Lampiran 3 Hasil analisis merkuri dan sianida pada perairan dilokasi penelitian
Lampiran 4 Kriteria kualitas air golongan C Kep-20MenKLH11990
Lampiran 6 Analisis merkuri Hg pada ikan sampel
Lampiran 7 Hasil analisis sianida pada ikan sampel
Lampiran 8 Kisaran kandungan merkuri dan sianida pada daging dan bagian hati ikan sampel
Tabel a Kandungan merkuri Hg pada organ hati dan daging ikan yang di tangkap di lokasi penelitian
No Jenis Ikan
Kandungan Merkuri Hg Hati ppm
Daging ppm
1 2
3 4
Kakap merah Belanak
Udang putih Biji Nangka
0,13 – 0,38
0,16 – 0,36
0,45 – 0,51
0,06 – 0,19
0,05 – 0,25
0,02 – 0,02
0,03 – 0,04
Tabel b Kandungan Sianida pada organ hati dan daging ikan yang di tangkap di lokasi penelitian.
No Jenis Ikan
Kandungan Sianida Hg Hati ppm
Daging ppm
1 2
3 4
Kakap merah Belanak
Udang putih Biji Nangka
18 6,0
- 5,0
– 6,0 4,2
– 7,2 6,6
– 9,7
Lampiran 9 Sertifikat akreditasi labolatorium penguji
ABSTRACT
SILVANUS MAXWEL SIMANGE. Content Analysis of Mercury Hg and cyanide CN on Some Types of Fish Catch Fishermen in the Gulf of Kao, North Halmahera.
Supervised by DOMU SIMBOLON and DEDI JUSADI.
The disposal of mercury Hg and cyanide CN in the gold mining activities in North Halmahera Regency Kao Bay can cause habitat damage and contamination
or poisoning and death of various types of biota that live around the area, including fish and humans. Therefore the aim of this study is to determine the content of
mercury Hg and cyanide CN in water consumption and some types of fish catches around the Gulf of Kao and the level of appropriateness for consumption. Location
of fish sampling conducted near the mouth of the river in the Cape Taolas Kao Bay station 1 and Tanjung Akesone station 2. While the analysis of heavy metal
content in water and the fish is done at the in laboratory research centers and industrial development Manado and Limnology Laboratory in Bogor Agricultural
University Bogor using AAS method. Samples of fish that contain mercury in measuring and sianidanya is white shrimp or fish Panaeus merguensis jackfruit seeds
or Upeneus sp, fish red Snapper or Lutjanus sp, and BelanakMugil sp. Based on laboratory reults showed that mercury Hg and cyanide CN in seawater around the
Gulf of Kao is still below the threshold limit 0.0002 ppm Hg, and CN 0.001 ppm. Compared
with water
quality standards
according to
category C
Kep-20MENKLHI1990. The content of mercury Hg in the liver into 4 types of fish was higher 0.13 to 0.51 ppm compared to the flesh 0.02 to 0.19 ppm. The
most high fish liver content of mercury is fish jackfruit seeds from 0.45 to 0.51. The content of cyanide CN in the liver was also higher 6.0 to 18 ppm than in meat
4,2 to 9,7 ppm. Referring to the standard intake of mercury on the human body that have been established by WHO in Darmono 2008 of 0.5 ppm, the red Snapper fish,
Belanak fish, fish and shrimp jackfruit seeds safe for consumption. While the content of cyanide into the body already exceed safe levels. ranging from 1.52 ppm - 4.5
ppm, WHO 2004. Thus, red snapper, mullet, and shrimp are caught in the Cape and Cape Akesone Taolas Kao Bay is at a critical level harmful when consumed.
Key words: mercury, cyanide, fish consumption, Kao Bay.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan pesisir Kabupaten Halmahera Utara terutama kawasan pesisir Teluk Kao memiliki kekayaan sumberdaya hayati dan non-hayati yang cukup
tinggi. Keanekaragaman dan kekayaan sumberdaya tersebut memberikan manfaat ekologis dan ekonomi yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat
dan keberlanjutan usaha. Berbagai biota laut berkembang di kawasan tersebut, antara lain: mangrove, terumbu karang, lamun, dan potensi beberapa sumberdaya
ikan ekonomis penting, seperti ikan teri, teripang, dan cumi-cumi. Potensi sumberdaya ikan yang terdapat di wilayah perairan Teluk Kao merupakan sumber
matapencarian utama bagi masyarakat nelayan yang menetap di sepanjang Teluk Kao. Kawasan tersebut menjadi wilayah penangkapan dan budidaya ikan yang
cukup potensial bagi masyarakat yang ada di sekitar.
Selain sumberdaya hayati laut, kawasan Teluk Kao juga memiliki kekayaan sumberdaya non hayati yang terdiri dari berbagai jenis mineral bahan
tambang, yang memiliki nilai ekonomi tinggi, terutama emas dan perak. Besarnya potensi emas di kawasan tersebut menjadi daya tarik berbagai pihak untuk
mengeksploitasi baik secara legal maupun ilegal. Mineral tersebut telah dieksploitasi sejak tahun 1998 oleh PT. Nusa Halmahera Mineral PT.NHM
dengan luas wilayah tambang 1.672.968 ha. Disamping itu juga ada penambangan emas ilegal yang dilakukan oleh masyarakat penambangan emas
tanpa izin PETI.
Besarnya manfaat ekonomi dari eksploitasi bahan mineral tersebut kemungkinan besar tidak akan dapat menutupi dampak negatif yang ditimbulkan
bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya jika tidak dikelola dengan baik. Proses penambangan dan ekstraksi mineral terutama emas yang
menggunakan berbagai bahan kimia berupa merkuri Hg dan sianida CN dapat merusak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Dalam proses
ekstrasi emas dan perak dari batuan, PT.NHM pada bagian hulu Desa Kobok menggunakan CN, sedangkan pada bagian hulu desa Tabobo terdapat
penambangan emas tanpa izin PETI yang menggunakan Hg dalam pengolahan emas dan perak. Kedua bahan kimia tersebut akan menjadi limbah bersama
dengan lumpur dan dibuang di sepanjang sungai kemudian bermuara perairan Teluk Kao.
Randu dari Media Relation Communication Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI melalui siaran persnya pada tanggal 3 Maret 2007
mengemukakan bahwa sumber penghidupan masyarakat nelayan di Teluk Kao semakin sulit karena adanya pencemaran bahan-bahan kimia Hg dan CN yang
berasal dari proses penambangan emas di sekitarnya. Sebelum beroperasi P.T.NHM setidaknya terdapat 150 unit bangan yang beroperasi di Teluk Kao dan
menghasilkan sekitar 3-6 ton ikan teri per unit bagan setiap hari. Setiap unit bagan di Teluk Kao dapat memperkerjakan sekitar 15 orang dengan penghasilan
Rp 200.000 per oranghari. Dengan tidak beroperasinya bagan akibat hilangnya ikan teri di Teluk Kao dewasa ini, maka semakin berkurangnya hasil tangkapan
nelayan setempat sampai 75 dan diperkirakan sekitar 2.250 nelayan tidak melakukan aktivitas melaut lagi.
Berdasarkan laporan Dinas Kelautan dan Perikanan 2007, sedimen yang masuk ke Teluk Kao diduga mengandung bahan pencemar logam berat Hg dan
CN yang telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan, sehingga daerah tersebut semakin sulit untuk dikembangkan sebagai daerah penangkapan ikan dan
kegiatan budidaya ikan. Pemasalahan dari bahan kimia toksik ialah karena tidak dapat didegradasi secara alamiah, sehingga dapat menyebabkan toksik terhadap
ikan dan organisme laut lainnya. Halsted 1972 menyatakan kehidupan organisme pada lokasi laut yang tercemar oleh bahan kimia toksik ini biasanya
semakin sedikit berkurang. Lebih lanjut dilaporkan bahwa ikan yang tertangkap di daerah yang tercemar tersebut ditemukan memiliki tumor pada bagian
badannya dan juga luka-luka erosi yang disebabkan oleh bahan kimia toksik. Hutagalung 1984, menyatakan bahwa logam berat yang terkonsumsi oleh biota
laut termasuk ikan konsumsi akan mengalami bioakumulasi di dalam tubuhnya. Jika biota atau ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka akumulasi logam
yang cukup tinggi dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit dan kematian.
Isu pencemaran oleh logam berat di Teluk Kao semakin banyak mendapat perhatian masyarakat. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat akan terjadi
kasus-kasus seperti terjadi pada masyarakat Teluk Buyat di Sulawesi Utara. Kegiatan pertambangan emas akan selalu dihadapkan pada permasalahan sosial
ekonomi akibat dampak yang ditimbulkan bahan pencemar logam berat Hg dan CN, karena akan berpengaruh terhadap produksi perikanan dan juga dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Tingginya kandungan kedua logam berat Hg dan CN dapat menimbulkan dampak biologi yang serus karena logam berat
tersebut terkontaminasi dan terakumulasi pada tubuh biota laut melalui rantai makanan. Bahaya yang besar bagi manusia dalam bentuk methyl merkuri akan
masuk ke tubuh lewat air , ikan, susu dan bahan makanan yang terkontaminasi. Senyawa beracun ini bisa juga menyebabkan berbagai penyakit termasuk kanker
hingga mengakibatkan kecacatan dan kematian, karena tingkat penyerapannya
tinggi ke dalam tubuh.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu studi yang sistematis melalui kegiatan penelitian untuk mengetahui kandungan
logam berat Hg dan CN di perairan Teluk Kao dan dalam tubuh ikan hasil tangkapan nelayan Teluk Kao. Dengan demikian, masyarakat, pemerintah dan
stekeholders lainnya memperoleh informasi yang lengkap dan akurat apakah hasil tangkapan nelayan dari Teluk Kao masih layak dikonsumsi atau tidak.
1.2 Perumusan Masalah
Keberadaan PT NHM dan PETI sudah meresahkan masyarakat karena lingkungan perairan di Teluk Kao diduga tercemar dengan logam berat merkuri
Hg dan sianida CN yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas sumberdaya ikan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia yang mengkonsumsinya. Tumbuhan akan menyerap logam berat, dan selanjutnya tumbuhan laut tersebut akan dikonsumsi oleh sebagian ikan-ikan
herbivor. Ikan herbivor akan dimakan oleh ikan-ikan karnivor atau manusia. Ikan karnivor akan dimakan oleh jenis karnivora lainnya dan manusia. Semakin tinggi
tingkatan trofik dari proses rantai makanan semakin besar juga bioakumulasi logam berat dalam tubuh organisme, sehingga dapat menyebabkan efek yang
negatif bahkan kematian bagi manusia. Adapun fokus pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:
1 Berapa besar logam merkuri Hg dan Sianida CN yang terkandung di
perairan dan dalam tubuh ikan yang tertangkap di sekitar aktivitas penambangan di Teluk Kao.
2 Seberapa amankah konsumsi ikan dari hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao
oleh masyarakat.
1.3 Tujuan Penelitan
Penelitian ini bertujuan untuk: 1 Mengetahui kandungan logam berat merkuri Hg dan sianida CN yang terdapat di perairan Teluk Kao, 2
Mengetahui kandungan logam berat merkuri Hg dan sianida CN yang terdapat pada tubuh ikan konsumsi yang tertangkap dari Teluk Kao, dan 3
Menentukan tingkat kelayakan hasil tangkapan untuk dikonsumsi.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai: 1 Masukan bagi masyarakat yang mengkonsumsi ikan yang tertangkap dari Teluk Kao, 2
Masukan bagi pemerintah dan stakeholders lainnya dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan Teluk Kao dan sekaligus membantu dalam proses
pengambilan keputusan, dan 3 Masukan bagi usaha perikanan tangkap dalam melakukan operasi penangkapan ikan di Teluk Kao.
1.5 Hipotesis
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1 Kadar logam berat merkuri Hg dan
sianida CN yang terdapat di perairan dan dalam tubuh ikan yang tertankap dari Teluk Kao telah melampaui ambang batas yang diperbolehkan, dan 2 Ikan hasil
tangkapan nelayan di perairan Teluk Kao tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
1.6 Kerangka Pendekatan Studi
Upaya pembangunan perikanan dan kelautan terus dikembangkan dan digalahkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu
aspek yang perlu diperhatikan adalah memelihara kualitas dan daya dukung lingkungan dan potensi lestari, sehingga pebangunan perikanan dan kelautan
dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan tetap harus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani,
karena itu kelestarian dan kualitas lingkungan mutlak harus menjadi perhatian semua pihak.
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani dengan kandungan lemak rendah, murah dan mudah didapat. Ikan juga muda dicernah dan tidak
meningkatkan kandungan kolesterol di dalam tubuh yang memakannya, dan ikan dapat mencegah timbulnya penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Ikan yang
layak dimakan adalah ikan yang baik atau mutu ikan yang dimakan memenuhi standar kesehatan Diniah,1995.
Siklus hidup ikan berada di dalam lingkungan perairan yang habitatnya sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, biologi dan kimiawi. Jika faktor-faktor
habitat tersebut terjadi perubahan akan mengakibatkan ikan tidak bisa berkembang dengan baik bahkan akan mengalami kematian. Salah satu sumber
terjadinya perubahan lingkungan perairan ini adalah akibat pencemaran oleh logam berat. Ikan merupakan organisme air yang dapat bergerak dengan cepat di
dalam air. Ada jenis ikan yang biasanya hidup di perairan dangkal dan berenang di dasar air dengan mobilitas yang terbatas, dan ada juga yang hidup di perairan
yang dalam dan berenang dekat permukaan air dengan mobilitas yang tinggi karena dapat berenang dengan cepat. Sebagian ikan mempunyai kemampuan
menghindari diri dari pengaruh polusi, tetapi sebagian ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas seperti sungai, danau dan teluk, mereka sulit melarikan diri
dari pengaruh polusi tersebut. Bahkan sebagian besar ikan yang hidup di dasar perairan ikan demersal yang mobilitasnya relatif rendah, akan kesulitan untuk
menghindar dari pengaruh polusi yang terdapat pada habitatnya. Sebagian besar bahan pencemar dipesisir dan laut berasal dari kegitan manusia di daratan. Pada
umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari berbagai kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian.
Lingkungan perairan Teluk Kao diduga mendapat tekanan yang cukup besar. Kehadiran dan aktivitas pertambangan di kawasan Teluk Kao, diduga
telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap pendapatan masyarakat nelayan. Potensi sumberdaya ikan yang terdapat di wilayah Teluk Kao ini
seyogianya menjadi sumber matapencarian potensial bagi masyarakat nelayan yang menetap di sepanjang Teluk Kao. Namun setelah beroperasi PT.NHM, hasil
tangkapan nelayan menurun drastis bahkan nelayan bagan tidak beroperasi lagi karena mereka semakin sulit untuk memperoleh ikan.
Pencemaran oleh logam berat semakin banyak mendapat perhatian masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan kecemasan masyarakat akan terjadi
kasus-kasus seperti terjadi pada masyarakat Teluk Buyat di Sulawesi Utara. Lingkungan perairan yang tercemar akan mempengaruhi kehidupan organisme,
termasuk ikan dan tumbuhan laut. Unsur-unsur hara yang terkandung di dalam perairan merupakan zat-zat yang dibutukan dalam kehidupan tumbuhan.
Sementara itu tumbuhan laut merupakan makanan bagi ikan herbivora dan seterusnya berputar sesuai dengan rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan.
Apabila komponen di awal rantai makanan telah mengandung bahan pencemar berupa Hg dan CN, maka bahan ini akan terbawa terus sampai ke dalam tubuh
yang memakannya. Penelitian ini mencoba untuk melihat seberapa besar kandungan logam
Hg dan CN pada beberapa ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao yang akan menentukan aman atau tidaknya mengkonsumsi ikan dari Teluk Kao tersebut.
Adapun diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Perairan oleh Logam Berat
Pencemaran laut adalah suatu keadaan, dimana suatu zat atau energy dan unsur lain diintrodusir ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam sendiri. Dalam kadar tertentu menyebabkan terjadinya perubahan yang mengakibatkan lingkungan laut itu tidak berfungsi seperti semula dalam arti
kesehatan, kesejahteran
dan keselamatan
hayati Romimohtarto,1991.
Pencemaran yang disebabkan logam berat akan merusak lingkungan perairan terutama stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek
ekologis pencemaran logam berat di pengaruhi faktor kadar dan kesinambungan logam yang masuk dalam perairan, terutama sifat toksisitas, bioakumulasi dan
persistensi baik terhadap faktor fisik, kimia maupun biologi. Logam berat yang masuk perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dapat disperse,
Kemudian diserap oleh organism yang hidup diperairan laut tersebut. Proses masuknya logam berat ke lingkungan laut dapat dilihat pada Gambar 2.
Setelah insiden penyakit minimata di Jepang terungkap pada tahun 1956 dan kasus keracunan di Irak terjadi di antara tahun 1971 dan 1972, merkuri
diketahui secara luas sebagai bahan kimia golongan logam berat yang bersifat racun. Merkuri terdapat di lingkungan melalui aktivitas gunung berapi, pelapukan
bantuan, dan penggerakan kembali oleh manusia terhadap merkuri yang terdeposit di dalam tanah, sendimen, air dan buangan limbah dan tailing UNEP, 2002.
Ada 3 proses yang terjadi dalam hubungan suatu bahan kimia dengan organisme di peraian, yaitu: 1 Proses biokosentrasi, yaitu proses suatu bahan
kimia dari air masuk ke dalam organisme melalui insang atau jaringan epitheliat dan terakumulasi, 2 Proses biokumulasi, yaitu istilah yang lebih luas dan
meliputi bukan hanya biokosentrasi tetapi juga akumulasi bahan kimia melalui makanan yang dikosumsi, dan 3 Proses biomaknifikasi, yaitu mengarah ke total
proses yang terjadi, meliputi biokonsentrasi dan bioakumulasi dimana konsentrasi bahan kimia yang terakumulasi meningkat dalam jaringan sesuai dengan tingkatan
tropik yang dilewati Connell Miller 1984 ; Rand Petrocelli 1985. Proses
biomaknifikasi suatu bahan kimia di dalam suatu struktur tropik atau rantai makanan organisme laut dapat terjadi oleh karena adanya suatu proses biotransfer.
Proses biotransfer adalah perpindahan secara biologis suatu bahan kimia dari suatu tingkatan tropik yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi di dalam suatu
struktur rantai makanan.
Sumber : EPA diacu dalam Hutagalung 1984
Gambar 2 Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut
2.2 Merkuri Hg
Merkuri Hg berasal dari bahasa Latin hydrargyyrum yang berarti menguap , sedangkan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai raksa.
Namun demikian, di kalangan masyarakat dikenal dengan nama merkuri Hutagalung,1984. Sejak dahulu Hg telah dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan manusia, terutama dalam bentuk Hgs Sinabar. Pada waktu itu
Lingkunga n Laut
Turbulensi Arus Laut
Arus Laut
Biota yang beruwaya
Proses Biologi
Proses Fisik dan Kimiawi
Diserap oleh Organisme
Penyerapan Pengendapan
Pertukaran Ion
Pengendapan didasar laut Logam berat
senyawa raksa hanya digunakan untuk keperluan sederhana, misalnya untuk pembuatan obat dan cat merah Goldwater Clarkson, 1972 diacu dalam
Hutagalung, 1984. Pengunaan Hg dalam bidang industri cukup banyak, seperti industri
petanian, alat-alat elektronik, industri cat dan sebagainya. Selain itu dalam industri pertambangan emas, Hg ini biasanya digunakan untuk memisah emas dari batuan,
umumnya digunakan oleh penambang liar di sekitar daerah pertambangan yang limbahnya dibuang ke sungai yang kemudian bermuara ke laut Walhi, 2003.
Merkuri di perairan jarang sekali terdapat dalam bentuk bebas, umumnya terkait dengan unsur
– unsur lain, terutama dengan klorida Cl, yang senyawanya diperkirakan berbentuk HgCl
4 -2
, HgCl
3 -
, HgCl
3
Br
-
Rompas, 1991. Kadar logam merkuri dalam air laut sangat rendah berkisar antara 0,1-1,2 ppb. Dalam
tubuh ikan laut, Hg berbentuk metil merkuri yang memiliki toksitas yang tinggi dan daya ikat yang kuat melalui proses enzimatik. Melalui proses rantai makanan
akan masuk ke dalam tubuh manusia sehingga menimbulkan efek lethal dengan keracunan kronis pada manusia Palar, 1994.
Rompas 1991 menyatakan bahwa secara alamiah merkuri yang terdapat di dalam perairan adalah kecil. Dengan peningkatan kosentrasi merkuri setelah
masuk ke dalam wilayah perairan, maka merkuri akan mengalami berbagai proses yang disebut dengan ekotoksikologi. Proses-proses yang terjadi disajikan pada
Gambar 3. FAO 1990 mengemukakan bahwa Hg yang dapat diakumulasi adalah Hg
yang berbentuk methyl merkuri CH
3
-Hg yaitu bentuk senyawa organik dengan daya racun tinggi yang dapat diakumulasi oleh ikan dan shellfish. Hg yang
diakumulasi dalam tubuh hewan akan merusak menstimulus sistem enzimatik yang mengakibatkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang
bersangkutan terhadap lingkungan yan tercemar. Pada ikan, organ yang paling banyak mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata Leland, et al.,
1975 diacu dalam Sanusi, 1980. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Polii, et al. 1999, pada tubuh organisme di perairan Teluk Buyat, Sulawesi Utara
mendeteksi adanya kandungan merkuri pada ikan sebanyak 0,002-4,020 ppb, pada
bagian hatiperut ikan sebanyak 0,002-0,103 ppb dan pada moluska sebanyak 103-173 ppb Supriharyono, 2007.
Sumber : Rompas 1991
Gambar 3 Ekotoksikologi merkuri
Pencemaran merkuri Hg Sifat kimia-fisika
Lintasan dan Flux Biogeokimia
Air Sedimen
Udara Substansi Lingkungan
ORGANISME
Sifat Fisika dan Kimia Bahan Pencemar
Sifat Pencemar Biogeokimia
Toksisitas atau Kondisi Lethal dan Kondisi
Sublethal Biotransformasi
Bioakumulasi Transfer Rantai Makanan
Perubahan Sifat dan Dinamika Populasi Reproduksi, Imigrasi, Mortalitas
Perubahan Struktur dan Fungsi Ekosistem Keanekaan Spesies, Hubungan Mangsa dan Pemangsa
PERUBAHAN FUNGSI EKOSISTEM Perbandingan, Respirasi, Terhadap Fotosintetis, Laju
Siklus Nutrisi, Pola Arus Nutrisi
Masuknya merkuri ke laut oleh kegiatan manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi merkuri secara luas, seperti yang terjadi pada kasus
Minamata Yasuda, 2000. Tambang emas rakyat yang menggunakan sistem amalgamasi menggunakan merkuri yang disebabkan oleh manusia, ditambah
dengan pembakaran fosil dan industri alkali de Lacerda, 2003 ; Pacyna et al., 2006, dan pabrik asetaldehida Yasuda et al., 2004. Saat ini, pertambangan
emas skala kecil tersebar di Negara-negara yang sedang berkembang, seperti di Guyana, Brazil, Tanzania, Kenya Veiga, 1998 ; Malm, 1998 ; Harada et al.,
1999; Ogola et al., 2002, termasuk Indonesia Kambey et al., 2001 ; de Lacerda, 2003 ; Limbong et al., 2003. Pertambangan rakyat di Sulawesi Utara berada
bersama-sama dengan industri pertambangan besar Limbong et al., 2003. Masalah lingkungan berkembang karena kurang lebih 200 ton Hg setiap
tahun digunakan di Indonesia dalam pertambangan rakyat Kambey et al., 2001 dimana, pada umumnya, 40
–50 Hg terbuang ke sungai selama amalgamasi tanpa menggunakan retrot sebagai merkuri metil metillic mercury dan 5
–10 Hg terbuang ke sungai selama proses pergantian recuperation Hg yang
digunakan, Selanjutnya, perkiraan Hg yang terlepas adalah berkisar 1,32 kg untuk 1 kg emas Au yang diperoleh de Lacerda dan Salomons, 1998.
Industri pertambangan besar dan pertambangan biji cinnabar, yang mengekstrak cinnabar yang mengandung Hg HgS juga adalah sumber Hg dari
manusia anthropogenic karena hasil kegiatan tersebut membuang tailingnya yang mengandung Hg ke lingkungan Blackwood and Edinger, 2006 ; Edinger et
al., 2006 . Sedimen berperan penting dalam mengontrol konsentrasi logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh biota perairan Blanchette et al., 2001.
Setelah merkuri masuk le lingkungan, maka merkuri yang berbentuk inorganic akan termetilasi oleh mikroorganisme, terbioakumulasi dalam jaringan tubuh
organisme dan terbiomaknifikasi dalam jaringan makanan di perairan Ikingura dan Akagi, 1999 ; Bustamante et al., 2006 ; Yamaguchi et al., 2007.
Mikroorganisme dipercaya berperan penting dalam penentu keberadaan merkuri di lingkungan Yamaguchi et al., 2007. Hasil dari proses metilasi yang terjadi
adalah merkuri metil MeHg, yang merupakan merkuri yang paling stabil dan paling beracun terhadap organisme termasuk manusia JPHA, 2001. Sebaliknya,
beberapa mikroorganisme dapat melakukan proses demetilasi dari MeHg menjadi merkuri inorganik WHO, 2000.
Merkuri yang termetilasi pada umumnya memiliki daya racun toxicity yang meningkat karena kemampuannya meningkat untuk menembus dinding
membran lipida sel Bustamante et al., 2006 dari organisme perairan dan manusia. Melalui jaringan makanan dimana proses bioakumulais terjadi,
konsentrasi dari merkuri yang termetilasi meningkat dan termaknifikasi. Pada akhirnya dimana manusia yang menempati jaringan makanan tertinggi akan
mengakumulasi merkuri dan dampak intoxication terjadi. Hal seperti itu terjadi seperti pada kasus Penyakit Minamata di Jepang JPHA, 2001. Banyak faktor
yang menyebabkan proses metilasi terjadi, di antaranya adalah faktor biogeokimia sedimen Celo et al., 2004 ; Lasut Rares, 2006. Kemudian, MeHg diakumulasi
oleh organisme perairan, misalnya ikan Ikingura Akagi, 1999, kerang- kerangan Bergeron et al., 2004, dan oraginsme lainnya lasut et al., 2005.
Akumulasi merkuri dalam organisme perairan sangat berhubungan dengan posisinya dalam rantai makanan Desta et al., 2007 dan cara hidupnya
Bustamante et al., 2006 dimana pemangsa memperlihatkan tingkat konsentrasi yang tinggi dalam jaringan tubuhnya dari pada yang dimangsa Bustamante et al.,
2006. Sistem perairan sangat sensitif terhadap input Hg karena laju bioakumalsi logam berat ini lebih tinggi dari logam berat lainnya. Bioakumulasi Hg dapat
terjadi dalam rantai makanan perairan sehingga konsentrasi Hg, dapat meningkat seiring dengan tingkatan rantai makanan Baker et al., 2004. Hal ini disebut
sebagai proses “biomaknifikasi”. Menurut Lasut et al. 2005, konsentrasi Hg meningkat dari fitoplankton yang berperan sebagai kelompok produser di perairan
ke ikan karnivore melalui ikan herbivore, atau dengan kata lain bahwa konsentrasi Hg di fitoplankton lebih kecil dibandingkan ikan karnivora. Selain itu, apabila
input terjadi, maka Hg mengalami proses transformasi menjadi bentuk yang lebih beracun, misalnya melalui proses metilasi yang terjadi di sedimen perairan dimana
Hg inorganik dirubah menjadi bentuk Hg organik Ikingura Akagi, 1999 ; Acha et al., 2004 ; Bishop et al., 2004 ; Lasut Reres, 2006, Hg organik umumnya
dikenal sebagai Hg metil MeHg. Pengaruh Hg pada organisme perairan bermacam-macam, di antaranya adalah menghambat kerja acethylcholine esterase