Konsentrasi Merkuri pada air, Sedimen dan Keong popaco (Telescopium telescopiun Linnaeus, 1758) di Muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok Kecamatan Kao Teluk, Halmahera Utara

(1)

KONSENTRASI MERKURI PADA AIR, SEDIMEN, DAN

KEONG POPACO (Telescopium telescopium Linnaeus, 1758),

DI MUARA SUNGAI BALAOTIN, CIBOK DAN KOBOK,

KECAMATAN KAO TELUK, HALMAHERA UTARA

ARDAN SAMMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konsentrasi Merkuri pada Air,

Sedimen, dan Keong Popaco (Telescopium telescopiun Linnaeus, 1758) di Muara

Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok Kecamatan Kao Teluk, Halmahera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Ardan Samman


(3)

ii

RINGKASAN

ARDAN SAMMAN. Konsentrasi Merkuri pada air, Sedimen dan Keong

popaco (Telescopium telescopiun Linnaeus, 1758) di Muara Sungai Balaotin,

Cibok dan Kobok Kecamatan Teluk Kao, Halmahera Utara yang di bimbing oleh Djamar T.F. Lumban Batu dan Isdradjad Setyobudiandi.

Merkuri di ekosistem perairan merupakan ancaman lingkungan, habitat, biota maupun manusia, karena sifatnya yang berbahaya dan beracun. Masuknya merkuri di perairan bersumber dari berbagai kegiatan yang memanfaatkan merkuri sebagai bahan baku beberapa diantaranya adalah industri klor, limbah perkotaan, dan aktivitas penambangan emas.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis konsentrasi merkuri pada air, sedimen dan keong poaco di muara sungai Balaotin, Cibok dan Kobok berdasarkan nilai ambang batas keamanan baku mutu produk perikanan; (2)

Menganalisis faktor biokonsentrasi merkuri pada keong popaco (T. telescopium)

di Muara Sungai Balaotin, Cibok, dan Kobok; (3) Mengevaluasi status ekologi

Keong Popaco (T. telescopium) dan perubahan Ekologi sebagai dasar pengelolaan

di Kecamatan Kao Teluk, Kabupaten Halmahera Utara dan (4) Menentukan strategi pengelolaan yang aman dan lestari di Kecamatan Kao Teluk, Kabupaten Halmahera Utara.

Hasil analisis menunjukkan konsentrasi merkuri di air pada bulan Juni

hingga Agustus di Muara Sungai Balaotin berkisar

0,00052-0,0012 ppm dengan nilai rata-rata 0,00081 ppm. Konsentrasi merkuri di Muara Sungai Cibok adalah 0,00026-0,00098 ppm dengan nilai tara-rata 0,00064 ppm. Konsentrasi merkuri di Muara Sungai Kobok adalah 0,00036-0,00065 ppm, dengan nilai rata-rata 0,00034 ppm. Konsentrasi merkuri tertinggi di Muara Sungai Balaotin dan terendah di Muara Sungai Kobok. Konsentrasi merkuri yang tercatat masih sesuai dengan baku mutu air laut berdasarkan US EPA (2009). Konsentrasi merkuri di sedimen

pada bulan Juni-Agustus di Muara Sungai Balaotin

tertinggi 0,12 ppm dengan nilai rata-rata 0,09 ppm, dan terendah di Muara Sungai Kobok 0,01 ppm dengan nilai rata-rata 0,06 ppm. Konsentrasi merkuri masih sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan oleh EPA (1997). Konsentrasi merkuri

pada keong popaco (T. telescopium) yang terdeteksi, tertinggi di Muara Sungai

Cibok 0,15 ppm dan terendah di Muara Sungai Kobok 0,06 ppm. Konsentrasi merkuri pada keong masih dibawah baku mutu yang ditetapkan oleh EPA (2009). Kisaran persen komposisi tekstur sedimen yang terukur di Muara Sungai Balaotin pasir 40,08-40,96%, debu 27,92-43,52% dan liat 12,31-31,12%, di Muara Sungai Cibok pasir 26,36-71.80%, debu 22.47-49,39% dan liat 5,73-26,03%, dan di Muara Sungai Kobok pasir 7,73-36,78%, debu 41.47-44.66% dan liat 21,75-43.54. Hasil analisis segi tiga tekstur di Muara sungai Balaotin adalah lempung liat, di Muara Sungai Cibok adalah liat dan lempung berpasir sedangkan di Muara Sungai Kobok adalah liat dan lempung berdebu. C-organik pada sedimen di Muara Sungai Balaotin 4,5-6,9%, di Muara Sungai Cibok adalah adalah 3,9-5,2% dan di Muara Sungai Kobok 4,8-5,9%. C-Organik tergolong tinggi hingga sangat tinggi.

Paparan merkuri harian keong popaco (T. telescopium) yang terkontaminasi


(4)

iii anak-anak berkisar 0,93-2,55 ppm/kg/hari, sedangkan paparan merkuri mingguan untuk orang dewasa berkisar antara 2,57-5,43 ppm/kg/minggu. Paparan merkuri harian dan mingguan tergolong tinggi terutama untuk anaka-anak, karena anak-anak sangat rentan merterhadap keracunan merkuri.

Ancaman merkuri terhadap ekosistem perairan di Kao Teluk, terutama sumber pangan yang berasal dari pesisir dan laut diantaranya keong, kerang, krustasea, dan ikan sudah terkontaminasi merkuri sehingga perlu pengelolaan lebih lanjut untuk menjamin kemanan pangan bagi masyarakat di sekitarnya.


(5)

iv

SUMMARY

ARDAN SAMMAN. Mercury Concentration in Water, Sediment and Snails

“popaco” (Telescopium telescopiun Linnaeus, 1758) in the

Estuaries Balaotin, Cibok and Kobok in District Kao bay, North Halmahera under direction of Djamar T.F. Lumban Batu and Isdradjad Setyobudiandi.

Mercury in aquatic ecosystems is a threat environment, habitat, biota and humans, because it is dangerous and toxic. The entry of mercury in waters sourced from a variety of activities that utilize mercury as a raw material some of which is chlorine industry, urban sewage, and gold mining activities.

This study aims to (1) detrmine the concentration of mercury in water, sediment and snails poaco in Estuaries Balaotin, Cibok and Kobok based on a threshold value of fishery product safety standards; (2) Analyze the

bioconcentration factors of mercury of snails (T. telescopium) in the estuary

Balaotin, Cibok, and Kobok; (3) Evaluating the ecological status of snails and Ecology as a basis for change management in the District of Kao Bay, North Halmahera and (4) Determine the safe management strategies and sustainable in the District of Kao Bay, North Halmahera.

The analysis showed mercury concentrations in water from June to August in the Balaotin estuary ranged from 0.00052 to 0.0012 ppm with an average value of 0.00081 ppm. The concentration of mercury in the Cibok estuary is from 0.00026 to 0.00098 ppm with an average value 0.00064 ppm. The concentration of mercury in the Kobok estuary is 0.00036 to 0.00065 ppm, with an average value of 0.00034 ppm. The highest mercury concentration in the Balaotin estuary and lowest in the Kobok estuary. Mercury concentrations were recorded in accordance with the sea water quality

standards based by the EPA (2009). The concentration

of mercury in sediments from June to August in the

highest Balaotin estuary is 0.12 ppm and the lowest at 0.01 ppm in Kobok estuary. The concentration of mercury is still in accordance with the quality standards established by the EPA (1997). The concentration

of mercury in the snail “popaco” (T. telescopium) were detected, the highest in

the estuary Cibok is 0.15 ppm and the lowest in Kobok estuary is 0.06 ppm. The concentration of mercury in the snail is still below the quality standard by the EPA (2009).

Percent composition range measured in sediment texture estuary Balaotin in clude sand from 40.08 to 40.96%, from 27.92 to 43.52% was it silt and clay is from 12.31 to 31.12%. Station in Cibok estuary is 26,36 to 71.80%, 5.73 to

26.03% and 22.47 to 49,39% respectively are sand, silt and

clay. Kobok estuary station in each is sand, silt and clay are 7.73 to 36.78%, 41.47 to 44.66% and 21,75 to 43.54. The results of the analysis in terms of three textures in the Balaotin estuary is clay and loam, in the Cibok estuary is clay and sandy loam in the Kobok estuary while is clay and silty clay dust. C-organic sediment in the Balaotin estuary 4.5 to 6.9%, in the Cibok estuary is 3.9 to 5.2% and Kobok estuary from 4.8 to 5.9%. C-Organic is high to very high.

Daily mercury exposure snail (T. telescopium) contaminated with

mercury obtained ranged from 0.21 to 0.58 ppm/kg/day for the


(6)

v 2.55 ppm/kg/day, whereas weekly mercury exposure for adults ranged from 2.57 to 5.43 ppm/kg/week. Daily and weekly exposure to mercury is high, especially for children, because children are particularly vulnerable to mercury poisoning.

The threat of mercury to the aquatic ecosystem in the Kao Bay, especially sources of food derived from such coastal and marine snails, clams, crustaceans, and fish is contaminated with mercury that need further management to ensure food safety for the surrounding community.


(7)

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan lPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin lPB.


(8)

vii

KONSENTRASI MERKURI PADA AIR, SEDIMEN DAN

KEONG POPACO (Telescopium telescopiun Linnaeus, 1758) DI

MUARA SUNGAI BALAOTIN, CIBOK DAN KOBOK

KECAMATAN KAO TELUK, HALMAHERA UTARA

ARDAN SAMMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(9)

viii


(10)

ix

Judul Tesis :

Nama : Ardan Samman

NPM : C251110041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.DjamarT.F.LumbanBatu, M.Agr Dr.Ir.Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc, Agr

Tanggal Ujian : 29 Agustus, 2014 Tanggal Lulus :

Konsentrasi Merkuri pada air, Sedimen dan Keong popaco (Telescopium telescopiun Linnaeus, 1758) di Muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok Kecamatan Kao Teluk, Halmahera Utara


(11)

x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga rencana karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Agustus 2013 ini dengan judul : Konsentrasi Merkuri pada Air, Sedimen

dan Keong Popaco (Telescopium telescopiun Linnaeus, 1758), di Muara Sungai

Balaotin, Cibok dan Kobok Kecamatan Kao Teluk, Kabupaten Halmahera Utara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumban Batu, M.Agr dan Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku pembimbing utama dan kedua, serta Bapak Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga, M.Sc, Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Ridwan Affandi dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf dosen Pengelolaan Sumberdaya Perairan dan staf pegawai tata usaha, teman-teman yang membantu selama menulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ditjen DIKTI atas beasiswa studi lanjut (BPPS) dan PT. Toyota Astra yang membantu dana analisis sampel. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ansar Ajid dan Adam Marwan yang banyak membantu saat sampling.

Sujud Sujud dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta, atas dorongan yang kuat, kebijaksanaan dan do’a. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada istri dan anak-anak ku tercinta dan semua keluarga yang selalu mendorong dan memotifasinya.

Bogor, Agustus 2014


(12)

xi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 1

1.3. Kerangka Pikir ... 2

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merkuri ... 4

2.2. Pencemaran Merkuri di Sungai ... 5

2.3. Konsentrasi Merkuri di Air ... 6

2.4. Konsentrasi Merkuri di Sedimen ... 6

2.5. Peran Keong Popaco (T. telescopium)sebagai Bioindikator ... 7

2.6. Bioakumulasi dan Biotransformasi Merkuri ... 9

2.7. Pengaruh Merkuri terhadap Organisme ... 10

2.8. Baku Mutu Produk Perikanan ... 10

2.9.1. Bahaya Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia ... 11

2.9.2. Batasan Merkuri dalam Pangan ... 12

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

3.2. Peta Lokasi Penelitian ... 13

3.3. Bahan dan Alat ... 13

3.4. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel ... 14

3.5. Teknik Pengambilan Sampel ... 14

3.6. Preparasi sampel ... 14

3.7. Teknik Analisa Data Konsentrasi Merkuri ... 15

3.7.1. Teknik Analisis Faktor Biokonsentrasi Merkuri ... 16

3.7.2. Teknik Analisis Geokonsentrasi Merkuri ... 16

3.8. Teknik Analisis Tekstur sedimen dan Karbon Organik ... 16

3.9. Teknik Analisa Ekobiologi Keong (T. telescopium) ... 17

3.9.1. Teknik Analisis Indeks Kepadatan Keong popaco ... 17

3.9.2. Teknik Analisis pola sebaran keong ... 17

3.9.3. Teknik Analisis indeks kondisi ... 17

3.10. Teknik Analisis Keamanan konsumsi Keong yang Terkontaminasi Merkuri ... 18

IV. HASIL 4.1. Konsentrasi Merkuri pada Air ... 18

4.2. Konsentrasi Merkuri pada Sedimen ... 20

4.2.1. Indeks Geokonsentrasi Merkuri ... 22

4.2.2. Tekstur Sedimen ... 22

4.2.3. C-Organik ... 23

4.2.4. pH sedimen ... 23

4.3. Konsentrasi Merkuri pada KeongPopaco (T. telescopium) ... 24

4.3.1. Faktor Biokonsentrasi Merkuri Keong popaco (T. telescopium) .... 25


(13)

xii

4.5. Ekobiologi Keong Popaco (T. telescopium) ... 28

4.5.1. Indeks Kepadatan Keong Popaco (T. telescopium) ... 28

4.5.2. Polas Sebaran Keong Popaco (T. telescopium) ... 29

4.4.3. Indeks Kondisi Keong Popaco ... 29

4.6. Paparan Harian dan Mingguan Keong Popaco yang Terkontaminasi Merkuri ... 29

4.6.1. Paparan Harian dan Mingguan Kerang Darah (Anadara granosaLin) terkontaminasi merkuri yang tertangkap di Kao Teluk ... 30

4.7. Parameter Kualitas Air ... 31

4.7.1. Suhu Perairan ... 31

4.7.2. Oksigen Terlarut (mg/l) ... 31

4.7.3. pH Perairan ... 31

4.7.4. Salinitas (ppt) ... 32

4.7.5. Konduktivitas ... 32

4.7.6. Kekeruhan ... 32

4.7.7. Total Dissolved Solid (TDS) ... 32

V. PEMBAHASAN 5.1. Konsentrasi Merkuri pada Air ... 32

5.2. Konsentrasi Merkuri pada Sedimen ... 34

5.2.1. Indeks Geokonsentrasi ... 35

5.2.2. Tekstur Sedimen ... 36

5.2.3. C-Organik ... 36

5.2.4. pH Sedimen ... 37

5.3. Konsentrasi Merkuri pada Keong Popca (T. telescopium) ... 38

5.3.1. Faktor Biokonsentrasi Merkuri pada Keong (T. telescopium) ... 39

5.4. Distribusi merkuri pada air, sedimen dan keong ... 40

5.5. Ekobiologi Keong Popaco (T. telescopium) ... 41

5.5.1. Indeks Kepadatan Keong Popaco (T. telescopium) ... 42

5.5.2. Pola Sebaran Keong Popaco (T. telescopium) ... 42

5.5.3. Indeks Kondisi Keong Popaco (T. telescopium) ... 43

5.7. Paparan Harian dan Mingguan Keong yang Terkontaminasi Merkuri ... 43

5.7. Parameter Kualitas Air ... 46

5.7.1. Suhu Air ... 46

5.7.2. Oksigen Terlarut ... 47

5.7.3. Tingkat Keasaman (pH) ... 47

5.7.4. Salinitas ... 48

5.7.5. Konduktivitas (DHL) ... 48

5.7.6. Kekeruhan ... 49

5.7.7. Total Dissolved Solid (TDS) ... 49

5.8. Pengelolaan Merkuri di Lingkungan Pesisir ... 49

5.8.1. Pengelolaan dan Konservasi Ekosistem Mangrove ... 50

5.8.2. Pertukaran ion membrane bioreaktor ... 50

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 52

6.2. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xiii RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

1. Jenis merkuri dan derajat toksisitasnya ... 4

2. Konsentrasi merkuri di perairan pesisir Teluk Kao ... 6

3. Konsentrasi merkuri di sedimen Kao Teluk... 7

4. Batas maksimum cemaran merkuri dalam pangan ... 11

5. Parameter Lingkungan ... 13

6. Bahan dan alat yang digunakan... 14

7. Tekstur sedimen ... 22

8. C-organik (%)... 23

9. pH sedimen ... 24

10. Faktor biokonsentrasi merkuri keong popaco melalui sedimen (ppm) ... 25

11. Indeks Kepadatan Keong popaco (ind/m2) ... 29

12. Pola sebaran keong popaco (T. telescopium) ... 29

13. Indek Kondisi Popaco (T. telescopium) ... 29

14. Paparan merkuri harian (PMH) keong popaco untuk orang dewasa (ppm/kg/hari) pada bulan Juni-Agustus di Pesisir Teluk Kao, Halmahera Utara ... 30

15. Paparan merkuri harian (PMH) keong popaco untuk anak-anak (ppm/kg/hari), terdiri dari sembilan contoh keong yang di koleksi pada bulan Juni-Agustus di Pesisir Kao Teluk, Halmahera Utara ... 30

16. Paparan merkuri mingguan (PMM) untuk orang dewasa ppm/kg/minggu ... 30

17. Paparan merkuri harian (PMH) kerang darah untuk orang dewasa (ppm/kg/hari) di Pesisir Kao Teluk, Halmahera Utara ... 30

18. Paparan merkuri harian (PMH) kerang darah untuk anak-anak (ppm/kg/hari) di Pesisir Kao Teluk, Halmahera Utara ... 31

19. Paparan merkuri mingguan (PMM) kerang darah untuk anak-anak dan orang dewasa (ppm/kg/minggu) di Pesisir Kao Teluk, Halmahera Utara ... 31

20. Parameter Kualitas Air yang terukur pada bulan Juni-Agustus ... 32

DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka alur pikir penelitian ... 3

2. Sumber pencemaran merkuri secara alami ... 4

3. Proses Bioakumulasi logam merkuri pada organisme perairan ... 5

4. Proses Biomagnifikasi methyl merkuri di ekosistem ... 12

5. Peta Lokasi Penelitian ... 13

6. Segi tiga Tekstur sedimen ... 16

7. Konsentrasi merkuri pada air bulan Juni-Agustus masing-masing di Muara Sungai Balaotin (ST I), Cibok (ST II) dan Kobok (ST III) ... 19

8. Rata-rata dan standar deviasi konsentrasi merkuri pada air perstasiun pengamatan ... 19

9. Standar deviasi konsentrasi merkuri pada air berdasarkan stasiun Pengamatan ... 20

10. Konsentrasi merkuri pada air di perairan Kao Teluk berdasarkan hasil penelitian terdahulu ... 20 11. Konsentrasi merkuri pada sedimen Juni hingga Agustus,


(15)

xiv

masing-masing di Muara Sungai Balaotin (ST I), Cibok (ST II)

dan Kobok (ST III) ... 21

12. Rata-rata dan standar deviasi konsentrasi merkuri pada sedimen perstasiun pengamatan ... 21

13. Kondisi konsentrasi merkuri di sedimen di Kao Teluk berdasarkan penelitian terdahulu ... 22

14. Segitiga Tekstur (USDA), Keterangan ● ST I ● ST II dan ● ST III ... 23

15. Konsentrasi merkuri pada keong popaco bulan Juni sampai dengan Agustus masing-masing di Muara Sungai Balaotin (ST I), Cibok (ST II) dan Kobok (ST III)... 24

16. Rata-rata dan standar deviasi konsentrasi merkuri pada keong popaco di Muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok ... 25

17. Distribusi merkuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni hingga Agustus di Stasiun I ... 26

18. Distribusi merkuri pada keong, sedimen dan keong bulan Juni-Agustus di stasiun II ... 26

19. Distribusi konsentrasi merkuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni-Agustus di stasiun III ... 27

20. Rata-rata distribusi konsentrasi merkuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni-Agustus ... 27

DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Analisis Tekstur Sedimen dan C-Organik... 65

2. Bukti analisis konsentrasi merkuri pada air di Baristan Manado ... 66

3. Bukti analisis konsentrasi merkuri pada sedimen dan keong popaco (T. Telescopim) di Baristan Manado ... 67

4. Kondisi Muara Sungai Kobok ... 68

5. Kondisi Muara Sungai Cibok ... 68

6. Kondisi Muara Sungai Balaotin ... 68

7. Kondisi keong popaco di Muara Sunga Balaotin (ST I) ... 69

8. Kondisi keong popaco di Muara Sungai Cibok (ST II) ... 69

9. Kondisi keong popaco di Muara Sungai Kobok (ST III) ... 70

10. Penanganan Keong popaco di Laboratorium Fakultas Perikanan, Universitas Khairun... 71

11. Pengukuran Panjang Cangkan (cm) ... 71

12. Pengukuran Bobot Cangkan keong (g) ... 71

13. Pemisahan daging keong dari cangkang ... 72

14. Pengeringan daging dan cangkang keong ... 72

15. Penimbangan daging keong (g) ... 72

16. Analisis Segi Tiga Tekstur secara online ... 73

17. Segi tiga tekstur di Muara Sungai Balaotin adalah lempung liat ... 74

18. Segi tiga tekstur di Muara Sungai Cibok adalah liat dan lempung berpasir ... 75

19. Segi tiga tekstur sedimen di Muara Sungai Kobok adalah liat dan lempung berdebu ... 76


(16)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Teluk Kao terletak di Pulau Halmahera. Di Teluk Kao terdapat aktifitas penambangan biji emas oleh PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM) yang beroperasi sejak tahun 1992 merupakan perusahaan patungan antara Newscrest Singapore Holdings Pty. Ltd (82.5%) dan Antam (17.5%). Kontrak karya ini

meliputi luasan ±449.300 hektar. Selain itu, terdapat pula penambangan emas oleh

masyarakat terutama di Sungai Cibok. Penambangan emas rakyat ini dalam memisahkan emas dari logam lain menggunakan merkuri yakni unsur kimia yang berbentuk cair dan bersifat toksik.

Di Pulau Halmahera terdapat Sungai Balaotin, Cibok, dan Kobok terletak di Kecamatan Kao Teluk yang bermuara di Teluk Kao. Sungai Balaotin merupakan sungai yang tidak terdapat aktivitas penambangan dan Sungai Cibok terdapat aktivitas penambangan emas tanpa izin, sedangkan aktivitas penambangan emas yang di lakukan oleh PT. Nusa Halmahera Mineral terdapat di sekitar Sungai Kobok. Pada sungai-sungai yang terdapat kegiatan penambangan emas berpotensi

tercemar mekuri. Dilain pihak Costal et al. (2012) kegiatan antropogenik dapat

mengubah siklus biokimia merkuri baik secara kualitatif maupun kuantitatif, sehingga pada akhirnya dapat mengubah dampak kontaminasi merkuri baik pada biota perairan maupun pada manusia.

Aktivitas penambangan emas di sekitar Teluk Kao berdampak positif terhadap pendapatan daerah Kabupaten Halmahera Utara. Namun, penggunaan merkuri (Hg) dalam proses ekstraksi emas dapat menimbulkan pencemaran perairan, keracunan dan kematian terhadap sumberdaya ikan dan non ikan. Perairan Teluk Kao sangat kompleks dan terlindung dari gelombang dan arus. Polutan yang masuk ke badan perairan terutama yang berasal dari sungai, akan mudah di endapkan pada dasar perairan. Limbah pengolahan emas yang terus menerus di lepaskan ke perairan, lambat laun akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi merkuri di perairan maupun sedimen. Hal tersebut dapat mengancam sumberdaya yang terdapat pada ekosistem sungai dan mangrove terutama pada muara sungai yang merupakan habitat dari jenis udang, ikan dan kerang-kerangan (Riani 2012).

Proses pemisahan emas dari logam lain yang menggunakan merkuri yang terjadi di sungai-sungai yang ada di Pulau Halmahera dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan. Kondisi tersebut meningkatkan terjadinya perubahan kualitas perairan. Pencemaran pada ekosistem sungai yang semuanya bermuara di Teluk Kao. Mengingat tingginya aktifitas penambangan emas terutama di Sungai Cibok, maka perlu di lakukan penelitian di kedua sungai tersebut dan perlu membandingkan kondisinya dengan sungai yang relatif belum tercemar seperti di Sungai Balaotin.

1.2. Rumusan Masalah

Ekosistem mangrove yang ada di muara merupakan habitat dari berbagai jenis ikan, krustasea, moluska, bivalvia, udang dan kepiting. Selain itu ekosistem mangrove juga sebagai tempat berpijah, habitat parmanen maupun tempat naungan serta mengurangi tekanan predator, penyedia sumber makanan baik dalam bentuk matrial organik yang terbentuk dari berjatuhan daun dan jenis invertebrata serta tempat pembesaran bagi anak ikan. Ekosistem mengalami


(17)

2

tekanan berupa bahan pencemaran terutama logam berat maka tidak menutup kemungkinan akan menyebab degradasi ekosistem terutama struktur dan komunitas yang ada di dalam ekosistem tersebut.

Keong popaco (T. telescopium) salah satu jenis gastropoda yang hidup di

air payau (15-34) ppt atau hutan mangrove. Hewan ini bisa di temukan di daerah muara mulut sungai dan dapat hidup pada kadar garam 1-2 ppt, banyak membenamkan diri di dalam lumpur yang kaya bahan organik dari pada di atas lumpur, termasuk di ketiga sungai yang diteliti yakni Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok.

Namun sungai-sungai tersebut berpotensi untuk tercemari merkuri. Adapun sumber merkuri berasal dari limbah pengolahan emas di sepanjang Sungai Cibok dan Kobok, sehingga mencemari ekosistem sungai tersebut dan ekosistem mangrove yang ada di sekitar muara sungai tersebut. Tromol atau proses memisahkan emas di Sungai Cibok yang menggunakan bahan merkuri menyisakan limbah pengolahan yang masih mengandung merkuri yang di buang langsung maupun tidak langsung ke badan perairan. Hal tersebut akan menurunkan kualitas lingkungan. Pencemaran merkuri hingga dapat mencemari lingkungan dan sedimen serta terakumulasi ke dalam tubuh keong popaco.

Kondisi tersebut merupakan masalah yang cukup serius mengingat merkuri merupakan logam berat yang paling toksik di bandingkan logam berat lainnya, namun demikian masalah yang perlu segera di teliti di lokasi penambangan emas adalah sebagai berikut :

1. Konsentrasi merkuri pada air, sedimen dan biota yang ada didalamnya.

2. Faktor biokonsentrasi merkuri teutama pada biota yang dominan didalam

ekosistem tersebut.

3. Kondisi keamanan pangan apabila pada biota tersebut dikonsumsi.

4. Rumusan strategi pengelolaan di Kecamatan Kao Teluk yang menjadi lokasi

penelitian.

1.3. Kerangka Pikir

Populasi sumberdaya keong popaco di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaraya gangguan habitat dan turunnya kualitas lingkungan baik yang disebabkan secara alami maupun oleh aktivitas manusia. Adanya kegiatan penambangan liar dapat menyebabkan gangguan baik terhadap habitat maupun terhadap sumberdaya yang selanjutnya berdampak pada keong popaco.

Informasi komprehensif tentang indikator kunci dari aspek ekobiologi, data pemanfaatan Keong Popaco ini di harapkan dapat di gunakan sebagai dasar dalam upaya pengelolaan sumberdaya Keong Popaco agar tetap terjaga kelestariannya. Kerangka alur pikir penelitian terlihat pada Gambar 1.


(18)

3

Gambar 1. Kerangka alur pikir penelitian

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah :

1. Mendeterminasi konsentrasi merkuri pada air, sedimen dan keong popaco

di sekitar muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok.

2. Menganalisis tingkat faktor biokonsentrasi merkuri pada Keong Popaco

(T. telescopium) di sekitar Muara Sungai Balaotin, Cibok, dan Kobok

3. Mengevaluasi status ekologi keong popaco (T. telescopium) dan

perubahan Ekologi sebagai dasar pengelolaan di Kecamatan Kao Teluk, Kabupaten Halmahera Utara.

4. Mengevaluasi tingkat keamanan konsumsi harian dan mingguan keong

popaco yang terkontaminasi merkuri.

5. Menentukan strategi pengelolaan yang aman dan lestari di Kecamatan Kao

Teluk, Kabupaten Halmahera Utara.

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang :

1. Konsentrasi merkuri pada air, sedimen dan keong popaco (T. telescopium)

2. Informasi ekologi yang meliputi indeks kepadatan, pola sebaran dan faktor

kondisi keong popaco (T. telescopium)

3. Konsep dasar dan strategi pengelolaan merkuri di Perairan Pesisir


(19)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merkuri

Merkuri adalah suatu logam berat beracun. Toksitasnya mencerminkan pengaruh terhadap organisme, terutama pada kerusakan fisiologis dan sel-sel darah. Merkuri di kelompokkan menjadi merkuri anorganik dan merkuri organik (metil merkuri). Logam merkuri adalah merkuri anorganik sedangkan methyl merkuri adalah merkuri organik yang berbentuk serbuk putih dan berbau seperti belerang pada sumber air panas, serta unsur merkuri pada kondisi suhu kamar berbentuk padat dan ada pula yang berbentuk cairan yang berwarna putih

keperakan dengan titik beku -38.870C dan titik didih 356.900C serta berat jenis

13.6 dan berat atom 200.6 (Arularasan dan Ponnusamy 2012; Waraouw 2008). Jenis merkuri digolongkan pada tiga kategori berdasarkan tingkat racunnya seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis merkuri dan derajat toksisitasnya

Jenis Sifat Derajat toksisitas

Unsur Uap merkuri (Hg0) Satu atom

gas yang stabil

Berhubungan dengan Amalgams

Anorganik Divalen Merkuri (Hg2+) Beracun pada organ dan jaringan

manusia

Organik Methyl merkuri (CH3Hg+)

Etil Merkuri (CH3CH3Hg+)

Ikan dan mamalia laut Vaksin thimerosal

Sumber : Arularasan and Ponnusamy 2012.

Secara alami merkuri di alam berasal dari aktivitas gunung berapi dan penguapan dari air laut, pemanasan global dan formasi geologi dapat menyumbang konsentrasi merkuri yang tinggi memiliki pertukaran antara air ditambah re-emisi sebelum tersimpan di permukaan tanah, tumbuhan dan kebakaran hutan (UNEP 2011). Ilustrasi sumber merkuri secara alami dapat dilihat seperti pada Gambar 2.


(20)

5 Sumber merkuri secara antropogenik berasal dari penambangan, industri, kedokteran, pertanian, kosmetik, dan bahan baku pembuatan alat laboratorium. Meningkatnya konsentrasi merkuri di lingkungan kebanyakan berasal dari aktivitas manusia dan atau gunung berapi kemudian diangkut secara global melalui sirkulasi udara. Merkuri di atmosfer kemudian dikembalikan ke dalam tanah ataupun laut melalui curah hujan basah. Beberapa tahun terakhir emisi antropogenik tiga kali lebih besar konsentrasinya dari atmosfer dan permukaan

laut (Marson et al. 1994 dalam Kesavan et al. 2011). Siklus merkuri di

lingkungan perairan seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses bioakumulasi logam merkuri pada organisme perairan

(EPA 2011)

Pencemaran merkuri yaitu berupa “merkuri klorida” pernah dialami oleh Jepang pada tahun 1930 yang membuang limbah industri secara langsung ke Teluk Minamata di pantai barat pulau Kyushu, setelah lima belas tahun sejak dimulainya pembuangan limbah ke perairan tersebut barulah terlihat dampaknya

yaitu timbulnya penyakit yang di kenal dengan “penyakit minamata byo” pada

masyarakat berdomisili di Teluk Minamata bahkan pulau-pulau di sekitarnya

(Lasut 2002 dalam Waraouw 2008).

2.2. Pencemaran Merkuri Di Sungai

Penambangan emas tanpa izin yang melibatkan ekstraksi emas dengan menggunakan logam merkuri, telah mengakibatkan peningkatan konsentrasi logam tersebut di sungai. Bioakumulasi merkuri Trichoptera tertinggi dari


(21)

6

kelompok kebiasaan makan fungsional yang di amati di Sungai Cikaniki, di ikuti oleh kelompok scraper, collector filter, collector gathrer, shelder dan yang terakhir adalah predator. Keberadaan merkuri telah banyak dilaporkan menyebabkan bioakumulasi dan biomagnifikasi merkuri pada biota dan rantai makanan yang ada

di perairan (Yoga et al. 2009).

Sungai merupakan ekosistem yang memiliki nilai ekologi yang tinggi dengan fauna yang kaya dari struktur populasi yang kompleks dan nilai biologi yang tinggi. Tipologi sungai sangat rentan dan rapuh terhadap perubahan lingkungan, terutama gangguan yang berasal dari antropogenik, yang sering

mengisyaratkan terdegradasinya biota (Beasley dan Kneale, 2003; Dahl et

al. 2004 dalam Benetti et al. 2011). Lebih lanjut Benetti (2011) menjelaskan

bahwa di antara fauna sungai yang harus disorot adalah

makroinvertebrata. Kelompok invertebrata yang berukuran 1 mm mewakili ukuran makroskopik biasanya tinggal secara parmanen atau selama periode waktu tertentu dari siklus hidupnya dapat digunakan untuk menilai kondisi ekologi dan keragaman jenis di lingkungan perairan diantaranya adalah jenis serangga, krustasea, Annelida, moluska, dan lintah.

2.3. Konsentrasi Merkuri Di Air

Total konsentrasi merkuri sangat tergantung pada masukan dan siklus. Keberadaan merkuri di perairan telah banyak dilaporkan menyebabkan bioakumulasi dan biomagnifikasi merkuri pada biota perairan dan rantai makanan di perairan. Besarnya konsentrasi merkuri di perairan merupakan fungsi dari kondisi lingkungan yang dapat mendukung terjadinya unsur merkuri seperti suhu air yang tinggi, pH rendah, kondisi anaerobik, tingginya konsentrasi karbon organik terlarut dan kepadatan lahan basah disekitarnya (MacFarlane 2004; Yoga

et al. 2009).

Edward (2008) melaporkan bahwa hasil analisis konsentrasi merkuri di perairan laut Teluk Kao adalah 0,0001 ppm, konsentrasi ini masih di bawah nilai ambang batas sehingga aman untuk kehidupan biota perairan. Aktivitas penambangan baik oleh PT. Nusa Halmahera Minerals dan penambangan tanpa izin oleh masyarakat belum mencemari perairan tersebut. Hamid (2011) melaporkan bahwa Konsentrasi merkuri di Teluk Kao yaitu 0,0007 ppm lebih tinggi bila dibandingkan hasil dari Edward (2008). Hasil penelitian tersebut diatas dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsentrasi merkuri di perairan pesisir Teluk Kao

Konsentrasi merkuri di air laut Satuan Sumber

0,0001 0.0007

ppm ppm

Edward 2008 Hamid 2011

2.4. Konsentrasi Merkuri Di Sedimen

Distribusi, spesiasi dan bioavailabilitas merkuri dalam sedimen berbeda antar lokasi berdasarkan sampling sistemik sedimen dan konsentrasi merkuri. Merkuri dipengaruhi oleh faktor alam dan antropogenik, termasuk polutan terestrial, sifat geomorfik, dan secara tidak langsung dengan status ekonomi. Merkuri berkorelasi positif dengan bahan organik, pH, fraksi debu dan liat, tapi merkuri berkorelasi negatif dengan fraksi pasir. Merkuri yang ditemukan pada


(22)

7 Merkuri yang mudah dalam bioakumulasi di lahan basah mangrove dan mungkin

merupakan sumber alami emisi merkuri dari atmosfir (Ding et al. 2009).

Kontaminasi merkuri dalam sedimen terjadi karena proses alamiah (pelapukan batuan termineralisasi), proses pengolahan emas secara tradisional (amalgamasi), maupun proses industri yang menggunakan bahan baku yang mengandung merkuri. Nilai anomali unsur Hg dalam sedimen harus dievaluasi secara hati-hati mengingat besar kemungkinan terjadi pencemaran akibat pemakaian merkuri oleh pertambangan emas rakyat. Kontur dasar berbatu

biasanya tidak mengalami mineralisasi (Widhiyatna et al. 2005).

Umumnya konsentrasi logam pada suatu ekosistem perairan berhubungan dengan sumber masukan di sekitar kawasan, sehingga semakin tinggi masukan logam, cenderung semakin meningkatkan akumulasinya di dalam ekosistem perairan. Merkuri di perairan mengalami berbagai proses pengendapan, pengenceran, disperse dan absorbsi oleh organisme yang berada pada habitat kawasan ekosistem tersebut. Rendahnya pH pada sedimen berpotensi untuk meningkatkan konsentrasi merkuri. Selain itu pH merupakan faktor yang

mempengaruhi kapasitas absorbsi sedimen terhadap Hg2+, serta memicu

peningkatan toksisitas Hg bagi organisme (Sanusi 2006; Asonye et al. 2007,

Begum et al. 2009, dan Danazumi dan Bichi, 2010 dalam Cordova et al. 2011

serta Riani, 2011).

Menurut Palar (2004) dalam Riani (2012) menjelaskan bahwa konsentrasi

logam di air dan sedimen akan turun ketika pH naik. Hal ini disebabkan pada lingkungan perairan, bentuk logam antara lain berupa ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion kompleks. Hal ini mengakibatkan kelarutan logam dalam air dan sedimen di kontrol oleh pH, karena kenaikan pH dapat mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada perairan, hingga pada akhirnya di endapkan dalam bentuk lumpur.

Hasil terdahulu tentang konsentrasi merkuri sedimen pada Teluk Kao terutama di beberapa muara sungai di antaranya Sungai Cibok 0,014, Muara Sungai Kasusu 0,020 ppm, Muara Sungai Tabobo 0,151 ppm dan air panas sebagai Kontrol 0,137 (Edward 2008). Hasil analisis konsentrasi merkuri oleh Hamid (2011) di pantai Dumdum Kao Teluk berkisar antara 0,838-1,321 ppm dan stasiun pembanding sebesar 1,233 ppm. Konsentrasi merkuri sedimen Kao Teluk di sajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsentrasi merkuri di sedimen Kao Teluk

Konsentrasi merkuri di Sedimen Satuan Sumber

0,014-0,151 0,838-1,321

ppm ppm

Edward, 2008 Hamid, 2011

2.5. Peran Keong Popaco (T. telescopium) sebagai Bioindikator

Hutan mangrove mempunyai berbagai fungsi yang meliputi fungsi ekologi, biologi dan ekonomi. Secara biologi hutan mangrove dikenal sebagai daerah paska larva berbagai biota perairan seperti udang dan ikan, berbagai habitat alami kepiting dan moluska, sebagai daerah pemijahan, perlindungan dan penyediaan

makanan (Qasim 1998; Macintosh dan Ashton 2002; dalam Suresh et al. 2012).

Jenis organisme yang biasa digunakan sebagai bioindikator terutama pada ekosistem mangrove di antaranya adalah moluska, kepiting dan bivalv. Namun


(23)

8

terhadap logam berat dapat digunakan sebagai indikator biologi terutama pada

perairan yang tercemar. Umumnya Keong Popaco (T. telescopium) mendiami

tanah berlumpur yang kaya akan bahan organik, dekat dengan daerah pasang surut

dan mampu bertahan pada kadar garam yang tinggi bersifat eurihalin, mampu

bertahan pada tanah gambut payau sehingga memberikan indikasi untuk dapat

dimanfaatkan sebagai bioindikator (Hamsiah 2000; Suresh et al. 2012).

Keong popaco(T. telescopium) merupakan salah satu gasropoda yang hidup

di air payau terutama pada ekosistem hutan mangrove yang di dominasi oleh

pohon bakau (Rhizophora sp). Adapun sistematika hewan ini (Darma 1998;

Oemarjati dan Wardhana, 1990 dalam Hamsia 2000) adalah :

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Subkelas : Probobrachia

Ordo : Messogastropoda

Famili : Patomididea

Genus : Telescopium

Spesies : Telescopium telescopium Linne

Keunggulan Keong Popaco (T. telescopium) dari kerang lain untuk

pemantauan lingkungan adalah : distribusi geografisnya yang luas, berlimpah, menetap, toleran terhadap perubahan lingkungan. Konsentrasi polutan yang tinggi, aktivitas enzim sangat rendah apabila terpapar oleh kontaminasi bahan organik, populasinya luas dan stabil, berumur panjang, ukurannya wajar, cukup kokoh dalam bertahan hidup untuk perlakuan penelitian lapang maupun laboratorium sehingga dapat diadopsi untuk biomonitoring pencemaran logam

berat pada ekosistem perairan (Zhou et al. 2007).

Bioakumulasi dan distribusi logam berat pada kerang dan moluska adalah tinggi. Faktor biokonsetrasi untuk setiap spesies berbeda-beda terhadap setiap

jenis logam berat khususnya di daerah tropis misalnya (Crassiastrea iredalei dan

C. belcheri) dimana faktor biokonsentrasi untuk Zn adalah 2.9 x 105, Cu 8.0-8.1 x

103, Cd 2.6-4.1 x 103 dan Pb 0.9-1.8 x 103, menunjukkan tingginya akumulasi

logam oleh kerang (Boening 1999 dalam Zhou et al. 2007). Faktor biokonsentrasi

Hg pada kerang hijau yang dibudidaya pada tali nilon di Teluk Jakarta mencapai 10402 kali terhadap air, namun terhadap sedimen 63.69 kali (Riani 2009)

Keong Popaco (T. tetescopium) menyukai lahan terbuka dan banyak

mendapat sinar matahari. Substrat dan lumpur yang halus, sinar matahari, dan habitat yang di sukainya di tengah hutan mangrove. Umumnya keong popaco penghuni hutan asli ekosistem hutan mangrove terutama pada bagian tengah hutan mangrove, suatu tempat yang hanya digenangi dalam waktu tertentu. Keong

Popaco (T. tetescopium) juga mendapat pengaruh yang berimbang dari laut dan

darat, sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator mewakili daerah peralihan darat dan laut (Haryanto 2009).

Pengaruh pencemaran secara keseluruhan akan dapat menyebabkan terjadinya dominasi oleh organisme yang tahan terhadap kondisi lingkungan yaitu

jenis bivalvia sehingga terbentuk zonasi (Priyono 2004; Zaman 2001 dalam

Onrizal et al. 2009).

Hasil terdahulu tentang konsentrasi merkuri pada beberapa jenis

bio-indikator di antaranya pada insang Kerang darah (Anadara garanossa Lin) di


(24)

9 Konsentrasi merkuri pada kerang hijau yang dibudidaya di Muara Kamal Teluk Jakarta, pada stasiun yang terletak 1000m dari daratan (saat surut terendah) mencapai 9.362 ppm (Riani 2009).

2.6. Bioakumulasi dan Biotransformasi Merkuri

Karakteristik terkait bioavilabilitas seperti halnya sifat biogeokimia suatu unsur di perairan secara alamiah sangat dipengaruhi oleh spesiasi kimianya.

Spesiasi Hg2+ sebagai bentuk paling stabil di alam akan segera terkompleksasi

dengan berbagai gugus ligan baik organik maupun anorganik. Interaksi seperti ini

penting untuk mengontrol solubilitas, mobilitas, dan bioavilabilitas ion Hg2+.

Kompleksasi Hg2+ dengan materi organik akan meningkatkan solubilitasnya dan

mungkin akan memudahkan perpindahan merkuri dari lingkungan terrestrial ke

lingkungan akuatik (Santschi 1998; Buffle 1990; Santschi et al. 1997; Han dan

Gill 2005; Han et al. 2006; dalam Awalina et al. 2009) serta dari sedimen

perairan ke dalam kolom air (Riani 2012).

Pencemaran merkuri dan methyl merkuri dapat mempengaruhi peningkatan aktivitas enzim pada daging, usus, insang, ginjal dan hati. Berdasarkan sebuah

eksperimen dilakukan pengaruh peningkatan konsentrasi Hg2+ maupun CH3HgCl

dalam medium air terhadap kemampuan akumulasinya dalam berbagai jenis biota sangat bervariasi. Peningkatan konsentrasi Hg menyebabkan kenaikan kecepatan

mortalitas pada Tinca tinca, sejenis ikan karper yang dapat hidup diair tawar dan

payau. Pada ikan jenis P. gibbosus peningkatan konsentrasi Hg2+ mengakibatkan

kemampuan akumulasi senyawaan tersebut menurun, tetapi peningkatan

konsentrasi CH3HgCl dalam medium air justru memberikan efek yang

berlawanan. Hubungan antara konsentrasi kedua kontaminan tersebut terhadap respon enzim maupun rasio kedua enzim tersebut memberikan berbagai persamaan linier yang dapat digunakan untuk kepentingan pemantauan cemaran

senyawa merkuri pada air payau (Suseno et al. 2011).

Merkuri (CH3Hg+) adalah bentuk merkuri pada umumnya menyebabkan

pencemaran dilingkungan terutama terhadap ikan, kerang, burung-burung dan mamalia. Methyl merkuri dilingkungan menjadi bagian dari rantai makanan. Organisme air kecil menelan merkuri dari sekitar lingkungan mereka, dan pada akhirnya dimakan oleh ikan dan organisme air lainnya yang lebih besar. Akibatnya, terjadi biomagnifikasi merkuri, menjadi semakin terkonsentrasi sebagai polutan melalui rantai makanan. Mamalia laut, burung, dan hewan lainnya yang mengkonsumsi ikan dapat menjadi sangat tercemar dengan methyl merkuri . Umumnya, konsentrasi yang lebih tinggi ditemukan pada hewan yang lebih besar dan lebih tua (Weinberg 2010).

Merkuri terlarut Hg(II) dan MeHg terakumulasi dalam vegetasi air, fitoplankton, dan invertebrata bentik. Biomagnifikasi MeHg pada tingkat trofik yang berurutan dalam rantai makanan baik bentik, pelagis hingga pada ikan predator air tawar ditemukan hampir secara eksklusif sebagai transformasi aktif terhadap MeHg. Posisi trofik dan kompleksitas rantai makanan memainkan peran penting dalam bioakumulasi MeHg. Karakteristik kimia dan fisik dari ekosistem yang berbeda mempengaruhi serapan MeHg sebagai dasar dari rantai makanan, pengendali bioakumulasi pada tingkat trofik yang lebih tinggi. Dasar dari rantai makanan pada bagian pelagis ekosistem air tawar, MeHg diserap oleh plankton yang diperkirakan menjadi kombinasi difusi pasif dan difasilitasi transport. Plankton menyerap MeHg dapat ditingkatkan atau dihambat oleh adanya ikatan


(25)

10

ligan yang berbeda terhadap MeHg. Efisiensi asimilasi MeHg pada dasar rantai makanan juga dipengaruhi oleh jenis MeHg terlarut yang kompleks dalam air dan sedimen. Kemampuan dan perbedaan fungsi dari setiap organisme untuk melarutkan MeHg melalui proses pencernaan yang kompleks terhadap MeHg juga berbeda. Kehadiran ligan organik dan tingginya konsentrasi DOC di ekosistem air umumnya dianggap membatasi penyerapan MeHg oleh biota (Bloom 1992;

Watras et al. 1998:183; Kidd et al. 1995; Laporte et al. 2002; Lawson dan Mason

1998; Lawrence dan Mason 2001; Leaner dan Mason 2002; Driscoll 1995;. Sunda dan Huntsman 1998).

2.7. Pengaruh Merkuri terhadap Organisme

Toksikokinetik melalui penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi merkuri sangat tergantung pada bentuk merkuri dan reseptor yang terkena. Sifat fisik dan kimia merkuri pada umumnya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan serta kecenderungan untuk mengalami transformasi biologis, sehingga dapat diprediksi konsentrasi merkuri. Permasalahan yang di hadapi saat ini dalam mempelajari perilaku merkuri karena memiliki batas deteksi yang tinggi sebagai penentuan logam berat, masalah kontaminasi yang serius selama sampling, dan kurangnya konsentrasi merkuri dalam berbagai referensi saat ini (EEC 1976; EEC 1982; EEC

1984; Pavlogeorgatos 2001 dalam Pavlogeorgatos 2002).

Deposisi merkuri ke badan air juga dapat berdampak pada ekosistem dan satwa liar. Kontaminasi merkuri pada semua media lingkungan terutama sistem perairan mengalami eksposur terbesar karena bioakumulasi. Bioakumulasi mengacu pada penyerapan bersih dari kontaminan semua jalur yang mencakup akumulasi terjadinya kontak langsung ke media yang terkontaminasi serta penyerapan dari makanan (EPA 2011).

Merkuri di atmosfer yang memasuki ekosistem air melalui deposisi langsung dan limpasan dari daerah aliran sungai terestrial. Deposit merkuri, dapat dikonversi menjadi methyl merkuri organik terutama dimediasi oleh bakteri pengurai sulfat. Meningkatnya methylasi terutama pada kondisi lingkungan anaerob dan asam, hingga meningkatkan toksisitas merkuri dan berpotensi untuk bioakumulasi pada rantai makanan. Sejumlah kontrol kunci secara biogeokimia mempengaruhi produksi methyl merkuri dalam ekosistem perairan. Hal ini termasuk sulfur, pH, bahan organik, besi, merkuri "penuaan," dan aktivitas jenis

bakteri (Munthe et al. 2007).

2.8. Baku Mutu Produk Perikanan

Lingkungan perairan, khususnya sungai, danau, dan laut melalui jalur air dan tanah terbawa merkuri kemudian mengalami perubahan menjadi merkuri organik yang sangat beracun yakni methyl merkuri oleh organisme melalui proses metilasi. Merkuri organik jika dibandingkan dengan methyl merkuri dapat diserap enam kali lebih besar dan dapat bermigrasi melalui barrier sel dan menyebabkan keracunan. Rantai makanan merupakan jalur bioakumulasi merkuri yang paling penting (lihat Gambar 4). Proses bioakumulasi melalui rantai makanan meliputi plankton yang memperoleh merkuri melalui absorbsi permukaan secara pasif atau melalui asupan makanan, kemudian dimakan oleh konsumer plankton, yang kemudian dimakan oleh ikan yang lebih besar dan pada akhirnya dikonsumsi oleh

manusia (The Green Lane TM 2004; Gesbauer 2007 dalam Direktur Penilaian


(26)

11 Suhu yang lebih tinggi, produksi perikanan global harus tetap berimbang, namun distribusi spasial stok ikan dapat berubah karena migrasi ikan dari satu daerah ke daerah lain untuk mencari kondisi yang sesuai. Perubahan iklim lainnya berdampak pada perikanan meliputi angin permukaan (yang akan mengubah baik pengiriman nutrisi ke zona fotik dan kekuatan dan distribusi arus laut), tingkat

CO2 yang tinggi (yang mengubah keasaman laut) dan variabilitas curah hujan

(mempengaruhi permukaan air laut). Perubahan iklim dapat mempengaruhi produktivitas sistem akuakultur dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit ikan budidaya dan mengurangi kembali ke petani. Peristiwa cuaca ekstrim dapat mengakibatkan penurunan keragaman genetik yang dapat mempengaruhi

keanekaragaman hayati (Jaykus et al. 2008).

Perubahan lingkungan ekologi memiliki dampak, baik langsung maupun tidak langsung terhadap bahaya keamanan pangan pada berbagai tahap rantai makanan. Pemerintah harus siap untuk menghadapi perubahan tersebut. Beberapa negara maju telah memulai program kerja yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko keamanan pangan yang terkait dengan perubahan lingkungan. FAO memiliki peran penting dalam membantu negara-negara berkembang untuk menilai situasi perubahan keamanan pangan dan untuk mempromosikan kerjasama internasional dalam meningkatkan pemahaman tentang implikasi

keamanan perubahan pangan (Jaykus et al. 2008).

Persyaratan keamanan pangan (food safety) yang akan dikonsumsi,

merupakan salah satu hal yang penting untuk dipenuhi, agar supaya tubuh tetap sehat. Apa artinya makanan bergizi tinggi, berpenampilan menarik, lezat dan bermutu tinggi namun tidak aman untuk dikonsumsi. Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung (1) bahaya biologi atau mikrobiologi, (2) bahaya

kimia dan (3) bahaya fisik. (Ardiansyah 2006; Fardiaz 2008 dalam Anggrahini,

2008).

2.8.1. Bahaya Merkuri terhadap Kesehatan

Pencemaran logam berat tidak mengenal ambang batas karena kalau sudah masuk ke dalam tubuh manusia bersifat akumulatif atau tertimbun. Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh manusia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tubuh, menimbulkan cacat fisik, menurunkan kecerdasan, melemahkan system saraf, dan berpengaruh ke tulang. Terkait dengan afinitas, logam berat memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S, yang menyebabkan logam berat menyerang ikatan belerang (-SH) dalam enzim, sehingga enzim menjadi inaktif, yang menyebabkan terjadinya gangguan pada proses metabolisme dalam tubuh (Anggrahini 2008).

Merkuri yang diserap olah tubuh manusia diperkirakan hanya 15 persen, logam merkuri sebagian besar ditumbun oleh ginjal, otak, hati dan janin yang mengakibatkan kerusakan pada susunan syaraf pusat. Alkil merkuri dapat terakumulasi dalam jaringan karena sifatnya yang lipofilik sehingga ditimbun dalam jaringan lemak dengan menghambat fungsi enzimatik. Pengaruh merkuri lebih sensitive terhadap anak-anak, dapat berkembang menjadi masalah terhdap susunan syaraf pusat, system pencernaan, dan kerusakan ginjal. Merkuri bersifat, seperti pada Teluk Minamata, Jepang, kurang lebih tahun 1970an bayi yang lahir dari ibu yang terkontaminasi yang mengkonsumsi ikan tercemar merkuri mengalami


(27)

12

abnormal syaraf, termasuk retaldasi mental (Direktur Penilaian keamanan Pangan dan Balai Besar POM 2009).

Gambar 4. Proses Biomagnifikasi methyl merkuri di ekosistem

2.8.2. Batasan Merkuri dalam Pangan

US-EPA menetapkan batas merkuri pada air minum, sebesar 0,002 mg/l (2 ppb) dan merekomendasikan batas anorganik merkuri di sungai dan danau tidak lebih dari 144 ppt. Menurut U.S. Food and Drug Administration (FDA) menetapkan batas merkuri dalam air kemasan sebesar 0,002 mg/L, dan batas maksimum merkuri yang diperbolehkan terdapat dalam makanan

berupa produk perikanan sebesar 1 ppm (ATSDR 1999; Johnson, 1997 dalam

Direktur Penilaian keamanan Pangan dan Balai Besar POM 2009).

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.037/25lB/SK/Vll/1989 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan menetapkan bahwa batasan maksimum merkuri dalam produk pangan sebesar 0,03-0,5 mg/kg pangan.

Tabel 4. Batas maksimum cemaran merkuri dalam pangan

N Produk Prikanan Konsentrasi Maksimum

1. 2. 3. 4.

Ikan hasil olahan Ikan Predator

Kekerangan (Bivalvia, muluska dan teripang)

Udang dan krustasea lainnya

0.05 mg/Kg 1.0 mg/Kg 1.0 mg/Kg 1.0 mg/Kg Sumber : Standar Nasional Indonesia 2009.

III. METODE PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di muara Sungai Balaotin, Cibok, dan Kobok Kecamatan Kao Teluk Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2013.


(28)

13

3.2. Peta Lokasi Penelitian

Peta lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Kao Teluk, yaitu pada Sungai Balaotin, Cibok, dan Kobok Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara.

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian 3.3. Bahan dan Alat

Parameter lingkungan yang diukur dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada Tabel 6.

Tabel 5. Parameter Lingkungan

Parameter Satuan Metode

Suhu Kekeruhan pH

Salinitas Oksigen terlarut DHL

Logam Berat (Hg) Sedimen

Karbon Organik

0

C NTU

- ppt mg/l mS/m

ppm persen Tekstur

%

In Situ In Situ In Situ In Situ In Situ In Situ

AAS Ayakan


(29)

14

Tabel 6. Bahan dan alat yang digunakan

Alat Bahan

Horiba pH Tanah AAS Kamera GPS Alat tulis Kertas Label Botol sampel Kantong Sampel

Sampel air Sampel sedimen Sampel keong

H2SO4 pekat

KMnO4

K2S2O8

H3SO4

K2Cr2K7

FeSO4.7H2O

3.4. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel

Stasiun pengamatan ditentukan secara purposive sampling, berdasarkan

karakteristik lingkungan sekitar yaitu kawasan tanpa aktivitas penambangan emas di sekitar Muara Sungai Balaotin (ST I), kawasan penambangan emas tanpa izin (PETI) oleh masyarakat terdapat di sekitar Muara Sungai Cibok (ST II), dan kawasan penambangan emas yang di lakukan oleh PT. Nusa Halmahera Mineral (PT. NHM) di sekitar muara sungai Kobok (ST III).

Masing-masing stasiun dilakukan tiga kali sampling dimulai dari bulan Juni-Agustu 2013. Pengambilan sampel dilakukan di tiga titik pengamatan masing-masing pada ekosistem mangrove di sekitar muara sungai Balaotin, Cibok dan

Kobok koleksi sampel dilakukan saat surut terendah (Yap dan Noorhaidah 2011;

Maji et al. 2010).

3.5. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air permukaan sebanyak 500 ml difiksasi dengan

H2SO4 pekat.Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada saat surut rendah,

sampel sedimen permukaan dimasukkan ke dalam kantong platik volume 1 kg. Sampel di kering udarakan dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk proses

preparasi. Pengambilan sampel keong popaco (T. telescopium) saat surut dengan

menggunakan beberapa transek kuadrat (1x1m2) pada masing-masing stasiun

pengamatan. Keong popaco dalam transek dihitung, kemudian diambil untuk analisis morfometrik dan konsentrasi merkuri.

Analisis konsetrasi merkuri pada sampel air, sedimen dan keong dilakukan

di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri (BARISTAN) Manado

dengan metode AAS. Tekstur sedimen dan persen karbon organik dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB.

3.6. Preparasi sampel

Sampel air laut yang telah dikoleksi dimasukkan kedalam botol BOD

sebanyak 50 ml, kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat, 15 ml larutan

KMnO4, kocok dan dibiarkan 15 menit. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan

K2S2O8, dipanaskan dalam water bath pada suhu 950 C selama 2 jam. Setelah

dingin ditambahkan larutan hidroksilamin sampai warna ungu hilang, kemudian

dianalisis dengan AAS di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri

(BARISTAN) Manado.

Sampel sedimen dimasukkan kedalam beaker Teflon secara merata agar mengalami proses pengeringan sempurna, kemudian pengeringan sedimen dengan


(30)

15

oven pada suhu 1050 C selama 24 jam. Sedimen yang telah kering kemudian

ditumbuk hingga halus. Sedimen ditimbang sebanyak ±4 gram kemudian dimasukkan kedalam beaker Teflon yang tertutup. Selanjutnya ditambahkan 5 ml

larutan aqua regia dan dipanaskan pada suhu 1300C sampai semua sedimen larut,

pemanasan diteruskan hingga larutan hampir kering dan selanjutnya didinginkan pada suhu kamar dan sampel dipindahkan kesentrifus polietilen. Kemudian ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 30 ml dan dibiarkan hingga mengendap, kemudian menampung fase airnya. Selanjutnya siap diukur dengan

Spektrofotometer serapan atom (AAS) di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri (BARISTAN) Manado.

Sampel keong popaco ditimbang ±1-2 g, didestruksi dengan KMnO4,

hidroksilamin klorida dan larutan SnCl2. Sampel keong popaco kemudian

dimasukkan kedalam beaker Teflon secara merata agar mengalami proses

pengeringan sempurna. Sampel keong dikeringkan dengan oven pada suhu 1050 C

selama 24 jam. Sampel keong yang telah kering kemudian ditumbuk sampai halus. Sampel keong ditimbang ±1 g, selanjutnya sampel keong dimasukkan kedalam beaker Teflon yang tertutup. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan aqua

regia dan dipanaskan pada suhu 1300 C. Setelah semua sampel keong larut,

pemanasan diteruskan hingga larutan hampir kering dan selanjutnya didinginkan pada suhu kamar dan dipindahkan kesentrifus polietilen. Kemudian ditambahkan air destilasi hingga volumenya mencapai 30 ml dan dibiarkan mengendap, kemudian supernatannya dipisahkan. Selanjutnya dilakukan deteksi dengan

atomic absobtion spectrophotometric (AAS) di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri (BARISTAN) Manado.

Karbon organik tereduksi dengan larutan kalium dikromat (K2Cr2K7) 1 N

dalam suasana asam. Kemudian dikromat yang telah bereaksi dititrasi dengan larutan fero sulfat menggunakan difenilamin sebagai indikator.

Ditimbang 1 g sampel sedimen <0,5 mm kering udara, dimasukkan kedalam elenmeyer 500 ml dan disediakan juga penetapan blangko. Ditambahkan kalium

dikromat 1 N dan secara berlahan-lahan ditambahkan 20 ml larutan H2SO4,

elenmeter digoyang dengan tangan selama 1 menit, kemudian didiamkan selama 30 menit diatas asbes. Ditambahkan masing-masing 200 ml air destilasi, 5 ml asam fosfat pekat (80%) dan 1 ml larutan dipenilamin. Blangko dan sampel dititrasi dengan larutan ferosulfat 1 N hingga warna hijau, ditambahkan lagi 0,5

ml larutan K2Cr2K7 1 N dan dititrasi kembali dengan larutan FeSO2 1 N sampai

dengan warna hijau muncul kembali. Berat sampel dikoreksi dengan penetapan kadar air. Analisis persen tekstur dan karbon organik di lakukan di Laboratoriun

Tanah, Fakultas Pertanian IPB dengan metode Wakley dan Blachk.

3.7. Teknik Analisis Data Konsentrasi Merkuri

Hasil pembacaan absorban sampel oleh AAS selanjutnya dihitung dengan

menggunakan persamaan regresi sederhana yaitu :Y = a + bx, dimana nilai

absorban sebagai Y, sedangkan a dan b dari persamaan garis standar, maka diperoleh harga x yang merupakan konsentrasi contoh. Hasil perhitungan ini dinyatakan dengan ppm.

������������(���) = (�� − ��)


(31)

16

Ac adalah absorban contoh, Ab adalah absorban blangko dan FP adalah faktor pengenceran.

3.7.1. Teknik Analisis Faktor Biokonsentrasi Merkuri

Faktor biokonsentrasi merupakan hasil pembagian antara partikel dan fase terlarut yang meliputi partikel tersuspensi, biogenik organisme dan faksi

nonbiogenik (Baeyens et al. 2003). Untuk melihat faktor biokonsentrasi

digunakan persamaan (Vassiliki dan Konstantina 1984; in Falusi dan Olanipekun

2007) sebagai berikut :

��� = ������� �����

������� ������� 3.7.2. Teknik Analisi Geokonsentrasi Merkuri

Analisis indeks geokonsentrasi merkuri berdasarkan persamaan yang di

kemukakan Hasan et al. (2013) yaitu :

���� =���21.5 ����

Cn adalah konsentrasi merkuri yang terukur di sedimen, Bn adalah latar belakang konsentrasi merkuri di pesisir dan laut diperoleh dari tabel elemen

informasi geokimia merkuri yaitu 0.05 (http://www.webelements.com/mercury/geology.html), 1.5 adalah konstanta yang

digunakan untuk meminimal pengaruh variasi nilai latar belakang yang

berhubungan dengan variasi litologi pada sedimen. Apabila Igeo <0 praktis

tercemar, 0<Igeo <1 cukup tercemar, 1 < Igeo <2 tercemar.

3.8. Teknik Analisis Tekstur sedimen dan Karbon Organik

Penetapan kelas tekstur sedimen dengan menggunakan bantuan segitiga USDA, terhadap komposisi ukuran tekstur yang juga mempengaruhi distribusi dan penyebaran merkuri. Komposisi substrat akan dipisahkan berdasarkan kandungan pasir, debu dan liat, dibuat perbandingan diantara ketiga komposisi

berdasarkan United States Department of Agriculture (USDA) secara oline

(http://www.nrcs.usda.gov/wps/portal/nrcs/detail/soils/survey/tools/?cid=nrcs142p 2_054167). Hasil analisis tekstur sedimen digolongkan dalam segi tiga miler dalam (Gambar. 6). Hasil yang diperoleh diklasifikasikan kedalam skala

wenworth sediment Shaphard, (Natan 2008; Fitriana 2006).


(32)

17

Pengukuran peubah yang diamati dilakukan in situ dan di laboratorium.

Jenis-jenis peubah yang diamati serta peralatan ukur yang digunakan disajikan pada Tabel 5. Data hasil analisis kemudian dikelompokkan berdasarkan metode (USDA 1989). C-Organik digolongkan menjadi 5 kategori berdasarkan kandungan bahan organik yaitu: a) <1% sangat rendah; b) 1-2% (rendah); c) 2-3% (sedang); d) 3 – 5% (tinggi) dan e) >5% (sangat tinggi). Data tersebut kemudian

dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif (Haeruddin et al. 2005).

3.9. Analisis Data Ekobiologi Keong Popaco (T. telescopium) 3.9.1. Teknik Analisis Indeks Kepadatan Keong popaco

Kepadatan Analisis kepadatan popolasi keong popaco dihitung menggunakan indeks kepadatan (McClanahan dan Muthiga 1992) yaitu dengan persamaan sebagai berikut :

� = �

� Keterangan:

D : Kepadatan populasi (individu/m2)

x : Jumlah individu pada area yang diukur (individu)

m : Luas area pengambilan contoh (1 x 1 m2)

3.9.2. Teknik Analisis pola sebaran keong

Pola sebaran populasi Siput laut gonggong ditentukan dengan

menghitung indeks dispersi morisita dengan persamaan (Pratama et al.

2013) :

�� =�(∑ �

2− �

�−1 )

�(� −1)

Keterangan :

Id = Indeks Dispesi Morisita

n = Jumlah plot pengambilan contoh

N = Jumlah individu dalam n plot

X = Jumlah individu pada setiap plot

Nilai indeks morisita yang diperoleh diinterpretasikan sebagai berikut:

Id = 1, distribusi individu cenderung acak

Id = 0, distribusi individu bersifat seragam

Id = n (> 1), distribusi individu cenderung berkelompok.

Kemudian untuk menguji apakah suatu persebaran acak atau tidak, maka dilakukan uji chi kuadrat dengan rumus sebagai berikut :

�2 =� ��2

� � − �

Untuk melihat distribusi spasial dari keong yang diperoleh diuji pada taraf 5% dengan menggunakan diagram poisson, tipe distribusi spasial populasi.

3.9.3. Teknik Analisis indeks Kondisi

Indeks kondisi dihitung menggunakan pendekatan rumus berikut

(Sahin 2006; Yilzid et al. 2006; Davenport dan Chen 1987 dalam Komala


(33)

18

�������������= �����������������

������������������� �100

Data indeks kondisi kemudian dianalisis secara deskriptif dengan mengacu pada modifikasi kriteria yang dikemukakan oleh BCEOM 2003

dalam Komala et al. 2011), sebagai berikut :

• Nilai < 2,5 termasuk kategori kurus

• Nilai berkisar antara 2,5-4,5 termasuk kategori sedang

• Nilai > 4,5 termasuk kategori gemuk

3.10. Teknik Analisis Keamanan konsumsi Keong yang Terkontaminasi Merkuri

Keamanan konsumsi menurut Food Drug Administration (FDA). Paparan

merkuri harian (PMH) dan Paparan merkuri mingguan (PMM) masing-masing adaah 0.025 kg/hari dan 0.30 kg/minggu. Nilai tetapan untuk merkuri sebesar 0.0001 ppm. Ketetapan berat tubuh untuk orang dewasa dan anak-anak masing-masing adalah 70 kg dan 16 kg. Persamaan keamanan konsumsi produk

perikanan diacu berdasarkan Monteduro et al., (2007), Yusa et al., (2010) sebagai

berikut :

�������/��

Keterangan:

Em : Maksimum konsumsi yang diizinkan (ppm/kg/hari)

Cm : Konsentrasi merkuri pada sampel keong (ppm)

IR : Tingkat konsumsi 0.025 kg/hari dan 0,30 kg/minggu

BW : Berat tubuh (70 dan 16 kg)

Rd : Referensi dosis Hg 0.0001 ppm

Penentuan jumlah keong yang aman dikonsumsi perhari dan perminggu

untuk dewasa dan anak-anak yaitu dengan persamaan : � = (BrxJi)

1000 dimana Ek

adalah jumlah keong yang aman dikonsumsi, Br adalah rata-rata bobot daging

keong perkawasan, Ji adalah jumlah keong dari i sampai n yang aman untuk

dikonsumsi, 1000 adalah nilai konversi dari g ke kg. Selanjutnya menentukan jumlah maksimum paparan merkuri harian dan paparan merkuri mingguan yang aman dikonsumsi oleh orang dewasa dan anak-anak dengan persamaan :

ppm/kg/hari = ��������

/����

Ek adalah kg/hari dan kg/minggu, RHg adalah rata-rata konsentrasi merkuri

perkawasan, BW adalah bobot orang dewasa dan anak-anak, Hgrd adalah dosisi

referensi merkuri.

IV. HASIL 4.1. Konsentrasi Merkuri pada Air

Berdasarkan Gambar 7, pengukuran konsentrasi merkuri pada air di Muara Sungai Balaotin (ST I) berkisar antara 0,00052-0,0012 ppm. Konsentrasi merkuri yang tercatat di Muara Sungai Cibok (ST II) adalah 0,00026-0,00098 ppm. Konsentrasi merkuri di Muara Sungai Kobok (ST III) adalah 0,00036-0,00065 ppm. Konsentrasi merkuri pada air cenderung menurun sejalan dengan bulan


(34)

19 pengamatan. Konsentrasi merkuri tertinggi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Agustus, dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Konsentrasi merkuri pada air bulan Juni-Agustus masing-masing di Muara Sungai Balaotin (ST I), Cibok (ST II) dan Kobok (ST III). Rata-rata dan standar deviasi konsentrasi merkuri pada air di stasiun I, Muara Sungai Balaotin sebesar 0,00081±0,00032 ppm, stasiun II, Muara Sungai Cibok sebesar (ST II) 0,00064±0,00030 ppm, dan Muara Sungai Kobok (ST III) adalah 0,00034±0,00027 ppm, disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Rata-rata dan standar deviasi konsentrasi merkuri pada air perstasiun pengamatan.

Konsentrasi merkuri pada air cenderung homogen antar stasiun pengamatan. Nilai standar deviasi di Muara Sungai Balaotin sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi merkuri di Muara Sungai Cibok dan Kobok. Tingginya konsentrasi merkuri di Muara Sungai Balaotin diduga karena adanya pengaruh dari sistem hidrologi perairan seperti banjir dan arus pasang-surut yang menyebabkan merkuri terdistribusi pada kawasan tersebut. Hal inilah yang

0.0012 0.00098 0.00065 0.00052 0.00069 0.00036 0.00065 0.00026 td 0.0000 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012 0.0014

ST I ST II ST III

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Stasiun Pengamatan Juni Juli Agustus 0.00081 0.00064 0.00034 0.0000 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012

ST I ST II ST III

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Stasiun Pengamatan


(35)

20

menyebabkan konsentrasi merkuri pada kawasan tanpa aktivitas penambangan (ST I) lebih besar, dibandingkan dengan kawasan penambangan emas tanpa izin (ST II) dan kawasan sekitar aktivitas penambangan PT. NHM (ST III), disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Standar deviasi konsentrasi merkuri pada air berdasarkan stasiun pengamatan.

Konsentrasi merkuri di perairan Teluk Kao beberapa tahun terakhir cenderung meningkat. Berdasarkan beberapa laporan penelitian (Gambar 10), menunjukkan plot peningkatan konsentrasi merkuri pada perairan adalah 0,0001 ppm (2008), 0,0007 (2011) dan 0,0012 (2013).

Gambar 10. Konsentrasi merkuri pada air di perairan Kao Teluk berdasarkan hasil penelitian terdahulu.

4.2. Konsentrasi Merkuri pada Sedimen

Hasil pengukuran konsentrasi merkuri pada sedimen bulan Juni di Muara Sungai Balaotin (ST I) adalah 0,12 ppm, sedngkan pada bulan Juli dan Agustus masing-masing 0,07 ppm. Konsentrasi merkuri pada sedimen di Muara Sungai

0.00032

0.00030

0.00027

0.00000 0.00005 0.00010 0.00015 0.00020 0.00025 0.00030 0.00035

ST I ST II ST III

K

o

ns

ent

ra

si

M

er

kur

i (

p

p

m

)

Stasiun Pengamatan

0.0001

0.0007

0.0012

0.0000 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012 0.0014


(36)

21 Cibok (ST II) pada bulan Juni-Agustus berturut-turut 0,05 ppm, 0,09 ppm dan 0,07 ppm. Konsentrasi merkuri pada sedimen di Muara Sungai Kobok (ST III) yang terukur pada bulan Juni dan Juli masing-masing adalah 0,07 ppm dan 0,09 ppm, sedangkan pada bulan Agustus adalah 0,01 ppm (Gambar 11). Konsentrasi merkuri pada sedimen tertinggi di Muara Sungai Balaotin pada bulan Juni, sedangkan terendah di Muara Sungai Kobok pada Bulan Agustus.

Komposisi tekstur sedimen di Muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok masing-masing adalah liat dan lempung, liat dan lempung berpasir serta liat dan lempung berdebu berkorelasi positif dengan merkuri. Komposisi tekstur yang terdiri dari liat dan lempung memiliki afinitas yang tinggi terhadap merkuri.

Gambar 11. Konsentrasi merkuri pada sedimen Juni hingga Agustus, masing-masing di Muara Sungai Balaotin (ST I), Cibok (ST II) dan Kobok (ST III).

Rata-rata dan standar deviasi konsentrasi merkuri pada sedimen di Muara Sungai Balaotin adalah 0,09±0,03 ppm, Muara Sungai Cibok adalah 0,07±0,02 ppm, dan Muara Sungai Kobok adalah 0,06±0,04 ppm, (Gambar 12). Konsentrasi merkuri pada sedimen bervariasi antar stasiun pengamatan. Rata-rata konsentrasi merkuri pada sedimen tercatat sedikit lebih tinggi di Muara Sungai Balaotin dibandingkan dengan rata-rata konsentrasi merkuri yang terukur di Muara Sungai Cibok dan Kobok.

Gambar 12. Rata-rata dan standar deviasi konsentrasi merkuri pada sedimen perstasiun pengamatan.

0.12

0.05

0.07 0.07

0.09 0.09

0.07 0.07

0.01 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

ST I ST II ST III

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Stasiun Pengamatan Juni Juli Agustus 0.09 0.07 0.06 0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120

ST I ST II ST III

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Stasiun Pengamatan


(37)

22

Hasil penelitian sebelumnya tentang konsentrasi merkuri di sedimen bervariasi pada tahun 2008 hingga 2013, rendah pada tahun 2008, naik secara drastis ditahun 2011 kemudian turun di tahun 2013, fluktuasi merkuri pada sedimen disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Kondisi konsentrasi merkuri di sedimen di Kao Teluk berdasarkan penelitian terdahulu.

4.2.1. Indeks Geokonsentrasi Merkuri

Hasil analisis geoakumulasi merkuri menunjukkan di Muara Sungai Balaotin sebesar 0,482 ppm, Muara Sungai Cibok dan Kobok adalah 0,361 ppm. Berdasarkan hasil analisis tentang indeks geokonsentrasi di tiga stasiun yang

terdapat di Teluk Kao, dikategorikan pencemaran sedang karena Igeo 0< 1.

4.2.2.Tekstur Sedimen

Hasil analisis tekstur sedimen di Muara Sungai Balaotin (ST I) didominasi pasir 40,08-40,96%, debu 27,92-43,52% dan liat 12,31-31,12%, Muara Sungai Cibok (ST II) pasir 26,36-71,80%, debu 22,47-49,39% dan liat 5,73-26,03%, sedangkan di Muara Sungai Kobok (ST III) pasir 7,73-36,78%, debu 41,47-44,66% dan liat 21,75-43,51%, sepeti disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Tekstur sedimen

Tekstur (%) Juni Juli Agustus Kawasan

Pasir Debu Liat 40,08 34,35 25,57 40,96 27,92 31,12 44,17 43,52 12,31 ST I Pasir Debu Liat 26,36 49,39 24,25 37,57 36,44 26,03 71,80 22,47 5,73 ST II Pasir Debu Liat 36,78 41,47 21,75 7,73 44,66 43,51 33,61 42,31 24,08 ST III

Hasil analisis segitiga tekstur berdasarkan United States Department of

Agriculture (USDA) di Muara Sungai Balaotin diperoleh komposisi liat dan

0.15 0.83 0.12 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Edward, 2008 Hamid, 2011 Hasil Penelitian, 2013

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Hasil Penelitian


(38)

23 lempung liat, Muara Sungai Cibok lempung berpasir dan lempung, dan Muara Sungai Kobok diperoleh komposisi lempung dan lempung berdebu, (Gambar 14).

Gambar 14. Segitiga Tekstur (USDA), Keterangan ● ST I ● ST II dan ● ST III.

4.2.3.C-Organik

Hasil analisis C-organik di Muara Sungai Balaotin berkisar 6,06-7,42 %, Muara Sungai Cibok berkisar 4,54-6,62% dan di Muara Sungai Kobok berkisar 5,02-7,02, seperti terlihat pada Tabel 8. Rata-rata C-organik di Muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok berturut-turut adalah 6,70 %, 5,31 % dan 6,27 %. Kategori C-organik pada masing-masing stasiun pengamatan adalah sangat tinggi, dimana kuantitas C-organik berkorelasi positif dengan konsentrasi merkuri pada sedimen (Tabel 8). Hal ini merupakan salah satu faktor yang diduga menyebabkan konsentrasi merkuri pada sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi merkuri pada air.

Tabel 8. C-organik (%)

Stasiun Pengamatan ST I ST II ST III

Juni 6,62 6,62 6,78

Juli 6,06 4,78 5,02

Agustus 7,42 4,54 7,02

Rata-rata 6,70 5,31 6,27

4.2.4. pH Sedimen

Hasil pengukuran pH sedimen selama penelitian di Muara Sungai Balaotin (ST I) berkisar 4,5-6,9, Muara Sungai Cibok dan Kobok masing-masing adalah 3,9-5,2 dan 4,8-5,9, seperti disajikan pada Tabel 9. Kisaran pH yang terukur pada masing-masing stasiun pengamatan adalah pada kondisi basah yakni <7. Hal ini diduga karena merkuri lebih mudah larut dan dapat memediasi terjadinya proses metilasi pada sedimen, sehingga dapat meningkatkan toksisitas merkuri (Riani, 2012).


(39)

24

Tabel 9. pH sedimen

Stasiun Pengamatan ST I ST II ST III

Juni 6,9 5,2 5,9

Juli 5,5 4,1 5

Agustus 4,5 3,9 4,8

4.3. Konsentrasi Merkuri pada Keong Popaco (T. telescopium)

Hasil pengukuran konsentrasi merkuri pada keong popaco (T. telescopium)

di Muara Sungai Balaotin (ST I) cenderung meningkat berdasarkan bulan pengamatan (Juni hingga Agustus) berturut-turut adalah 0,07 ppm, 0,09 ppm dan 0,13 ppm (Gambar 15). Konsentrasi merkuri pada keong popaco di Muara Sungai Cibok (ST II) juga meningkat seiring dengan bulan pengamatan masing-masing adalah 0,13 ppm, 0,11 ppm dan 0,15 ppm. Konsentrasi merkuri pada keong di Muara Sungai Kobok (ST III) homogen antara bulan Juni dan Agustus masing-masing adalah 0,11 ppm, sedangkan sedikit menurun pada bulan Juli adalah 0,06 ppm.

Gambar 15. Konsentrasi merkuri pada keong popaco bulan Juni sampai dengan Agustus masing-masing di Muara Sungai Balaotin (ST I), Cibok (ST II) dan Kobok (ST III).

Rata-rata konsentrasi merkuri pada keong popaco (T. telescopium) di Muara

Sungai Balaotin sebesar 0,10±0,02 ppm, Muara Sungai Cibok 0,13±0,02 ppm, dan Muara Sungai Kobok sebesar 0,09±0,02 ppm, disajikan pada Gambar 16. Konsentrasi merkuri pada keong popaco cenderung homogen antara Muara Sungai Balaotin dan Kobok dibandingkan dengan konsentrasi merkuri pada keong popaco yang terdapat di Muara Sungai Cibok. Rata-rata konsentrasi merkuri pada keong popaco tertinggi di Muara Sungai Cibok dan Terendah di Muara Sungai Kobok. Tingginya konsentrasi merkuri pada keong popaco di Muara Sungai Cibok diduga dipengaruhi oleh aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di sepanjang sungai tersebut.

0.07 0.13 0.11 0.09 0.11 0.06 0.13 0.15 0.11 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

ST I ST II ST III

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Stasiun Pengamatan Juni Juli Agustus


(40)

25

Gambar 16. Rata-rata dan standar deviasi konsentrasi merkuri pada keong popaco di Muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok.

4.3.1. Faktor Biokonsentrasi Merkuri Keong popaco (T. telescopium)

Faktor biokonsentrasi merkuri didefenisikan sebagai jumlah penyerapan biota terhadap logam tertentu melalui media hidupnya. Faktor biokonsentrasi merkuri pada keong popaco terhadap partikel terlarut (sedimen) bulan Juni di Muara Sungai Balaotin dan Cibok masing-masing adalah 0,58 ppm, dan 2,60 ppm, sedangkan di Muara Sungai Kobok sebesar 1,57 ppm (Tabel 10).

Tabel 10. Faktor biokonsentrasi merkuri keong popaco melalui sedimen (ppm).

Stasiun Pengamatan ST I ST II ST III

Juni 0,58 2,60 1,57

Juli 1,29 1,22 0,67

Agustus 1,86 2,14 11,00

Rata-rata 1,24 1,99 4,41

4.4.Distribusi Merkuri pada air sedimen dan keong

Distribusi merkuri di Muara Sungai Balaotin (ST I) bulan Juni hingga Agustus diperoleh konsentrasi merkuri pada keong popaco lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi merkuri pada sedimen dan air. Kisaran distribusi konsentrasi merkuri pada keong popaco, sedimen dan air masing-masing adalah 0,07-0,13 ppm, 0,07-0,12 ppm dan 0,00052-0,00126 ppm (Gambar 17). Rendahnya konsentrasi merkuri dalam air dibandingkan sedimen disebabkan sebagian besar logam berat termasuk merkuri yang berasal dari lingkungan perairan umumnya terendapkan dalam sedimen sehingga sedimen sangat representatif untuk merekam akumulasi logam berat di perairan.

0.10

0.13

0.09

0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 0.160

ST I ST II ST III

K

o

ns

ent

ra

si

M

er

kur

i

(

p

p

m

)


(41)

26

Gambar 17. Distribusi merkuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni hingga Agustus di Stasiun I.

Kisaran distribusi merkuri pada keong, sedimen dan air (Gambar 18) bulan Juni sampai Agustus di Muara Sungai Cibok (ST II) masing-masing adalah 0,11-0,15 ppm, 0,05-0,09 ppm dan 0,00026-0,00098 ppm. Konsentrasi merkuri tertinggi terdeteksi pada keong dan konsentrasi merkuri terendah pada air.

Gambar 18. Distribusi merkuri pada keong, sedimen dan keong bulan Juni-Agustus di stasiun II.

Konsentrasi merkuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni-Agustus di Muara Sungai Kobok (ST III) berturut-turut adalah 0,06-0,11 ppm, 0,01-0,09 ppm, dan 0,00036-0,00065 ppm. Konsentrasi merkuri tertinggi pada keong popaco sedangkan terendah pada air, disajikan pada Gambar 19.

0.00126 0.00052 0.00065

0.12

0.07 0.07

0.07 0.09 0.13 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25

Juni Juli Agustus

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Bulan Pengamatan Keong Sedimen Air

0.00098 0.00069 0.00026

0.05

0.09

0.07

0.13 0.11

0.15 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25

Juni Juli Agustus

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Bulan Pengamatan Keong Sedimen Air


(42)

27

Gambar 19. Distribusi konsentrasi merkuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni-Agustus di stasiun III.

Kisaran rata-rata distribusi mekuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni hingga Agustus masing-masing adalah 0,09-0,13 ppm, adalah 0,05-0,08 ppm, dan 0,00030-0,00096 ppm. Rata-rata distribusi merkuri pada keong, sedimen dan air dapat dilihat pada gambar 20. Konsentrasi merkuri pada keong popaco lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi merkuri pada sedimen dan air. Hal ini diduga bioakumulasi merkuri pada keong popaco relatif lebih cepat, terkait

dengan merkuri di sedimen. Menurut Umar et al. (2001) dan Riani et al. (2014)

logam berat yang masuk ke perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi kemudian diserap oleh organisme di perairan tersebut.

Gambar 20. Rata-rata distribusi konsentrasi merkuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni-Agustus.

Distribusi merkuri pada keong antar bulan pengamatan yaitu Juni-Agustus cenderung homogen masing-masing adalah 0,03 ppm, 0,03 ppm dan 0,02 ppm. Distribusi merkuri pada sedimen cenderung bervariasi antar bulan Juni-Agustus

0.00065 0.00036

0.07 0.09 0.01 0.11 0.06 0.11 0.00 0.04 0.08 0.12 0.16

Juni Juli Agustus

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Bulan pengamatan Keong Sedimen Air

0.00096 0.00052 0.00030

0.08 0.08

0.05 0.10

0.09 0.13

-0.01 0.01 0.03 0.05 0.07 0.09 0.11 0.13 0.15 0.17 0.19

Juni Juli Agustus

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Bulan pengamatan Keong Sedimen Air


(43)

28

masing-masing adalah 0,04 ppm, 0,03 ppm, dan 0,01 ppm. Distribusi merkuri pada air cenderung homogen antar bulan Juni dan Agustus masing-masing adalah 0,0003 ppm, sedangkan bervariasi pada bulan Juli (0,0002 ppm). (Gambar 21).

Menurut Amin et al. (2009) 90% logam berat yang terkontaminasi pada

lingkungan perairan akan terendap di dalam sedimen. Leiwakabessy (2005) dan Riani (2012) juga melaporkan bahwa logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air.

Gambar 21. Standar deviasi merkuri pada keong, sedimen dan air bulan Juni-Agustus.

4.5. Ekobiologi Keong Popaco (T. telescopium)

Berdasarkan pengamatan pada tiga lokasi pengamatan distribusi ukuran keong yakni keong popaco yang berukuran kecil cenderung menempati daerah mangrove yang lebih dekat dengan daratan, sedangkan keong yang berukuran bersar terdapat pada bagian tengah hutan mangrove.

Cangkang keong popaco menyerupai seperti kerucut, dengan garisan melingkar dari ventral ke balgian literal. Warna cangkang antara coklat hingga coklat kehitaman, jaringan keong berupa jaringan lunak dan jaringan keras yang melingkar mengikuti ruang kosong pada bagian dalam cangkang yang disokong dengan tiang pada bagian tengahnya. Jaringan lunak terdiri dari gonad dan jaringan pencernaan yang terbungkus dengan lapisan tipis yang elastis. Ukuran panjang keong popaco yang ditemukan mencapai 10.7 cm dan lebar 5 cm.

Keong popaco (T. telescopium) merupakan hewan yang bergerak pasif dan

hanya bergerak ketika surut. Cara pergerakan keong yaitu menjulurkan jaringan keras dibagian permukaan cangkang kemudian merayap diatas permukaan lumpur.

4.5.1. Indeks Kepadatan Keong popaco (T. telescopium)

Kepadatan keong popaco tinggi di sekitar Muara Sungai Balaotin (ST I), kemudian berturut-turut disekitar Muara Sungai Cibok (ST II) dan Kobok (ST III)

0.0003 0.0002 0.0003

0.04 0.01 0.03 0.03 0.03 0.02 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08

Juni Juli Agustus

K o ns ent ra si M er kur i ( p p m ) Bulan pengamatan Keong Sedimen Air


(44)

29 Tabel 11. Tingginya kepadatan di sekitar Muara Sungai Balaotin diduga disebabkan oleh preferensi habitat yang disukai keong, dalam hal ini kawasan tersebut merupakan lahan bekas tambak yang cenderung terbuka. Di Sekitar Muara Sungai Cibok dan Kobok cenderung lebih tertutupi oleh kerapatan mangrove, namun keong kurang menyukai preferensi habitat ini.

Tabel 11. Indeks Kepadatan Keong popaco (ind/m2)

Kawasan Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Juni Juli Agustus 12 11 11 7 5 9 6 7 5

Rata-rata 11.3 7 6

4.5.2. Pola Sebaran Keong Popaco (T. telescopium)

Pola sebaran keong popaco yang ditemukan Muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok masing-masing adalah 0,97, 1,01 dan 0,97, nilai pola sebaran keong popaco selengkapanya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pola sebaran keong popaco (T. telescopium)

Stasiun Pengamatan id Rerata S2 X2 Pola Sebaran

Kao Teluk 1,08 8,11 2,55 2,52 Mengelompok

ST I 0,97 11,33 0,33 0,058 Acak

ST II 1,01 7 4 1,14 Mengelompok

Acak

ST III 0,97 6 1 0,33

Keterangan : S2 adalah ragam id adalah Indeks Morsita

4.5.3. Indeks Kondisi Keong popaco

Hasil analisis indeks kondisi keong popaco (T. telescopium) bulan Juni

sampai dengan Agustus di Muara Sungai Balaotin berkisar antara 5,02-7,71 gram/berat kering, Muara Sungai Cibok berkisar 3,93-8,93 gram/berat kering dan Muara Sungai Kobok berkisar antara 2,54-6,02 gram/berat kering. Indeks kondisi keong popaco pada setiap stasiun pengamatan bulan Juni hingga Agustu disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Indek kondisi keong popaco (T. telescopium)

Stasiun Pengamatan ST I ST II ST II

Bulan Indeks Kondisi Indeks Kondisi Indeks Kondisi

Juni Juli Agustus 5,02 g 3,87 g 7,71 g 7,41 g 8,93 g 3,92 g 5,43 g 2,54 g 6,02 g

4.6. Paparan Harian dan Mingguan Keong Popaco yang Terkontaminasi Merkuri

Paparan harian keong popaco yang terkontaminasi merkuri di Taluk Kao untuk orang dewasa berkisar 0,21-0,58 ppm/kg/hari. Rata-rata paparan merkuri harian keong popaco di Muara Sungai Balaotin, Cibok dan Kobok masing-masing adalah 0,34 ppm/kg/hari, 0,51 ppm/kg/hari dan 0,33 ppm/kg/hari, (Tabel 14).


(1)

73 Lampiran 16. Analisis Segi Tiga Tekstur secara online


(2)

74


(3)

75 Lampiran 18. Segi tiga tekstur di Muara Sungai Cibok adalah liat dan lempung


(4)

76

Lampiran 19. Segi tiga tekstur sedimen di Muara Sungai Kobok adalah liat dan lempung berdebu


(5)

77

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kayoa, Halmahera Selatan pada tanggal 10 Oktober 1982 sebagai anak bungsu dari pasangan Samman dan Jubaidah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate, lulus pada tahun 2008 dan pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP) Program Pascasarjana IPB. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Ditjen Pendidikan Tinggi. Penulis bekerja sebagai Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan pada tahun 2008 dan ditempatkan di Ternate. Selama mengikuti program S-2, penulis mempublikasikan Jurnal Karya Ilmiah berjudul Konsentrasi merkuri dan hubungannya dengan indeks kepadatan keong popaco (T. telescopium) di Kao Teluk, Halmahera Utara telah diterbikan di Jurnal DEPIK UNSIA di Banda Aceh pada bulan Agustus 2014 karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-2.


(6)

Indeks Singkatan AAS ATSDR BARIATAND BCF DOC DOM EPA FAO FDA Hg HgCl CH3HgCl Igeo Kd MeHg NOAA POM PT. NHM PETI PMH SNI UNEP WHO

: Atomic absorption spectrometer

: Agency for Toxic Substances and Disease Registry : Balai Riset dan Standarisasi Industri Daerah

: Bioconcentration factor : Dissolved organic carbon : Dissolved organic matter

: Environmental Protection Agency : Food and Agriculture Organization : Food Drug Administration

: Hydragyrum : Merkuri anorganik

: senyawa alkil merkuri

: Indeks geokonsentrasi : Koefisien distribusi : Metil Merkuri

: National Oceanic and Atmospheric Administration : Badan Pengawas Obat dan Makanan

: Perseroan Terbatas Nusa Halmahera Mineral : Penambangan Eman Tanpa Izin

: Paparan Merkuri Harian

: Standar Nasional Indonesia

: United Nations Environment Program : World Health Organization

Istilah Bimagnifikasi Bioakumulasi Biokonsentrasi Kompartemen Afinitas

: Penyerapan senyawa merkuri yang masuk ke dalam rantai makanan sehingga secara berurutan meningkatkan senyawa tersebut dari produsen hingga konsumen tertinggi.

: Proses perpindahan senyawa merkuri ke dalam organisme yang kemudian akan ditimbun dalam sel atau jaringan tubuhnya.

: Kemampuan suatu organisme untuk mengolah atau merubah suatu senyawa senyawa yang berbahaya menjadi suatu senyawa yang lebih sederhana dan tidak membahayakan. : Ruang tempat zat bebas masuk dan bercampur secara

homogen dan terjadi pertukaran zat dari luar ke dalam atau sebaliknya

: Kecenderungan suatu unsur atau senyawa untuk m em bentuk ikatan kim ia dengan unsur atau senyawa lain.