Sanksi Pidana yang Dijatuhkan dalam Tindak Pidana Perikanan

Formalin adalah bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet. Sebanrnya formalin berfungsi sebagai desinfektan, tapi salah digunakan oleh sebagian orang untuk mengawetkan ikan demi mencegah kerugian. Formalin berguna sebagai desinfektan karena membunuh sebagian besar bakteri dan jamur. Berikut ini adalah cirri-ciri ikan yang mengandung formalin : 1. Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar 25 derajat Celsius. 2. Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar. 3. Warna daging ikan putih bersih. 4. Batu menyengat, bau formalin, dan kulit terlihat cerah mengkilat. 5. Daging kenyal. 6. Lebih awet dan tidak mudah busuk walau tanpa pengawet seperti es. 7. Ikan berformalin dijauhi lalat. Tidak terasa bau amis ikan.

C. Sanksi Pidana yang Dijatuhkan dalam Tindak Pidana Perikanan

Menurut Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam kajian hukum pidana dikenal jenis sanksi yang berupa pidana straf dan tindakan maatregel.Satochid mengemukakan dalam M. Sholehuddin, bahwa di dalam hukum pidana juga ada sanksi yang bukan bersifat siksaan pemberian nestapa, yang disebut dengan tindakan Universitas Sumatera Utara matregel. 38 Selain pidana straf, seorang hakim dapat pula menjatuhkan tindakan matregel, kepada seseorang yang terbukti bersalah telah melakukan suatu tindak pidana. Pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkandiberikan negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum sanksi baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. 39 Dalam hukum pidana kita mengenal ada dua macam sistem perumusan sanksi yaitu single track system dan double track system. Pada prinsipnya aliran klasik hanya menggunakan single track system yaitu sistem sanksi tunggal berupa jenis sanksi pidana. Sistem pidana dan pemidanaan aliran klasik sangat menekankan pada pemidanaan terhadap perbuatan, bukan kepada pelakunya. Sistem pemidanaan ditetapkan secara pasti, artinya penetapan sanksi dalam undang-undang tiidak mengenal sistem peringanan atau pemberatan yang berhubungan dengan faktor usia, keadaan jiwa pelaku, kejahatan-kejahatan yang dilakukannya terdahulu maupun keadaan-keadaan khusus dari perbuatan yang dilakukan. 40 Double track system yaitu system sanksi dengan memakai dua jalur yaitu system sanksi dengan memakai dua jalur yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan. Double track system tidak sepenuhnya memakai satu di 38 M. sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2003, hal 51. 39 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002, hal 24 40 Skripsi Oude Putera Silalahi, PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN TERHADAP TINDAK PIDANAN DI BIDANG PERIKANAN ILLEGAL FISHING, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, HAL 33, 26 SEPTEMBER 2015. Universitas Sumatera Utara antara dua jenis sanksi tersebut dalam kedudukan yang setara. Penekanan pada kesetaraan sanksi pidanan dan sanksi tindakan dalam kerangka double track system sesungguhnya terkait dengan fakta bahwa unsut pencelaanpenderitaan lewat sanksi pidana dan unsure pembinaan lewat sanksi tindakan sama-sama penting. 41 Dalam konsep perundang-undangan yang masih menganut sistem satu jalur single track system, penjatuhan stelsel sanksinya hanya meliputi pidanan straf, punishment yang bersifat penderitaan saja sebagai bentuk penghukuman, sedangkan dalam konsep perundang-undangan yang menganut sistem dua jalur double track system, stelsel sanksinya mengatur dua hal sekaligus, yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan. Pada prinsipnya pelaku tindak pidana adalah subjek hukum, karena perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, berupa orang dan badan hukum. Orang atau manusia perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya sejak statusnya sebagai anak sampai dewasa. Baik KUHP dan UU No. 3 Tahun 1997 mengenal anak sebagai pelaku tindak pidana, dengan diadili di pengadilan anak. 42 Dalam perkembangannya tindak pidana yang dilakukan bukan manusia adalah korporasi. Istilah korporasi lebih luas daripada badan hukum , karena korporasi merupakan sekelompok orang baik yang berupa badan hukum atau bukan badan hukum. Dalam literatur hukum pidana, penerapan prinsip pertanggungjawaban korporasi ini telah mengalami perkembangan 41 Ibid hal 33. 42 Gatot Supramono. Op.cit., hal 183 Universitas Sumatera Utara yang demikian pesat sejalan dengan meningkatnya kejahatan korporasi itu sendiri. 43 Pada awalnya korporasi belum diakui sebagai pelaku dari suatu tindak pidana, karenanya tanggung jawab atas tindak pidana dibebankan kepada pengurus korporasi. Selanjutnya korporasi mulai diakui sebagai pelaku tindak pidana, sementara tanggung jawab atas tindak pidana masih dibebankan kepada pengurusnya. 44 Pelaku tindak pidana di bidang perikanan dengan memperhatikan ketentuan pidana dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 100C disebutkan adalah “setiap orang”. Adapun yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perorangan atau korporasi Pasal 1 angka 14 UU Perikanan.Jadi dalam tindak pidana di bidang perikanan yang dapat menjadi pelakunya orang maupun korporasi. Korporasi dapat menjadi pelaku tindak pidana karena perusahaan – perusahaan usahanya bergerak di bidang perikanan baik dalam bentuk badan hukum maupun bukan badan hukum seperti di atas. Andi Hamzah memberikan arti sistem pidana dan pemidanaan sebagai susunan pidana dan cara pemidanaan pemidanaan. M. Sholehuddin menyatakan, bahwa masalah saksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena seringkali menggambarkan nilai – nilai social budayasuatu bangsa. Artinya, pidana mengandung tata nilai value dalam suatu masyarakat mengenai apa yang baik dan yang tidak baik, apa yang bermoral dan apa yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Meskipun tata nilai itu sendiri ada yang bersifat universal dan abadi, tetapi dari zaman ke zama ia juga dapat bersifat dinamis. 45 Pasal 10 KUHP terjimPenerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, berbunyi : Pidana terdiri atas : 43 ibid 44 ibid 45 Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, op.cit., hal 13 Universitas Sumatera Utara a. Pidana pokok 1. Pidana mati. 2. Pidana penjara. 3. Pidana kurungan. 4. Pidana denda Jika diklasifikasikan, sanksi pidana dan rumusan ancaman pidana terdapat dalam pasal – pasal sebagai berikut : 1. Ancaman pidana penjara. a. Pasal 84 ayat 1, “ ……………………………., dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun dan denda paling banyak Rp. 1.200.000.000,00 satu miliar dua ratus juta rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam Pasal 84 ini menggunakan perumusan ancaman pidana Kumulatif karena dalam pasal ini adanya akumulasi sanksi pidana yaitu berupa pidana penjara dan pidana denda. b. Pasal 84 ayat 2, ”………………………………., dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 1.200.000.000,00 satu miliar dua ratus juta rupiah,” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini sama dengan Pasal 84 ayat 1 yaitu menggunakan perumusan sanksi secara kumulatif dengan ancaman pidana berupa pidana penjara dan pidana denda. c. Pasal 84 ayat 3 dan 4, “……………………………, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah.” Perumusan ancaman pidanadalam pasal ini sama dengan Pasal 84 ayat 1 dan 2 serta Pasal 86 ayat 1 yaitu menggunakan perumusan sanksi secara kumulatif dengan ancaman pidana berupa pidana penjara dan pidana denda. d. Pasal 85, “……………………………, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah.” Universitas Sumatera Utara Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini menggunakan sistem kumulatif dengan ancaman pidana berupa pidana penjara dan pidana denda. e. Pasal 86 ayat 2, 3, 4, Pasal 88, Pasal 91, “……………………….., dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 satu miliar lima ratus juta rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini menggunakan sistem kumulatif dengan ancaman pidana berupa pidana penjara dan pidana denda. f. Pasal 87 “……………………….., dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini menggunakan sistem kumulatif dengan ancaman pidana berupa pidana penjara dan pidana denda. g. Pasal 89 dan Pasal 90, “…………………………, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini juga menggunakan perumusan ancaman secara kumulatif karena adanya akumulasi hukuman yaitu berupa pidana penjara dan pidana denda. h. Pasal 92, “ ………………………….., dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 delapan tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 satu miliar lima ratus juta rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini juga menggunakan perumusan ancaman secara kumulatif berupa pidana penjara dan pidana denda. i. Pasal 93 ayat 1 dan 3, “………………………., dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 9enam tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah.” Universitas Sumatera Utara Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini juga menggunakan perumusan sanksi secara kumulatif yaitu berupa pidana penjara dan pidana denda. j. Pasal 93 ayat 2 dan 4, “……………………, dipidana dengan penjara paling lama 6 enam tahun dan denda paling banyak Rp 20.000.000.000,00 dua puluh miliar rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini juga menggunakan perumusan sanksi secara kumulatif yaitu berupa pidana penjara dan pidana denda. k. Pasal 94, 94A, 95, 96, 98, 99 dan juga menggunakan sistem perumusan ancaman pidana secara kumulatif yaitu berupa pidana penjara dan pidana denda. l. Pasal 100B, “ ……………………….., dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah.” Perumusan ancaman dalam pasal ini menggunakan sistem perumusan sanksi secara alternative karena terdapat pilihan jenis sanksi pidana yang diberikan berupa pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau pidana denda paling banyak rp 250.000.000,00 dua ratus juta rupiah. Pada perumusan sanksi secara alternative ancaman pidana yang diberikan berupa pilihan jenis pidana tetapi pidana yang dijatuhkan hanya salah satu dari pilihan yaitu berupa pidana penjara saja atau pidana denda saja, bukan keduanya 2. Ancaman pidana denda. a. Pasal 97 ayat 1 dan 3, ‘ ……………………………, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini menggunakan perumusan sanksi secara tunggalimperative karena hanya terdapat satu jenis ancaman pidana saja yaitu pidana denda. Universitas Sumatera Utara b. Pasal 97 ayat 2, “ …………………………., dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini juga menggunakan perumusan sanksi secara tunggalImperative berupa pidana denda saja. c. Pasal 100, “………………………., dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini juga akan menggunakan perumusan sanksi secara tunggal Imperative berupa pidana denda. d. Pasal 100C, “……………………….., dipidana dengan pidana paling banyak Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah.” Perumusan ancaman pidana dalam pasal ini juga menggunakan perumusan sanksi secara tunggal Imperative yaitu berupa pidana denda saja. Berdasarkan klasifikasi sanksi pidana dan perumusan ancaman pidana di atas, Undang – Undang nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengenal tiga sistem perumusan ancaman pidana yaitu perumusan tunggalimperative, sistem kumulatif, dan sistem alternative. Dilihat dari segi perumusan lamanya sanksi pidana strafmaat, Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan menganut sistem fixedindefinitive sentence system atau sistem maksimum yaitu pemberian sanksi dibatasi oleh batas maksimum hukuman. Hal ini dapat dilihat dari maksimum lamanya pidana baik pidana penjara maupun pidana denda, dengan penggunaan kata – kata paling lamapaling banyak. Sistem fixedindefinitive sentence system ini terlihat dalam semua pasal yang mengatur mengenai ketentuan pidana, seperti Pasal 88 yang memberikan ancaman pidana berupa pidana penjara paling lama 6 enam tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 satu miliar lima ratus juta rupiah. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang