BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan peradaban manusia menuju era industri praktis menuntut semua hal dilakukan serba cepat dan tepat. Hal ini membuat pola kehidupan sosial
masyarakat banyak yang bergeser dan berubah dalam rangka penyesuain diri, namaun penyesuaian diri tersebut tidak melepaskan diri dari fitrah manusia yang
selalu berhadapan dengan risiko. Berhadapan dengan segala risiko bagi setiap manusia di dunia ini adalah
salah satu hal yang pasti terjadi di manapun dan kapanpun, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui kapan, dimana, dan seberapa besar risiko
itu akan terjadi karena setiap perkembangan zaman akan menambah jumlah dan tingkat risiko yang dihadapi.
Risiko dapat menimpa diri sendiri berupa kematian, sakit, mapun kehilangan harta benda seperti kebakaran, kcelakaan, kerugian asset dan kecurian
dan lain sebagainya, itu semua adalah salah satu bentuk dari risiko yang dihadapi manusia di setiap waktu dan akan terus berkembang seiring berkembangnya
peradaban serta pola pikir manusia sehingga akibat dari risiko itu semua adalah dapat menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi orang yang menimpanya.
Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya berupa kerugian ekonomi secara keseluruhan, tetapi juga kerugian berupa fisik maupun mental bagi yang terkena
musibah, contohnya adalah kehilangan salah satu anggota tubuh sehingga
1
hilangnya kepercayaan diri, selain itu juga kehilangan salah satu anggota tubuh juga menyebabkan kesulitan atau penghambat dalam bekerja.
Kesadaran masyarakat baik itu disadari secara sendiri maupun dari faktor lainnya dalam mengantisipasi risiko yang ada di sekitarnya adalah merupakan
fenomena yang menarik karena setiap masyarakat akan memiliki cara-caranya tersendiri untuk menghadapinya baik secara tradisional contohnya dengan
menggunakan ritual-ritual khusus ataupun secara modern yaitu dengan menggunakan asuransi.
Ritual-ritual khusus biasanya atau kebanyakan dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang notabene belum tersentuh aktivitas modernitas, tatapi hal ini perlu
adanya data yang relevan dan dapat di percayai untuk mendukung pernytaan tersebut karena tidak menutup kemungkinkan bahwa masyarakat pedesaan
sekarang ini juga telah mengerti mengenai asuransi. Situasi-situasi dan cara–cara masyarakat dalam menghadapi risiko telah
banyak dijelaskan dan digambarkan oleh pelbagai ilmuan dan peneliti yang di publikasikan lewat media-media sosial dan elektronik, banyak media yang
menayangkan situasi dan cara masyarakat di pedesaan yang lebih cendrung menghadapai risiko tersebut dengan ritual-ritual khusus yang diturunkan dari
leluhurnya. Faktanya bahwa tidak sedikit masyarakat pedesaan di Indonesia masih
terikat dengan ritual-ritual dari leluhurnya sehingga tidak bisa melepaskan ikatan ritual tersebut dalam menghadapai risiko, sebagi contoh banyak nelayan di
Indonesia khususnya di wilayah Jawa yang melakukan ritual-ritual tolak bala
2
dengan memberikan sesajian kepada Dewa atau Dewi laut agar diberikan keselamatan ketika melaut.
Melihat fenomena-fenomena masyarakat yang melakukan pelbagai macam cara dalam menghadapi risiko dari yang masih mengkaitkannya dengan mistis
ataupun yang sudah modern yaitu dengan berasuransi, semua itu memiliki tingkat perlindungannya tersendiri yang tentunya berbeda-beda.
Asuransi adalah sarana proteksi atau perlindungan terhadap risiko yang sudah di kemas secara modern, dalam artian bahwa perlindungan atau proteksi
yang diberikan telah terlepas dari hal-hal mistis yaitu dengan sharing risk dalam asuransi syariah maupun transfer risk dalam asuransi konvensional.
Asuransi yang telah dikemas secara modern bukannya berarti sudah terlepas dari pelbagai masalah, masih banyak persoalan baik teknis, sosial
mapunpun masalah moral yang dihadapai contohnya moral hazard, masalah sosial contohnya kesadaran dan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi sendiri
sedangkan contoh persoalan teknis adalah menerapkan sistem informasi dalam operasional asuransi yang efisien dan aman.
Persoalan teknis dan moral bukanlah persoalan satu-satunya yang dihadapi tetapi ada persoalan lain yang juga harus mendapatkan perhatian yaitu undang-
undang, khususnya dalam asuransi syariah yang belum mendapatkan pengesahan mengenai peraturan hukum positif berupa undang-undang yang secara khusus
mengatur mengenai asuransi syariah karena pada prinsip dan operasionalnya asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional.
3
Menyikapi persoalan undang-undang yang tidak segera di sahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR, Majelis Ulama Indonesia MUI
dalam hal ini melalui Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia DSN MUI mengeluarkan beberapa fatwanya terkait asuransi syariah yaitu
fatwa tentang pedoman umum asuransi syari’ah f a t w a n om o r : 21DSN- MUIX2001, fatwa tentang asuransi haji fatwa nomor: 39DSN-MUIX2002,
fatwa tentang akad murabahah musytarakah pada asuransi syari’ah Fatwa nomor: 51DSN-MUIIII2006, fatwa tentang akad wakalah bil ujrah pada
asuransi dan reasuransi syari’ah Fatwa nomor: 52DSN-MUIIII2006, dan fatwa tentang akad tabarru’ pada asuransi dan reasuransi syari’ah Fatwa
nomor: 53DSN-MUIIII2006. Fatwa-fatwa dari DSN MUI ini di harapkan dapat menjadi patokan
karena sampai saat ini rancangan undang–undang RUU asuransi yang telah mengakomodir asuransi dengan sistem syari’ah diusulkan tahun 2002 yang
belum terakomodir dalam undang–undang Nomor: 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak jelas perjalanannya.
Pemetaan permasalahan asuransi syariah menjadi sangat penting untuk dapat menyelesaikannya dengan efektif dan efisien. Persoalan-persoalan teknis
dapat di serahkan pada perusahaan itu sendiri dan persoalan-persoalan sosial seperti kesadaran masyarakat untuk berasuransi dapat di serahkan pada kalangan
akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat sedangkan peersoalan undang-undang harus segera di selesaikan oleh anggota dewan atau DPR RI.
4
Masalah pemahaman masyarakat terhadap asuransi syariah tidak bisa di lepaskan dari permasalahan pemahaman masing-masing individu dalam
memeandang aspek hukum dari asuransi, untuk lebih sendiri khususnya di pedesaan yang masih kental dengan unsur keagamaannya. Permasalahan status
hukum asuransi memenculkan pelbagai pendapat yang berbeda baik secara perseorangan maupun secara lembaga menyikapi aspek kehalalan dan keharaman
asuransi sendiri. Percepatan perkembangan pertumbuhan industri asuransi syariah di
Indonesia yang walaupun tidak di imbangi dengan perhatian dari anggota dewan atau DPR RI dalam hal ini untuk mengesahkan rancangan undang-undang yang
mengakomodir asuransi syariah tidak meyurutkan minat sebagian masyarakat terhadap asuransi syariah sendiri, terbukti banyaknya perusahaan asuransi yang
mebuka divisi syariah dan membuat produk-produk asuransi syariah bahkan ada juga perusahaan yang mengubah bisnisnya secara total menjadi asuransi syariah
atau spin off bagi perusahaan asuransi yang telah memilki divisi syariah dan telah memenuhi kriteria untuk spin off.
Sebagai bukti lainnya adalah kenaikan kontribusi asuransi syariah hingga triwulan II 2014 mencapai Rp 4,479 triliun. Kontribusi meningkat 1,45 persen
dibandingkan triwulan II 2013 sebesar Rp 4,416 triliun.
1
hal ini merupakan bentuk kepecayaan para nasabah terhadap asuransi syariah
. Walapun demikian
Premi untuk Asuransi syariah sendiri masih jauh dari premi yang didapat asuransi konvensional sebagaimana ungkapan
Ketua Dewan Komisioner OJK
1
Repulika Online, premi Asuransi Syariah Rp 4,5 T, diakses pada Selasa, 25 November 2014, 13:00 WIB dari
http:www.republika.co.idberitakoransyariah-koran141125nfkzcl2-premi-asuransi-syariah-rp- 45-t
5
Pangsa pasar takaful sendiri masih sangat kecil. Angkanya dibawah 5 persen di 2013. Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan kontribusi
takaful mencapai 27 persen dan 49 persen untuk asetnya. Hal ini juga berasal dari peningkatan nasabah yang berasal dari kelas
menengah dan atas. Hal ini berarti, takaful masih rendah diterima kalangan bawah.
2
Perkembangan yang cepat bisnis asuransi syariah membuat daya serap dari tenaga kerja meningkat, tetapi hal ini juga perlu mendapat perhatian yaitu masalah
sumber daya manusia yang bekerja pada industri asuransi syariah masih banyak di isi oleh orang-orang yang lemah pemahamannya terhadap asuransi syariah, karena
hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat mengenai kesyariahaan asuransi syariah.
Perkembangan dalam suatu entitas bisnis dalam hal ini industri asuransi syariah tidak terlepas dari sosialisasi yang dilakukan pelbagai pihak baik dari
pemerintah, perusahaan itu sendiri, kalangan akademisi dan lain sebagainya. Permasalahannya adalah bagaimana cara sosialisasi tersebut dan seberapa efektif
dan efisienkah sosialisasi yang dilakukan sehingga dapat menjangkau seluruh kalangan dan lapisan masyarakat secara luas.
Pemerintah sendiri malakukan suatu program yang dinamakan program financial inclution sebagai alat sosialisasi, program ini dimaksudkan agar
masyarakat dapat mengakses lembaga-lembaga keuangan dengan mudah dan memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang macam-macam lembaga
keuangan termasuk produk-produk yang bisa masyarakat nikmati.
2
OJK. “Asuransi Mikro Syariah Harus Simpel”, diakses Pada 26 Nopember 2014 dari http:.InternetOJK2020Asuransi20Mikro20Syariah20Harus20Simpel20_20PebisnisMusli
m.com.htm
6
Alat sosialisasi yang digunakan butuh banyak pertimbangan sehingga cocok dan dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat yang memiliki tingkat
pemahaman yang berbeda di Indonesia ini. Bagi masyarakat yang ada di pedesaan dan masyarakat perkotaan keduanya memiliki cara sosialisasi yang berbeda,
khususnya bagi masyarakat kota yang mulai sadar dengan asuransi maka sosialisai akan lebih mudah tetapi bagaimana dengan masyarakat di pedesaan
yang mayoritas asing dengan istilah asuransi?. Masyarakat pedesaan di Indonesia adalah mayoritas artinya dibandingkan
masyarakat kota masyarakat di pedesaan masih lebih banyak jumlahnya, akan tetapi bagaimana tingkat pemahaman mereka terhadap asuransi khususnya
asuransi syariah karena mayoritas masyarakat yang ada di pedesaan di Indonesia adalah beragama Islam.
Pemaparan mengenai latar belakang masalah diatas, terutama permasalah mengenai pemahaman masyarakat asuransi syariah di desa atau pedesaan masih
dipertanyakan membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang Pemahaman Masyarakat Pedesaan Terhadap Asuransi Syariah
yang memilih studi pada Desa Dukupuntang Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon, karena dinilai
merupakan desa yang sedang berkembang ekonominya dan total seluruh penduduknya memeluk agama Islam akan tetapi kesadaran masyarakat terhadap
asuransi syariah masih sangat dipertanyakan.
7
B. Identifikasi Masalah