Besar kecilnya jumlah anggota keluarga akan sangat berpengaruh terhadap pengurangan dan peningkatan produksi usaha tani, karena semakin besarnya
anggota keluarga akan mencerminkan ketersediaan tenaga kerja yang bekerja untuk meningkatkan usaha tani, namun dilain pihak dengan besarnya anggota
keluarga akan mempengaruhi terhadap pendapatan karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi rumah tangga lebih banyak sehingga dituntut untuk
menghasilkan produk usaha tani lebih besar. Tabel 4 dan Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa konsentrasi jumlah anggota keluarga berada dalam
kelompok interval antara 1 – 3 orang 18, menyusul kelompok interval antara 4 – 6 orang 50, kelompok interval 7 – 9 orang 30 dan kelompok interval 9
orang 2. Kondisi ini menggambarkan keadaan anggota keluarga responden termasuk dalam kategori keluarga kecil, sehingga ketersediaan tenaga kerja dari
dalam keluarga sangat kecil.
II. Sistem Agroforestry di Nagari Koto Malintang
Sistem agroforestry yang ada di Nagari Koto Malintang merupakan sistem agroforestry kompleks, yaitu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak
jenis pepohonan berbasis pohon baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan
ekosistem yang menyerupai hutan. Di dalam sistem ini selain terdapat beraneka jenis pohon juga terdapat tanaman perdu, tanaman musiman dan rerumputan
dalam jumlah yang banyak.
Universitas Sumatera Utara
Nagari Koto Malintang memiliki ciri kebudayaan yang tua dengan beragam sistem pertanian perpaduan sawah beririgasi dan bermacam tanaman
keras. Petani Koto Malintang telah mengembangkan kebun campuran pepohonan Parak yang sangat mengesankan. Kebun-kebun ini sudah dikembangkan sejak
dahulu kala, berawal dari upaya bekas tegakan hutan yang ditanami kembali dengan pepohonan setelah ditanami padi.
Berdasarkan keterangan penduduk setempat pada tahun 1901 masyarakat sudah memulai menanam durian untuk dikonsumsi lokal. Pohon durian selain
berfungsi sebagai pencegah tanah longsor juga mempunyai nilai ekonomi dan bermanfaat bagi anak cucu keturunannya. Tahun 1935 masyarakat mulai
menanam kayu manis. Jadi jelas bahwa sistem agroforestry telah lama diterapkan
oleh masyarakat di Nagari Koto Malintang secara turun temurun.
Terbentuknya sistem agroforestry di Nagari Koto Malintang berawal dari pengusahaan lahan bekas hutan alam atau semak belukar yang diawali dengan
penebangan dan pembakaran semua tumbuhan. Pada awal musim penghujan, lahan ditanami padi gogo yang disisipi tanaman semusim lainnya jagung, cabe
untuk satu dua kali panen. Setelah dua kali panen tanaman semusim, intensifikasi penggunaan lahan ditingkatkan dengan menanam pepohonan, misalnya surian,
bayur atau tanaman keras lainnya. Pada periode awal ini, terdapat perpaduan sementara antara tanaman semusim dengan pepohonan. Pada saat pohon sudah
dewasa, petani masih bebas memadukan bermacam-macam tanaman tahunan lain yang bermanfaat dari segi ekonomi dan budaya, misalnya penyisipan pohon
durian, kopi, dan coklat. Tanaman semusim sudah tidak ada lagi. Tumbuhan asli hutan yang bermanfaat bagi petani tetap dibiarkan kembali tumbuh secara alami
Universitas Sumatera Utara
dan dipelihara di antara tanaman utama, misalnya surian, bayur, kayu manis. Tebang pilih akan dilakukan bila tanaman pokok mulai terganggu atau bila pohon
terlalu tua sehingga tidak produktif lagi. Petani responden menerapkan praktik pertanian konvensional menanam,
menyiangi, memupuk, menebang dan berusaha mengintegrasikan proses alami bahan organik, perputaran unsur hara, dan regenerasi vegetasi dalam mengelola
Parak. Dalam pengelolaan Parak hanya tenaga keluarga yang dipakai. Masa paling sibuk dalam pekerjaan ialah pada musim durian, dan pada masa panen
kayu manis. Suami menebang pohon, istri dan anak-anak mengelupas kulit dan membawanya ke rumah. Sebagian besar kegiatan pengelolaan kebun campuran
tidak tertentu waktunya dan bila perlu dapat diatur bergiliran. Pengumpulan kayu bakar dan penyiangan biasanya dilakukan oleh perempuan, penanaman oleh laki-
laki, sedangkan pemetikan buah-buahan dikerjakan oleh seluruh anggota keluarga. Rata-rata petani responden menggunakan tenaga kerja sekitar 3 – 4 orang.
Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga. Distribusi responden berdasarkan jumlah tenaga kerja disajikan dalam Tabel 5 dan Gambar 5.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja No.
Jumlah Tenaga Kerja Orang Frekuensi
Proporsi
1 1 – 2
14 28
2 3 – 4
35 70
3 4
1 2
Jumlah 49
100 Sumber : Data Primer, 2007
Universitas Sumatera Utara
10 20
30 40
50 60
70 80
1 – 2 3 – 4
4
Jum lah Te naga Ke rja orang
Ju m
la h
R es
p o
n d
en o
ra n
g
Jumlah Responden Frekuensi orang
Jumlah Responden Proporsi
Gambar 5. Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang bekerja pada lahan agroforestry pada umumnya adalah tenaga kerja keluarga. Tabel 5 dan Gambar 5 di atas menunjukkan jumlah tenaga
kerja terbanyak berkisar antara 3- 4 orang 70, tenaga kerja 1 – 2 orang 28 dan yang paling sedikit tenaga kerja 4 orang 2. Kegiatan pengelolaan Parak
tidak tertentu waktunya dan dapat diatur secara bergiliran. Tenaga kerja yang bekerja di Parak adalah tenaga kerja keluarga. Pengumpulan kayu bakar dan
penyiangan biasanya dilakukan oleh perempuan, penanaman dilakukan oleh laki- laki, sedangkan pemetikan buah-buahan dikerjakan oleh seluruh anggota keluarga.
Masa paling sibuk dalam pekerjaan ialah pada musim durian dan pada masa panen kayu manis. Biasanya sesama petani saling membantu, misalnya pada masa panen
kayu manis yang laki-laki menebang pohon, perempuan mengelupas kulit dan membawanya ke desa.
Luas lahan adalah luas lahan agroforestry yang diusahakan oleh petani responden. Distribusi responden berdasarkan luas lahan agroforestry disajikan
dalam Tabel 6 dan Gambar 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Agroforestry
No. Luas Lahan Ha
Frekuensi Proporsi
1 1 Ha
16 32
2 1 – 2 Ha
28 56
3 ≥ 3 Ha
6 12
Jumlah 50
100 Sumber : Data Primer, 2007
Universitas Sumatera Utara
10 20
30 40
50 60
1 1 – 2
≥ 3
Luas Lahan Agroforestry
Ha
Ju m
la h
R es
p o
n d
en o
ra n
g
Jumlah Responden Frekuensi orang
Jumlah Responden Proporsi
Gambar 6. Responden Berdasarkan Luas Lahan Agroforestry
Tabel 6 dan Gambar 6 menunjukkan frekuensi terbanyak terdapat pada kelompok petani yang mempunyai lahan 1 – 2 hektar yaitu 28 orang 56.
Kelompok berikutnya adalah petani yang mempunyai lahan 1 hektar yaitu 16 orang 32. Kelompok terakhir adalah petani yang mempunyai lahan
≥ 3 hektar yaitu 6 orang 12. Perbedaan golongan petani berdasar luas lahan ini akan
berpengaruh terhadap sumber dan distribusi pendapatannya. Pada luasan lahan yang dimiliki petani tersebut di atas petani responden akan berusaha seoptimal
mungkin untuk mengusahakan usaha taninya agar dapat berhasil dan mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka.
Lahan agroforestry di Nagari Koto Malintang adalah milik sendiri yang diperoleh dari warisan keluarga. Distribusi responden berdasarkan status
kepemilikan lahan Agroforestry disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
Agroforestry No.
Status Lahan Frekuensi
Proporsi
1 Milik Sendiri
50 100
2 Sewa
Jumlah 50
100 Sumber : Data Primer, 2007
Adat istiadat penduduk Nagari koto Malintang khas seperti keseluruhan masyarakat Minangkabau. Sifat masyarakat Minang adalah matrilinial, dengan
Universitas Sumatera Utara
satuan sosial keluarga luas. Biasanya, parak dibagi di antara anak perempuan yang sudah kawin. Parak diusahakan oleh anak perempuan dan keluarganya tetapi
lahan tersebut tidak dapat dijual. Pengambilan keputusan mengenai penjualan atau penggadaian sebidang tanah atau pohon harus dibuat bersama. Sistem
kepemilikan tanah ini merupakan jaminan yang baik terhadap fragmentasi lahan secara berlebihan, pembagian lahan produktif, dan penumpukan pemilikan tanah
oleh orang-orang kaya. Hal ini juga mengurangi kemungkinan perubahan mendadak dalam sistem pertanian karena lahan tidak dapat dijual atau diubah
peruntukkannya dan pohon tidak dapat ditebang atas dasar keputusan perorangan.
Tipebentuk agroforestry yang diterapkan petani responden di Nagari Koto Malintang adalah agrisilvikultur yaitu sistem agroforestry yang
mengkombinasikan komponen kehutanan atau tanaman berkayuwoody plants dengan komponen pertanian atau tanaman non-kayu. Tanaman berkayu
dimaksudkan yang berdaur panjang tree crops dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim annual crops. Jenis tanaman yang ada di lahan agroforestry
dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tanaman musiman annual crop dan tanaman tahunan parenial crop. Jenis-jenis tanaman penyusun agroforestry
disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Jenis-jenis Tanaman Penyusun Agroforestry
Jenis Tanaman Nama Lokal Nama Ilmiah
Tanaman Musiman Annual Crop
Singkong Manihot esculenta
Jagung Zea Mays
Tebu Saccharum officinarum
Cabai Capsicum annuum
Universitas Sumatera Utara
Pisang Musa paradisiaca
Terung Solanum melongena
Kunyit Curcuma domestica
Nenas Ananas comosus
Pepaya Carica papaya
Markisah Passiflora quadrangularis
Temulawak Curcuma xanthorriza
Pinang Areca catechu
Tanaman Tahunan Tanaman Perkebunan, Buah-buahan,dan Kayu
Parenial Crop
Durian Durio zibethinus
Kayu Manis Cinnamomum burmanii
Surian Toona sinensis
Bayur Pterospermum javanicum
Pala Myristica fragrans
Cengkeh Syzygium aromaticum
Jati Tectona grandis
Kopi Coffea Arabica
Coklat Theobroma cacao
Kelapa Cocos nucifera
Medang Litsea ferrunginea
Sumber : Data Primer, 2007
Tanaman tahunan parenial crop yang banyak dibudidayakan petani responden yaitu :
Durian Durio zibethinus
Karakteristik pohonnya besar dengan ketinggian sampai 40 m, merupakan komponen kanopi Parak dan spesies paling utama di Koto Malintang. Durian
berbuah pada bulan Juli-Agustus sejak berumur 7 tahun. Buahnya dijual kepada pedagang setempat dan juga untuk konsumsi sendiri. Durian berasal dari biji yang
Universitas Sumatera Utara
dikumpulkan dari buah paling besar dan enak, dan ditanam di tempat yang terpilih di dalam kebun. Pohon ini tidak memerlukan pemeliharaan khusus, tetapi sebelum
musim berbuah vegetasi lapisan terbawah perlu dibersihkan untuk memudahkan pengumpulan buah yang jatuh. Pohon-pohon durian tua dibiarkan mati secara
alami dan seringkali tumbang sewaktu ada angin kencang dan kayunya diambil untuk bangunan. Pohon durian menghasilkan kayu berwarna merah yang baik
sebagai dinding rumah.
Surian Toona sinensis
Pohon surian berasal dari hutan setempat, berukuran sedang dan tumbuh sampai setinggi 35 m. Pohon surian memberi naungan yang penting bagi kopi dan
pala, dan menghasilkan kayu yang bagus untuk lantai atau dinding rumah dan perabotan rumah. Anakan pohon ini didapat dari semaian pada lahan yang
dibersihkan di bawah pohon-pohon tua. Kayunya dipanen pada sekitar umur 30 tahun.
Bayur Pterospermum javanicum
Pohon besar yang bisa mencapai tinggi 35 – 40 m ini merupakan jenis pohon kanopi yang penting di agroforestryt. Bayur ditemukan tumbuh
berdampingan dengan durian. Pohon bayur yang cepat pertumbuhannya ditanam untuk menghasilkan kayu bangunan. Bayur dapat dipanen setelah berumur 15 –
25 tahun. Bayur menghasilkan kayu berwarna merah yang cocok untuk lantai dan dinding rumah.
Universitas Sumatera Utara
Kayu Manis Cinnamomum burman
Pohon kayu manis adalah salah satu tanaman ekspor utama Sumatera Barat, dan sejak berabad-abad yang lalu telah dibudidayakan di Maninjau. Dalam
kebun campuran pohon ini merupakan salah satu spesies tumbuhan bawah yang utama. Pohon kayu manis ditanam di bawah tegakan durian, bayur dan spesies
lain yang rapat, dari semaian yang dikumpulkan dari kebun dan dipelihara di persemaian selama setahun. Kulit pohon dapat dipanen bila pohon telah berumur
8-10 tahun; diameter batangnya lebih dari 10 cm dan tingginya sampai 15 m. Untuk memanennya pohon ditebang dan kulit batang serta dahannya diambil. Satu
pohon sebesar ini rata-rata dapat menghasilkan 8 kg kulit kering. Sedangkan kayu yang kulitnya telah dikelupas diambil sebagai kayu bakar untuk dipakai sendiri
atau dijual. Kerapatan rata-rata tegakan kayu manis di kebun bervariasi antara 800 dan 1500 pohon per ha tergantung dari tipe perpaduannya dengan pohon atas dan
dengan spesies lapisan bawah yang lain. Cara panen dapat dipilih yaitu tegakan dipanen sekaligus lalu ditanami kembali seluruhnya, atau dipanen secara teratur
10 sampai 20 pohon ditebang bergiliran, sehingga memungkinkan regenerasi dengan tumbuhnya tunas baru.
Pala Myristica fragrans
Pohon ini berukuran sedang, tinggi sampai 20 m, berasal dari kepulauan bagian timur Indonesia. Pohon pala ditumbuhkan dari biji yang dipelihara di
persemaian selama satu tahun, semaian ditanam di bawah kanopi pohon durian dan surian yang agak jarang. Pala dapat berdampingan juga dengan tegakan kayu
manis. Kerapatan pala bervariasi antara 300 sampai 500 pohon per ha. Pada umur enam tahun pohon ini mulai berbuah dan dapat tetap menghasilkan sampai 50-70
Universitas Sumatera Utara
tahun. Pohon pala berbuah sepanjang tahun, tetapi puncaknya jatuh pada bulan Juli dan Januari. Hasil bervariasi antara 10 sampai 30 kg biji pala kering per
pohon per tahun, dan arilus selaput biji kering juga diambil dan dijual sebagai ‘bunga pala’.
Kopi Coffea canephora
Tanaman kopi merupakan komponen dominan di dalam sistem kebun campuran sampai tahun 1940, saat budidayanya mulai ditinggalkan. Akhir-akhir
ini kopi mulai ditanam kembali. Kopi ditanam di bawah kanopi durian yang kurang rapat. Bibitnya diambil dari kebun-kebun telantar di bagian atas lereng.
Selama tahun-tahun awal pertumbuhannya, kopi muda ditanam berdampingan dengan pisang dan pepaya; pada saat yang sama tanaman muda surian, demikian
pula bayur, dan jenis-jenis kayu yang lain juga ditanam di antara tegakan kopi. Tanaman kopi sering dipupuk dengan kulit durian yang telah membusuk.
Pemangkasan kopi umumnya tidak dilakukan. Tingkat produksi kopi di sini umumnya rendah, rata-rata 120 kg biji kering per ha per tahun. Puncak produksi
jatuh pada bulan Juli-Agustus, meskipun masa berbuah kadang-kadang berlangsung sepanjang tahun. Di dalam kebun campuran tidak ada yang hanya
berisi tegakan kopi. Setelah penurunan secara drastis nilai ekonomi kopi pada tahun 1930an, petani semakin terdorong memadukan kopi dan tanaman
komersial lain dengan tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan. Pohon-pohon ini berperan sebagai naungan kopi dan meningkatkan hasil keseluruhan kebun.
Tanaman musiman annual crop yang banyak dibudidayakan petani responden, yaitu : pisang Musa paradisiaca, cabai Capsicum annuum, terung
Solanum melongena, jagung Zea mays, pepaya Carica papaya, Singkong
Universitas Sumatera Utara
Manihot esculent, Tebu Saccharum officinarum, Kunyit Curcuma domestica, Nenas Ananas comosus, Markisah Passiflora quadrangularis, Temulawak
Curcuma xanthorriza, dan Pinang Areca catechu. Tanaman umbi-umbian dihindari karena adanya gangguan babi hutan yang luar biasa.
Hasil dari Parak ada yang di jual dan ada yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk bahan bumbu dapur, kayu
bakar, dan bahan bangunan. Distribusi hasil produksi dan harga jual komoditi disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Volume Produksi dan Harga komoditi Parak di Nagari Koto
Malintang No
Jenis Komoditi
Intensitas Panen
Volume Produksi Harga Jual
Rp
1 Singkong
1 kali 4 bln 50 – 100 kg ha
700kg 2
Jagung 1 kali 4 bln
- 1500kg
3 Cabai
1 kali mgg 40 kg
15.000kg 4
Pisang 1 kali 4 bln
- 5000tandan
5 Terung
1 kali bln 1 kg phn
1000kg 6
Kunyit 1 kali 4 bln
10 – 50 kg ha 2000kg
7 Pepaya
2 kali bln 2 – 3 buah btg
2000buah 8
Markisah 1 kali bln
1 kg rumpun 3000kg
9 Pinang
4 kali thn 10 – 50 kg ha
4000kg 10
Temulawak 1 kali 4 bln
5 – 20 kg ha 3500kg
11 Durian
1 kali thn 100 – 200 buah
5000buah 12
Kulit Manis 1 kali thn
10 – 60 kg ha 2500kg
13 Surian
1 kali 10 thn 2 m
3
phn 1.500.000m
3
14 Bayur
1 kali 10 thn 1 m
3
phn 900.000m
3
15 Pala
1 kali thn 10 – 20 kg phn
25000kg 16
Cengkeh 2 kali thn
10 – 20 kg phn 30.000kg
17 Kopi
1 kali 3 bln 10 – 60 kg thn
3500kg 18
Coklat 1 kali thn
10 – 30 kg thn 8000kg
19 Kelapa
1 kali 4 bln 100 – 200 buah 4 bln
1000buah 20
Medang 1 kali 10 thn
2 m
3
phn 900.000m
3
Sumber : Data Primer, 2007 Fungsi Parak bagi masyarakat Nagari Koto Malintang sebagian besar
bukan sebagai penghasil bahan pangan saja, melainkan sebagai sumber pemasukan uang dan modal, misalnya kebun kayu manis dan durian. Bahkan
Universitas Sumatera Utara
5 10
15 20
25 30
50 0000
50 0000
- 70
0000 75
0000 -
90 0000
95 0000
- 12
0000 12
0000
Pendapatan Rp J
u m
la h
R e
s p
o n
d e
n o
ra n
g
Jumlah Responden Frekuensi orang
Jumlah Responden Proporsi
Parak seringkali menjadi satu-satunya sumber uang tunai bagi keluarga petani. Pendapatan petani Parak berkisar antara Rp 300.000 – Rp 1.500.000. Distribusi
responden berdasarkan pendapatan disajikan dalam Tabel 10 dan Gambar 7.
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan No.
Pendapatan Rptahun Frekuensi
Proporsi
1 Rp 500000
2 4
2 Rp 500000 - Rp 700000
8 16
3 Rp 750000 - Rp 900000
14 28
4 Rp 950000 - Rp 1200000
14 28
5 Rp 1200000
12 24
Jumlah 50
100 Sumber : Data Primer, 2007
Gambar 7. Responden Berdasarkan Pendapatan dari Sistem
Agroforestry
Berdasarkan Tabel 10 dan Gambar 7 di atas memperlihatkan bahwa tingkat pendapatan responden berkisar antara Rp 750.000 – Rp 900.000 28,
menyusul pendapatan berkisar antara Rp 950.000 – Rp 1.200.000 28, Pendapatan Rp 1.200.000 24, pendapatan antara Rp 500.000 – Rp 700.000
16, dan pendapatan Rp 500.000 4. Pendapatan tersebut diperoleh dari penjualan hasil-hasil yang dapat dipanen secara teratur, misalnya kunyit, pisang,
pinang, cabai rawit, pepaya, coklat, dan kayu manis. Selain itu parak juga dapat membantu menutup pengeluaran tahunan dari hasil-hasil yang dapat dipanen
Universitas Sumatera Utara
secara musiman seperti pala dan durian. Komoditas-komoditas lain seperti kayu bahan bangunan juga dapat menjadi sumber uang yang cukup besar, meskipun
tidak tetap dan dapat dianggap sebagai cadangan tabungan untuk kebutuhan mendadak.
Menurut petani responden parak merupakan kebun bukan hutan. Parak merupakan warisan sekaligus modal produksi. Sumberdayanya, baik yang tidak
maupun sengaja ditanam, dimanfaatkan dengan selalu mengingat kelangsungan dan kelestarian kebun. Pohon di hutan dianggap tak ada yang memiliki, sehingga
pohon tersebut tidak mendapat perlindungan yang lebih efektif daripada yang terdapat di hutan negara. Komponen pohon sumberdaya hutan di dalam Parak
dengan demikian turut berperan dalam mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam karena terhindar dari pencurian dan pembalakan liar.
Pendapatan yang diperoleh dari Parak umumnya dapat memenuhi kebutuhan petani responden di Nagari Koto Malintang. Distribusi responden
berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan rumah tangga dengan pendapatan yang diperoleh dari Parak disajikan dalam Tabel 11 dan Gambar 8.
Tabel 11. Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Rumah Tangga dengan
Pendapatan yang Diperoleh dari Parak
No. Jenis
Frekuensi Proporsi
1 Tidak terpenuhi
10 20
2 Terpenuhi
40 80
Jumlah 50
100 Sumber : Data Primer, 2007
Universitas Sumatera Utara
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Tdk terpenuhi Terpenuhi
Jenis
Ju m
la h
R es
p o
n d
en o
ra n
g
Jumlah Responden Frekuensi orang
Jumlah Responden Proporsi
Gambar 8. Responden Berdasarkan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Rumah Tangga dengan Pendapatan yang
Diperoleh dari
Parak
Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 8 di atas memperlihatkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan rumah tangga dengan pendapatan yang diperoleh
dari Parak, yang terpenuhi sekitar 40 orang 80 dan yang tidak terpenuhi sekitar 10 orang 20. Petani Parak yang merasa pendapatan yang diperoleh dari
Parak tidak mencukupi pemenuhan kebutuhan rumah tangganya disebabkan oleh kecilnya luasan lahan yang dimilikinya serta pekerjaan di luar Parak yang lebih
memberikan pendapatan yang tinggi dibanding dengan pengelolaan Parak menyebabkan mereka tidak terlalu peduli dengan Parak tersebut sehingga
pengusahaan Parak tidak maksimal. Keseragaman tanaman melindungi petani dari ancaman kegagalan panen
salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga satu komoditas, spesies ini dapat dengan mudah
ditelantarkan saja, hingga suatu saat pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses tersebut tidak menimbulkan gangguan ekologi terhadap sistem kebun.
Petak kebun tetap utuh dan produktif dan spesies yang ditelantarkan akan tetap hidup dalam struktur kebun, dan selalu siap dipanen sewaktu-waktu tanpa
merombak sistem produksi yang ada.
Universitas Sumatera Utara
10 20
30 40
50 60
70 80
Tidak ada peran Ada peran
Jenis
Ju m
la h
R es
p o
n d
en o
ra n
g
Jumlah Responden Frekuensi orang
Jumlah Responden Proporsi
Peranan pemerintah terhadap Parak di Nagari Koto Malintang dirasakan masih kurang oleh petani responden. Hal ini ditunjukkan dari hasil distribusi
responden berdasarkan peran serta pemerintah dalam pengelolaan Parak pada Tabel 12 dan Gambar 9.
Tabel 12. Peran Serta Pemerintah dalam Pengelolaan Parak
No. Jenis
Frekuensi Proporsi
1 Ada peran
16 32
2 Tidak ada peran
34 68
Jumlah 50
100 Sumber : Data Primer, 2007
Gambar 9. Responden Berdasarkan Peran Serta Pemerintah dalam Pengelolaan
Parak
Berdasarkan Tabel 12 dan Gambar 9 di atas memperlihatkan bahwa peran serta pemerintah dalam pengelolaan Parak, responden yang menyatakan ada
peran sebanyak 16 orang 32 dan yang menyatakan tidak ada perannya sebanyak 34 orang 68. Peranan pemerintah hanya terbatas pada pemberian
bibit-bibit tanaman tahunan parenial crop seperti bibit jati dan medang. Padahal masyarakat mengharapkan bantuan lain seperti pemberian bibit tanaman buah-
buahan, tanaman musiman atau dana untuk meningkatkan produktivitas Parak mereka. Bantuan bibit pun diberikan tidak kepada semua petani Parak. Ada
ketentuan dan syarat khusus sehingga menyulitkan petani, seperti petani yang memiliki luas lahan lebih dari 2 Ha dan Parak yang letaknya berbatasan langsung
dengan hutan lindung. Serta tidak adanya wadah yang disediakan pemerintah
Universitas Sumatera Utara
untuk menampung hasil panen mereka sehingga mereka terpaksa menjual langsung kepada pembeli yang datang ke Parak mereka untuk mengurangi biaya
angkut. Kurangnya penyuluhan dari instansi terkait, baik dinas pertanian maupun dinas kehutanan, sehingga penyerapan teknologi dan adopsi inovasi berjalan
lambat. Tidak adanya bantuan teknis yang diberikan kepada petani Parak. Petugas
penyuluhan hanya dilatih menangani kayu manis, pala, atau kopi sebagai tanaman monokultur. Percobaan-percobaan untuk pemuliaan atau pemberantasan hama
hanya dilakukan pada tegakan monokultur, dan kenyataan penggabungan tanaman seperti yang dipraktekkan petani tidak diperhitungkan. Hal ini juga berlaku pada
aspek administrasi yang berhubungan dengan budidaya kebun khususnya mencakup pajak untuk tanah dan hasil bumi; pajak untuk kayu dan hasil hutan
disetorkan kepada instansi kehutanan, komoditi ekspor kepada instansi perkebunan, dan hasil buah-buahan kepada instansi pertanian. Hal ini
mempengaruhi kompleksitas pengelolaan dan menyebabkan kesalahpengertian mengenai sistem Parak oleh pejabat administrasi dan penyuluhan. Hal ini juga
merugikan petani karena mereka harus membayar pajak kepada instansi yang berbeda-beda, dan kadang-kadang harus membayar pajak dua kali untuk barang
yang sama.
Universitas Sumatera Utara
III. Pendapatan dan Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Pendapatan Sistem