Uji organoleptik Minuman Serbuk TemulawakTemulawak Instan

dapat dikatakan rendah energi jika total energinya maksimal hanya 40 kkal per takaran saji. Perbandingan antara jumlah Tepung ekstrak temulawak yang diperoleh dari proses spray dryer sudah mudah larut dalam air, termasuk yang bersuhu rendah. Penambahan maltodekstrin ditujukan untuk mempertahankan kemampuan ini. Jumlah maltodekstrin sebagai bahan pengisi yang ditambahkan didasarkan pada kelaziman berat berbagai produk minuman instan yang sudah ada di pasaran, yang beratnya berkisar antara 8 sampai 25 gram. Rancangan percobaan yang digunakan untuk formulasi minuman instan temulawak adalah Rancangan Acak Lengkap RAL yang terdiri atas satu faktor perlakuan yaitu jumlah pemanis buatan sukralosa yang ditambahkan dengan empat taraf masing-masing 10, 15, 20, dan 25. Model linier untuk RAL dengan satu faktor adalah sebagai berikut: Y ij = μ + α i + ij Keterangan : Y i = peubah respon akibat perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j μ = nilai rata-rata umum α i = pengaruh penambahan sukralosa pada taraf ke-i ij = galat unit percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = banyak taraf penambahan sukralosa i = 10, 15, 20, dan 25 j = banyak ulangan

b. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dalam dua tahap, yaitu uji organoleptik dengan panelis umum dan uji organoleptik dengan panelis terbatas. Uji tersebut dilakukan untuk menentukan besarnya daya terima produk minuman instan temulawak yang dihasilkan. Uji organoleptik dengan panelis umum terdiri atas uji hedonik kesukaan dan uji mutu hedonik. Panelis yang dilibatkan dalam pengujian ini berjumlah 32 yang seluruhnya merupakan mahasiswa laki-laki dan perempuan dengan umur antara 18 – 19 tahun. Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap produk yang diujikan dari segi warna, aroma, rasa, kekentalan, dan penerimaan keseluruhan. Selain itu dilakukan juga uji mutu hedonik untuk seluruh parameter produk minuman instan temulawak. Penilaian yang diberikan, baik untuk uji hedonik maupun mutu hedonik mulai dari 1 sampai 9. Pada uji hedonik nilai 1 menyatakan amat sangat tidak suka dan 9 menunjukkan amat sangat suka, sedangkan pada uji mutu hedonik meskipun menggunakan penilaian yang sama 1 – 9 tetapi makna penilaian disesuaikan dengan parameter yang dinilai. Misal untuk warna, nilai 1 menunjukkan amat sangat gelap sedangkan nilai 9 menunjukkan amat sangat terang. Penilaian keseluruhan dalam uji organoleptik yang dilakukan merupakan penilaian kompositgabungan dari parameter warna, aroma, rasa, dan kekentalan produk yang dibobot. Rasa merupakan aspek produk yang menjadi faktor perlakuan sehingga bobot terhadap penilaian rasa menjadi lebih tinggi dibandingkan aspek yang lain sehingga bobot untuk rasa adalah 40 sedangkan yang lain warna, aroma, dan kekentalan masing-masing 20. Seluruh data uji kesukaan dengan panelis umum diolah dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada software SPSS 13 for windows. Uji organoleptik panelis terbatas dilakukan oleh 7 orang panelis. Uji ini dilakukan untuk memperkuat hasil uji organoleptik dengan panelis umum dan pengujian yang dilakukan hanya uji kesukaan hedonik untuk parameter rasa dari produk minuman instan temulawak yang dibuat dengan 4 empat formula. Uji ini dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis karena perbedaan kadar pemanis sukralose akan sangat berpengaruh terhadap rasa. Penilaian yang diberikan berkisar mulai dari 1 amat sangat tidak suka sampai 9 amat sangat suka dan nilai tengah 5 dikategorikan sebagai biasa. Produk dinyatakan diterima oleh panelis jika nilai yang diberikan minimal 5. Uji Klinis Pemberian Minuman Instan Temulawak Desain dan tempat penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapang dengan desain desain kuasi eksperimental dengan pre dan post test. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive , yaitu di Kampus IPB Darmaga, Bogor dengan pertimbangan: 1 Keberadaan subjek yang akan mewakili populasi sasaran, dan 2 Kemudahan akses. Analisis jumlah dan jenis limfosit subjek dilakukan di Laboratorium Makmal Imunoendokrinologi FKUI Jakarta. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi subjek adalah orang dewasa usia 18 tahun, laki-laki dan perempuan, dengan indeks massa tubuh IMT 27. Subjek dipilih dari pegawai IPB dengan kriteria eksklusi sebagai berikut : 1. Menderita penyakit yang berkaitan dengan penurunan fungsi imun hepatitis, diabetes melitus, penyakit autoimun, dan lainnya 2. Mengonsumsi alkohol dan obat-obatan 3. Perempuan yang sedang hamil atau sudah memasuki menopouse 4. Tidak bersedia terlibat dalam penelitian Setelah mendapat ijin dari pihak instansi tempat penelitian dilakukan, orang dewasa dengan penampilan obes akan ditimbang berat dan tinggi badannya untuk kemudian dihitung nilai IMT-nya. Selain itu, untuk memastikan bahwa subjek memang mengalami obesitas maka dilakukan pula pengukuran lingkar pinggang dan panggul sehingga dapat diketahui status obesitas sentralnya melalui nilai rasio lingkar pinggang panggulRLPP. Contoh kemudian dipilih secara acak dari populasi yang memenuhi persyaratan inklusi setelah melalui pemeriksaan klinis yaitu pengukuran tekanan darah, gula darah dan anamnesis riwayat penyakit oleh dokter medis. Jumlah subjek yang diperlukan untuk mendeteksi perbedaan kadar subset limfosit sebesar 10, dengan standar deviasi masing-masing 9.0 Dhaliwal et al 1995, α = 0.05 dan power 90 adalah 17 orang yang kemudian digenapkan menjadi 20 orang. Rumus untuk menghitung jumlah contoh adalah : n ≥ 2 x SD 2 x Z α + Z 2 2 n = jumlah sampel untuk setiap kelompok perlakuan Z = power 90 1.28 SD = standar deviasi subset limfosit 9.0 = perbedaan subset limfosit 10 Z α = selang kepercayaan 90 1.96 Dengan mempertimbangkan akan adanya loss to follow up 20, maka jumlah contoh yang diperlukan adalah 24 orang dengan proporsi pria dan wanita yang relatif sama. Pemberian intervensi Minuman instan temulawak yang dikembangkan pada penelitian laboratorium akan diberikan pada subjek untuk diminum setiap hari selama dua minggu 14 hari. Pertimbangan lama waktu uji klinis selama dua minggu dan dosis 400 mghari ekstrak temulawak didasarkan pada dosis dan lama waktu yang memberikan efek penurunan inflamasi Kertia et al. 2005. Berat minuman instan temulawak yang diberikan untuk setiap subjek per hari ditentukan berdasarkan hasil pengembangan produk minuman instan temulawak. Hasil dari pengembangan produk minuman instan temulawak tersebut diketahui bahwa berat minuman instan temulawak per kemasan untuk diminum per hari adalah sebesar 13.24 gram. Setiap subjek akan mengonsumsi serbuk temulawak ini yang sebelumnya dilarutkan terlebih dulu dalam 200 ml air. Air yang digunakan diupayakan air dingin untuk menghindari kerusakan bahan aktif. Bagan pelaksanaan uji klinis adalah sebagai berikut: Gambar 8 Bagan pelaksanaan uji klinis Subjek akan mengonsumsi minuman instan ekstrak temulawak yang dibagikan setiap hari oleh peneliti. Minuman ini diupayakan untuk langsung diminum di depan peneliti saat baru dibagikan. Selain itu, form kepatuhan compliance akan disediakan bagi setiap subjek. Hal ini dilakukan untuk menjamin kepatuhan subjek dalam mengonsumsi minuman instan ekstrak temulawak, terutama ditujukan bagi subjek yang kemungkinan tidak dapat ditemui saat pembagian minuman instan temulawak. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer terdiri atas data karakteristik individu, dan sel NK hasil analisis darah. Pre uji klinis Pasca uji klinis Pemberian minuman instan temulawak selama 2 minggu14 hari Pengambilan sampel darah 5 ml untuk analisis jumlah dan limfosit serta subsetnya Persiapan uji klinis  Scanning calon subjek dengan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan status gizi IMT dan RLPP  Penjelasan pada subjek dan pengisian informed consent Pengambilan sampel darah 5 ml untuk analisis jumlah dan limfosit serta subsetnya 2 hari Data karakteristik individu meliputi data umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan untuk menentukan nilai IMT, lingkar pinggang, dan lingkar panggul unutk menentukan nilai RLPP. Data status gizi untuk menentukan bahwa subjek termasuk kategori obes ditentukan berdasarkan nilai IMT dan rasio lingkar pinggang panggul. Riwayat dan status kesehatan meliputi hasil pemeriksaan fisik dan anamnesa dokter medik. Data penilaian fungsi imun sel NK merupakan data primer yang diperoleh dari hasil analisis darah yang dilakukan dengan metode flow cytometri sedangkan data sel B dan sel T merupakan data sekunder yang dikumpulkan dengan metode yang sama dan berasal dari penelitian Dwiriani, Dewi, dan Januwati 2011. Seluruh data tersebut digunakan untuk penilaian fungsi imun baik humoral maupun seluler Abbas Lichtman 2004. Metode flow cytometri merupakan metode yang biasa digunakan untuk menghitung dan menganalisis partikel mikroskopis sel yang tersuspensi dalam aliran fluida Sayed, EL-Attar, Hussein 2009. Pada metode ini suspensi sel diinkubasikan dengan antibodi berlabel flouresen atau lainnya, selanjutnya dihitung jumlah yang diikat setiap sel dalam populasi dengan jalan melewatkan sel-sel satu persatu melalui flourimeter dengan bantuan sinar laser Baratawidjaja Rengganis 2009. Pengambilan data sosial ekonomi demografi, status gizi dan anamnesa riwayat kesehatan sebagai screening subjek dilakukan sebelum kegiatan intervensi berlangsung baseline. Sedangkan data analisa darah dikumpulkan dua kali, yaitu sebelum kegiatan intervensi baseline dan setelah dua minggu intervensi endline. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang akan dilakukan mencakup perancangan struktur file yang berisi variabel dan record. Data dalam file excel kemudian akan diimpor ke perangkat lunak SPSS sehingga menjadi SPSS file. Uji statistik akan dilakukan untuk mengetahui perbedaan keragaman data seluruh peubah antar kelompok saat baseline dan endline. Pengaruh intervensi dianalisis berdasarkan perbedaan selisih nilai fungsi imun yang diamati sebelum dan setelah dua minggu intervensi. Uji normalitas dengan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dilakukan terlebih dahulu terhadap variabel yang diamati. Nilai populasi limfosit sebelum dan sesudah intervensi akan dibandingkan dan untuk melihat apakah intervensi yang diberikan berpengaruh nyata terhadap populasi limfosit maka dilakukan uji T berpasangan. Definisi Operasional Obesitas adalah kategori status gizi bagi subjek yang ditentukan berdasarkan ukuran Indeks Massa TubuhIMT kgm 2 yang lebih dari atau sama dengan 27. Dewasa adalah tahapan kehidupan yang dimulai dari usia 18 tahun sampai dengan usia 60 tahun. Subjek survei pengetahuan adalah orang yang berusia 18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, mampu berkomunikasi dengan baik, serta bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Subjek uji klinis adalah orang yang berusia 18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, mampu berkomunikasi dengan baik, serta bersedia untuk terlibat dalam penelitian termasuk untuk kegiatan yang bersifat invasif. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh contoh. Tingkat pendidikan dikategorikan rendah jika jenjang pendidikan formal terakhir yang ditamatkan hanya sampai pendidikan dasar 9 tahun atau di bawahnya dan dikategorikan tinggi jika jenjang pendidikan formal lebih dari jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Tingkat pendapatan adalah jumlah pendapatan contoh yang dihasilkan per bulan dari pekerjaan utama, pekerjaan tambahan, atau pemberian dari orang lain yang dinilai dalam rupiah. Sumber informasi adalah berbagai media yang digunakan subjek untuk memperoleh informasi mengenai minuman temulawak seperti teman, keluarga, televisi, radio, Koran, majalah, dan sebagainya. Tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak adalah skor yang diperoleh contoh dari 11 pertanyaan mengenai manfaat kesehatan temulawak yang diajukan dalam kuesioner. Uji organoleptik adalah uji untuk menentukan tingkat penerimaan produk minuman instan temulawak berdasarkan tanggapan pribadi panelis yang terbagi menjadi uji hedonikkesukaan dan uji mutu hedonik. Uji hedonik adalah uji untuk menentukan tingkat kesukaan produk minuman instan temulawak dari segi warna, aroma, rasa, kekentalan, dan penampilan minuman instaan temulawak secara keseluruhan berdasarkan tanggapan pribadi panelis yang penilaiannya berkisar antara 1 amat sangat tidak suka sampai 9 amat sangat suka. Uji mutu hedonik adalah uji untuk menentukan tingkat karakteristik produk minuman instan temulawak warna, aroma, rasa, dan kekentalan yang paling disukai atau mendapat penerimaan terbesar berdasarkan tanggapan pribadi panelis. Penilaian berkisar antara 1 – 9 dengan skala penilaian yang disesuaikan dengan aspek produk yang dinilai, misal untuk warna, 1 amat sangat gelap sampai 9 amat sangat terang. Kepatuhancompliance adalah ukuran kemauan subjek untuk mengonsumsi minuman instan temulawak selama masa intervensi 14 hari sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara peneliti dan subjek. Serbuk ekstrak temulawak adalah serbuk hasil ekstrak temulawak yang digunakan untuk penelitian dengan kandungan bahan aktif kurkumin sebesar 0.70 bb dan xanthorrhizol sebesar 1.89 bb. Banyaknya serbuk temulawak yang diberikan pada subjek per hari sebesar 400 mg. Minuman instan temulawak adalah minuman instan dengan berat 13.24 gram yang dikembangkan dari serbuk ekstrak temulawak sebesar 400 mg ditambah dengan pemanis gula tepung dan sukralosa, garam, asam sitrat, dan bahan pengisi maltodekstrin. Fungsi imun tubuh adalah penilaian terhadap imun tubuh yang diukur dari jumlah dan persentase populasi limfosit total, limfosit Tsel T serta subsetnya CD4 dan CD8, limfosit Bsel B, dan sel NK dengan metode flow cytometri . HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Pengetahuan Orang Dewasa tentang Manfaat Kesehatan Temulawak Karakteristik subjek survei pengetahuan Pemilihan subjek yang terlibat dalam kegiatan survei pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak dilakukan dengan pertimbangan bahwa pengetahuan akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan sehingga subjek dikelompokkan menjadi subjek dengan tingkat pendidikan tinggi dan subjek dengan tingkat pendidikan rendah. Selain itu, dari setiap kelompok tingkat pendidikan, subjek terbagi lagi berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu subjek laki- laki dan perempuan sehingga berdasarkan kelompok tingkat pendidikan dan jenis kelamin, jumlah dan persentase subjek jadi berimbang. Jumlah subjek yang terpilih sebanyak 79 orang. Jumlah ini sudah lebih dari jumlah minimum subjek yaitu sebanyak 72 orang yang terbagi menjadi 18 orang untuk setiap jenis kelamin dan kelompok tingkat pendidikan. Berdasarkan jenis kelaminnya, terdapat 40 subjek laki-laki dan 39 subjek perempuan sedangkan berdasarkan kelompok tingkat pendidikannya terdapat 40 subjek yang tergolong memiliki tingkat pendidikan tinggi dan 39 subjek memiliki tingkat pendidikan rendah. Seluruh subjek yang terlibat dalam penelitian ini termasuk dalam kategori dewasa dengan rata-rata umurnya 37.7 ± 10.8 tahun. Rata-rata umur subjek laki- laki adalah 36.6 ± 9.6 tahun sedangkan subjek perempuan rata-rata berumur 38.9 ± 12.0 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebanyak 26.6 subjek memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi, 24.1 berpendidikan SMU, 30.4 berpendidikan SLTP, dan 19.0 berpendidikan SD. Secara keseluruhan, sebagian besar subjek 74.7 memiliki jumlah anggota rumahtangga antara 3 – 5 orang sedangkan yang memiliki jumlah anggota rumahtangga kurang dari atau sama dengan 2 orang hanya 4 subjek 5.1. Subjek yang memiliki anggota rumahtangga kurang dari atau sama dengan 2 orang kemungkinan merupakan subjek yang belum menikah dan pendatang sehingga hanya tinggal sendiri. Proporsi ini tidak berubah jika subjek dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, yaitu subjek terbanyak memiliki jumlah anggota rumahtangga 3 – 5 orang, berikutnya subjek yang memiliki jumlah anggota rumahtangga lebih dari 5 orang dan yang paling sedikit adalah subjek dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan 2 orang. Sebagian besar subjek 46.8 memiliki besar pendapatan antara 0.5 – 1 juta. Jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, maka pada subjek laki- laki 65.0 sebagian besar memiliki pendapatan 0.5 – 1 juta sedangkan pada kelompok subjek perempuan sebagian besar 38.5 memiliki pendapatan kurang dari 0.5 juta. Pendapatan yang diukur dalam penelitian ini merupakan pendapatan yang diterima dari pekerjaan utama saja sehingga kemungkinan besar pendapatan subjek yang sesungguhnya lebih dari ini. Data lengkap mengenai berbagai karakteristik subjek disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Karakteristik subjek survei pengetahuan tentang manfaat kesehatan temulawak Karakteristik subjek Laki-laki Perempuan Total n n n Kelompok Umur  19 – 29 tahun  30 – 49 tahun  50 – 64 tahun Total 11 24 5 40 27.5 60.0 12.5 100 9 21 9 39 23.1 53.8 23.1 100 20 45 14 79 25.3 57.0 17.7 100 Rata-rata ± SD 36.6 ± 9.6 38.9 ± 12.0 37.7 ± 10.8 Tingkat Pendidikan  SD  SLTP  SMU  Perguruan Tinggi Total 20 11 9 40 0.0 50.0 27.5 22.5 100 15 4 8 12 39 38.5 10.3 20.5 30.8 100 15 24 19 21 79 19.0 30.4 24.1 26.6 100 Anggota Rumahtangga  ≤ 2 orang  3 – 5 orang  5 orang Total 3 31 6 40 7.5 77.5 15.0 100 1 28 10 39 2.6 71.8 25.6 100 4 59 16 79 5.1 74.7 20.3 100 Rata-rata ± SD 4.5 ± 1.7 4.8 ± 1.9 4.6 ± 1.8 Pendapatan per bulan  0.5 juta  0.5 – 1 juta  1 – 2 juta  2 juta Total 5 26 2 7 40 12.5 65.0 5.0 17.5 100 15 11 5 8 39 38.5 28.2 12.8 20.5 100 20 37 7 15 79 25.3 46.8 8.9 19.0 100 Pengalaman mengonsumsi temulawak Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara keseluruhan, persentase subjek yang pernah mengonsumsi temulawak lebih besar 74.7 dibandingkan dengan yang tidak pernah 25.3. Penggunaan temulawak lebih banyak diantara subjek perempuan 87.2 dibandingkan pada subjek laki-laki yang hanya 62.5 saja. Hal ini konsisten dengan berbagai penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa perempuan yang mengonsumsi jamu atau obat tradisional lebih banyak dibandingkan laki-laki Gitawati Handayani 2008; Balitbangkes 2010; Kennedy 2005; Tanaka et al. 2008. Pengalaman subjek terkait dengan konsumsi temulawak yang berikutnya dikaji dalam survei adalah mengenai rutinitas konsumsinya. Bagi subjek yang menyatakan pernah mengonsumsi temulawak maka informasi yang dikaji diperdalam dengam menanyakan mengenai rutinitas konsumsinya, bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi, tempat memperoleh temulawak, tingkat kesulitan mendapat temulawak, serta tujuan mengonsumsinya sedangkan bagi subjek yang menyatakan mengonsumsi temulawak secara rutin maka informasi yang diperdalam adalah informasi tentang frekuensi konsumsi, manfaat yang dirasakan, bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi, tujuan mengonsumsi, serta bentuk produk baru temulawak yang diharapkan jika diproduksi. Dari 59 subjek yang menyatakan pernah mengonsumsi temulawak, hanya 16 subjek 10 laki-laki dan 6 perempuan saja yang menyatakan mengonsumsi temulawak secara rutin. Bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi oleh sebagian besar subjek 55.9 adalah bentuk minuman, baik berupa minuman kemasan maupun hasil merebus sendiri. Tempat terbanyak bagi subjek untuk memperoleh temulawak adalah pasar tradisional 50.8 dan penjajatukang jamu keliling 25.4. Hampir seluruh subjek menyatakan bahwa temulawak ini tidak sulit untuk diperoleh, jadi di pasar tradisional ataupun warung, temulawak selalu tersedia baik yang sudah dalam bentuk minuman maupun rimpang yang nantinya akan diolah sendiri untuk dijadikan minuman. Selain itu, subjek juga menyatakan bahwa hampir setiap penjaja jamu keliling menyediakan jamu temulawak. Tujuan sebagian besar subjek 72.9 mengonsumsi temulawak adalah untuk menjaga kesehatan. Subjek yang menggunakan temulawak untuk tujuan pengobatan hanya sebesar 15.2 dan sisanya 11.9 mengonsumsi temulawak dengan tujuan untuk meningkatkan nafsu makan serta ada pula yang menyatakan hanya sekedar ingin mencoba. Hasil ini cukup sejalan dengan penelitian Kennedy 2005 yang menyebutkan bahwa tujuan penggunaan jamu dan obat tradisional yang terbesar adalah untuk menjaga kesehatan. Data lengkap mengenai pengalaman subjek dalam mengonsumsi temulawak disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan pengalaman mengonsumsi temulawak Peubah Laki-laki Perempuan Total n n n Pernah mengonsumsi temulawak  Ya, pernah  Tidak pernah Total 25 15 40 62.5 37.5 100 34 5 39 87.2 12.8 100 59 20 79 74.7 25.3 100 Rutinitas mengonsumsi temulawak  Ya, rutin  Tidak rutin Total 1 10 15 25 40.0 60.0 100 6 28 34 17.6 82.4 100 16 43 59 27.1 72.9 100 Bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi  Minuman  Bagian dari bumbu masak  Jamu  Obatkapsul  Lainnya 2 Total 1 14 1 10 25 56.0 4.0 40.0 100 19 10 1 4 34 55.9 29.4 2.9 11.8 100 33 1 20 1 4 59 55.9 1.7 33.9 1.7 6.8 100 Tempat memperoleh temulawak  Tanaman sendiri  Pasar tradisionalwarung  Supermarket  Toko obat  Penjaja  Lainnya 3 Total 1 17 2 2 4 25 68.0 8.0 8.0 16.0 100 2 13 2 11 6 34 5.9 38.2 5.9 32.4 17.6 100 2 30 4 2 15 6 59 3.4 50.8 6.8 3.4 25.4 10.2 100 Tingkat kesulitan memperoleh temulawak  Ya, sulit  Tidak sulit Total 1 6 19 25 24.0 76.0 100 3 31 34 8.8 91.2 100 9 50 59 15.3 84.7 100 Tujuan mengonsumsi temulawak  Menjaga kesehatan  Upaya pengobatan  Lainnya 4 Total 1 20 4 1 25 80.0 16.0 4.0 100 23 5 6 34 67.6 14.7 17.6 100 43 9 7 59 72.9 15.2 11.9 100 Keterangan: 1 Dari 59 subjek yang menyatakan pernah mengonsumsi temulawak. 2 Bentuk temulawak lainnya yang biasa dikonsumsi adalah perpaduan dari berbagai bentuk sebelumnya yang telah disebutkan oleh subjek. 3 Tempat lainnya yang dinyatakan oleh subjek untuk mendapatkan temulawak adalah tanaman di sekitar rumah milik tetangga dan perpaduan dari berbagai sumber sebelumnya yang telah disebutkan oleh subjek. 4 Tujuan lainnya yang dinyatakan oleh subjek untuk adalah hanya sekedar ingin mencoba, ingin meningkatkan nafsu makan, dan perpaduan dari berbagai tujuan sebelumnya yang telah disebutkan oleh subjek. Pada subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin diketahui bahwa frekuensi konsumsi yang paling banyak adalah antara 4 – 8 kali per bulan serta manfaat terbanyak yang dirasakan dari konsumsi temulawak secara rutin adalah tubuh terasa lebih segar. Tujuan sebagian besar subjek yang rutin mengonsumsi temulawak adalah untuk menjaga kesehatan dengan bentuk terbanyak yang biasa dikonsumsi adalah minuman. Bentuk produk baru dari temulawak yang diharapkan oleh sebagian besar kelompok subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin adalah minuman instan. Tabel 6 Sebaran subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin Peubah Laki-laki Perempuan Total n n n Frekuensi mengonsumsi temulawak per bulan  4 kali  4 – 8 kali  8 kali Total 5 3 2 10 50.0 30.0 20.0 100 6 6 100 100 5 9 2 16 31.2 56.3 12.5 100 Manfaat yang dirasakan  Tubuh terasa lebih segar  Nafsu makan meningkat  Jarang sakit  Lainnya Total 5 2 2 1 10 50.0 20.0 20.0 10.0 100 1 2 1 2 6 16.7 33.3 16.7 33.3 100 6 4 3 3 16 37.5 25.0 18.8 18.8 100 Bentuk temulawak yang biasa dikonsumsi  Minuman  Jamu Total 7 3 10 70.0 30.0 100 5 1 6 83.3 16.7 100 12 4 16 75.0 25.0 100 Tujuan mengonsumsi temulawak  Menjaga kesehatan  Upaya pengobatan  kesehatan dan pengobatan Total 7 2 1 10 70.0 20.0 10.0 100 5 1 6 83.3 16.7 100 12 3 1 16 75.0 18.8 6.2 100 Bentuk produk baru temulawak yang diinginkan  Minuman instan  Permencamilan  Jamu  Obatkapsul Total 7 1 1 1 10 70.0 10.0 10.0 10.0 100 3 1 2 6 50.0 16.7 33.3 100 10 2 3 1 16 62.5 12.5 18.8 6.2 100 Keterangan: Manfaat lainnya yang dirasakan subjek yaitu tubuh lebih segar, jarang sakit dan sakit maagnya sembuh pada subjek laki-laki dan tubuh segar serta tidak cepat lesu subjek perempuan. Informasi yang terkait dengan harapan subjek terhadap pengembangan temulawak sebagai pangan fungsional yang ditelusuri dalam penelitian adalah mengenai bentuk produk pangan baru berbahan baku temulawak, kesediaan subjek untuk mengonsumsi produk baru berbahan baku temulawak, dan alasan subjek menerima produk baru tersebut. Data ini disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan harapan terhadap pengembangan produk baru berbahan baku temulawak Peubah Laki-laki Perempuan Total n n n Bentuk produk baru temulawak yang diinginkan  Minuman instan  Permencamilan  Jamu  Obatkapsul Total 15 12 8 5 40 37.5 30.0 20.0 12.5 100 18 11 10 39 46.2 28.2 25.6 100 33 23 18 5 79 41.8 29.1 22.8 6.3 100 Kesediaan mengonsumsi produk baru dari temulawak  Bersedia  Tidak bersedia Total 38 2 40 95.0 5.0 100 35 4 39 89.7 10.3 100 73 6 79 92.4 7.6 100 Alasan untuk menerima produk baru temulawak  Rasa khas temulawak  Manfaat kesehatan Total 3 35 38 7.9 92.1 100 2 33 35 5.7 94.3 100 5 68 74 6.8 93.2 100 Keterangan: Dari 73 subjek yang menyatakan bersedia untuk mengonsumsi produk baru dari temulawak Sebagian besar subjek 41.8 menginginkan bentuk produk baru yang dikembangkan dari temulawak adalah berbentuk minuman instan. Bentuk lain yang juga cukup banyak diinginkan oleh subjek adalah berbentuk cemilan atau permen. Sebanyak 92.4 subjek menyatakan bersedia untuk mengonsumsi produk baru tersebut dengan alasan yang terbanyak adalah karena manfaat kesehatan yang terkandung di dalamnya. Adanya harapan dan kesediaan subjek untuk mengonsumsi produk baru berbahan temulawak bisa jadi menunjukkan adanya peningkatan sikap positif terhadap temulawak. Peningkatan sikap positif terhadap temulawak juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain seperti adanya ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan konvensional, peningkatan biaya pelayanan kesehatan konvensional, adanya efek plasebo karena berbagai testimonipernyataan positif dari pengguna yang lain Kennedy 2005, anjuran dari praktisi kesehatan konvensional, serta karena adanya rasa ketertarikan untuk mencoba Tanaka et al. 2008. Sumber informasi manfaat kesehatan temulawak Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa hampir seluruh subjek 96.2 mengetahui bahwa temulawak memiliki manfaat kesehatan. Jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, maka diketahui bahwa seluruh subjek perempuan 100 dan 92.5 subjek laki-laki menyatakan tahu bahwa temulawak memiliki manfaat kesehatan. Jadi hanya ada 3 subjek yang menyatakan tidak tahu bahwa temulawak memiliki manfaat kesehatan dan semuanya adalah subjek laki-laki. Adanya pengetahuan mengenai manfaat kesehatan pada temulawak kemungkinan diantaranya adalah karena pengalaman mengonsumsi. Hasil penelitian lain yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa perempuan yang mengonsumsi tanaman obat dalam bentuk jamu jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki Gitawati Handayani 2008; Balitbangkes 2010; Kennedy 2005; Tanaka, Gryzlak, Zimmerman, Nisly, Wallace 2008 dan temulawak merupakan tanaman obat terbanyak ketiga yang digunakan 39.6 setelah jahe dan kencur Balitbangkes 2010. Oleh karena itu tidak mengherankan jika perempuan lebih banyak yang mengetahui bahwa temulawak bermanfaat bagi kesehatan dibandingkan laki-laki. Data lengkap yang menyatakan bahwa subjek mengetahui temulawak memiliki manfaat kesehatan serta sumber informasinya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Subjek yang menyatakan tahu bahwa temulawak memiliki manfaat kesehatan dan sumber informasinya Peubah Laki-laki Perempuan Total n n n Tahu bahwa temulawak bermanfaat untuk kesehatan  Ya, tahu  Tidak tahu Total 37 3 40 92.5 7.5 100 39 39 100.0 100 76 3 79 96.2 3.8 100 Sumber informasi tentang manfaat kesehatan temulawak  Koranmajalah media cetak  Radio  Televisi  Keluargateman  Lainnya Total 8 2 3 18 6 37 21.6 5.4 8.1 48.6 16.2 100 4 5 24 6 39 10.2 12.8 61.5 15.4 100 12 2 8 42 12 76 15.8 2.6 10.5 55.3 15.8 100 Keterangan: Berasal dari 76 subjek yang menyatakan tahu bahwa temulawak bermanfaat untuk kesehatan. Sumber informasi lainnya yang dinyatakan oleh subjek yaitu dokter, internet, penjual jamu, bungkuskemasan jamu, seminar, jurnal ilmiah, serta gabungan dari berbagai sumber yang telah disebutkan oleh subjek lainnya. Sumber informasi mengenai manfaat kesehatan temulawak yang terbanyak 55.3 bagi seluruh subjek adalah dari keluargateman. Sumber informasi berikutnya setelah keluargateman adalah dari media cetak dan sumber informasi lainnya masing-masing sebesar 15.8, berikutnya televisi 10.5 dan yang paling sedikit dari radio 2.6. Informasi mengenai manfaat kesehatan temulawak dari radio memiliki persentase paling rendah kemungkinan karena saat ini masyarakat lebih banyak menonton televisi dibandingkan dengan mendengarkan radio. Sumber informasi manfaat kesehatan temulawak berikutnya yang cukup besar adalah media cetak dan media lainnya karena media cetak ini mencakup majalah, koran, tabloid, maupun buku sedangkan media lainnya mencakup internet, bungkuskemasan jamu, jurnal ilmiah, seminar, informasi dari dokter, serta gabungan dari berbagai media tersebut. Kedua kategori ini memiliki persentase yang lebih besar daripada radio dan televisi sebenarnya karena banyaknya jenis sumber informasi yang tercakup dalam kedua kelompok media tersebut. Sumber informasi manfaat kesehatan temulawak yang lebih banyak dari keluargateman sesuai dengan penggunaannya selama ini dalam pengobatan tradisional. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kuntorini 2005, Karo-Karo 2009, dan Hendarini 2011 yang menunjukkan bahwa informasi mengenai tanaman yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional paling banyak bersumber dari keluargaorang tua. Pengetahuan manfaat kesehatan temulawak berdasarkan kepercayaan Survei tingkat pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri atas 16 pertanyaan tentang aspek manfaat kesehatan temulawak. Survei ini dilakukan hanya kepada 76 subjek yang menyatakan tahu bahwa temulawak memiliki manfaat kesehatan. Kuesioner untuk menilai pengetahuan manfaat kesehatan temulawak sebelumnya diuji validitas serta relibilitas dan berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0.799. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel 0.497 pada taraf 5 sehingga kuesioner tersebut dinyatakan reliable. Hasil uji validitas menunjukkan ada lima pertanyaan mengenai manfaat kesehatan temulawak yang tidak valid nilai korelasi lebih rendah dari pada nilai r tabel korelasi product moment. Lima pertanyaan pengetahuan manfaat kesehatan temulawak yang dinyatakan tidak valid adalah pertanyaan mengenai manfaat temulawak untuk memperlancar buang air besar, manfaat temulawak untuk menurunkan demam, manfaat temulawak dalam mengobati malaria, perbandingan manfaat kesehatan temulawak dan ginseng, serta manfaat temulawak yang tidak menyebabkan kegemukan karena nafsu makan menjadi tinggi. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa aspek manfaat kesehatan temulawak yang paling banyak dijawab dengan benar oleh subjek adalah mengenai manfaat temulawak untuk meningkatkan nafsu makan 93.4 dan manfaat temulawak untuk ketahanan tubuh 92.1, sedangkan yang paling sedikit dijawab benar adalah manfaat temulawak untuk mengobati penyakit ginjal 32.9 dan mengobati gatal-gatal atau eksim 32.9. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda jika subjek dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Aspek manfaat kesehatan temulawak yang lebih banyak diketahui oleh subjek perempuan adalah tentang manfaat temulawak dalam mengembalikan kekejangan otot setelah melahirkan. Sebanyak 74.4 subjek perempuan dapat menjawab dengan benar pertanyaan ini sedangkan pada subjek laki-laki hanya 56.8 saja yang menjawab dengan benar. Hal ini kemungkinan karena perempuan yang akan atau pernah memanfaatkan temulawak untuk digunakan setelah persalinan sehingga perempuan lebih banyak yang tahu dibandingkan laki-laki bahwa temulawak juga dapat mengembalikan kekejangan otot setelah persalinan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Kuntorini 2005 yang menunjukkan bahwa temulawak dimanfaatkan setelah persalinan oleh 30 masyarakat jawa dan 31.3 masyarakat Banjar Kalimantan Selatan meskipun tujuannya adalah untuk membersihkan darah nifas, melancarkan peredaran darah, dan melancarkan haid. Manfaat temulawak dalam meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan ketahanan tubuh merupakan manfaat kesehatan yang cukup dikenal masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Kuntorini 2005 yang menunjukkan bahwa pada masyarakat Jawa dan Banjar Kalimantan Selatan, pemanfaatan temulawak yang cukup besar diantaranya adalah untuk peningkatan nafsu makan dan menjaga kondisiketahanan tubuh. Selain itu, keberadaan produk-produk suplemen untuk perbaikan nafsu makan berbahan temulawak yang disertai dengan gencarnya promosi produk tersebut juga turut memberi andil dalam mempopulerkan manfaat temulawak sebagai peningkat nafsu makan dan menjaga kondisi kesehatan tubuh. Data sebaran subjek yang mampu menjawab dengan benar beberapa aspek manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran subjek yang mampu menjawab benar beberapa aspek manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan Manfaat kesehatan temulawak Laki-laki Perempuan Total n n n Meningkatkan nafsu makan 34 91.9 37 94.9 71 93.4 Meningkatkan ketahanan tubuh 34 91.9 36 92.3 70 92.1 Mempercepat proses penyembuhan luka 17 45.9 11 28.2 28 36.8 Mengembalikan kekejangan otot setelah bersalinmelahirkan 21 56.8 29 74.4 50 65.8 Mengobati sakit maag 19 51.4 23 59.0 42 55.3 Mengobati penyakit ginjal 12 32.4 13 33.3 25 32.9 Mengobati sakit kencing 19 51.4 14 35.9 33 43.4 Mengobati gatal-gatal atau eksim 10 27.0 15 38.5 25 32.9 Mengobati peradangan dalam perut maupun kulit 23 62.2 20 51.3 43 56.6 Mengobati sakit perut 23 62.2 27 69.2 50 65.8 Mengobati sakit hatipenyakit kuning 20 54.1 24 61.5 44 57.9 Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa subjek perempuan memiliki rata-rata skor pengetahuan manfaat kesehatan temulawak yang lebih tinggi 58.0 ± 25.8 dibandingkan dengan subjek laki-laki 57.0 ± 28.3 meskipun skor tersebut masih dalam kategori kurang dari 60. Meskipun demikian, hasil uji T saling bebas menunjukkan bahwa rata-rata skor tersebut tidak berbeda nyata p = 0.867 dan uji chi-square dengan selang kepercayaan 95 menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak p 0.05. Data lengkap mengenai tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek berdasarkan jenis kelamin Tingkat pengetahuan Laki-laki Perempuan Total Uji beda n n n Kurang skor 60 Sedang skor 60 – 80 Baik skor 80 Total 21 8 8 37 56.8 21.6 21.6 100 22 6 11 39 56.4 15.4 28.2 100 43 14 19 76 56.6 18.4 25.0 100 p = 0.867 Rata-rata ± SD 57.0 ± 28.3 58.0 ± 25.8 57.5 ± 26.9 Uji chi-square p = 0.694 Berdasarkan tingkat pendidikannya diketahui bahwa subjek yang berasal dari kelompok tingkat pendidikan tinggi memiliki rata-rata skor pengetahuan manfaat kesehatan temulawak yang lebih rendah 49.1 ± 26.3 dibandingkan dengan subjek yang berasal dari kelompok pendidikan rendah 66.9 ± 24.5. Rata- rata skor pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak pada subjek kelompok pendidikan rendah sudah termasuk pada kategori sedang. Jika dicermati lebih rinci juga diketahui bahwa pada kelompok subjek pendidikan rendah, persentase subjek yang memiliki skor pengetahuan manfaat kesehatan temulawak baik 80 lebih besar dibandingkan dengan dengan subjek kelompok pendidikan tinggi sementara persentase subjek dengan skor pengetahuan kurang 60 lebih kecil dibandingkan pada subjek kelompok pendidikan tinggi. Hasil uji chi-square dengan selang kepercayaan 95 menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan mengenai manfaat kesehatan temulawak p 0.05 dan hasil uji T saling bebas menunjukkan bahwa skor pengetahuan manfaat kesehatan temulawak pada subjek berpendidikan tinggi dan subjek berpendidikan rendah berbeda nyata p = 0.003. Data lengkap mengenai tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pengetahuan Tinggi Rendah Total Uji beda n n n Kurang skor 60 Sedang skor 60 – 80 Baik skor 80 Total 28 7 5 40 70.0 17.5 12.5 100 15 7 14 36 41.7 19.4 38.9 100 43 14 19 76 56.6 18.4 25.0 100 p = 0.003 Rata-rata ± SD 49.1 ± 26.3 66.9 ± 24.5 57.5 ± 26.9 Uji chi-square p = 0.018 Keterangan: Berhubungan nyata pada α = 0.05 Berbeda nyata pada α = 0.05 Data RISKESDAS 2010 menunjukkan bahwa konsumen jamu dan obat- obatan tradisional lebih banyak pada kelompok pendidikan rendah 60 daripada kelompok pendidikan tinggi. Data tersebut mendukung hasil penelitian ini karena informasi mengenai manfaat kesehatan temulawak yang kemungkinan diperoleh dari pengalaman mengonsumsi dan lebih banyak didapat secara turun temurun melalui keluarga tentu akan lebih banyak dimiliki oleh orang dewasa dengan kemampuan sosial ekonomi menengah ke bawah dan tingkat pendidikan rendah sementara kelompok orang dewasa dengan kemampuan sosial ekonomi menengah ke atas dan tingkat pendidikannya tinggi akan mengakses pelayanan kesehatan konvensional dokter, klinik, dan rumah sakit. Hasil ini bertolak belakang jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kennedy 2005 maupun Tanaka et al. 2008 di US yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara status sosial ekonomi dengan penggunaan jamu atau obat tradisional. Hal ini kemungkinan karena di negara maju pemahaman masyarakat terhadap jamu dan obat tradisional sudah lebih baik sehingga penerimaan masyarakat khususnya dari kelompok pendidikan tinggi jadi lebih positif. Kemungkinan mengenai penyebaran pengetahuan manfaat kesehatan temulawak yang didasarkan pada kepercayaan terjadi secara turun temurun melalui keluarga serta melalui pengalaman diperkuat dengan lebih besarnya persentase subjek yang memiliki tingkat pengetahuan baik skor 80 pada kelompok subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin dibandingkan dengan subjek yang tidak mengonsumsi temulawak secara rutin. Selain itu rata- rata skor pengetahuan subjek yang mengonsumsi temulawak secara rutin juga lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak mengonsumsi secara rutin meskipun tidak berbeda nyata Tabel 12. Tabel 12 Sebaran tingkat pengetahuan manfaat kesehatan temulawak subjek berdasarkan rutinitas mengonsumsi temulawak Tingkat pengetahuan Rutin Tidak Rutin Total Uji beda n n n Kurang skor 60 Sedang skor 60 – 80 Baik skor 80 Total 9 1 6 16 56.3 6.2 37.5 100 24 10 9 43 55.8 23.3 20.9 100 33 11 15 59 55.9 18.6 25.4 100 p = 0.459 Rata-rata ± SD 62.5 ± 23.9 56.6 ± 27.7 58.2 ± 26.6 Pengembangan Minuman Instan Temulawak Pengembangan ekstrak temulawak dan analisis mutu Temulawak yang digunakan untuk pembuatan minuman temulawak berasal dari Kebun Percobaan Balittro, di Cicurug yang dipanen saat umur 10 bulan. Rimpang temulawak tersebut diproduksi dengan menerapkan SOPStandart Operational Practices budidaya temulawak Rahardjo Rostiana 2009, sehingga bahan yang digunakan juga memenuhi kriteria standar Good Agricultural Practices GAP dan Good Collection Pratices GACP sesuai ketentuan WHO 2003. Proses yang dilakukan setelah rimpang temulawak diperoleh adalah pembuatan simplisia temulawak. Rimpang temulawak dicuci bersih dan dirajang dengan ketebalan antara 7 – 8 mm kemudian dikeringkan. Rimpang yang telah keringsimplisia diblender sehingga dihasilkan bubur temulawak. Selanjutnya ke dalam bubur ditambahkan pelarut etanol 96 1:5 kemudian diekstrak dengan ekstraktor selama 4 jam. Selanjutnya bahan disaring menggunakan kertas saring dan dihasilkan sarifiltrat yang selanjutnya diuapkan menggunakan alat rotavapor sehingga dihasilkan ekstrak kental rimpang temulawak. Jumlah simplisia yang digunakan dalam proses tersebut adalah sebanyak 12.25 kg sedangkan ekstrak kental yang dihasilkan adalah sebanyak 2600 ml. Pembuatan ekstrak kering temulawak dilakukan dengan menggunakan spray dryer . Pada tahap ini, ekstrak kental diencerkan terlebih dulu dan ditambahkan bahan pengisi maltodekstrin. Pengenceran dan penambahan maltodekstrin dilakukan terkait dengan kemampuan alat spray dryer yang digunakan dan juga untuk memperbaiki terkstur ekstrak sebelum proses pengeringan. Pengenceran ekstrak kental dilakukan dengan perbandingan 1:9 sedangkan maltodekstrin yang ditambahkan sebanyak 35 dari bahan encer. Besarnya pengenceran dan maltodekstrin yang ditambahkan diketahui melalui proses trial and error yang telah dilakukan sebelumnya. Perbandingan air dan maltodekstrin sebanyak ini menghasilkan ekstrak kering terbaik yang ditandai dengan bentuk ekstrak kering yang halus dan tidak melekatnya hasil ekstrak di dinding alat spray dryer. Total ekstrak kering temulawak yang dihasilkan dari proses ini adalah sebanyak 499.39 gram. Proses pengenceran dilakukan secara bertahap sebanyak lima kali karena terkait dengan kemampuan stirrerpengaduk serta wadah untuk pencampuran yang tersedia. Jadi setiap pengenceran terdiri atas 520 ml ekstrak kental temulawak dan 4300 ml air total volume cairan 5000 ml. Diasumsikan berat jenis campuran tersebut adalah 1 sehingga berat maltodekstrin yang digunakan adalah: Berat maltodekstrin 5 kali pengenceran = Berdasarkan berbagai proses pengolahan yang dilakukan maka besarnya rendemen dari ekstrak kering temulawak dapat diketahui dengan menggunakan formula berikut : Rendemen = = = 2.38 Pengamatan mutu pada simplisia dan ekstrak kering dilakukan untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan sesuai dengan standar serta memastikan kandungan xanthorrhizol dalam ekstrak temulawak yang akan diuji klinis. Uji laboratorium pengamatan mutu pada simplisia dan ekstrak kering dilakukan oleh laboratorium Balittro, Kementerian Pertanian RI. Berdasarkan uji mutu simplisia dan ekstrak kering yang telah dilakukan diketahui bahwa karakter simplisia yang digunakan telah memenuhi persyaratan standar mutu simplisia Materia Medika IndonesiaMMI 1979. Data karakteristik hasil uji mutu simplisia dan ekstrak kering temulawak disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Karakteristik simplisia dan ekstrak kering temulawak Karakteristik HasilPengujian Metode pengujian Standar Simplisia Simplisia Ekstrak kering Kadar air 5.99 4.0 Destilasi 12 Kadar abu 4.59 0.43 SNI 01-3709-1995 3 – 7 Kadar abu tak larut asam 1.54 0 SNI 01-3709-1995 1.54 Kadar sari dalam air 17.21 78.35 Gravimetri 17.21 Kadar sari dalam alkohol 14.07 35.19 Gravimetri 14.07 Kadar kurkumin 1.45 0.70 Spektrophotometri 0.02 - 2 Kadar xanthorrhizol 1.02 1.89 HPLC - Keterangan : Laboratorium Balittro 2010 dan Standar MMI 1979 Formulasi minuman instan temulawak Jumlah ekstrak kering temulawak yang harus diberikan dalam intervensi ditentukan berdasarkan jumlah xanthorrhizol yang harus diberikan. Hal ini didasari dari penelitian Chung et al. 2007 bahwa pada orang yang obes terjadi peradangan kronis yang perlu ditekan karena meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi dan hasil penelitian Lee et al. 2002 serta Kim et al. 2007 yang menunjukkan bahwa xanthorrhizol yang terkandung dalam temulawak mampu memberikan efek penurunan peradangan serta menginduksi aktivitas sistem imun. Besarnya dosis xanthorrhizol yang dapat memberikan efek penekanan peradangan didasarkan pada hasil penelitian Kertia et al. 2005. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah minyak atsiri dalam temulawak yang dapat memberikan efek penurunan inflamasi adalah sebesar 25 mg dengan kandungan xanthorrhizol dalam minyak atsiri tersebut sebesar 27.64 ± 0.85. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Yulianti 2010 menunjukkan bahwa kandungan xanthorrizol dalam minyak atsiri berkisar antara 1.26 – 42.82. Hasil penelitian Kertia et al. 2005 dan Yulianti 2010 digunakan sebagai pendekatan dalam menentukan kandungan xanthorrhizol dalam minyak atsiri temulawak, sehingga kandungan xantorrhizol dalam minyak atsiri menjadi: Besarnya kandungan xanthorrhizol dalam kapsul penelitian Kertia et al. 2005 berdasarkan pendekatan hasil penelitian Kertia et al. 2005 dan Yulianti 2010 adalah: Berdasarkan hasil uji mutu dan karakteristik yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar xanthorrhizol dalam ekstrak kering temulawak adalah 1.89 gram100 gram. Jadi jumlah ekstrak kering temulawak agar mengandung 8.81 mg xanthorrhizol adalah sebesar: Jumlah ini dikurangi menjadi 0.40 gram atau 400 mg untuk memperkuat hipotesis bahwa meskipun diberikan dengan jumlah yang lebih rendah, xanthorrhizol dalam minuman serbuk temulawak ini tetap mampu memberikan efek penurunan inflamasi. Berat ekstrak kering temulawak sebesar 0.4 gram400 mg masih terlalu kecil sehingga akan mempersulit pembagian dalam sachet dan juga proses pengemasan. Jika melihat berbagai produk minuman instan yang sudah ada di pasaran, maka beratnya berkisar antara 8 sampai 25 gram. Oleh karena itu untuk minuman instan temulawak perlu ditambah dengan bahan pengisi yang terdiri atas maltodekstrin dan perasa pemanis, garam, dan asam sitrat. Berat bahan pengisi untuk maltodekstrin, garam, dan asam sitrat yang ditambahkan berturut-turut adalah 2 gram, 0.1 per volume larutan, dan 0.3 per volume larutan. Pemanis yang ditambahkan terdiri atas gula tepung dan sukralosa. Jumlah gula tepung dibatasi hanya 10 gram per sachet agar produk minuman instan ini tetap dapat dikatakan rendah kalori 10 g gula tepung = 36.4 kkal. Suatu produk pangan dapat dikatakan sebagai produk rendah kalori jika total energinya maksimal hanya 40 kkal per takaran saji Commission Regulation EU 2006. Sukralosa yang ditambahkan dibuat menjadi empat taraf, yaitu 10, 15, 20, dan 25. Berdasarkan komposisi tersebut maka formula minuman instan temulawak yang akan diuji organoleptik menjadi empat formula dengan rincian seperti yang disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Komposisi formula minuman instan temulawak Komposisi Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Tepung temulawak g 0.4 0.4 0.4 0.4 Maltodekstrin g 2 2 2 2 Garam 0.10; g 0.2 0.2 0.2 0.2 Asam sitrat 0.30; g 0.6 0.6 0.6 0.6 Pemanis : Gula 5; g 10 10 10 10 Sukralosa pemanis 20; g 0.014 0.028 0.043 0.057 Berat per kemasan; g 13.214 13.228 13.243 13.257 Keterangan: Nilai adalah persentase terhadap berat total minuman setelah ditambahkan air dalam anjuran 200 gram Uji organoleptik panelis umum Uji organoleptik merupakan tanggapan pribadi tentang kesukaan atau ketidaksukaan pada suatu produk yang diujikan yang disertai dengan tingkatannya nilai Hardinsyah et al. 2009. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji tingkat kesukaan atau uji hedonik dan uji mutu hedonik produk minuman instan temulawak yang dibuat dengan empat formula yang berbeda. Uji organoleptik dengan panelis umum dilakukan pada parameter warna, aroma, rasa, kekentalan, dan penampilan keseluruhan produk. Jumlah panelis yang dilibatkan dalam uji ini sebanyak 32 orang yang terdiri atas 14 panelis laki- laki dan 18 panelis perempuan. Kriteria uji hedonik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala 1 - 9, yaitu 1 amat sangat tidak suka, 2 sangat tidak suka, 3 tidak suka, 4 agak tidak suka, 5 biasa, 6 agak suka, 7 suka, 8 sangat suka, dan 9 amat sangat suka. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya persen penerimaan skala tersebut dipersempit lagi hanya menjadi dua kategori yaitu menerima dan tidak menerima. Tidak menerima jika nilainya 1 amat sangat tidak suka sampai 4 agak tidak suka dan dikategorikan menerima jika nilainya 5 biasa sampai 9 amat sangat suka.

a. Warna