4 DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Umum Kota Dumai 4.1.1 Letak geografis
Kota Dumai terletak di pesisir timur pulau Sumatera, Rupat. Secara geografis
Kota Dumai terletak pada posisi 1°27’ – 2° 15’ Lintang Utara dan 101°0’ -101°50’
Bujur Timar yang berbatasan dengan wilyah: -
Sebelah Utara dengan Selat Rupat -
Sebelah Timur dengan Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis -
Sebelah Selatan dengan Kecamatan Mandau dan Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis
- Sebelah Barat dengan Kecamatan Tanah Putih dan Kecamatan Bangko
Kabupaten Rokan Hilir. Kota Dumai mempunyai luas wilayah 3.611 km
2
yang meliputi daratan 2.308,60 km
2
63,93 dan lautan 1.302,40 km
2
36,07 atau setara 26.800 Ha dengan garis pantai sepanjang 134 km, mangrove seluas 14.062,5 Ha dan kawasan
pasang surut seluas 8.968 Ha.
4.1.2 Keadaan topografi
Topografi wilayah Kota Dumai relatif datar dengan ketinggian dari permukaan laut 1-4 m dan kemiringan kurang dari 3 . Keadaan pantai disekitar muara sungai
landai, rawa dialiri oleh 15 sungai membentang dari barat dengan total panjang 222 km dari ± 115,5 km dapat dimanfaatkan untuk prasarana perhubungan laut dengan
menggunakan perahu-perahu kecil yang bermuara ke Selat Rupat. Sungai terpanjang adalah Sungai Bulu Bala 40 km, Sungai Senepis 35 km dan Sungai Mesjid 29 km
dengan Kondisi kualitas air pada umumnya payau, asin dan berwarna keruh. Terdapat danau seluas 25 Ha merupakan potensi untuk usaha budidaya.
4.1.3 Karakteristik oseanografi
Perairan pesisir Kota Dumai merupakan bagian dari Selat Rupat. Selat Rupat terbentuk diantara daratan Pulau Sumatera dengan Pulau Rupat, sementara Pulau
Rupat berada di Selat Malaka, sehingga baik bagian utara maupun bagian timur Selat
Rupat berhubungan langsung dengan Selat Malaka, dengan demikian kondisi oseanografi perairan Selat Rupat , khususnya perairan pesisir Kota Dumai banyak
dipengaruhi oleh kondisi perairan Selat Malaka. 1
Pasang Surut Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya permukaan air laut sebagai
akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari terhadap massa air di bumi. Bulan mempunyai peranan yang lebih besar dari pada matahari
dalam menentukan pasang surut Bishop 1984. Di Perairan Kota Dumai terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari
semalam. Hanya saja tinggi antara pasang yang satu berbeda dengan yang lainnya. Menurut Nontji 1993, tipe pasang tersebut termasuk ke dalam tipe pasang surut
campuran condong keharian ganda. Perbedaan tinggi pasang surut di perairan Kota Dumai mencapai 3,1 meter. Hal
ini terjadi pada saat pasang purnama, baik pada saat bulan purnama maupun pada saat bulan baru. Pada saat ini pasang tinggi akan maksimum dan surut terendah akan
minimum. Sedangkan pada saat perbani, perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah hanya 0,7meter.
Dalam satu bulan terjadi dua kali pasang purnama dan dua kali pasang perbani. Di mana tinggi pasang surut dari hari kehari berikutnya tidak sama. Adanya
perbedaan ini disebabkan oleh posisi bulan terhadap bumi berubah sesuai dengan pergerakan bulan mengelilingi bumi. Untuk perairan Kota Dumai pasang tinggi dari
satu hari kehari berikutnya akan terlambat 50 menit PKSPL UNRI 2002. 2
Musim Pada daerah yang berhubungan langsung dengan Selat Malaka, masyarakat
nelayan mengenal empat musim yaitu: musim utara, timur, selatan dan barat. Kondisi oseanografi perairan sangat ditentukan oleh musim dimana pada musim utara, angin
berhembus sangat kuat disertai gelombang besar. Sementara pada musim timur juga terjadi angin kencang dan gelombang besar namun tidak sebesar musim utara.
Sedangkan pada musim selatan dan barat gelombang dan angin relatif tenang dibandingkan musim utara . Walaupun pada musm utara dan timur angin kencang dan
gelombang besar, namun kondisi ini tidak langsung mempengaruhi perairan pasisir Kota Dumai karena terlindung oleh Pulau Rupat.
Bagian utara dan timur Selat Rupat berhubungan langsung dengan Selat Malaka, maka pada musim-musim tersebut kondisi di Selat Malaka akan merambat
masuk ke perairan pesisir Kota Dumai melalui ujung utara dan timur Selat Rupat. Sehingga pada beberapa bagian daerah pesisir terutama bagian timur dan utara
terjadi abrasi di Pantai akibat aksi gelombang besar yang merambat dari Selat Malaka.
3 Pola Arus
Arus yang terjadi di perairan pesisir kota Dumai merupakan arus yang dibangkitkan oleh gerakan gelombang pasang surut yang merambat dari Selat Malaka
dan Selat Rupat. Dengan demikian arah arus yang terjadi akan mengikuti pola arus yang terjadi di Selat Malaka dan Selat Rupat PKSPL UNRI 2003.
Secara umum arus pasang di Selat Malaka akan bergerak dari arah barat laut ke arah tenggara sedangkan pada saat surut arus akan bergerak dari arah tenggara
menuju barat laut. Sementara di Selat Rupat khususnya di perairan pesisir Kota Dumai, pada saat air pasang, arus akan merambat dari arah utara menuju selatan.
Setelah itu arus akan berbelok ke arah timur dan bergabung kembali dengan arus di Selat Malaka, yang mengalir ke arah tenggara dan sebagian masuk ke Selat
Bengkalis. Sebaliknya pada saat surut , arus akan bergerak dari arah timur menuju barat kemudian berbelok ke utara dan keluar di Selat Malaka.
Kecepatan arus pada masing-masing tempat juga bervariasi, akan tetapi secara umum kecepatan arus pada saat pasang lebih tinggi dibandingkan dengan saat surut.
Kecepatan arus maksimum 0,5 meterdetik 1,0 knot terjadi pada saat pasang. Arus yang paling lambat terjadi pada saat surut yaitu hanya 0,22 meterdetik 0,4 knot
PKSPL UNRI 2003. 4
Gelombang Tinggi gelombang di perairan pesisir Kota Dumai berkisar antara 0,05 hingga
0,35 meter. Pada musim utara gelombang yang cukup besar akan menerpa bagian utara dan timur pesisir Kota Dumai. Hal ini dkarenakan daerah ini berhadapan
langsung dengan selat malaka yang merupakan parairan terbuka. Selama musim tersebut gelombang dapat menyebabkan abrasi.
5 Suhu dan Salinitas
Suhu dan Salinitas mempengaruhi densitas air ρ. Semakin dalam perairan,
suhunya makin rendah dan salinitas makin meningkat, sehingga rapat air juga meningkat Raymont, 1996 dalam PKSPL UNRI, 2003.
Suhu sangat berpengaruh terhadap kondisi arus di laut. Arus air akan bergerak dari perairan bersuhu tinggi ke perairan yang bersuhu rendah, untuk menggantikan
massa air yag menguap. Suhu air permukaan di laut Dumai cukup tinggi 32°C - 34°C. Pada lokasi pengukuran dua mil dari pantai, sedangkan salinitas perairan laut Kota
Dumai berkisar 14-27 ppt, di mana pada muara-muara sungai salinitasnya lebih rendah yaitu 14-22 ppt.
4.2 Kondisi Perikanan Tangkap
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam suatu pengoperasian alat tangkap dimana terdiri dari nelayan, perahukapal penangkap ikan
dan alat tangkap yang digunakan.
4.2.1 Nelayan
Nelayan adalah orang yang mata pencahariananya melakukan usaha penangkapan ikan. Nurani 1987 mendefenisikan nelayan sebagai orang yang secara
aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan di pesisir perairan Kota Dumai dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: nelayan penuh, nelayan
sambilan dan buruh nelayan andon. Tabel 3 Jumlah nelayan berdasarkan kategori usaha di Perairan Pesisir Kota Dumai
tahun 2000 – 2006
No Kategori Usaha
Tahun 2000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 1
Nelayan Penuh
1.199 1.221 1.244 1.252 1.250 1.252 1.256
2 Nelayan Sambilan
346 352
364 367
369 365
368 3
Buruh Nelayan Andon 168
171 195
196 198
201 202
Jumlah 1.713
1.744 1.803 1.815 1.817 1.818 1.826 Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan tahun 2006
4.2.2 Perahukapal
Perahu kapal yang beroperasi diperairan Kota Dumai, dapat berupa kapal sarana transportasi orang atau barang maupun kapal unit penangkapan ikan yang
didominasi oleh perahu tidak bermotor ukuran sedang. Tahun 2005-2006 perahu kapal motor 0-5 GT mengalami peningkatan.
Tabel 4 Perahukapal berdasarkan jenisukuran di Perairan Pesisir Kota Dumai tahun 2000-2006
No Ukuran Perahu
Tahun Kapal
motor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Perahu
tanpa motor
463 486 533 538 544 546 546 2
Tanpa perahu 2
7 7
8 6
6 6
3 Kapal
motor -
0-5 GT
234 265 274 275 277 278 278 - 5-10 GT
14 15
16 Jumlah
699 758 814 821 841 843 846 Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan tahun 2006
Perkembangan jumlah perahukapal motor pertanda adanya keinginan dari nelayan untuk meningkatkan produksinya dengan cara melakukan pencarian daerah
penangkapan ikan fishing ground yang lebih jauh dengan waktu relatif cepat melalui penggunaan jenis dan kekuatan mesin kapal yang berkekuatan besar.
4.2.3 Alat tangkap
Untuk dapat meningkatkan taraf hidup nelayan, salah satu hal penting adalah dengan meningkatkan hasil tangkapan, cara yang paling tepat adalah dengan memilih
dan menggunakan alat tangkap yang berbasis sumberdaya demersal sehingga keberadaan sumberdaya ikan demersal dapat terus lestari.
Unit penangkapan ikan demersal yang digunakan oleh nelayan pesisir Kota Dumai didominasi oleh sondong scoop nets, gombang portable traps, rawai dasar
bottom long line. Tabel 5 Jumlah unit alat tangkap berdasarkan jenis alat tangkap tahun 2005-2006
No Jenis Alat
Tangkap 2005
2006 1 Sondong
Scoop net 90 98
2 Rawai TetapDasar
42 42 3 gombang
Portable trap 54 54
Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan tahun 2007
Adapun spesifikasi unit penangkapan ikan demersal yang dominan digunakan di perairan Kota Dumai adalah:
1 Serok Lift NetScoop net Sondong Serok adalah sejenis jaring yang biasanya berbentuk kerucut atau kantong,
untuk membuka mulut jaring dengan memakai bingkai yang bisa terbuat dari kayu ataupun rotan, teknik penangkapan dari alat ini sangat sederhana, karena apabila
menggunakan perahu maka alat ini didorong kepermukaan air dengan menggunakan perahu Sudiman, 2000.
Gambar 5 Sondong Lift NetScoop net Nelayan perairan Kota Dumai menyebut alat serok ini dengan sebutan sondong
karena cara pengoperasiannya condong kehaluan kapal, untuk membuka mulut jaring digunakan kayu yang disilangkan dan kantong diikatkan pada kayu, lalu kayu
didorong kehaluan sehingga mulut jaring berada dihaluan kapal dan ujung kantong berada di bagian badan kapal, perahu yang digunakan terus bergerak sehingga alat
ini adalah alat tangkap yang aktif. sondong umumnya dioperasikan tidak mengenal hari tetapi biasanya nelayan mulai berangkat dari jam 10.00 pagi, pengoperasian alat
ini dalam satu bulan rata-rata 6 trip satu trip empat hari setting dalam satu hari rata- rata dilakukan 2 kali, hauling dapat dilakukan 3-5 kali dengan melihat ujung kantong
apakah sudah terdapat udang, apabila hasil tangkap sudah masuk kebagian ujung kantong maka ujung kantong saja yang dibuka setelah dikeluarkan dari kantong
maka, kantong diikat kembali, lalu dimasukan kembali ke perairan. Yang menjadi target tangkapan adalah berbagai jenis udang Penaeus spp.
2 Rawai TetapDasar bottom long line Rawai merupakan alat penangkap ikan yang terdiri atas rangkaian tali temali
yang bercabang-cabang dan pada setiap ujung cabangnya diikatkan dengan sebuah pancing dan diberi umpan. Pancing rawai terdiri atas tali utama, tali cabang, bendera,
pelampung, pemberat, mata pancing dan umpan. Pancing rawai diklasifikasikan kedalam tiga bagian, yaitu berdasarkan letak
pemasangan diperairan, susunan mata pancing pada tali utama, dan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Berdasarkan letak pemasangan di perairan,
terdiri atas rawai permukaan surface longline dan rawai pertengahan midwater long line
. Berdasarkan susunan mata pancing yaitu rawai mendatar horizontal long line
dan berdasarkan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan yaitu rawai tuna tuna long line.
Gambar 6 Rawai tetapdasar Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002 Rawai yang dominan digunakan di perairan Kota Dumai adalah rawai
tetapdasar. Operasi penangkapan per bulan rata-rata sebanyak 4 trip satu trip empat hari. Umumnya nelayan mengoperasikan rawai mulai pukul 08.00-14.00. Hasil
tangkapan yaitu ikan kakap Lates calcarifer, pari Dasyatis sp, dan senangin Eleutheronema tetradactylum .
3 Gombang portable trap Trap adalah alat penangkap ikan yang dipasang secara tetap didalam air untuk
jangka waktu tertentu yang memudahkan ikan masuk dan mempersulit keluarnya. Alat ini biasanya dibuat dari bahan alami, seperti bambu, kayu atau bahan buatan
lainnya seperti jaring. Biasanya dipakai di perairan dangkal, perangkap ini terdiri dari kantong bulat
atau kerucut yang dibentuk memakai rangka bulat atau lainnya dan ditutup dengan jaring. Alat ini dilengkapi dengan sayap atau penajur yang berfungsi menggiring ikan
kearah kantongnya. Bubu jaring dipasang di dasar perairan memakai jangkar, pemberat atau patok.
Gambar 7 Gombang Balai Penelitian Perikanan Laut, 2000 Gombangbubu yang biasanya digunakan nelayan di perairan Kota Dumai
terbuat dari jaring berbentuk kerucut dengan ujung jaring bagian kantong mesh sizenya semakin kecil. Gombang ini dilengkapi dengan penajur berfungsi untuk
menggiring ikan masuk kedalam kantong. Alat dipasang ketika air pasang. Hasil tangkapan didominasi udang Penaeus spp ,kepiting, kakap Lates calcarifer, kurau
Eletheronema tetredactylum dan nomei Harpodon nemerus, gulamah
Pseudosciena sp. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap gombang biasanya 4 orang.
4.3 Sumberdaya ikan demersal
Sumberdaya demersal merupakan kelompok ikan yang tinggal didasar atau dekat dasar perairan. Dibandingkan dengan ikan pelagis kecil, sumberdaya ikan
demersal memiliki aktifitas yang rendah dan membentuk schooling yang tidak terlalu besar, karena sifat tersebut sumberdaya ikan demersal mempunyai daya tahan
terhadap tekanan penangkapan yang relatif rendah. Berdasarkan kategori nilai ekonomisnya sumberdaya ikan demersal dibagi menjadi 3 kelompokan Dwiponggo
1989:
1 kelompok komersial utama: terdiri dari ikan kerapu Epinephelus sp,
bambangan lutjanus spp, bawal putih Pampus spp, kakap lates carcarifer
, manyung Arius spp, kuwe Carangoides spp dan nomei Harpodon nemerus.
2 kelompok komersial kedua: terdiri dari ikan gerot-gerot pomadasys spp,
bawal hitam Formio niger, kurisi Nemipterus spp, layur Trichiurus savala
, kurau Eletheronema tetredactylum, ketang-ketang Drepane punctata
dan baronang Siganus spp.
3 Kelompok komersial ketiga:
terdiri dari ikan pepetek Leiognathidae, beloso Saurida spp, kuniran Upeneus sulphureus, mata merah
priacanthus spp, kerong-kerong therapon spp, gabus laut Rachycentron sp
, besot Silago spp dan sidat Muraenesox sp. Perairan Kota Dumai topografi nya sangat potensial bagi penangkapan ikan
demersal karena Sebagian besar sumberdaya ini berada di perairan pantai dengan kedalaman sampai 100 meter dan topografi dasar rata dan berlumpurpasir yang
merupakan daerah potensial bagi penangkapan sumberdaya demersal Dwiponggo et al
1989.
4.3.1 Sumberdaya udang dan biota laut non ikan lainnya
Udang memiliki peran yang sangat besar sebagai komoditas ekspor. Jenis udang komersial diantaranya udang windu Penaeus monodon, udang jerbung P.
merguiensis dan udang dogol Metapenaeus ensis. Sedangkan jenis udang lainnya
terdiri dari udang krosok Parapenaeopsis spp dan udang rebon Mycidacea dan Sergestidae
.dan beberapa jenis lainnya.
4.4 Sarana dan prasarana
Di kota dumai Sarana dan prasarana yang digunakan sebagai tempat pemasaran hasil-hasil produksi seperti tempat pangkalan pendaratan ikan sudah ada tetapi belum
dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan sarana penunjang seperti solar package dealer
SPDN, pabrik es cold storage juga sudah tersedia namun belum berjalan sebagaimana mestinya.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Kelimpahan sumberdaya demersal
Analisis kelimpahan sumberdaya ikan demersal dilakukan dengan metode Schaefer dengan menggunakan data sekunder selama kurun waktu tujuh tahun
2000-2006. Produksi ikan demersal tahun 2000-2003 terjadi peningkatan dari 576,2 ton
sampai 1.410,6 ton, produksi meningkat sebesar 834,4 ton pada tahun 2003. Pada tahun 2004 produksi menurun dari tahun 2003 sebesar 129,4 ton sehingga
produksi pada tahun 2004 menjadi 1.281,2 ton, kemudian pada tahun 2005 turun kembali dan tahun berikutnya produksi naik kembali, namun perkembangan
produksi secara umum menunjukan trend meningkat Gambar 8.
Gambar 8 Perkembangan produksi ikan demersal di Perairan Kota Dumai Upaya penangkapan mulai tahun 2000-2006 upaya penangkapan
mengalami peningkatan dari 3580,2 trip hingga mencapai 9587 trip. Namun di tahun 2003 upaya mengalami penurunan sebesar 3677,9 trip kondisi tersebut
tidak lama kemudian pada tahun berikutnya upaya kembali mengalami peningkatan. Lampiran 4. Upaya penangkapan secara umum menunjukan trend
peningkatan Gambar 9.
Gambar 9 Perkembangan upaya penangkapan ikan demersal di perairan Kota Dumai
Berdasarkan hasil analisis dengan model Schaefer diperoleh nilai produksi optimum lestari C
MSY
ikan demersal sebesar 1.265 ton dan upaya penangkapan optimum f
MSY
sebesar 9.542 trip Lampiran 6. Produksi ikan demersal tahun 2006 sebesar 1.142,8 ton dengan upaya penangkapan 11.108,17 trip. Tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sebesar 90,33 , sedangkan upaya penangkapan berada pada tingkat 116,41 terhadap upaya optimum f
MSY
. Hubungan jumlah effort terhadap produksi Gambar 10 dan hubungan
effort terhadap CPUE dengan pendekatan Schaefer Gambar 11.
Gambar 10 Hubungan Upaya penangkapan terhadap produksi dengan pendekatan Schaefer
Gambar 11 Hubungan upaya penangkapan terhadap CPUE dengan pendekatan Schaefer
Adapun hubungan secara keseluruhan antara upaya, produksi, tingkat pemanfaatan dan pengupayaan MSY dan f
MSY
ikan demersal dapat dilihat pada kurva Gambar 12.
Gambar 12 Status Produksi dan upaya penangkapan ikan demersal Kota Dumai
Produksi penangkapan pada tahun 2006 belum mencapai batas optimum lestari. Pada tahun 2002 1.247,4 ton, 2003 1.410,6 ton produksi telah
mencapai batas optimum lestari, Sedangkan periode tahun 2005 sebesar 1.094,2 ton namun upaya penangkapan sebesar 11.251,58 trip telah melebihi upaya
optimum lestari.
2006 2002
2000 2003
2001 2004
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
5000 10000
15000 20000
PR O
D U
K SI
T O
N
EFFORT
2005
F
opt
= 9.542 MSY=1.265
5.1.2 Produktifitas unit penangkapan 5.1.2.1 Sondong
Scoopnet
Perkembangan produksi dan upaya unit penangkapan sondong selama periode tahun 2000-2006 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Produksi, upaya dan produktifitas unit penangkapan sondong Tahun
Produksi ton Upaya trip
Produktifitas tontrip 2000
308,2 2085
0,1478 2001
355,9 1979
0,1798 2002
610,4 3218
0,1897 2003
673,6 2268
0,2970 2004
757,2 5285
0,1433 2005
615 6324
0,0972 2006
639,6 6217
0,1029 Jumlah 3959,9 27376
1,1577 Rata-rata 565,7
3910,8571 0,1654
Sumber: Diolah dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, 2007
Produksi hasil tangkapan dari unit penangkapan sondong cenderung meningkat sepanjang tahun dalam kisaran 308,2 ton hingga Produksi tertinggi
diperoleh pada tahun 2004 sebesar 757,2 ton, namun pada tahun 2005-2006 produksi menurun, hal ini bisa terjadi karena meningkatnya jumlah alat tangkap
sondong Tabel 6. Produksi unit penangkapan sondong cenderung meningkat.
100 200
300 400
500 600
700 800
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
TAHUN P
RO DUKS
I T
O N
Gambar 13 Perkembangan produksi unit sondong scoopnet Upaya penangkapan sondong terendah pada tahun 2003 sebesar 2.268 trip
menurun jika dibandingkan dengan upaya pada tahun 2002 sebesar 3.218 trip. Tahun berikutnya meningkat sebesar 5.285 trip. Upaya penangkapan tertinggi