Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (SelfControl) Remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

(1)

Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (

Self Control

)

Remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

SKRIPSI

oleh

Yeni Cecilia Dwi Putri

111101117

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

oleh

Yeni Cecilia Dwi Putri

111101117

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

skripsi saya yang berjudul: Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (SelfControl) Remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan, dapat diselesaikan dengan baik.

Selama proses skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik mulai dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, tentulah akan terasa sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS selaku pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan perhatiannya dengan penuh kesabaran dalam memberikan masukan, arahan, dukungan serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen penguji I yang telah memberi masukan untuk memperbaiki skripsi ini.


(6)

yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tua saya, yakni Bapak saya Lontius Marbun dan Ibu saya Tianur Siregar, S.Pd yang telah memberikan bantuan, dukungan material dan moral serta doa demi kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan, juga kakak saya Tri Oktavia Marbun, adik saya Agnes Putri S. Marbun dan Josua Leonardi Marbun yang telah memberikan dukungan dan doa untuk saya.

8. Sahabat-sahabat terbaik saya Chindy, Putry, Stephanie, Helena, Berlyana, Linda dan Tamaulina yang telah membantu dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh pendidikan dan penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dan penulis juga menerima saran yang membangun dari semua pihak untuk hasil yang lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Medan, Juli 2015 Penulis


(7)

Halaman Pengesahan Skripsi ... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Skema ... ix

Daftar Tabel ... x

Abstrak ... xi

Abstrack ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.4. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Percaya Diri 2.1.1 Defenisi ... 7

2.1.2 Ciri-ciri Percaya Diri ... 9

2.1.3 Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri ...11

2.1.4 Gejala tidak Percaya Diri pada Remaja ...12

2.1.5 Aspek-aspek Percaya Diri ...12

2.1.6 Dampak Percaya Diri ...13

2.1.7 Faktor yang mempengaruhi Percaya Diri ...14

2.1.8 Usaha Menumbuhkan Percaya Diri Remaja ...16

2.1.9 Konsekuensi Rendahnya Percaya Diri ...17

2.2. Pengendalian Diri (Self Control) 2.2.1. Defenisi ...18

2.2.2. Fungsi Pengendalian Diri ...20

2.2.3. Aspek-aspek Pengendalian Diri ...21

2.2.4. Faktor yang mempengaruhi Pengendalian Diri ...24

2.2.5. Tipe Pengendalian Diri ...25

2.2.6. Jenis-jenis Pengendalian Diri ...25

2.2.7. Ciri Pengendalian Diri Tinggi ...26

2.2.8. Ciri Pengendalian Diri Rendah ...27

2.2.9. Pengendalian Diri Remaja ...27

2.3. Remaja 2.3.1. Defenisi ...29


(8)

BAB III KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka konseptual ...37

3.2. Definisi operasional...38

3.3. Hipotesa ...38

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain penelitian ...39

4.2. Populasi dan Sampel penelitian...39

4.3. Lokasi dan Waktu penelitian ...40

4.4. Pertimbangan etik ...40

4.5. Instrumen penelitian ...41

4.6. Uji validitas dan Reliabilitas ...45

4.7. Pengumpulan Data ...46

4.8. Analisa data ...48

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ...50

5.1.1. Karakteristik Data Demografi ...50

5.1.2. Tingkat Percaya Diri ...51

5.1.3. Tingkat Pengendalian Diri...51

5.1.4. Hubungan Percaya Diri dengan ...52

Pengendalian Diri Remaja 5.2. Pembahasan ...53

5.2.1. Percaya Diri Siswa/i SMAN 17 Medan ...53

5.2.2. Pengendalian Diri Siswa/i SMAN 17 Medan...58

5.2.3. Hubungan Percaya Diri dengan ...61

Pengendalian Diri Remaja BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan...64

6.2. Saran ...65


(9)

Lampiran 4 Hasil Reliabilitas...82

Lampiran 5 Master Tabel ...85

Lampiran 6 Hasil Penelitian ...96

Lampiran 7 Jadwal Tentatif Penelitian ...98

Lampiran 8 Taksasi Dana...99

Lampiran 9 Surat Validitas Kuesioner ...100

Lampiran 10 Surat Etik Penelitian ...101

Lampiran 11 Surat PermohonanUji Reliabilitas ...102

Lampiran 12 Surat IzinUji Reliabilitas dari Dinas Pendidikan ...103

Lampiran 13 Surat Balasan Reliabilitas ...104

Lampiran 14 Surat PermohonanIzin Penelitian ...105

Lampiran 15 Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan ...106

Lampiran 16 Surat Selesai Penelitian ...107


(10)

(11)

Tabel 4.1 Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi ... 49 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Demografi ... 50

Responden

Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Percaya Diri Siswa/i di ... 51 SMA Negeri 17 Medan

Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Pengendalian Diri Siswa/i di ... 51 SMA Negeri 17 Medan

Tabel 5.4 Hasil analisa Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian ... 53 Diri (Self Control) Remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan


(12)

Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Masa remaja merupakan masa badai dan tekanansehingga remaja harus memiliki pengendalian diri yang baik. Percaya diri merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus ditumbuhkan pada remaja agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol berbagai aspek pada dirinya, dengan kemampuan tersebut remajabisa lebih jernihmengatur tujuan dan sasaran pribadi yang jelas, maka akan mampu mengarahkan perilaku menuju keberhasilan. Remaja yang percaya diri memiliki pengendalian diri yang baik.Pengendalian diri remaja adalah kemampuan remaja dalam membimbing tingkah laku sendiri dan kemampuan untuk menekan atau merintangi implus-implus atau tingkah laku implusive sehingga dapat terhindar dari pengrusakan diri dan perilaku menyimpang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran percaya diri dan pengendalian diri remaja serta hubungan percaya diri dengan pengendalian diri remaja pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif. Sampel diambil dari siswa/i dengan teknik random sampling sebanyak 88 sampel.Metode pengumpulan data adalah dengan mengisi kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa percaya diri siswa/i dalam kategori tinggi sebanyak 96,6% dan rendah 3,4%, sedangkan pengendalian diri remaja pada siswa/i menunjukkan kategori baik sebanyak 90,9%dan buruk 9,1%. Hasil korelasi didapatkan bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan signifikan dengan interpretasi rendah, yaitu rs sebesar 0,376 dengan nilai signifikan p = 0,000. Diharapkan kepada remaja agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga remaja dapat mengendalikan diri dengan baik.


(13)

(14)

Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Masa remaja merupakan masa badai dan tekanansehingga remaja harus memiliki pengendalian diri yang baik. Percaya diri merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus ditumbuhkan pada remaja agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol berbagai aspek pada dirinya, dengan kemampuan tersebut remajabisa lebih jernihmengatur tujuan dan sasaran pribadi yang jelas, maka akan mampu mengarahkan perilaku menuju keberhasilan. Remaja yang percaya diri memiliki pengendalian diri yang baik.Pengendalian diri remaja adalah kemampuan remaja dalam membimbing tingkah laku sendiri dan kemampuan untuk menekan atau merintangi implus-implus atau tingkah laku implusive sehingga dapat terhindar dari pengrusakan diri dan perilaku menyimpang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran percaya diri dan pengendalian diri remaja serta hubungan percaya diri dengan pengendalian diri remaja pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif. Sampel diambil dari siswa/i dengan teknik random sampling sebanyak 88 sampel.Metode pengumpulan data adalah dengan mengisi kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa percaya diri siswa/i dalam kategori tinggi sebanyak 96,6% dan rendah 3,4%, sedangkan pengendalian diri remaja pada siswa/i menunjukkan kategori baik sebanyak 90,9%dan buruk 9,1%. Hasil korelasi didapatkan bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan signifikan dengan interpretasi rendah, yaitu rs sebesar 0,376 dengan nilai signifikan p = 0,000. Diharapkan kepada remaja agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga remaja dapat mengendalikan diri dengan baik.


(15)

(16)

Pengendalian diri (self control) merupakan salah satu kebutuhan remaja yang harus dipenuhi (Jahja, 2011). Remaja membutuhkan pengendalian diri karenaremaja pada umumnya berada pada masa badai dan tekanan (Arnett, 1999 dalam Gunarsa, 2004). Remaja berada pada masa badai dan tekanan(storm and stress) karenaremaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, jika terarah dengan baik maka ia akan menjadi seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab, namun jika tidak maka ia bisa menjadi seseorang yang tidak memiliki masa depan yang baik (Ardina, 2014). Stanley Hall mengatakan bahwa tidak seluruh remaja mengalami masa badai dan tekanan namun lebih besar kemungkinannya terjadi pada masa remaja (dalam Kaha, 2012).

Remaja pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), umumnya berada pada rentang usia 15-17 tahun, dalam konteks psikologi perkembangan individu berada pada fase remaja tengah (middle adolescent).Masa remaja tengah membutuhkan pengendalian diri yang baik sebab masa remaja tengah adalah masa dimana remaja ingin lepas dari orang tua dan mengeluh jika orangtua terlalu ikut campur dalam kehidupannya (Batubara, 2010). Pengendalian diri yang buruk pada masa remaja tengah dapat menyebabkan perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial di kalangan masyarakat karena masa remaja tengah merupakan masa yang penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa (Adzim, 2015).


(17)

Pengendalian diri yang baik mampu membuat remaja mengendalikan godaan-godaan yang datang selama studi agar mereka dapat berkonsentrasi penuh pada bidang studinya (Gunarsa, 2004). Pengendalian diri dibutuhkan remaja dalam proses memotivasi diri untuk memperoleh prestasi akademik yang tinggi (Astuti dan Resminingsih, 2010). Remaja juga perlu memiliki kemampuan pengendalian diri yang memadai untuk mencegah agar remaja tidak masuk ke dalam arus perubahan,seperti dalam bidang kejahatansebab pengendalian diri yang rendah pada masa remaja mengakibatkan remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan (Gunarsa, 2008).

Goldfried dan Merbaum (1973) mengatakan bahwa pengendalian diri (selfcontrol) adalah proses dimana seorang individu menjadi pihak utama membentuk, mengarahkan dan mengatur perilaku yang akhirnya diarahkan pada konsekuensi positif (dalam Rachdianti, 2011).Individu dengan pengendalian diri yang baik mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang lebih jelas dan terarah (Fadillah, dkk, 2013). Averill (1973) berpendapat bahwa pengendalian diri terdiri atas tiga aspek, yaitu: kendali perilaku, kendali kognitif dan kendali keputusan.

Kendali diri atau pengendalian diri erat kaitannya dengan kondisi emosional seseorang, individu yang pandai mengelola emosi dapat mengendalikan diri dengan baik (Fadillah, 2013). Weinberg & Gould (2003) mengatakan bahwa salah satu dampak positif dari percaya diri adalah perkembangan emosi yang positif (dalam Wicaksono, 2009). Seseorang yang mempunyai kepercayaan diri memungkinkan untuk lebih memiliki sikap tenang


(18)

Orang yang percaya diri juga bisa dilihat dari ketenangan mereka dalam mengendalikan diri sendiri, selain itu orang yang percaya diri tinggi tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang kebanyakan orang menilainya negatif (Fatchurahman & Pratiko, 2012). Penelitian kejiwaan juga menegaskan bahwa upaya mengendalikan diri tidak bisa dilaksanakan dengan baik tanpa adanya rasa percaya diri yang mantap (Uqshari, 2005).

Percaya diri merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus ditumbuhkan pada diri setiap siswa agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol berbagai aspek yang ada pada dirinya sehingga siswa akan lebih jernih dalam mengatur tujuan dan sasaran pribadi yang jelas, maka akan lebih mampu dalam mengarahkan perilaku menuju keberhasilan (Rohayati, 2011). Rasa percaya diri pada remaja dapat menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya (Kartono, 1995 dalam Andriyanto, 2012).Individu yang kehilangan kepercayaan diri akan sulit untuk memutuskan apa yang terbaik yang harus dilakukan pada dirinya (Hamdan, 2009). Beberapa karakteristik yang mengindikasikan remaja yang kurang percaya diri, yaitu: memiliki motivasi yang rendah untuk belajar, berkompetisi, dan mengembangkan diri, kepribadian yangcenderung labil, senang meniru dan tidak mentaati tata tertib sekolah (Idrus, 2011).

Hattie dalam penelitiannya mengatakan bahwa rasa percaya diri dapat membuat seseorang mempunyai pandangan positif serta kendali diri yang baik (dalam Santosa & Setiadarma, 2005). Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang kuat lebih memiliki pengendalian diri yang baik dibandingkan dengan


(19)

seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang lemah (Harta, 2010). Penelitian Mustofa Rifki (2008), percaya diri pada remaja membuat remaja mampu mengendalikan diri sehingga mendapatkan prestasi belajar yang baik. Remaja yang memiliki pengendalian diri yang baik menunjukkan sifat ulet, mandiri, tidak mudah terpengaruh oleh orang lain dan mampu mengatur dirinya sendiri (Calhoun dan Acocella, 2005).

Penelitian Gottfredson dan Hirschi’s (1990 dalam Praptiani, 2013) tentang “A general theory of crime” menjelaskan bahwa rendahnya pengendalian diri pada individu dapat menyebabkan terjadinya perilaku kejahatan. Jika remaja memiliki pengendalian diri yang baik sebagai bagian dari dirinya (terinternalisasi), tingkat kenakalan yang ditimbulkan oleh remaja tersebut akan cenderung mengalami penurunan (Fadillah, 2013). Siswa yang tidak mampu mengendalikan diri dapat menunjukkan perilaku, seperti: suka mengejek teman, tidak menghargai guru dan teman, tidak menunjukkan kedisiplinan, dan lain sebagainya (Puspita, dkk, 2013). Hilangnya kendali diri pada siswa juga dapat menimbulkan berbagai masalahmisalnya merokok, meminum minuman beralkohol, berjudi, mencontek, berkelahi dan lain sebagainya (Widodo, 2013).

Peneliti sangat tertarik melakukan penelitian ini karena banyak fenomena yang terjadi pada siswa/i di lingkungan sekolah terkait kurangnya kepercayaan diri dan dampaknya terhadap pengendalian diri (self control) remaja. Penelitian ini akan dilakukan pada siswa/i di SMAN17 Medan untuk mengetahui kepercayaan diri dan hubungannya dengan pengendalian diri (self control) mereka. Penelitian dilakukan di sekolah ini karena terdapat beberapa siswa dan


(20)

siswi di sekolah ini yang kurang percaya diri dan kurang mampu mengendalikan diri.Hal itu membuat peneliti meneliti lebih lanjut tentang “Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (Self Control) Remaja pada Siswa/i di SMA

Negeri 17 Medan”.

1.1. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana hubungan antara percaya diri dengan pengendalian diri (selfcontrol) remaja pada siswa/i di SMAN 17 Medan ?

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk dapat mengetahui hubungan percaya diri dengan pengendalian diri (self control) pada remaja di SMAN 17 Medan 1.2.2. Tujuan Khusus

1. Untuk dapat mengetahui gambaran percaya diri siswa/i di SMAN 17 Medan

2. Untuk dapat mengetahui pengendalian diri (self control) remaja pada siswa/i di SMAN 17 Medan.

3. Untuk mengidentifikasi hubungan percaya diri dengan pengendalian diri (Self Control) pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan.


(21)

1.3. Manfaat

1.3.1. Praktek Keperawatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dan masukan dalam melakukan praktek keperawatan sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.

1.3.2. Peneliti Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya terkait masalah percaya diri dan pengendalian diri pada remaja.

1.3.3. Bagi Masyarakat

Khususnya bagi remaja agar dapat mengetahui pentingnya sikap percaya diri di dalam proses kehidupan khususnya dalam meningkatkan pengendalian diri (self control).

1.3.4. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak institusi pendidikan khususnya guru BK (Bimbingan dan Konseling) tentang hubungan percaya diri dengan pengendalian diri remaja, kemudian menerapkannya kepada siswa/i di sekolah sehingga siswa/i mampu mengendaliakan diri dengan baik.


(22)

2.1. Percaya Diri 2.1.1. Defenisi

Salah satu aspek kepribadian yang penting adalah percaya diri. Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang harus dicapai dalam diri individu yang berfungsi untuk mengaktualisasi potensi yang dimiliki yang ditunjukkan dengan adanya sikap yakin atau merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan, merasa diterima oleh lingkungannya dan memiliki ketenangan sikap (Guildford, 1959 dalam Amyani, 2010). Percaya diri adalah kunci kesuksesan hidup seseorang, tanpa rasa percaya diri, seseorang tidak dapat merealisasikan tujuannya. Bahkan, seseorang yang tidak percaya diri akan mengalami kegagalan, patah semangat, dan kelesuan. Percaya diri akan menjadikan seseorang hidup sehat, cerdas, berani, fokus, semangat, bijak, kuat jiwa dan akhlaknya, rendah hati, toleran, lapang dan tenang (Al Aqshari, 2005).Kepercayaan diri merupakan sesuatu yang urgen untuk dimiliki setiap individu. Kepercayaan diri diperlukan baik oleh seorang anak maupun orangtua, secara individual maupun kelompok (Ghufron& Rini, 2010).

Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan membuat keputusan sendiri pada diri sendiri bahwa ia mampu untuk melakukan


(23)

sesuatu (Suhardita, 2011). Dengan memiliki percaya diri, seseorang dapat melakukan apapun dengan keyakinan bahwa itu akan berhasil, apabila ternyata gagal, seseorang tidak lantas putus asa, tetapi tetap masih mempunyai semangat, tetap bersikap realistis, dan kemudian dengan mantap mencoba lagi (Widarso, 2005 dalam Rohayati, 2011).

Percaya diri (self confidence) merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus ditumbuhkan pada diri setiap siswa agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol berbagai aspek yang ada pada dirinya, dengan kemampuan tersebut siswa akan lebih jernihdalam mengatur tujuan dan sasaran pribadi yang jelas, maka akan lebih mampu dalam mengarahkan perilaku menuju keberhasilan (Rohayati, 2011). Rasa percaya diri merupakan keyakinan pada kemampuan-kemampuan yang dimiliki, keyakinan pada suatu maksud atau tujuan dalam kehidupan dan percaya bahwa dengan akal budi mampu untuk melaksanakan apa yang diinginkan, direncanakan dan diharapkan (Davies, 2004).

Percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya (Hakim, 2002). Lauster (1990) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri, sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang lain.Menurut Lauster (1978 dalam


(24)

(bawaan) melainkan diperoleh dari pengalaman hidup, serta dapat diajarkan dan ditanamkan melalui pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu dapat dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa percaya diri.

Kepercayaan diri bukan arogansi-perilaku memamerkan kepandaian, membanggakan diri dan sombong yang seringkali merupakan model pembelaan yang digunakan oleh mereka yang tidak memiliki kepercayaan diri, guna melindungi keterancamannya. Orang-orang yang percaya diri merasa dirinya aman dengan mengetahui bakatnya, sangat rilek dan ingin mendengar dan belajar dari orang lain (Taylor, 2003).

Berdasarkan beberapa definisi percaya diri di atas, dapat disimpulkan bahwa percaya diri merupakan keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya, tidak mudah terpengaruh oleh orang lain dan lebih mampu mengarahkan perilaku menuju keberhasilan.

2.1.2. Ciri-ciri Percaya Diri

Rasa percaya diri erat sekali kaitannya dengan self-esteem atau seberapa tinggi orang menghargai, menilai dan menghormati dirinya sendiri. Cara seseorang menerima dan meyakini keadaan dirinya akan mempengaruhi perilaku tersebut (Lestari, 2008).

Ciri-ciri individu yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi yaitu : selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu,


(25)

mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai, mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi, mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi, memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya, memiliki kecerdasan yang cukup, memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup, memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya keterampilan berbahasa asing, memiliki kemampuan bersosialisasi, memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik, memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup, selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup. (Hakim, 2005).

Menurut Hakim (2002), remaja yang memiliki kepercayaan diri memiliki ciri atau karakteristik seperti berpikir positif, memiliki kompetensi/kemampuan diri, mandiri, optimis, berani menjadi diri sendiri, bersikap tenang, serta mampu bersosialisasi dengan orang lain.

Menurut Jacinta F Rini (2002 dalam Admini, 2013) dari team e-psikologi, ciri-ciri orang yang percaya diri yaitu : percaya akan kompetensi atau kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan atau pun rasa hormat orang lain, tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain (berani menjadi diri sendiri), punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan


(26)

emosinya stabil), memilih internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung atau mengharapkan bantuan orang lain), mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya, memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

Hurlock (1980 dalam Pratikto dan Fatchurahman, 2012) menyatakan bahwa seseorang memiliki percaya diri tinggi jika ia mampu membuat pernyataan-pernyataan positif mengenai dirinya, dengan tidak perlu membandingkan dengan orang lain, menghargai diri sendiri, serta mampu mengejar harapan-harapan yang kemungkinan membuatnya sukses.

2.1.3. Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang. Ada proses tertentu di dalam pribadi seseorang sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Secara garis besar, terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses, yaitu (Hakim, 2002) :

a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.

b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya.


(27)

c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri.

d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.

Kekurangan pada salah satu proses tersebut, kemungkinan besar akan mengakibatkan seseorang mengalami hambatan untuk memperoleh rasa percaya diri.

2.1.4. Gejala tidak Percaya Diri pada Remaja

Gejala tidak percaya diri pada remaja antara lain takut menghadapi ulangan, menarik perhatian dengan cara kurang wajar, tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat, grogi saat tampil di depan kelas, timbulnya rasa malu yang berlebihan, tumbuhnya sikap pengecut, sering mencontek saat menghadapi tes, mudah cemas dalam menghadapi berbagai situasi, salah tingkah dalam menghadapi lawan jenis, tawuran dan main keroyok (Hakim, 2002).

2.1.5. Aspek-aspek Rasa Percaya Diri

Afiatin dan Martaniah (1998) merumuskan beberapa aspek dari Lauster dan Guilford yang menjadi ciri maupun indikator dari kepercayaan diri yaitu :

a. Individu merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan tehadap kekuatan, kemampuan, dan ketrampilan yang dimiliki. Ia merasa optimis, cukup ambisius, tidak


(28)

selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya.

b. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini dilandasi oleh adanya keyakinan terhadap kemampuannya dalam berhubungan sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan kehendak atau ide‐idenya secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri.

c. Individu memiliki ketenangan sikap. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai macam situasi. 2.1.6. Dampak Percaya Diri

Kepercayaan diri akan memberikan suatu dampak kepada diri individu. Hal ini dijelaskan oleh Weinberg dan Gould (Setiadarma, 2000) bahwa rasa percaya diri memberikan dampak-dampak positif pada hal-hal berikut ini :

a. Emosi, individu yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi akan lebih mudah mengendalikan dirinya di dalam suatu keadaan yang menekan.

b. Konsentrasi, seorang individu akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada hal tertentu tanpa rasa terlalu khawatir.


(29)

c. Sasaran, individu cenderung mengarahkan pada sasaran yang cukup menantang, karenanya ia juga akan mendorong dirinya untuk berupaya lebih baik.

d. Usaha, individu tidak mudah patah semangat atau frustasi dalam berupaya meraih cita-citanya dan cenderung tetap berusaha kuat secara optimal sampai usahanya berhasil.

e. Strategi, individu mampu mengembangkan berbagai strategi untuk memperoleh hasil usahanya.

2.1.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Percaya Diri

Rasa percaya diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Jacinta F. Rini, 2002):

2.1.7.1. Faktor Internal, meliputi : a. Konsep diri

Terbentuknya percaya diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Menurut Centi (1995), konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri. Individu yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya individu yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki konsep diri positif. b. Harga diri

Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Individu yang memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi secara


(30)

rasional dan benar bagi dirinya serta mudah mengadakan hubungan dengan individu lain. Individu yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil percaya bahwa usahanya mudah menerima orang lain sebagaimana menerima dirinya sendiri. Akan tetapi, individu yang mempunyai harga diri rendah bersifat tergantung, kurang percaya diri dan biasanya terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam pergaulan.

c. Kondisi fisik

Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada rasa percaya diri. Anthony (1992) mengatakan penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga diri dan percaya diri seseorang. Lauster (1997) juga berpendapat bahwa ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang kentara.

2.1.7.2. Faktor eksternal, meliputi : a. Pendidikan

Pendidikan mempengaruhi percaya diri individu. Anthony (1992) lebih lanjut mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa di bawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.


(31)

b. Pekerjaan

Bekerja dapat mengembangkan kreatifitas dan kemandirian serta rasa percaya diri. Lebih lanjut dikemukakan bahwa rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan pekerjaan, selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga didapat karena mampu mengembangkan kemampuan diri.

c. Lingkungan

Lingkungan di sini merupakan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga, seperti anggota keluarga yang saling berinteraksi dengan baik akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu juga dengan lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, maka semakin lancar harga diri berkembang (Centi, 1995).

d. Pengalaman hidup

Lauster (1997) mengatakan bahwa kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman yang mengecewakan adalah paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri. Apalagi jika pada dasarnya individu memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian.

2.1.8. Usaha menumbuhkan Rasa Percaya Diri Remaja

Rasa percaya diri merupakan salah satu kebutuhan remaja di samping kebutuhan lainnya. Menurut John. Santrock dalam bukunya


(32)

“Adolescence” (2003). Ada empat cara untuk menumbuhkan rasa percaya diri remaja yaitu: mengidentifikasi penyebab dari rendahnya rasa percaya diri dan domain-domain kompetensi diri yang penting, memberikan dukungan emosional dan penerimaan sosial, adanya prestasi dan mengatasi masalah

Menurut Drs. Thursan Hakim dalam bukunya yang berjudul

“Mengatasi Rasa tidak Percaya Diri”, ada beberapa pola pendidikan yang bisa diterapkan untuk membangun rasa percaya diri yang sehat pada remaja, diantaranya: menerapkan pola pendidikan yang demokratis, menumbuhkan sikap mandiri, menumbuhkan harga diri, menumbuhkan sikap tanggung jawab, memberikan penghargaan, memberikan hukuman jika berbuat salah, mengembangkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki remaja, menganjurkan untuk mengikuti berbagai kegiatan kelompok, memberikan pendidikan agama, menerapkan disiplin, memperluas pergaulan, memberikan pendidikan non formal (keterampilan, kursus dan lain-lain).

2.1.9. Konsekuensi dari Rendahnya Rasa Percaya Diri

Untuk sebagian besar remaja, rendahnya rasa percaya diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara (Damon, 1991 dalam Santrock, 2003). Tetapi bagi beberapa remaja, rendahnya rasa percaya diri dapat menimbulkan banyak masalah. Rendahnya rasa percaya diri bisa menyebakan depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyesuaian diri lainnya


(33)

(Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992; Markus & Nurius, 1986; Pfeffer, 1986 dalam Santrock, 2003). Tingkat keseriusan masalah tidak hanya tergantung pada rendahnya rasa tidak percaya diri, namun juga kondisi-kondisi lainnya. Ketika tingkat percaya diri yang rendah berhubungan dengan proses perpindahan sekolah atau keluarga yang sulit, atau dengan kejadian-kejadian yang membuat tertekan, masalah yang muncul pada remaja dapat menjadi meningkat (Rutter & Garmezy, 1983; Simmons & Blyth, 1987 dalam Santrock, 2003).

2.2. Pengendalian Diri (Self Control) 2.2.1. Defenisi

Menurut Averill (1973), pengendalian diri merupakan variabel psikologis yang sederhana karena di dalamnya tercakup tiga konsep yang berbeda tentang kemampuan mengontrol diri yaitu kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi serta kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu yang diyakini.Pengendalian diri (self control) merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan perilaku mereka guna mencapai tujuan tertentu (Fadillah, 2013).Pengendalian diri merupakan seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan mengubah diri pribadi, keberhasilan menangkal pengrusakan diri (self-destructive), perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan mandiri (autonomy), atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasaan


(34)

dan pikiran rasional, serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab diri pribadi (Messina & Messina, 2003 dalam Gunarsa, 2004).

Goldfried dan Merbaum (1973), pengendalian diri (selfcontrol) adalah proses dimana seorang individu menjadi pihak utama membentuk, mengarahkan dan mengatur perilaku yang akhirnya diarahkan pada konsekuensi positif (dalam Rachdianti, 2011). Pengendalian diri adalah kemampuan seseorang untuk mengatur kelakuan/tingkah lakunya sendiri saat ia dihadapkan dengan gangguan/godaan yang berat ataupun tekanan lingkungan tanpa pertolongan hadiah-hadiah nyata, misalnya dukungan (Gunarsa, 2002). Pengendalian diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi implus-implus atau tingkah laku implusive (Chaplin, 2004).

Calhoun dan Acocella (1990 dalam dalam Khairunnisa, 2013), mendefinisikan kendali diri sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain kendali diri merupakan serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri.

Beberapa pengertian di atas, menyimpulkan bahwa pengendalian diri (self control) adalah kemampuan individu dalam membimbing tingkah lakudanmenekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tercakup dalam tiga konsep kendali diri, yaitu: kendali perilaku, kendali kognitif dan kendali keputusan yang akhirnya diarahkan pada konsekuensi positif dan tujuan yang ingin dicapai.


(35)

2.2.2. Fungsi Pengendalian Diri

Menurut Gul dan Pesendorfer (2000 dalam Sriyanti, 2012), pengendalian diri berfungsi untuk menyelaraskan antara keinginan pribadi

(self-interest) dan godaan (temptation).Kemampuan seseorang

mengendalikan keinginan-keinginan diri dan menghindari godaan ini sangat berperan dalam pembentukan perilaku yang baik.

Messsina dan Messina (2003 dalam Meytasari, 2013) menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi:

a. Membatasi perhatian individu kepada orang lain

Dengan adanya pengendalian diri, individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya pula, tidak sekedar berfokus pada kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain di lingkungannya. Perhatian yang terlalu banyak pada kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain, cenderung akan menyebabkan individu mengabaikan bahkan melupakan kebutuhan pribadinya.

b. Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya.

Dengan adanya pengendalian diri, individu akan membatasi ruang bagi aspirasi dirinya dan memberikan ruang bagi aspirasi orang lain supaya dapat terakomodasi secara bersama-sama. Individu akan membatasi keinginannya atas keinginan orang lain, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berada dalam ruang aspirasinya


(36)

masing-masing, atau bahkan menerima aspirasi orang lain tersebut secara penuh.

c. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif

Individu yang memiliki pengendalian diri akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif. Pengendalian diri memiliki arti sebagai kemampuan individu untuk menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial tersebut meliputi ketergantungan obat atau zat kimia, alkohol, rokok serta bermain judi.

d. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang

Pemenuhan kebutuhan hidup menjadi motif bagi setiap individu dalam bertingkah laku. Individu yang memiliki pengendalian diri yang baik, akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran yang sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Dalam hal ini, pengendalian diri membantu individu dalam menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup seperti tidak memakan makanan secara berlebihan, tidak melakukan hubungan seks secara berlebihan dan lain-lain.

2.2.3. Aspek-aspek Pengendalian Diri

Averill (1973, dalam Ghufron & Rini, 2010), berpendapat bahwapengendalian diri adalah kemampuan individu yang memiliki tiga aspek utama yaitu:


(37)

a. Kendali perilaku (behavior control)

Kendali perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung memengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu: a) Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration), yaitu: kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu di luar dirinya. Individu dengan kontrol diri yang baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal, b) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability), yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.

b. Kendali kognitif (cognitive control)

Kemampuan kognitif merupakan kemampuan individu untuk mengelola informasi yang tidak diinginkan degan cara menginterpretasi, menilai, atau memadukan suatu kejadian dalam kerangka positif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanaan.Aspek ini terdiriatas dua komponen, yaitu: a) Kemampuan mengantisipasiperistiwa (information gain). Berpijak pada informasi yangdimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidakmenyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebutdengan berbagai pertimbangan. b) Kemampuan menafsirkan peristiwa (appraisal). Kemampuan menafsirkan peristiwa berarti individu


(38)

berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

c. Kendali keputusan (decisional control).

Kemampuan mengambil keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Ketiga aspek ini menjadi penting bagi individu dalam menentukan model perilaku mana yang akan ditampilkan.

Aspek lain yang terdapat dalam pengendalian diri seseorang meliputi: a. Kendali Emosi

Seseorang dengan kendali emosi yang baik, cenderung akan memiliki kendali pikiran dan fisik yang baik pula.

b. Kendali Pikiran

Jika belum apa-apa sudah berpikir gagal, maka semua tindakan akan mengarah pada terjadinya kegagalan. Jika berpikir bahwa sesuatu pekerjaan tidak mungkin dilakukan, maka akan berhenti berpikir untuk mencari solusi.

c. Kendali Fisik

Kondisi badan fit adalah salah satu faktor kunci dalam menunjukkan kemampuan kita berfungsi optimal (Roy, 2003 dalam Fadillah, 2013).


(39)

2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengendalian diri (Self Control) Sebagaimana faktor psikologis lainnya, pengendalian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Ghufron dan Rini (2010 dalam Heni, 2013) secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian diri terdiri dari :

a. Faktor internal

Faktor internal yang ikut andil terhadap pengendalian diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengendalikan diri seseorang itu dari diri individu. Individu yang matang secara psikologis juga akan mampu mengontrol perilakunya karena telah mampu mempertimbangkan mana hal yang baik dan yang tidak baik bagi dirinya.

b. Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengendalikan diri seseorang. Bila orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya sikap disiplin secara intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi kendali diri baginya.

Calhoun & Acocella (dalam Fika Ariani Utami & Sumaryono, 2008: 48) mengemukakan bahwa berhasilnya self control dipengaruhi oleh tiga faktor dasar yaitu:


(40)

a. Memilih dengan tidak tergesa-gesa.

b. Memilih di antara dua perilaku yang bertentangan, yang satu memberikan kepuasan seketika dan satunya memberikan reward jangka panjang.

c. Memanipulasi stimulus dengan tujuan membuat sebuah perilaku menjadi tidak mungkin dan perilaku satunya lebih memungkinkan. 2.2.5. Tipe Pengendalian diri

Tipe Pengendalian Diri Rosenbaum (dalam Safaria, 2004) mengembangkan modelteoritis tentang kendali dalam tiga tipe, yaitu redresif, reformatif, daneksperiensial.

a. Pengendalian diri tipe redresif. Pengendalian diri tipe redresif berfokus pada proses pengendalian diri.

b. Pengendalian diri tipe reformatif. Pengendalian diri tipe reformatif berfokus pada bagaimana mengubah gaya hidup, pola perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan yang destruktif.

c. Pengendalian diri tipe eksperiensial. Pengendalian diri tipe eksperiensial merupakan kemampuan individu untuk menjadi sensitif dan menyadari perasaan-perasaannya dan penghayatanakan stimuli dari lingkungan yang spesifik.

2.2.6. Jenis-jenis Pengendalian diri

Pengendalian diri (selfcontrol) memiliki jenis yang beragam. Block dan Block (Lazarus, 1976 dalam Meytasari, 2013) mengemukakan tiga jenis pengendalian berdasarkan kualitasnya, yaitu:


(41)

a. Over Control, yaitu pengendalian diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus.

b. Under Control, yaitu suatu kecenderungan individu untuk melepaskan

impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.

c. Appropriate Control, yaitu pengendalian individu dalam upaya

mengendalikan implus secara tepat.

2.2.7. Ciri-ciri Pengendalian Diri (Self Control) tinggi

Logue & Forzano (1995 dalam Aroma & Suminar, 2012), beberapa ciri-ciri remaja yang memiliki kendali diri tinggi adalah sebagai berikut: a. Tekun dan tetap bertahan dengan tugas yang harus dikerjakan,

walaupun menghadapi banyak hambatan.

b. Dapat mengubah perilaku menyesuaikan dengan aturan dan norma yang berlaku dimana ia berada.

c. Tidak menunjukkan perilaku yang emosional atau meledak-ledak. d. Bersifat toleran atau dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang

tidak dikehendaki.

Individu yang mempunyai pengendalian diri yang baik lebih aktif mencari informasi dan menggunakannya untuk mengendalikan lingkungan, lebih perspektif, mempunyai daya tahan yang lebih besar terhadap pengaruh orang lain, mampu menunda kepuasan, lebih ulet, bersifat mandiri, mampu mengatur dirinya sendiri dan tidak mudah emosional (Calhoun dan Acocella, 2005). Hurlock (1990) menyimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang mampu


(42)

memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat dan dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut.

2.2.8. Ciri-ciri Pengendalian diri (Self Control) rendah

Gottfredson dan Hirschi (1990 dalam Aroma & Suminar, 2012) menyatakan bahwa individu yang memiliki pengendalian diri rendah cenderung bertindak impulsif, lebih memilih tugas sederhana dan melibatkan kemampuan fisik, egois, senang mengambil resiko, dan mudah kehilangan kendali emosi karena mudah frustasi. Individu dengan karakteristik ini lebih mungkin terlibat dalam hal kriminal dan perbuatan menyimpang dibanding mereka yang memiliki tingkat pengendalian diri tinggi.

Individu yang mempunyai pengendalian diri rendah sifatnya pasif, menarik diri dari lingkungan, tingginya konformitas, tidak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, hidup semaunya, mudah kompulsi, emosional dan refleks responnya relatif kasar (Calhoun dan Acocella, 2005).

2.2.9. Pengendalian diri remaja

Self-Control pada remaja menurut Rice (dalam Singgih D. Gunarsa,

2009), masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah:


(43)

1. Hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan. Rice (1999), ada enam aspek yang sedang mengalami perubahan yang memiliki pengaruh bagi kehidupan masa remaja. Adapun enam aspek tersebut adalah: perubahan dalam penggunaan komputer (computer revolution), perubahan dalam kehidupan materi (materialistic revolution), perubahan dalam aspek pendidikan (education revolution), perubahan dalam aspek kehidupan berkeluarga (family revolution), perubahan dalam aspek kehidupan seks (sexual revolution), dan perubahan dalam aspek kejahatan atau tindak kriminal yang terjadi (violence revolution). Dari enam aspek tersebut, aspek-aspek yang perlu dicermati sehubungan dengan pengendalian diri pada remaja adalah computer revolution, materialistic revolution, education revolution, sexualrevolution, dan violencerevolution.

2. Masa Badai dan Tekanan bagi Remaja (Storm & Stress)

Arnett (dalam Singgih D. Gunarsa, 2004), pentingnya pengendalian diri bagi remaja, juga didasari oleh fenomena bahwa masa remaja sering kali dikenal sebagai masa badai dan tekanan. Ada tiga elemen kunci yang termasuk dalam konsep masa badai dan tekanan ini adalah:

a. Konflik dengan orangtua, sering sekali diisi dengan permasalahan seputar larangan-larangan yang berasal dari orangtua kepada remaja. b. Gangguan suasana hati, remaja lebih sering mengalami gangguan

suasana hati dibandingkan pada saat masa anak-anak. Menurut Larson & Richards, remaja memang mengalami suasana hati yang positif.


(44)

Namun demikian, bila ditinjau dari frekuensi suasana hati yang timbul, remaja cenderung lebih sering mengalami suasana hati yang negatif.

c. Kecenderungan remaja untuk melakukan tingkah laku yang berisiko. Tingkah laku berisiko didefinisikan sebagai tingkah laku yang secara potensial dapat menyebabkan celaka atau kesulitan pada orang lain maupun pada diri sendiri.

2.3. Remaja

2.3.1. Definisi

Remaja merupakan salah satu tahapan pertumbuhan dan perkembangan dalam siklus kehidupan manusia. Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1991 dalam Ali, 2004). Masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa - merupakan waktu kematangan fisik, kognitif, sosial dan emosional yang cepat pada anak laki-laki untuk mempersiapkan diri menjadi laki-laki dewasa dan anak perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi wanita dewasa. Batasan yang tegas pada remaja sulit ditetapkan, tetapi periode ini biasanya digambarkan pertama kali dengan penampakan karakteristik seks sekunder


(45)

pada sekitar usia 11 sampai 12 tahun dan berakhir dengan berhentinya pertumbuhan tubuh pada usia 18 sampai 20 tahun (Wong, et. al., 2009).

Remaja merupakan transisi antara zaman kanak-kanak dengan zaman dewasa yang melibatkan perubahan biologi, psikologi, sosial dan ekonomi serta melibatkan perubahan peringkat tidak matang ke peringkat matang (Azizi et. Al.,2005).Masa remaja merupakan proses tumbuh kembang yang berkesinambungan dan merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda (Depkes RI, 2005).

2.3.2. Batasan Usia Remaja

Masa remaja terdiri atas tiga subfase yang jelas, yaitu: (a) Masa remaja awal usia 11-14 tahun; (b) Masa remaja pertengahan usia 15-17 tahun; (c) Masa remaja akhirusia 18-20 tahun (Wong,et al, 2009).

Batasan usia pada masa remaja yang difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Menurut Kartini Kartono (1995 dalam Andriyanto, 2012) dibagi tiga yaitu:

a. Remaja Awal (12-15 tahun)

Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini, remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.


(46)

b. Remaja Pertengahan (15-18 tahun)

Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yangdilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

c. Remaja Akhir (18-21 tahun)

Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.

2.3.3. Aspek-aspek Perkembangan pada Masa Remaja a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan motorik (Papalia dan Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak menjadi


(47)

tubuh orang dewasa yang cirinya ialah kematangan. Perubahan fisik otak strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2011), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja juga mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

c. Perkembangan Kepribadian dan Sosial

Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja ialah pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seseorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erickson dalam Jahja, 2011). Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler, dan bermain dengan teman (Conger 1991, dalam Jahja, 2011). Dengan demikian, pada masa remaja


(48)

peran kelompok teman sebaya ialah besar. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. (Beyth-Marom, et al., 1993 dalam Jahja, 2011).

2.3.4. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja, menurut Hurlock (1991 dalam Ali, 2004) adalah berusaha: mampu menerima keadaan fisiknya, mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa, mampu menerima hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian ekonomi, mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan, memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

2.3.5. Kebutuhan Remaja

Ada beberapa kebutuhan yang dialami pada masa remaja, yaitu: kebutuhan akan pengendalian diri, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan akan rasa kekeluargaan, kebutuhan akan penerimaan sosial, kebutuhan


(49)

akan penyesuaian diri, dan kebutuhan akan agama dan nilai-nilai sosial (Jahja, 2011).

2.3.6. Perubahan Psikososial Remaja

Perubahan psikososial remaja dibagi dalam tiga tahap yaitu remaja awal (early adolescent), pertengahan (middle adolescent), dan akhir (lateadolescent) (Batubara, 2010) :

a. Periode pertama disebut remaja awal (12-14 tahun)

Pada masa remaja awal anak-anak terpapar pada perubahan tubuh yang cepat, adanya akselerasi pertumbuhan, dan perubahan komposisi tubuh disertai awal pertumbuhan seks sekunder.Karakteristik periode remaja awal ditandai oleh terjadinya perubahan-perubahan psikologis, seperti :krisis identitas, jiwa yang labil, meningkatnya kemampuan verbal untuk ekspresi diri, pentingnya teman dekat/sahabat, berkurangnya rasa hormat terhadap orangtua, kadang-kadang berlaku kasar, menunjukkan kesalahan orangtua, mencari orang lain yang disayangi selain orangtua, kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan, dan terdapatnya pengaruh teman sebaya (peer group) terhadap hobi dan cara berpakaian. Pada fase remaja awal mereka hanya tertarik pada keadaan sekarang, bukan masa depan, sedangkan secara seksual mulai timbul rasa malu, ketertarikan terhadap lawan jenis tetapi masih bermain berkelompok dan mulai bereksperimen dengan tubuh seperti masturbasi. Selanjutnya pada periode remaja awal, anak juga mulai melakukan eksperimen dengan rokok, alkohol, atau narkoba.


(50)

b. Periode pertama disebut remaja tengah (15-17 tahun)

Ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan seperti: mengeluh orangtua terlalu ikut campur dalam kehidupannya, sangat memperhatikan penampilan, berusaha untuk mendapat teman baru, tidak atau kurang menghargai pendapat orangtua, sering sedih/moody, mulai menulis buku harian, sangat memperhatikan kelompok main secaraselektif dan kompetitif, dan mulai mengalami periode sedih karena ingin lepas dari orangtua.Pada periode middle adolescentmulai tertarik akan intelektualitas dan karir. Secara seksual sangat memperhatikan penampilan, mulai mempunyai dan sering berganti-ganti pacar. Sangat perhatian terhadap lawan jenis. Sudah mulai mempunyai konsep role modeldan mulai konsisten terhadap cita-cita.

c. Periode pertama disebut remaja tengah (18-21 tahun)

Ditandai oleh tercapainya maturitas fisik secara sempurna. Perubahan psikososial yang ditemui antara lain : identitas diri menjadi lebih kuat, mampu memikirkan ide, mampu mengekspresikan perasaan dengan kata-kata, lebih menghargai orang lain, lebih konsisten terhadap minatnya, bangga dengan hasil yang dicapai, selera humor lebih berkembang, dan emosi lebih stabil. Pada fase remaja akhir lebih memperhatikan masa depan, termasuk peran yang diinginkan nantinya. Mulai serius dalam berhubungan dengan lawan jenis, dan mulai dapat menerima tradisi dan kebiasaan lingkungan.


(51)

2.3.7. Karakteristik remaja yang dapat menimbulkan permasalahan Karakteristik remaja yang dapat menimbulkan permasalahan pada diri remaja, yaitu: kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan, ketidakstabilan emosi, adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup, adanya sikap menentang dan menantang orang tua, pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangan dengan orang tua, senang bereksperimentasi dan bereksplorasi, kegelisahan karena banyak hal yang diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya dan mempunyai banyak fantasi, khayalan (Gunarsa, 1989).


(52)

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual pada penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan percaya diri dengan pengendalian diri (SelfControl) remaja pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independent variable), yaitu percaya diri dan variabel terikat (dependent variable), yaitu pengendalian diri remaja.

Skema 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (Self Control) Remaja pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

Keterangan :

Faktor internal (konsep diri, harga diri, kondisi fisik) dan faktor eksternal (lingkungan dan pengalaman hidup)

Percaya Diri - Percaya diri tinggi - Percaya diri rendah

Pengendalian Diri (Self Control) - Pengendalian diri baik - Pengendalian diri buruk

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti


(53)

3.2. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur 1. Percaya

Diri

Percaya diri merupakan keyakinan remaja terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya, tidak mudah terpengaruh oleh orang lain dan lebih mampu mengarahkan perilaku menuju keberhasilan.

Kuesioner ini berbentuk skala Likert dan terdiri dari 34 pernyataan yang terbagi atas : 21 pernyataan positif dan 13 pernyataan negatif.

Ordinal Skor pernyataan berkisar antara 34 – 136, dengan kriteria: Rendah: 34-85 Tinggi: 86-136

2. Pengenda-lian Diri (Self Control)

Pengendalian diri merupakan kemampuan remaja dalam membim-bingtingkah laku danmenekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tercakup dalam tiga konsep kendali diri, yaitu: kendali perilaku, kendali kognitif dan kendali keputusan yang akhirnya diarahkan pada konse-kuensi positif dan tujuan yang ingin dicapai.

Kuesioner yang berbentuk skala Likert dan terdiri dari 43 pernyataan yang terbagi atas : 29 pernyataan positif dan 14 pernyataan negatif.

Ordinal Skor pernyataan berkisar antara 43-172, dengan kriteria:

Buruk: 43-107 Baik: 108-172

Tabel. 3.1. Definisi Operasional 3.3. Hipotesa Penelitian

(Ho) : tidak ada hubungan percaya diri dengan pengendalian diri (self control) remaja pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

(Ha) : adanya hubungan percaya diri dengan pengendalian diri (self control) remaja pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan


(54)

Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif korelatif yang digunakan untuk mengidentifikasi hubungan percaya diri dengan pengendalian diri (self control) remaja pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan.

4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi

Populasi penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i di SMA Negeri 17 Medan yang terdiri dari 17 kelas dengan total siswa sebanyak 701 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi atau bagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi. Pengambilan sampel menggunakan metode random sampling. Penelitian ini memiliki sampel dengan kriteria-kriteria tertentu. Peneliti menggunakan metode random sampling dan memenuhi kriteria inklusi sampel tersebut, yaitu

- Siswa/i yang berusia 15-17 tahun - Siswa/i yang duduk di kelas X dan XI

- Siswa/i yang terdaftar aktif bersekolah di sekolah tersebut - Siswa/i yang bersedia menjadi responden


(55)

Ukuran sampel representatif yang didapat berdasarkan rumus sederhana adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) :

n

Dimana:

N : besarnya populasi n : besarnya sampel

d : tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan 10%.

Dengan rumus tersebut dapat dihitung ukuransampel dari populasi701 orang denganmengambil tingkat kepercayaan ( d ) = 10%, sebagai berikut: n

=

=

= 87,5 dibulatkan menjadi 88 orang

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 17 Medan.Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015.

4.4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat izin penelitian dari komisi etik (ethical clearence), kepala dinas pendidikan kota Medan dan kepala sekolah di SMA Negeri 17 Medan. Dalam penelitian ini terdapat


(56)

beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Menurut Nursalam (2003), ada pertimbangan etik yang perlu diperhatikan pada saat penelitian yaitu: 1. Self

determination, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk

menentukan apakah bersedia atau tidak menjadi responden penelitian, 2. inform consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian, maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan, 3. Anonymity, penelitian tidak mencantumkan nama responden pada lembar persetujuan data, tetapi memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan, 4. Confidentially, penelitian menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Hubungan percaya diri dengan pengendalian diri remaja. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari 3 bagian yaitu, data demografi, kuesioner percaya diri dan kuesioner pengendalian diri (SelfControl). Kuesioner inidibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka.

4.5.1. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi responden. Kuesioner demografiini terdiri dari: usia dan jenis kelamin.


(57)

4.5.2. Kuesioner Percaya Diri

Kuesioner percaya diri berisi pernyatan-pernyataan yang meliputi tiga aspek, yaitu: merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan, merasa diterima oleh kelompok sosial dan memiliki sikap tenang dan terkendali.Peneliti menyusun kuesioner ini berdasarkan tinjauan pustaka mengenai aspek-aspek kepercayaan diri. Aspek-aspek kepercayaan diri ini disampaikan oleh Lauster dan Guilford dan dirumuskan olehAfiatin dan Martaniah (1998).

Kuesionerpercaya diri ini terdiri dari 34 butir pernyataan, yang terbagi dalam 12 pernyataan merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan (nomor 1-12), 12 pernyataan merasa diterima oleh kelompok sosial (nomor 13-24) dan 10 pernyataan memiliki sikap tenang dan terkendali(nomor 25-34). Penilaian kuesioner ini menggunakan skala likert. Kuesioner ini disajikan dalam bentuk dua puluh satupernyataan positif (no 1-3; 5, 7, 9-13; 17, 19-22;28, 29, 31-34) dan tiga belas pernyataan negatif (no. 4, 6, 8,14-16; 18,23-27; 30) dengan empat pilihan jawaban yang terdiri dari: Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (KD), Sering (SR), dan Selalu (SL). Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan positif 1 sampai 4, dimana jawaban Selalu (SL) mendapat nilai 4, Sering (SR) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 4, dimana jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 4, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 3, Sering (SR) mendapat nilai 2, dan


(58)

Selalu (SL) mendapat nilai 1. Total skor adalah 34-136. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi kepercayaan diri.

Berdasarkan rumus statistik p =

dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) sebesar 102 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk percaya diri (rendahdan tinggi), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 51.

Dengan p = 51 dan nilai terendah 34 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka percaya diri dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:

34 – 85 = percaya diri rendah

86– 136 = percaya diri tinggi

4.5.3. Kuesioner Pengendalian Diri (Self Control)

Kuesioner pengendalian diri (Self Control) berisi pernyatan-pernyataan yang meliputi tiga aspek, yaitu: kendali perilaku (behavioral control), kendali kognisi (cognitive control), dan kendali keputusan (decisional control).Peneliti menyusun kuesioner ini berdasarkan tinjauan pustaka mengenai pengendalian diri (Self Control). Aspek-aspek pengendalian diri ini disampaikan oleh Averille (dalam Ghufron & Rini, 2010).Kuesioner pengendalian diri ini terdiri dari 43 butir pernyataan, yang terbagi dalam 20 pernyataan kendali perilaku (behavioral


(59)

control)(nomor 1-20), 13 pernyataan kendali kognisi (cognitive control), (nomor 21-33) dan 10 pernyataan kendali keputusan (decisional control) (nomor 34-43). Penilaian kuesioner ini menggunakan skala likert. Kuesioner ini disajikan dalam bentuk dua puluh sembilan pernyataan positif (no. 2, 5-7; 11-13, 15-17, 19, 21-31; 33, 36, 37, 39, 41-43) dan empat belas pernyataan negatif (no. 1, 3, 4, 8-10; 14, 18, 20, 32, 34, 35, 38 dan 40) dengan empat pilihan jawaban yang terdiri dari: Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (KD), Sering (SR), dan Selalu (SL). Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan positif 1 sampai 4, dimana jawaban Selalu (SL) mendapat nilai 4, Sering (SR) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 4, dimana jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 4, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 3, Sering (SR) mendapat nilai 2, dan Selalu (SL) mendapat nilai 1. Total skor adalah 43-172. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi pengendalian diri (Self Control).

Berdasarkan rumus statistik p =

dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) sebesar 129 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk pengendalian diri (burukdan baik), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 64


(60)

Dengan p = 64 dan nilai terendah 43 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka pengendalian diri dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:

43 – 107 = pengendalian diri buruk

108 – 172 = pengendalian diri baik

4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.6.1. Uji Validitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Tinggi rendahnya suatu instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Butir-butir pernyataan sudah dinyatakan valid karena nilai alpha > 0,70. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan oleh Dosen Fakultas Psikologi USU yang bernama Debby Anggraini D., M.Psi, Psikolog pada bulan April sampai Mei 2015. Nilai alpha pada variabel percaya diri sebesar 0,95 dan nilai alpha pada variabel pengendalian diri (self control) remaja sebesar 0,96.


(61)

4.6.2. Uji Reliabilitas

Uji realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapakali dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner penelitian ini akan diuji dengan reliabilitas internalyang diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali pengetesan. Uji reabilitas dilakukan di SMA Negeri 15 Medan kepada 30 siswa yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden, kemudian peneliti menilai responnya. Uji reabilitas dilakukan dengan rumus alpha cronbach

(α),sehingga alat ukur yang digunakan dapat dipercaya (Arikunto, 2006).

Dimana menurut Djemari (2004) dalam Suyanto (2011) jika alpha> 0,70 maka butir-butir pernyataan dikatakan reliabel. Uji reliabel ini dibantu dengan menggunakan teknik komputerisasi. Uji reliabilitas dilakukan pada bulan 29 Mei 2015. Nilai alpha cronbach pada variabel percaya diri sebesar 0,866 dan nilai alpha cronbach pada variabel pengendalian diri (selfcontrol) remaja sebesar 0,829, sehingga instrumen kedua variabel dapat dikatakan reliabel.

4.7. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengisi kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu


(62)

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan izin ke komisi etik (ethical clearence) serta surat izin dari Kepala Dinas Pendidikan kota Medan dan Kepala SMA Negeri 17 Medan. Pengumpulan data ini dilakukan ketika siswa/i di SMA Negeri 17 Medan selesai mengikuti ujian akhir sekolah (UAS). Kemudian peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada guru yang berada di ruang kelas agar menghimbau siswa/i untuk tidak pulang setelah selesai ujian agar bisa mengisi kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti. Setelah mendapatkan izin dari guru, peneliti menjelaskan terlebih dahulu kriteria yang akan menjadi sampel peneliti kepada seluruh siswa/i di kelas tersebut. Pengumpulan data dilakukan di tiga kelas diantaranya: kelas X-6, XI IPA-5 dan XI IPS-1. Apabila jumlah responden masih belum cukup, peneliti menghampiri responden yang sedang beristirahat di lingkungan sekolah secara langsung. Pengumpulan data ini dilakukan selama dua hari, yaitu pada tanggal 4-5 Juni 2015.

Penelitian dilakukan setelah menjumpai responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan oleh peneliti. Setelah mendapatkan responden, peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent atau responden dapat menyatakan persetujuan secara verbal. Sebelum membagikan kuesioner, peneliti terlebih dahulu menyeleksi responden yang sesuai dengan kriteria penelitian. Responden


(63)

yang sesuai dengan kriteria penelitian dan yang bersedia diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pernyataan yang tidak dipahami. Peneliti memberikan waktu dan mendampingi responden dalam mengisi kuesioner, peneliti memeriksa kejelasan dan kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan bantuan komputerisasi.

4.8. Analisa Data

Analisa data dilakukan melalui tiga tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban terisi. Kedua, mengklarifikasi analisa data dengan mentabulasi data yang telah dikumpulkan. Ketiga, pengolahan data dengan menggunakan sistem komputerisasi.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Statistik univarat

Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungler, 1999). Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univarat akan digunakan untuk menganalisa variabel independen (data demografi dan percaya diri) dan variabel dependen (pengendalian diri). Untuk menganalisa variabel percaya diri dan variabel


(64)

pengendalian diri akan dianalisis dengan menggunakan skala ordinal dan akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

2) Statistik bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel independen (percaya diri) dan variabel dependen (pengendalian diri) digunakan formulasi korelasi Spearman. Uji korelasi Spearman digunakan pada penelitian ini karena variabel percaya diri dan pengendalian diri (selfcontrol) merupakan variabel dengan skala ordinal.

Keeratan hubungan diinterpretasi dengan menggunakan aturan Guilford (1956) sebagai berikut:

0 0,2 Tidak ada korelasi

0,2 0,4 Korelasi rendah

0,4 0,7 Korelasi sedang

0,7 0,9 Korelasi kuat

0,9 1,0 Korelasi sangat kuat


(65)

Hasil penelitian ini akan menguraikan tentang karakteristik data demografi, tingkat percaya diri, tingkat pengendalian diri (self control) responden dan hubungan percaya diri dan pengendalian diri (self control) remaja pada responden. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 88 orang, yakni siswa/i SMA Negeri 17 Medan kelas X dan XI yang memenuhi kriteria inklusi sampel.

5.1.1. Karakteristik Data Demografi

Karakteristik responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang (46,6%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 57 orang (53,4%). Untuk usia, yang terbanyak adalah responden berusia 16 tahun sebanyak 45 orang (51,1%) kemudian responden berusia 15 tahun sebanyak 25 orang (28,4%) dan yang terakhir responden berusia 17 tahun sebanyak 18 orang (20,5%).

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Demografi Responden (n=88)

Karakteristik Responden

f %

Jenis kelamin

Laki-laki 41 46,6

Perempuan 57 53,4

Usia

15 tahun 25 28,4

16 tahun 45 51,1


(66)

5.1.2. Tingkat Percaya Diri

Hasil analisa data mengenai tingkat percaya diri siswa/i di SMA Negeri 17 Medan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2. Distribusi Tingkat Percaya Diri Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan (n=88)

Variabel Kategori Frekuensi %

Percaya Diri Tinggi 85 96,6

Rendah 3 3,4

Tabel 5.2. menunjukkan bahwa percaya diri siswa/i di SMA Negeri 17 Medan berada di tingkat tinggi sebanyak 85 responden (96,6%) dan tingkat rendah sebanyak 3 responden (3,4%). Data tersebut memperlihatkan bahwa hampir seluruh siswa/i di SMA Negeri 17 Medan berada pada tingkat percaya diri tinggi dan hanya 3 orang siswa/i yang berada pada tingkat percaya diri rendah.

5.1.3. Tingkat Pengendalian Diri (Self Control)

Hasil analisa data mengenai tingkat pengendalian diri (self control) siswa/i di SMA Negeri 17 Medan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.3. Distribusi Tingkat Pengendalian Diri (Self Control) Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan (n= 88)

Variabel Kategori Frekuensi %

Pengendalian Diri

(SelfControl)

Baik 80 90,9


(67)

Tabel 5.3. menunjukkan bahwa tingkat pengendalian diri siswa/i di SMA Negeri 17 Medan berada di tingkat baik sebanyak 80 responden (90,9 %) dan tingkat buruk sebanyak 8 responden (9,1%). Data tersebut memperlihatkan bahwa mayoritas siswa/i di SMA Negeri 17 Medan (80 responden) berada pada tingkat pengendalian diri baik dan hanya 8 responden yang berada pada tingkat pengendalian diri buruk.

5.1.4. Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (Self Control) Remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

Dari tabel 5. 4. dapat dilihat bahwa penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara percaya diri dengan pengendalian diri (self control) remaja yang signifikan dengan interpretasi rendah. Hasil yang didapat dari perhitungan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman didapatkan nilai rs sebesar 0,376 dengan nilai signifikan p = 0,000. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan di antara kedua variabel dimana p < 0,01.

Berdasarkan tabel kriteria penafsiran korelasi menurut Guilford (1956) bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan positif yang signifikan dengan interpretasi rendah (r pada 0,2 sampai 0,4), artinya jika percaya diri remaja semakin tinggi maka pengendalian diri (self control) remaja akan semakin baik.


(68)

Tabel 5.4. Hasil analisa hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (Self Control) Remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan Variabel 1 Variabel 2 Rs p-value Keterangan Percaya Diri

pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

Pengendalian Diri

(SelfControl) remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

0,376 0,000 Hubungan positif dengan interpretasi rendah

5.2. Pembahasan

Dari data hasil penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan percaya diri dengan pengendalian diri (self control) remaja pada siswa/i di SMA Negeri 17 Medan.

5.2.1. Percaya Diri Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

Percaya diri seseorang ditunjukkan dengan adanya sikap yakin atau merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan, merasa diterima oleh kelompok atau lingkungan sosial dan memiliki ketenangan sikap guna mengaktualisasi potensi yang dimiliki (Guildford, 1959 dalam Amyani, 2010). Hasil distribusi frekuensi dan persentase tingkat percaya diri siswa/i di SMA Negeri 17 Medan diperoleh sebanyak 85 responden (96,6%) berada pada rentang skor 86-136, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa/i di SMA Negeri 17 Medan memiliki tingkat percaya diri tinggi dan 3 responden lainnya (3,4%), berada pada rentang skor 34-85 yang artinya memiliki tingkat percaya diri rendah.


(69)

Percaya diri siswa/i di SMA Negeri 17 Medan dapat diukur dengan menggunakan tiga aspek percaya diri, yaitu: adanya sikap yakin/adekuat terhadap tindakan yang dilakukan, merasa diterima oleh kelompok sosialnya dan memiliki ketenangan sikap (Afiatin dan Martaniah, 1998). Adanya sikap yakin atau merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan (kuesioner 1-12). Hal ini didasari oleh adanya keyakinan tehadap kekuatan, kemampuan, dan ketrampilan yang dimiliki. Ia merasa optimis, cukup ambisius, tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya. Merasa diterima oleh kelompok sosial (kuesioner 13-24). Hal ini didasari adanya keyakinan terhadap kemampuannya dalam berhubungan sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan kehendak atau ide‐idenya secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri. Memiliki ketenangan sikap (kuesioner 25-34). Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa mayoritas siswa/i di SMA Negeri 17 Medan sudah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, yang ditunjukkan dengan adanya tekad yang kuat untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, yakin mendapat nilai yang bagus jika belajar dengan serius, menerima diri dan memandang diri secara positif, bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan, mampu bekerja sama dalam mengerjakan tugas


(1)

103

Lampiran 12


(2)

104

Lampiran 13


(3)

105

Lampiran 14


(4)

106

Lampiran 15


(5)

107

Lampiran 16


(6)

108

Lampiran 17

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yeni Cecilia Dwi P.

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan/ 20 Oktober 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

Alamat : Jl. Nilam 2 No. 55 Perumnas Simalingkar Medan

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 068343 Tahun 1998 - 2004

2. SMP Negeri 31 Medan Tahun 2004 - 2007

3. SMA Negeri 17 Medan Tahun 2007 - 2010

4. S1 Fakultas Keperawatan USU Tahun 2011 - Sekarang