapat mengurangi pertumbuhan C. albicans Bahry dan Setiabudy
2005.
Selain faktor dari obat dan khamir yang banyak berperan dalam sistem metabolisme, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi resistensi terhadap
anticendawan. Faktor tersebut diantaranya adalah jumlah koloni, kemapanan genom pada galur, status kebal dari inang, penggunaan obat-obatan yang tidak
sesuai oleh inang Bhanderi et al. 2009. Menurut Hastiono 1987, pemberian antibiotika ke dalam pakan dapat mempengaruhi jumlah khamir, yakni terjadi
peningkatan karena khamir dapat menggunakan antibiotika sebagai nitrogen untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tabel 7 Perbandingan MIC antar anticendawan
Anticendawan MIC µgmL
Ketokonazol 1,598
a
Itrakonazol 5,598
a
Griseofulvin 57,75
b
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata p0,05 antar kelompok perlakuan.
Melalui Tabel 7, dapat dilihat bahwa griseofulvin memiliki MIC yang berbeda nyata dengan yang lain. Jika dilihat nilai MIC nya sangatlah besar jika
dibandingkan dengan kedua obat lainnya, yakni ketokonazoldan itrakonazol. Sedangkan itrakonazol dan ketokonazol memiliki kemampuan yang hampir sama
karena keduanya tidak berbeda nyata. Namun jika dilihat lebih lanjut, nilai MIC terendah didapat pada ketokonazol sehingga ketokonazol merupakan obat yang
paling ampuh diikuti itrakonazol kemudian griseofulvin.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN