Analisis Pengaruh Harga Pokok Produksi CPO Terhadap Penentuan Harga Jual CPO Pada PT. Mutiara Unggul Lestari

(1)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH HARGA POKOK PRODUKSI CPO TERHADAP PENENTUAN HARGA JUAL CPO PADA PT.MUTIARA UNGGUL

LESTARI

OLEH:

NAMA : SUCI DEVIANTI

NIM : 060503177

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sumatra Utara


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Analisis Pengaruh Harga Pokok Produksi CPO Terhadap Penentuan Harga Jual CPO Pada PT. Mutiara Unggul Lestari adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi program S-I Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya, dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 10 Mei 2010

Yang Membuat Pernyataan,

Suci Devianti NIM : 060503177


(3)

Puji dan Syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Harga Pokok Produksi CPO Terhadap Penentuan Harga Jual CPO pada PT. Mutiara Unggul Lestari” ini ditujukan sebagai salah satu syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa doa, bimbingan, pengarahan, bantuan, kerja sama semua pihak yang telah turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M, Ak. selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Narumondang B.Siregar, MM, Ak selaku Dosen Penguji I dan ibu Dra. Salbiah, M.Si, Ak. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.


(4)

5. Manajemen PT. Mutiara Unggul Lestari yang telah mengizinkan dan membimbing saya di dalam melakukan penelitian di perusahaan tersebut. 6. Orangtua tercinta, Alm.Ir.H.Sudirman dan Hj. Hermawilis, yang telah

mencurahkan kasih sayang yang tak terhingga, serta mendidik, membimbing, memberikan nasihat, doa dan dorongan semangat kepada penulis.

Peneliti menyadari banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, 10 Mei 2010 Peneliti,

Suci Devianti NIM : 060503177


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh harga pokok produksi CPO terhadap harga jual CPO pada PT. Mutiara Unggul Lestari. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga pokok produksi CPO dan variabel dependennya adalah harga jual CPO.

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perkebunan yaitu PT. Mutiara Unggul Lestari yang berkantor pusat di Jl. Pematang Pasir No.27 Medan. Metode analisis yang digunakan adalah metode statistik dengan perangkat SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16,0.

Sampel yang digunakan penelitian ini adalah seluruh data harga pokok produksi CPO periode 2006-2008. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data observasi pada penelitian ini berjumlah 36. Model analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Pengujian yang digunakan adalah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heterokedastisitas. Uji determinasi dan uji hipotesis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga pokok Produksi berpengaruh signifikan dan posistif terhadap terhadap Harga jual CPO.


(6)

ABSTRACT

This research has a pupose to knowing an effect of cos production to sales price of the CPO PT Mutiara Unggul Lestari. independen variabel that is used in this research is cos production and dependen variabel is sales price of the CPO. The research location is at PT. Mutiara Unggul Lestari which head office is at Pematang Pasir Street number 27 Medan. Analysis method that is used is statistic method with SPSS ( Statistical Product and Service Solution) version 16,0.

All cost production of priod 2006-2008 is used as a sampel in this reasearch. Kind of data used is secondary data. Observasion date is 36. Analyzes model that is used is simpel regression. The tests that is used is Classic assumption tests that is consist of normality test, autocorelation test, and heteroscedastisity test. Hypothesis test and determination test. The result of this research show that cost production have significant and positive to sales price of The CPO.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 6

1. Harga Jual ... 6

a.Pengertian Harga Jual... 6

b. Sasaran Penetapan Harga Jual ... 7


(8)

e. Metode Penetapan Harga ... 12

2.Harga Pokok Produksi ... 16

a. Pengertian Harga Pokok Produksi ... 16

b. Unsur Harga Pokok produksi ... 17

c. Metode Penilaian Harga Pokok Produksi ... 21

B. Tinjauan Penelitian terdahulu ... 24

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian ... 25

1. Kerangka Konseptual ... 25

2. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 27

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

C. Jenis dan Sumber Data ... 28

D.Defenisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 28

E.Teknok Pengumpulan Data ... 29

F. Metode Analisis Data ... 29

1.Statistik Deskriptif ... 29

2.Pengujian Asumsi Klasik ... 31

3.Uji Determinasi ... 33

4.Pengujian Hipotesis ... 33

G.Lokasi dan Jadwal Penelitian... 35

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Perusahaan ... 36


(9)

B. Analisis Hasil penelitian ... 49

1. Analsis Statistik Deskriptif ... 49

2. Hasil uji Asumsi Klasik ... 50

3. Hasil Uji Determinasi ... 56

4. Hasil Pengujian Hipotesis ... 58

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61

B. Keterbatasan ... 61

C. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 66


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi ... 17

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 25

Tabel 3.1 Pengukuran Variabel Penelitian ... 29

Tabel 4.1 Data Harga Pokok Produksi CPO periode 2006-2008 ... 47

Tabel 4.2 Data Harga Jual CPO Periode 2006-2008 ... 49

Tabel 4.3 Statitstik Deskriptif ... 50

Tabel 4.4 One–Sample Kolmogorov–Smirnov Test ... 53

Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas... 54

Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 56

Tabel 4.7 Uji Determinasi ... 56


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 26

Gambar 4.1 Grafik Histogram ... 52

Gambar 4.2 Grafik P-P Plot ... 52


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran i Harga Pokok Produksi CPO ... 66

Lampiran ii Harga Jual CPO ... 67

Lampiran iii Statitstik Deskriptif ... 68

Lampiran iv Uji Normalitas Data ... 68

Lampiran v Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 70

Lampiran vi Hasil Uji Autokorelasi ... 71

Lampiran vii Uji Determinasi... 72

Lampiran viii Uji Hipotesis ... 72

Lampiran ix Data Biaya ... 73


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh harga pokok produksi CPO terhadap harga jual CPO pada PT. Mutiara Unggul Lestari. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga pokok produksi CPO dan variabel dependennya adalah harga jual CPO.

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perkebunan yaitu PT. Mutiara Unggul Lestari yang berkantor pusat di Jl. Pematang Pasir No.27 Medan. Metode analisis yang digunakan adalah metode statistik dengan perangkat SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16,0.

Sampel yang digunakan penelitian ini adalah seluruh data harga pokok produksi CPO periode 2006-2008. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data observasi pada penelitian ini berjumlah 36. Model analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Pengujian yang digunakan adalah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heterokedastisitas. Uji determinasi dan uji hipotesis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga pokok Produksi berpengaruh signifikan dan posistif terhadap terhadap Harga jual CPO.


(14)

ABSTRACT

This research has a pupose to knowing an effect of cos production to sales price of the CPO PT Mutiara Unggul Lestari. independen variabel that is used in this research is cos production and dependen variabel is sales price of the CPO. The research location is at PT. Mutiara Unggul Lestari which head office is at Pematang Pasir Street number 27 Medan. Analysis method that is used is statistic method with SPSS ( Statistical Product and Service Solution) version 16,0.

All cost production of priod 2006-2008 is used as a sampel in this reasearch. Kind of data used is secondary data. Observasion date is 36. Analyzes model that is used is simpel regression. The tests that is used is Classic assumption tests that is consist of normality test, autocorelation test, and heteroscedastisity test. Hypothesis test and determination test. The result of this research show that cost production have significant and positive to sales price of The CPO.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perusahaan merupakan organisasi yang mempunyai berbagai tujuan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Salah satu tujuan yang penting untuk dicapai oleh perusahaan adalah pencapaian laba optimum. Pencapaian laba dirasa penting karena berkaitan dengan berbagai konsep akuntansi antara lain kesinambungan perusahaan (going concern) dan perluasan perusahaan. Untuk menjamin agar usaha perusahaan mampu mnghasilkan laba, maka manajemen perusahaan harus merencananakan dan mengendalikan dengan baik dua faktor penentu laba yaitu pendapatan dan biaya.

Pencapaian laba dapat dilakukan oleh perusahaan dengan berbagai cara antara lain penentuan harga jual, efisiensi biaya produksi dan berbagai cara lainnya yang berkaitan dengan pencapaian laba. Dalam melakukan pencapaian laba untuk periode mendatang maka perusahaan memerlukan informasi guna evaluasi atas hasil pada periode yang sekarang. Informasi yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi dapat bersumber dari laporan keuangan perusahaan. Meskipun begitu, tidak semua informasi didapat dari laporan keuangan.

Harga jual suatu produk merupakan salah satu faktor penting di samping faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam bisnis perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur, Seorang pelanggan atau konsumen seringkali


(16)

suatu produk atau tidak. Walaupun tidak jarang juga kualitas lebih diunggulkan daripada harga, namun tidak dapat dipungkiri bahwa harga sangat berperan dalam proses pembuatan keputusan pembelian barang konsumen. Menurut Hansen dan Mowen (2001:633) harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan.

Menurut Mulyadi (2001:78) “pada prinsipnya harga jual harus dapat menutupi biaya penuh ditambah dengan laba yang wajar. Harga jual sama dengan biaya produksi ditambah mark-up”. Untuk menentukan harga jual dengan tepat, terlebih dahulu harus diketahui harga pokok produksi (perusahaan manufaktur), karena harga pokok produksi merupakan dasar bagi perusahaan untuk menetukan harga jual. Harga pokok produksi merupakan komponen biaya yang langsung berhubungan dengan produksi. Penetapan harga pokok produksi memegang peranan yang sangat penting pada suatu perusahaan, sebab dari harga pokok dapat dibuat analisa rencana dan kekuatan pemasaran, penentuan harga jual dan penentuan nilai persediaan.

Dalam menghitung harga pokok produksi harus diperhitungkan unsur-unsur apa saja yang dibebankan ke dalam biaya produksi, baik langsung maupun tidak langsung. Menurut Rybun (1999:31) harga pokok produksi meliputi keseluruhan bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik yang dikeluarkan untuk memproduksi barang atau jasa.

PT. Mutiara Unggul Lestari merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan pada umumnya yang didirikan pada tahun 2002. Saat ini


(17)

berada pada posisi industri pertanian (agroindustri) yang mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO) sebgai bahan baku dalam pengolahan minyak goreng, di daerah telaga Sam-Sam dan Ujung Tanjung, kecamatan Minas, kabupaten Siak, propinsi Riau. Sebagai perusahaan perkebunan yang salah satu kegitan utamanya adalah perkebunan kelapa sawit, produk yang dihasilkan adalah CPO (Crude Palm Oil) dan PK (Palm Kernel). Adapun yang dimaksud dengan

Crude Palm Oil (CPO) adalah produksi minyak sawit, sedangkan Palm Kernel

(PK) adalah produksi inti sawit. Oleh sebab itu, perusahaan sangat memperhatikan harga pokok produksinya, dalam memaksimalkan labanya. Karena pada saat harga pokok produksi rendah, perusahaan berusaha menjual hasil produksi sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan pendapatan.

Pada penelitian ini, penulis membatasi penelitian pada harga pokok produksi dan harga jual CPO. Biaya produksi merupakan komponen dalam pembentukan harga pokok produksi. Dalam penelitian sebelumnya, tentang pengaruh biaya produksi terhadap harga jual menunjukkan ketidakkonsistenan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vita Sajani.P (2007), menemukan bahwa biaya produksi pulp tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penetapan harga jual pulp. Hasil penelitian yang berbeda dihasilkan oleh Mutiara Sinambela (2007), menemukan bahwa biaya produksi gula berpengaruh signifikan terhadap harga jual gula.

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Harga Pokok Produksi CPO Terhadap Penentuan Harga Jual Pada PT. Mutiara Unggul Lestari”.


(18)

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “apakah harga pokok produksi berpengaruh terhadap penentuan harga jual pada PT.Mutiara Unggul Lestari?”.

C.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh harga pokok produksi terhadap penentuan harga jual pada PT.Mutiara Unggu l Lestari.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat di ambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh harga pokok produksi dalam kaitannya dengan penentuan harga jual,

2. Bagi perusahaan, memberikan masukan kepada bagian-bagian terkait di perusahaan dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan harga jual,

3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi bagi peneliti lainnya untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya yang sifatnya sejenis serta


(19)

memberikan wawasan yang relatif luas mengenai pengaruh harga pokok produksi dalam rangka penentuan harga jual.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Harga Jual

a. Pengertian Harga Jual

Harga jual adalah sejumlah kompensasi (uang ataupun barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. Perusahaan selalu menetapkan harga produknya dengan harapan produk tersebut laku terjual dan boleh memperoleh laba yang maksimal. Hansen dan Mowen (2001:633) mendefinisikan “harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan”. Menurut Mulyadi (2001:78) “pada prinsipnya harga jual harus dapat menutupi biaya penuh ditambah dengan laba yang wajar. Harga jual sama dengan biaya produksi ditambah mark-up”.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa harga jual adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu barang atau jasa ditambah dengan persentase laba yang diinginkan perusahaan, karena itu untuk mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan salah satu cara yang dilakukan untuk menarik minat konsumen adalah dengan cara menentukan harga yang tepat untuk produk yang terjual. Harga yang tepat adalah harga yang sesuai dengan kualitas produk suatu barang dan harga tersebut dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.


(21)

b. Sasaran Penetapan Harga Jual

Para pemasar berusaha untuk mencapai sasaran tertentu melalui komponen-komponen penetapan harga. Beberapa perusahaan mencoba untuk meningkatkan keuntungan dengan menetapkan harga rendah untuk menarik bisnis baru. Menurut Boone dan Kurtz (2002:70) “ada empat kategori dasar atau sasaran penetapan haga, yaitu: 1) profitabilitas, 2) volume, 3) tingkat kompetisi, dan 4) pretise”. 1) Sasaran profitabilitas

Sebagian besar perusahaan mengejar sejumlah sasaran profitabilitas dalam strategi penetapan harganya. Para pemasar mengerti bahwa laba diperoleh dari selisih pendapatan dan beban. Dan juga pendapatan merupakan harga jual dikalikan dengan jumlah yang terjual. Berbagai teori ekonomi mendasari prinsip maksimalisasi keuntungan (profit maximization). Akan tetapi pada kenyatannya prinsip ini masih sulit diterapkan. Maka banyak perusahaan beralih pada sasaran profitabilitas yang lebih sederhana, yaitu Target Return Goal, dimana perusahaan menetapkan harga dengan tingkat profitabilitas yang diinginkan sebagai pengembalian finansial atas penjualan ataupun investasi.

2) Sasaran volume

Pendekatan yang lain dalam strategi penetapan harga disebut maksimalisasi penjualan (sales maximization), para manajer menetapkan tingkat minimum profitabilitas yang dapat diterima dan kemudian menetapkan harga yang akan mengahasilkan volume penjualan tertinggi tanpa menyebabkan laba turun di bawah level itu. Strategi ini memandang ekspansi penjualan sebagai suatu


(22)

prioritas yang lebih penting bagi posisi persaingan jangka panjang perusahaan daripada laba jangka pendek.

3) Tingkat Kompetisi

Sasaran penetapan harga ini hanyalah untuk menyamakan harga dengan pesaing. Jadi perusahaan berusaha untuk menghindari perang harga dengan tidak menekankan elemen harga dari bauran pemasaran dan memfokuskan usaha persaingannya pada variabel selain harga seperti menambah nilai, meningkatkan kualitas, mendidik konsumen, dan menciptakan hubungan.

Sasaran Prestise. Pengaruh harga pada prestise membuat sebuah harga menjadi relatif tinggi untuk mengembangkan dan menjaga sebuah citra dari kualitas dan eksklusivitas. Para pemasar menetapkan sasaran tersebut karena mereka mengakui peran harga dalam mengkomunikasikan citra suatu perusahaan dan produk-produknya.

c. Strategi Penentuan Harga Jual

Harga yang ditentukan untuk sebuah produk akan mempengaruhi pendapatan perusahaan dan pada akhirnya tingkat laba. Perusahaan menentukan harga jual produknya dengan tiga dasar pertimbangan yaitu biaya produksi, suplai persediaan, dan harga persaingan.

1) Penentuan harga berdasarkan biaya produksi

Pada strategi ini, perusahaan menentukan harga untuk sebuah produk dengan mengestimasi biaya per unit untuk memproduksi produk tersebut dan menambahkan suatu kenaikan. Jika metode ini digunakan, perusahaan harus mencatat semua biaya yang melengkapi produksi sebuah produk dan


(23)

diupayakan agar harga tersebut dapat menutupi semua biaya tersebut.Sebuah strategi harga harus menghitung skala ekonomis. Bagi produk atau jasa yang berada di dalam skala ekonomis, harga harus cukup rendah agar dapat mencapai volume tingkat penjualan yang tinggi sehingga biaya produksi mengalami penurunan.

2) Penentuan harga berdasarkan suplai persediaan

Pada umumnya perusahaan cenderung menurunkan harga jika mereka harus mengurangi persediaan.

3) Penentuan harga berdasarkan harga pesaing

Penentuan harga berdasarkan harga pesaing dibagi atas tiga yaitu:

a) Penentuan harga penetrasi, dimana perusahaan menentukan harga yang lebih rendah dari harga pesaing agar dapat menembus pasar. Keberhasilan penentuan harga penetrasi tergantung pada seberapa besar tanggapan konsumen terhadap penurunan harga dan juga perusahaan tidak perlu menggunakan strategi ini bila produknya tidak elastis terhadap harga karena kebanyakan konsumen tidak akan beralih ke produk pesaing untuk mengambil keuntungan dari harga yang lebuh rendah.

b) Penentuan harga defensive, dimana perusahaan menrunkan harga produk untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Selain itu beberapa perusahaan juga menurunkan harga untuk menyerang pesaing baru yang masuk ke dalam pasar, disebut dengan biaya predatori.


(24)

c) Penentuan harga prestise, harga prestise ditentukan dengan tujuan untuk memberikan kesan lini terbaik bagi produk perusahaan. Perusahaan yang memiliki diversifikasi bauran produk akan menggunakan strategi penetrasi harga pada beberapa produk dan penentuan harga prestise untuk produk lainnya.

d . Alternatif Strategi Penetapan Harga

Banyak strategi-strategi khusus yang digunakan oleh perusahaan untuk menentukan harga barang dan jasa, yang berasal dari strategi pemasaran yang mereka rumuskan untuk mencapai keseluruhan sasaran organisasi. Menurut Sukirno (2006 : 226) ada enam strategi Penetapan harga : (1) Penetapan harga yang kompetitif. (2) Menentukan harga terobosan. (3) Menetapkan harga berdasarkan permintaan. (4) Kepemimpinan harga. (5) Menjual barang berkualitas dengan harga yang rendah. (6) Kebijakan harga tinggi jangka pendek.

1) Penetapan Harga Kompetitif

Hal ini berlaku pada pasar dimana terdapat produsen atau penjual. Dalam pasar seperti ini untuk menjual barangnya, perusahaan harus menetapkan harga pada tingkat yang bersamaan dengan barang yang sejenis yang dipasarkan.

2) Menentukan Harga Terobosan

Cara ini sering dipakai ketika meluncurkan barang baru, yang menetapkan harga pada tingkat yang rendah atau murah dengan harapan dapat memaksimalkan volume penjualan.


(25)

Penentuan harga barang ini terutama dipraktekkan oleh perusahaan jasa seperti pengangkutan Kereta Api, Jasa Penerbangan, Restoran dan Bioskop. Perusahaan Kereta Api misalnya, menawarkan tiket murah untuk orang yang selalu berpergian bagi pelajar dan orang tua yang sudah pensiun.

4) Kepemimpinan Harga

Penentuan harga seperti ini berlakun dalam pasar barang yang bersifat oligopoli yang merupakan struktur pasar, dimana terdapat perusahaan yang dominan yang mempunyai persaingan yang lebih kukuh dari pada perusahaan lainya.

5) Menjual Barang berkualitas dengan Harga Rendah

Kebijakan ini dapat dilakukan oleh perusahaan industri Manufaktur atau Hypermarket seperti Makro dan Carrefour. Srategi penentuan harga mereka lebih menekankan kepada peningkatan volume barang yang terjual dan bukan memperoleh keuntungan yang tinggi.

6) Kebijakan Harga Tinggi Jangka Pendek

Kebijakan Harga (Price Skimming) adalah cara untuk menetapkan harga tinggi yang bersifat sementara, yaitu pada waktu barang yang dihasilkan mulai dipasarkan. Pada periode itu, perusahaan belum menghadapi persaingan dan akan menetapkan harga yang tinggi supaya pengembalian modal dapat dipercepat.


(26)

Sedangkan menurut Boone dan Kurtz (2002:78),”secara umum, perusahaan dapat memilih dari tiga alternatif strategi penetapan harga: skimming, penetrasi, dan penetapan harga kompetitif”.

1) Strategi penetapan harga skimming, strategi ini sengaja menetapkan harga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk-produk pesaing.

2) Strategi penetapan harga penetrasi, menetapkan suatu harga rendah sebagai senjata utama pemasaran. Penetapan harga penetrasi mengasumsikan bahwa menetapkan harga di bawah harga pasar akan menarik para pembeli dan menggeser sebuah merek pendatang.

3) Strategi penetapan harga kompetitif, organisasi-organisasi mencoba mengurangi tekanan persaingan harga dengan menyamakan harga dengan perusahaan lain dan mengkonsentrasikan usaha pemasaran mereka pada elemen produk, distribusi, dan unsur-unsur promosi.

e. Metode Penetapan Harga

Menurut Herman (2006:175) ada beberapa metode penetapan harga (methods

of price determination) yang dapat dilakukan budgeter dalam perusahaan, yaitu:

1) Metode taksiran (judgemental method)

2) Metode berbasis pasar (market-based pricing) a) Harga pasar saat ini (current market price) b) Harga pesaing (competitor price)

c) Harga pasar yang disesuaikan (adjusted current marker price) 3) Metode berbasis biaya (cost-based pricing)


(27)

a) Biaya penuh plus tambahan tertentu (full cost plus mark-up) b) Biaya variabel plus tambahan tertentu (variable cos plus mark-up) 1) Metode Taksiran (Judgemental Method)

Perusahaan yang baru saja berdiri biasanya memakai metode ini. Pnetapan harga dilakukan dengan menggunakan instink saja walaupun market survey telah dilakukan. Biasanya metode ini digunakn oleh para pengusaha yang tidak terbiasa dengan data statistik. Penggunaan metode ini sangat murah karena perusahaan tidak memerlukan konsultan untuk

surveyor. Akan tetapi tingkat kekuatan prediksi sangat rendah karena

ditetapkan oleh instink.

2) Metode Berbasis Pasar (Market-Based Pricing) a) Harga pasar saat ini (current market price)

Metode ini dipakai apabila perusahaan mengeluarkan produk baru, yaitu hasil modifikasi dari produk yang lama. Perusahaan akan menetapkan produk baru tersebut seharga dengan produk yang lama. Penggunaan metode ini murah dan cepat. Akan tetapi pangsa pasar yang didapat pada tahun pertama relatif kecil karena konsumen belum mengetahui profil produk baru perusahaan tersebut, seperti kualitas, rasa, dan sebagainya.

b) Harga pesaing (competitor price)

Metode ini hampir sama dengan metode harga pasar saat ini. Perbedaannya menetapkan harga produknya dengan mereplikasi langsung harga produk perusahaan saingannya untuk produk yang sama atau berkaitan. Dengan


(28)

dianggap sebagai pemalsu. Ini dapat terjadi apabila produk perusahaan tidak mampu menyaingi produk pesaing dalam hal kualitas, ketahanan, rasa, dan sebagainya.

c) Harga pasar yang disesuaikan (adjusted current market price)

Penyesuaian dapat dilakukan berdasarkan pada faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal tersebut dapat berupa antisipasi terhadap inflasi, nilai tukar mata uang, suku bunga perbankan, tingkat keuntungan yang diharapkan (required rate of return), tingkat pertumbuhan ekonomi nasional atau internasional, perubahan dalam trend consumer spendling, siklus dalam trendi dan model, perubahan cuaca, dan sebagainya. Faktor internalnya yaitu kemungkinan kenaikan gaji dan upah, peningkatan efisiensi produk atau operasi, peluncuran produk baru, penarikan produk lama dari pasar, dan sebagainya.

Dengan metode ini, perusahaan mengidentifikasi harga pasar yang berlaku pada saat penyiapan anggaran dengan melakukan survey pasar atau memperoleh data sekunder. Harga yang berlaku tersebut dikalikan dengan penyesuaian (price

adjustment) setelah mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang

ditetapkan dalam angka indeks (persentase). Indeks 87 berarti 87/100. 3) Metode Berbasis Biaya (Cost-Based Pricing)

a) Biaya penuh plus tambahan tertentu (full cost plus mark-up)

Dalam metode ini budgeter harus mengetahui berapa proyeksi full cost untuk produk tertentu. Full cost adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dan atau dibebankan sejak bahan baku mulai diproses sampai produk jadi siap untuk dijual. Hasil penjumlahan antara full cost dengan tingkat keuntungan yang


(29)

diharapkan (required profit margin) yang ditentukan oleh direktur pemasaran atau personalia yang diberikan wewenang dalam penetapan harga, akan membentuk proyeksi harga untuk produk itu pada tahun anggaran mendatang. Required profit margin dapat juga ditetapkan dalam persentase. Untuk menetapkan profit, budgeter harus mengalikan full cost dengan persentase required profit margin. Penjumlahan antara profit dengan full cost akan menghasilkan proyeksi harga.

b) Biaya variabel plus tambahan tertentu (variable cost plus mark-up)

Dengan metode ini budgeter menggunakan basis variblel cost. Proyeksi harga diperoleh dengan menambahkan mark-up laba yang diinginkan. Mark-up yang diinginkan pada metode ini lebih tinggi dari mark-up dengan basis full cost. Hal ini disebabkan biaya variabel selalu lebih rendah daripada full cost

2. Harga Pokok Produksi

a. Pengertian Harga Pokok Produksi

Sebelum membicarakan pengertian harga pokok produksi, perlu dibedakan pengertian antara biaya produksi dengan harga pokok produksi, karena keduanya tidak sama. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Biaya produksi ini dibagi menjadi tiga elemen, yakni:

1) Biaya bahan baku 2) Biaya tenaga kerja 3) Overhead Pabrik


(30)

pokok produksi meliputi keseluruhan bahan langsung, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik yang dikeluarkan untuk memproduksi barang atau jasa. Penetapan jumlah harga pokok produksi diawali dengan jumlah harga pokok produksi barang dalam proses pada awal periode. Jumlah ini kemudian ditambah dengan biaya bahan baku yang dimasukkan dalam produksi; biaya upah yang diperlukan untuk memproses bahan baku dan seluruh biaya lainnya untuk jasa-jasa dan fasilitas yang digunakan dalam produksi, termasuk supervisi pabrik, upah tak langsung, pemakaian bahan pembantu pabrik, amortisasi paten, penerangan, pemanasan, pembangkit pabrik. Biaya-biaya ini merupakan produk cost yang akan tetap melekat pada nilai persediaan sampai produk tersebut dijual. Pada saaat dijual, nilai persediaan barang jadi akan ditransfer menjadin harga pokok penjualan. Perhitungan harga pokok produksi pada perusahaan industri dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 2.1:

Perhitungan Harga Pokok Produksi

Persediaan awal bahan baku xxx

Pembelian ahan baku xxx

Bahan baku barang tersedia untuk dijual xxx Persediaan akhir bahan baku (xxx)

Pemakaian bahan baku xxx

Upah langsung xxx

Overhead pabrik xxx

Total biaya produksi xxx

Persediaan awal barang dalam proses xxx

Total barang dalam proses xxx

Persediaan akhir barang dalam proses (xxx) Harga pokok produksi xxx


(31)

b. Unsur-unsur Harga Pokok Produksi

Unsur-unsur harga pokok produksi adalah biaya bahan baku langsung, upah langsung dan biaya tidak langsung pabrik atau biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku langsung dan upah langsung digabungkan dalam kelompok biaya utama (prime cost). Upah langsung dan overhead pabrik digabung dalam kelompok biaya konversi (conversion cost), yang mencerminkan biaya pengubahan bahan baku langsung menjadi barang jadi. Berikut ini peneliti akan membahas unsur-unsur biaya produksi

1) Biaya bahan baku

Bahan baku adalah bahan yang menjadi bagian utama dan dapat diidentifikasikan secara langsung pada produk jadi. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002:14), dinyatakan bahwa biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan barang dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. Bahan baku yang digunakan dalam suatu proses produksi biasanya dikelompokkan atas bahan baku langsung dan bahan baku tidak langsung atau bahan penolong. Pertimbangan utama dalam pengelompokkan bahan baku ini adalah kemudahan penelusuran bahan tersebut sampai menjadi barang jadi.

Bahan baku langsung merupakan keseluruhan bahan baku yang diolah menjadi barang jadi dan dapat ditetapkan langsung pada harga pokok dari barang jadi. Atau dengan kata lain merupakan komponen biaya yang jumlahnya relatif besar dalam menghasilkan output dan biasanya merupakan bagian integral dari


(32)

variabel, yaitu biaya yang bergerak secara proporsional sesuai dengan perubahan volume kegiatan. Secara teoritis, biaya bahan baku langsung terdiri dari harga pokok pembelian bahan baku langsung ditambah semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan menyiapkannya untuk memasuki proses produksi, misalnya biaya pengangkutan, biaya bongkar muat, biaya gudang dan biaya asuransi. Syarat jual beli dan potongan pembelian juga harus diperhatikan.

Bahan baku tidak langsung disebut juga biaya bahan penolong, yaitu bahan baku yang jumlahnya relatif kecil untuk menghasilkan produk. Walaupun penggunaan bahan ini relatif kecil tetapi merupakan bagian dari barang jadi.

2) Biaya tenaga kerja langsung

Mulyadi (2001:343), mendefinisikan “biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut”. Biaya tenaga kerja pada fungsi produksi diklasifikasikan atas biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah jumlah upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang secara langsung menangani pengolahan bahan baku menjadi produk jadi, sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah jumlah gaji yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang secara tidak langsung menangani pengolahan bahan. Pada umumnya biaya tenaga kerja langsung terdiri dari:

1. Gaji pokok, yaitu upah yang harus dibayarkan kepada setiap buruh seesuai dengan kontrak kerja, yang dapat dibayar secara harian, mingguan atau bulanan.


(33)

2. Upah lembur, yaitu upah tambahan yang diberikan kepada pekerja yang melaksanakan pekerjaan melebihi jam kerja yang ditentukan.

3. Bonus, yaitu upah tambahan diberikan kepada oekerja yang menunjukkan prestasi melebihi batas yang ditentukan.

3) Biaya pabrik tidak langsung

Biaya tidak langsung merupakan biaya bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung dan semua biaya pabrikasi lainnya tidak dapat dibebankan langsung ke pabrik tertentu. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya overhead adalah keseluruhan biaya yang terjadi pada departemen produksi selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Adapun yang termasuk biaya tidak langsung ialah:

• Biaya bahan penolong

Biaya bahan penolong bahan yang bersifat sebagai bahan pembantu untuk proses pembuatan barang jadi, nilainya relatif kecil dibanding biaya produksi.

• Biaya tenaga kerja tidak langsung

Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya yang menangani produksi secara tidak langsung dan tidak dapat diidentifikasikan dengan produk selesai. Biaya ini tidak dikeluarkan secara langsung dalam produksi barang atau jasa tertentu.

• Biaya reparasi dan pemeliharaan


(34)

untuk digunakan dalam proses produksi. Contoh biaya ini adalah suku cadang, pelumas, dan perlengkapan pabrik lainnya untuk menjaga pabrik dan peralatannya agar dalam kondisi siap pakai.

• Biaya yang timbul atas penilaian aktiva tetap

Biaya ini sering disebutjuga dengan penyusutan. Contoh biaya ini adalah penyusutan mesin dan penyusutan kendaraan.

• Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu

Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu adalah biaya yang diperhitungkan pada akhir periode. Contoh biaya ini adalah biaya asuransi bangunan pabrik, biaya asuransi mesin dan biaya lain-lain.

• Biaya yang memerlukan pengeluaran tunai lainnya

Biaya overhead pabrik yang masuk dalam biaya ini ialah biaya listrik, biaya air dan biaya telepon.

Secara umum biaya overhead dibedakan atas:

a) Biaya overhead tetap yaitu biaya overhead pabrik yang jumlahnya tetap walaupun volume produksinya bervariasi.

b) Biaya overhead variabel yaitu biaya overhead pabrik yang jumlahnya berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan volume produksi. Dari beberapa jenis dan sifat biaya overhead di atas akan menambah kesulitan dalam pengalokasian pembebanan biaya overhead yang sebenarnya adalah pada proses produksi. Oleh karena itu, untuk menetapkan harga pokok produksi yang tepat perlu ditentukan suatu sistem pembebanan biaya overhead yang ditetapkan di muka, sehingga kesulitan di atas dapat diatasi . Biaya overhead yang diterapkan


(35)

dimuka itu dibebankan kepada proses produksi secara tepat dengan dihitung secara taksiran yang disebut dengan applied overhead.

c. Metode Penilaian Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2001:18),metode penilaian harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya kebutuhan dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi terdapat dua pendekatan, yaitu:

1) Metode pembiayaan penuh (full costing)

Metode pembiayaan penuh (full costing) atau sering pula disebut absorption

costing atau conventional costing adalah metode penentuan harga pokok produksi,

yang membebankan seluruh biaya produksi baik yang berprilaku tetap maupun periodik kepada produk. Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari:

•Biaya bahan baku •Biaya tenaga kerja

•Overhead pabrik-biaya tetap •Overhead pabrik-biaya variabel

Dalam metode full costing overhead pabrik, baik yang berprilaku tetap maupun variabel, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar periode yang telah ditentukan pada kapasitas normal atas dasar overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu, overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang belum


(36)

laku dijual dan baru dianggap sebagai biaya (periode harga pokok penjualan) apabila produk jadi tersebut telah terjadi.

Karena overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar periode yang ditentukan di muka pada kapasitas normal, maka jika dalam suatu periode overhead pabrik sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan tersebut akan terjadi pembebanan biaya overhead lebih (overapplied factory overhead) atau pembebanan biaya overhead pabrik kurang (underapplied factory overhead). Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual maka pembebanan overhead lebih atau kurang tersebut digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok produk yang masih dalam persediaan tersebut (baik yang berupa persediaan produk dalam proses maupun produk jadi). Namun jika dalam suatu periode akuntansi tidak terjadi pembebanan overhead lebih atau kurang, maka biaya overhead pabrik tetap tidak mempunyai pengaruh terhadap perhitungan laba-rugi sebelum produk dijual.

Metode full costing menunda pembebenan overhead pabrik tetap sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan dijual. Jadi overhead pabrik yang terjadi baik yang berprilaku tetap maupun yang variabel, masih dianggap sebagai aktiva (karena melekat pada persediaan) sebelum persediaan tersebut dijual.

2) Metode pembiayaan variabel (vaiable costing)

Metode pembiayaan variabel (vaiable costing) atau periodic costing atau sering pula disebut direct costing adalah metode penentuan harga pokok produksi, yang hanya membebankan biaya-biaya produksi periodik saja ke dalam harga pokok produk. Harga pokok produk menurut metode variable costing terdiri dari:


(37)

• Biaya bahan baku • Biaya tenaga kerja • Overhead pabrik variabel

Dalam metode variable costing overhead pabrik tetap diberlakukan sebagai periode harga pokok produk, sehingga overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian overhead pabrik tetap dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya. Jika metode full costing menunda pembebanan overhead pabrik tetap maka metode

variable costing sebaliknya tidak menyetujui penundaan pembebanan biaya

overhead pabrik tetap tersebut.

Menurut metode variable costing, penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat juka dengan penundaan tersebut diharapkan dapat dihindati terjadinya biaya yang sama dalam periode yang akan datang.

Apabila diperhatikan, maka metode pembiayaan variabel ini mempunyai keuntungan bagi manajemen untuk membuat keputusan dan juga untuk pengendalian biaya. Misalnya, menentukan penerimaan pesanan khusus. Tatapi di luar kebutuhan manajemen tersebut, konsep ini masih diragukan, terutama dalam penilaian aset dan penentuan laba periodik.

B. Tinjauan penelitian terdahulu


(38)

Tabel 2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judu l Penelitian Variabel Kesimpulan

Risma Catharina Rahmawaty Sirait (2006) Analisa Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Penentuan Harga Jual Coca Cola Pada PT.Coca Cola Bottling Indonesia Unit Medan Variabel independen: Harga Pokok Produksi Variabel dependen: Harga Jual

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi dan harga jual Coca Cola telah efisien dan efektif. Vita Sajani Perangin-Angin (2007) Hubungan Biaya Produksi Terhadap Penetapan Harga Jual Pulp Pada PT.Toba Pulp Lestari Tbk.Sosor Ladang Porsea. Varibel independen: biaya produksi Variabel dependen: harga jual

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi tidak berhubungan secara

signifikan terhadap penetapan harga jual pulp

Mutiara Sinambela (2007) Analisis Pengaruh Biaya Produksi Terhadap Harga Jual dan Laba Pada PT.Perkenunan Nusantara II Variabel independen: Biaya produksi Variabel dependen: Harga jual dan laba

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi gula berpengaruh secara signifikan terhadap harga jual gula

B.Kerangka Konseptual Dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :


(39)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Harga pokok produksi merupakan komponen biaya yang langsung berhubungan dengan produksi. Penetapan harga pokok produksi memegang peranan yang sangat penting pada suatu perusahaan, sebab dari harga pokok dapat dibuat analisa rencana dan kekuatan pemasaran, penentuan harga jual dan penentuan nilai persediaan. Dalam perusahaan manufaktur harga jual dibentuk dengan terlebih dahulu menentukan harga pokok produksi. Oleh karena itu penentuan metode harga pokok produksi berpengaruh dalam penentuan harga jual. Jika harga pokok produksi mengalami kenaikan maka akan berdampak pada kenaikan harga jual dan sebaliknya.

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis menurut Sugiyono (2004:51) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Adapun hipotesis yang penelikti rumuskan adalah:

Ho : harga pokok produksi tidak berpengaruh terhadap harga jual Ha : harga pokok produksi berpengaruh terhadap harga jual

Harga Jual Harga Pokok Produksi


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut Umar (2003:30), ”penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga pokok produksi sebagai variabel independen terhadap harga jual sebagai variabel dependen.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2006:55) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.” Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data harga pokok produksi CPO periode 2006-2008 Pada PT. Mutiara Unggul Lestari.

Menurut Sugiyono (2006:56), ”sampel adalah sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sampel penelitian ini adalah harga pokok produksi CPO rata-rata setiap bulan pada PT. Mutiara Unggul Lestari dari tahun 2006 -2008, sehingga data observasi pada penelitian ini berjumlah 36. C. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, dalam


(41)

hal ini PT. Mutiara Unggul Lestari, yang berupa data kualitatif dan data kuantitatif.

1. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema, dan gambar. Dalam penelitian ini, data kualitatif adalah:

a. Sejarah singkat PT. Mutiara Unggul Lestari

b. Struktur organisasi dan pembagian tugas PT. Mutiara Unggul Lestari 2. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kuantitatif

yang diangkakan. Dalam penelitian ini adalah daftar laporan harga pokok produksi dan daftar laporan harga jual CPO untuk periode tahun 2006-2008 yang dibagi dalam 12 bulan setiap tahunnya.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Menurut Jogiyanto (2004:62),”Definisi operasional menjelaskan karakteristik dari objek ke daalm elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalisasikan dalam riset.” Menurut Ety,dkk (2007:11) variabel independen “variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel ini merupakan variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi”. Dalam hal ini, variabel independen adalah harga pokok produksi yang selanjutnya disebut ”Y”.


(42)

diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas” (Ety, 2007:11). Dalam hal ini, variabel terikat adalah harga jual yang selanjutnya disebut ”Y”.

Tabel 3.1

Pengukuran Variabel Penelitian

Jenis variabel Nama variabel Parameter Skala Variabel

independen

Harga pokok produksi

Rupiah/Kg rasio

Variabel dependen

Harga jual Rupiah/Kg rasio

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan teknik dokumentasi, yakni peneliti mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari PT. Mutiara unggul Lestari

F. Metode Analisis Data 1. Statistik Deskriptif

Menurut Jogiyanto (2004:163), ”statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan fenomena atau karakteristik dari data”. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi). Dalam penelitian ini penulis menjabarkan statistik deskriptif berupa mean, maksimum, minimum, dan standar deviasi.


(43)

2. Pengujian Asumsi Klasik

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini model analisis regresi sederhana dengan menggunakan bantuan software SPSS for windows version.16. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. a. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005:110), ” uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak mengikuti distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil”. Menurut Ghozali (2005:110), ” cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak ada dua, yaitu analisis statistik dan analisis grafik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik dengan melihat histogram dan residualnya”. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

1) jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan data berdistribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi aumsi normalitas.

”Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik kolmogorov-Smirnov (K-S)”, yang dijelaskan oleh Ghozali


(44)

Ho : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal

Bila signifikansi >0,05 dengan α = 5% berarti distribusi data normal dan Ho diterima, sebaliknya bila nilai signifikan <0,05 berarti distribusi data tidak normal dan Ha diterima.

b. Uji Heterokedastisitas

Uji ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut Erlina dan Sri (2007:108), ”jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda, maka disebut heterokedastisitas”. Ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scaterplot antar nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Dasar analisis yang dapat digunakan untuk menentukan heterokedastisitas, antara lain:

a). Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas atau terjadi homokedastisitas.

Menurut Ghozali (2005:105), ”uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan (varians) antar satu pengamatan ke pengamatan lainnya”. Model regresi yang baik adalah terjadi homokedatisitas.


(45)

Deteksi ada tidaknya gejala heterokedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu. Jika membentuk pola tertentu maka telah terjadi gejala heterokedastisitas.

c. Uji Autokorelasi

Menurut Priyatno (2008:47), “uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antar residual pada satu pengamatan dengan pengamatan yang lain pada model regresi.” Metode regresi yang baik tidak terdapat autokorelasi. Pengujian ini menggunakan uji

Durbin Watson. Menurut Sunyoto (2009:91), Pengambilan keputusan ada

tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:

1) angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, 3) angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Pada dasarnya time series ditemukan adanya masalah autokorelasi. Menurut Erlina dan Sri (2007: 109), “uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1.”

3. Uji Determinasi (Adjusted R2)

Pengujian Adjusted R2 digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Adjusted R2 berkisar antara nol sampai dengan 1 (0≤ Adjusted


(46)

besar mendekati 1, menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dan bila adjusted R2 semakin kecil mendekati 0, maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Ada dua pilihan untuk melihat berapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam uji ini yaitu apakah memakai R

Square atau Adjusted R Square. Jika variabel lebih dari dua variabel maka yang

dipakai adalah Adjusted R Square.

4. Pengujian Hipotesis

Hipotesis diuji dengan analisis regresi linear sederhana untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Model persamaan regresi yang digunakan yaitu:

Y = a + bX1 + e Dimana :

Y = Harga jual

X1= Harga Pokok Produksi a = konstanta

b = koefisien regresi harga pokok produksi e = error (pengganggu)

Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t disebut juga sebagai uji signifikansi individual. Uji ini digunakan untuk menunjukkan


(47)

seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Bentuk pengujiannya yaitu :

H0 : b1 = 0, artinya suatu variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen,

Ha : b1 ≠ 0, artinya suatu variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen.

Kriteria pengambilan keputusan adalah :

Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima atau H0 ditolak, Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak atau H0 diterima.

G. Lokasi dan Jadwal Penelitian

Penelitian dilakukan di kantor PT. Mutiara Unggul Lestari yang beralamat di JL.Pematang Pasir No.27 Medan. Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut:

Tahapan Penelitian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Pengajuan Judul x

Perbaikan Proposal Seminar Proposal Pengumpulan Data Penulisan Laporan Penyelesaian Skripsi


(48)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Perusahaan 1) Sejarah Singkat Perusahaan

PT.Mutiara Unggul Lestari merupakan salah satu perusahaan perkebunan milik swasta yang berkantor pusat di Medan. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 30 Mei 2002 sesuai dengan Akta Pendirian No.123 yang dibuat dihadapan Notaris Idham, SH. PT Mutiara Unggul Lestari berkedudukan di desa telaga Sam-Sam, kecamatan Minas, kabupaten Siak, propinsi Riau. Pada mulanya perusahaan ini berawal dari perusahaan kontraktor yang kemudian membangun pabrik kelapa sawit (PKS) yang dibangun oleh Usman Sarsi dan Lily (sekarang menjabat Komisaris Utama dan Komisaris PT.Mutiara Unggul Lestari) pada tahun 1992. Selanjutnya mereka bermitra kerja dengan Usli dan Fuad Halimoen (sekarang Direktur Utama dan Direktur PT. Mutiara Unggul Lestari) dalam membangun perusahaan perkebunan yang bernama PT. Mutiara Unggul Lestari pada tahun 2002. Namun perusahaan kontraktor yang telah dibangun terlebih dahulu masih tetap ada sampai dengan sekarang. Adapun susunan dewan direksi dan komisaris PT Mutiara Unggul Lestari adalah sebagai berikut:

 Direktur Utama : Usli

 Direktur : Fuad Halimoen  Komisaris Utama : Usman Sarsi  Komisaris : Lily


(49)

Bidang usaha PT. Mutiara Unggul Lestari adalah sebagai berikut:

a) Menjalankan perdagangan umum, terutama sekali perdagangan hasil-hasil pertanian dan perkebunan (agrobisnis), termasuk juga ekspor impor, lokal dan internasional, baik dengan perhitungan sendiri maupun pihak lain secara komisi,

b) Menjalankan usaha dalam bidang perindustrian pada umumnya terutama sekali industri pertanian (agrobisnis), mengadakan pabrik atau unit pengolahan hasil perkebunan dan pertanian,

c) Menjalankan usaha sendiri grossier, leveransir, distributor dan keagenan/perwakilan dari perusahaan-perusahaan baik dalam maupun luar negeri khususnya barang-barang hasil pertanian dan perkebunan (agrobisnis)

Visi dan Misi perusahaan a. Visi

Menjadi perusahaan agroindustri yang mengutamakan mutu, ramah lingkungan, pelayanan terbaik, dan kepuasan pelanggan yang memiliki reputasi bertaraf internasional.

b. Misi

1) Mengembangkan industri hilir berbasis perkebunan secara berkesinambungan.

2) Menghasilkan produk berkualitas untuk pelanggan.

3) Melaksanakan pengembangan sistem manajemen mutu dan lingkungan pada seluruh aktivitas perusahaan.


(50)

4) Menjadikan perusahaan yang paling menarik untuk bermitra bisnis. 5) Memberikan pelatihan kepada karyawan secara berkesinambungan. 6)Terus melakukan pengembangan sistem informasi dan teknologi agar

dapat bersaing dengan perusahaan lain.

Pemasok bahan baku dari masyarakat yang menjadi mitra kerja sama PT Mutiara Unggul Lestari adalah sebagai berikut:

 PT Inti Kamparindo Sejahtera  PT.Bina Fitri

 CV. Alam Lestari

 CV. Riau Sawitindo Persada  PT. Desember Jaya

 PT.Surya Inti Sariraya  CV. Persada Kultura Mekar.

Disamping itu PT Mutiara Unggul Lestari juga memiliki kebun kelapa sawit berlokasi di ujung tanjung Riau luas +

 PT.Bukit Kapur Reksa

1000 Ha dengan hasil produksi kebun rata-rata perbulan mencapai 400 ton. PT Mutiara Unggul Lestari telah beroperasi 7 tahun (2003-2010) dengan kapasitas 45 ton TBS/jam. Produk utama yang dihasilkan saat ini adalah Crude Palm Oil(CPO) dan Palm Kerel (PK). Customer CPO dan PK PT Mutiara Unggul Lestari adalah:

 PT.Inti Benua Perkasatama  PT.Permata Hijau Sawit  PT.Asian Agro Lestari


(51)

 PT.Agro Jaya Perdana  PT. Hari Sawit Jaya  PT. Inti Indo Sawit Subur 2. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi adalah susunan wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kerjasama. Salah satu cara bentuk organisasi yang digunakan perusahaan adalah dengan melihat struktur organisasi perusahaan bersangkutan. Dalam menjalankan kegiatan perusahaan diperlukan suatu manajemen yang mempunyai lima fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan koordinasi. Manajemen merupakan kegiatan dengan menerapkan kelima fungsi secara serempak terhadap faktor-faktor produksi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.

Bagan organisasi PT. Mutiara Unggul Lestari berbentuk garis dan staf, dimana administrasi sebagai penangggung jawab utama dibantu staf bagian tanaman, pabrik, dan tata usaha/umum. Wewenang dan perintah berjalan menurut garis lurus dari administrator sampai karyawan terendah. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh seluruh personil yang tercantum pada bagian organisasi pada bidang masing-masing sesuai tugasnya. Pekerjaan dilakukan sesuai standart pelaksanaan kerja untuk mencapai target yang telah dibuat.

Berdasarkan struktur organisasi PT. Mutiara Unggul Lestari pada lampiran vii, maka pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam PT. Mutiara


(52)

1) Managing Direktur Tugas :

Mendelegasikan pengawasan kepada para pembantunya. Pembantu utama dengan ruang lingkup kerja sangat luas (direktur), dapat mendelegasikan lagi tugas pengawasan kepada beberapa anak buah yang kompeten (pimpinan kepala bagian).

2) Manager PKS Tugas:

Melancarkan operasional pabrik secara keseluruhan. 3) Asisten Proses

Tugas:

Bertanggung jawab atas pengolahan pabrik dan mendapat hasil (rendeman CPO dan PK) sesuai dengan yang ditargetkan dan menjaga kebersihan pabrik.

4) Asisten Operasional Tugas :

Bertanggung jawab atas kelancaran penerimaan TBS, sortasi, penimbangan dan pengiriman barang jadi (CPO, PK, dan ikutannya) dan menjaga kebersihan lingkungan pabrik.

5) Sortase Tugas

Bertanggung jawab dalam memilih / mensortir buah TBS yang akan diolah sebelum masuk ke bagian pengelolaan


(53)

Tugas:

Bertanggung jawab atas keluar masuknya mobil bermuatan melalui jalur jembatan timbangan.

7) Asisten Bengkel Tugas:

Bertanggung jawab atas perawatan dan pemeliharaan mesin-mesin dan peralatan pabrik (menjaga alat kerja tetap dalam kondisi prima sesuai dengan performa standar), menyusun rencana perawatan berkala dan bertanggung jawab atas terlaksananya rencana yang telah dibuat merencanakan consumable goods dan suku cadang untuk operasional dan peralatan bertanggung jawab atas keberadaan barang inventaris bengkel, kebersihan bengkel dan menjaga agar biaya perbaikan alat rendah (sampai batas wajar atau reasonable).

8) Kepala Laboratorium Tugas:

Bertanggung jawab atas hasil analisis bahan yang di olah (TBS) dan hasil produknya (CPO dan PK).

9) Analisa Tugas:

Bertanggung jawab atas penganalisaan mutu hasil produksi dan mengontrol agar tetap berada di posisi standart / sesuai dengan keinginan perusahaan

10) Sampel Tugas:


(54)

11) Mill Office Manager Tugas:

- Bertanggung jawab atas ketentuan perusahaan yang dijalankan termaksud pengelolaan administrasi dan keuangan pabrik.

- Mengkoordinasi pemakaian investaris perusahaan dan masalah ketenagakerjaan di pabrik

12) KTU (Bagian Mill/PKS) Tugas:

- Bertanggung jawab atas administrasi dan pengelolaan keuangan PKS. - Memastikan ketentuan-ketentuan perusahaan telah dijalankan.

- Mengarahkan security untuk meningkatkan keamanan. 13) Manajer Kebun

Tugas:

- Bertanggung jawab atas pencapaian target produksi TBS.

- Bertanggung jawab atas penggunaan aset perusahaan (persediaan, aktiva tetap dan tenaga kerja).

- Mengoordinir pekerjaan panen dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit sesuai dengan standar perkebunan.

- Mengoordinir security untuk pengamanan wilayah kerja.

- Mengoordinir pembuatan anggaran tahunan dan bertanggung jawab dalam pelaksanaanya.

14) Asisten Kepala Tugas:


(55)

penolong) dan sparepart, investaris perusahaan, dan pemakaian kendaraan dan alat-alat berat.

- Membantu manager kebun dalam pencapaian target produksi TBS. - Membantu manager kebun dalam pengamanan divisi masing- masing. 15) Asisten Lapangan

Tugas:

- Bertanggung jawab atas pekerjaan panen dalam pemeliharaan di afdeling-nya masing-masing.

- Bertanggung jawab atas pencapaian produksi di afdeling-nya masing-masing. - Bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak pekerjaan di afdeling masing-masing.

- Menyusun anggaran tahunan untuk afdeling yang bersangkutan. - Bertanggung jawab atas pemakaian bahan kimia, pupuk, hari kerja,

alat-alat perlengkapan atau mesin-mesin pertanian dan alat-alat berat (kendaraan).

- Bertanggung jawab atas kelengkapan administrasi di afdeling masing-masing. - Berkoordinasi dengan security untuk pengamanan afdeling masing-

masing.

16) Asisten pembibitan Tugas:

Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan kegiatan di pembibitan 17) Asisten Teknik kepala Sipil


(56)

Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perawatan kendaraan alat-alat berat, peralatan dan mesin-mesin kebun, pengelolaan konstruksi yang meliputi bangunan, jalan, jembatan dan drainase, dan bertanggung jawab terhadap kelancaran operasional kendaraan dan alat-alat berat.

18) Kepala Bengkel Tugas:

Bertanggung jawab atas pengolaan konstruksi yang meliputi bangunan, jalan, jembatan dan drainase, dan instalasi

19) Kepala Transport Tugas:

Bertanggung jawab atas pengelolaan, perawatan dan perbaikan peralatan yang meliput i alat-alat berat , kenderaan dan alat pembangkit.

20) Estate Office Manager Tugas:

Bertanggung jawab atas pengelolaan transportasi yang meliputi angkutan buah, angkutan bibit, angkutan pupuk, angkutan material, serta utilisasi dan pengawasan terhadap operasional alat-alat berat.

21) Kepala Tata usaha Tugas:

- Bertanggung jawab atas pembukuan, administrasi dan keuangan kebun. - Memonitor keberadaan aset perusahaan.

- Memastikan ketentuan-ketentuan perusahaan telah dijalankan. - Bertanggung jawab atas masalah ketenagakerjaan di kebun.


(57)

ketenagakerjaan.

- Menjaga hubungan baik dengan pihak luar (masyarakat dan instansi pemerintahan) dan bertanggung jawab terhadap masalah- masalah kemasyarakatan.

- Bertanggung jawab atas pelayanan terhadap tamu-tamu perusahaan, baik internal maupun external (instansi pemerintah).

- Menegakkan disiplin karyawan.

- Berkoordinasi dalam hal pemakaian inventaris perusahaan ole karyawan. - Mengarahkan security untuk meningkatkan keamaan (membantumanager di bidang keamanan).

- Bertanggung jawab atas administrasi personalia. 22) Mekanik

Tugas:

Bertanggung jawab atas semua perbaikan alat berat dan kendaraan 23) Mandor

Tugas:

Bertanggung jawab atas pekerjaan yang diemban oleh kepalanya secara detail dan menyeluruh.

24) Operator Tugas:

Mengoperasikan alat berat dan kendaraan dalam pelaksanaan pekerjaan didalam PKS / Kebun maupun di luar PKS kebun.


(58)

Sebagai pembantu operator dalam menjalankan tugasnya 3. Hasil Penelitian

a. Sekilas tentang CPO

Hasil panen kelapa sawit adalah buah sawit yang secara umum dikenal dengan istilah TBS (tandan buah segar). Pengolahan sawit pada dasarnya bertujuan menghasilkan minyak sawit yang berkualitas baik. Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik yaitu minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit. Minyak sawit (CPO) merupakan merupakan minyak yang berasal dari pengolahan daging buah kelapa sawit. Sedangkan minyak inti sawit (KPO) merupakan minyak yang berasal dari pengolahan inti kelapa sawit. CPO dan KPO merupakan minyak dengan nilai ekonomis yang tinggi karena selain dapat dijual langsung, dapat pula diolah lebih lanjut untuk menghasilkan berbagai produk lain. Secara ringkas tahap-tahap pengolahan TBS adalah sebagai berikut:

1) Pengangkutan TBS ke pabrik

TBS harus diangkut ke pabrik untuk diolah maksimal 8 jam setelah dipanen. Setelah sampai di pabrik segera dilakukan penimbangan untuk mendapatkan angka-angka yang berkaitan dengan produksi, pembayaran upah kerja, dan perhitungan rendemen minyak sawit. 2) Perebusan TBS

TBS yang telah ditimbang kemudian ditimbang dalam ketel uap yang pada dasarnya bertujuan untuk mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang, memperlunak daging buah sehingga


(59)

mempermudah proses pemerasan dan untuk mengandapkan protein sehingga mempermudah pemisahan minyak.

3) Perontokan dan pelumatan buah

TBS ditarik keluar dan diangkat dengan Hoisting Crane yang digerakkan motor yang kemudian akan membalikkan TBS kertas mesin perontok buah. Buah yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat untuk memudahkan proses penghancuran daging dan pelepasan biji.

4) Ekstraksi minyak sawit

Untuk memisahkan lumatan TBS dan biji sawit perlu dilakukan pengadukan. Setelah itu dimulailah proses ekstraksi. Tujuan ekstraksi adalah mengambil minyak dari masa adukan.

5) Pemurnian dan penjernihan minyak sawit(CPO)

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung partikel-partikel dari tempurung serta air. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik maka minyak sawit kasar tersebut dialirkan ke tangki minyak kasar (

crude oil tank). Setelah melalui proses ini akan dihasilkan minyak

sawit mentah (CPO).

6) Pengeringan dan pemecahan biji sawit

Biji sawit yang telah dipisahkan dikeringkan dalam silo minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering dan suhu 50o C. akibat proses


(60)

pengeringan ini inti sawit akan mengerut sehingga mempermudah pemisahan inti dari tempurungnya.

7) Pemisahan inti dari tempurungnya

Inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung atau dengan cara mengapungkannya sehingga inti sawit akan mengapung dan tempurung tenggelam. Setelah itu inti sawit akan segera dikeringkan dengan suhu 80o C. Setelah kering maka inti sawit akan diekstraksi untuk menghasilkan minyak inti sawit (KPO).

b. Harga Pokok Produksi

Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan minyak kelapa sawit, PT. Mutiara Unggul Lestari menggunakan biaya-biaya produksi yaitu:

1. Biaya bahan baku langsung (Direct Material Cost), yaitu tandan buah segar (TBS), yang diperoleh baik dari kebun sendiri maupun dibeli dari luar kebun perusahaan.

2. Biaya upah langsung (Direct Labour Cost), yaitu biaya untuk para pekerja yang menjalankan mesin-mesin pabrik.

3. Biaya overhead pabrik (Factory Overhead Cost), yaitu biaya bahan penolong dalam melaksanakan proses produksi.

Dalam melakukan perhitungan terhadap harga pokok produksi minyak kelapa sawit (CPO), perusahaan tidak mengenal adanya persediaan awal maupun persediaan akhir dari tandan buah segar (TBS), dikarenakan kurangnya pemasukan tandan buah segar (TBS). Selain daripada itu, perusahaan juga tidak


(61)

mengenal adanya persediaan barang dalam proses, karena tandan buah segar (TBS) langsung diolah dan langsung menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel).

Overhead pabrik sendiri dibebankan langsung sesuai dengan pemakaian jumlah material dan tidak terdapat suatu sistem penaksiran atas pemakaian overhead tersebut. Perhitungan harga pokok produksi minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel) dilakukan secara bersama-sama dalam arti tidak ada perbedaaan harga pokok produksi untuk minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel). Perhitungan harga pokok produksi ini juga digunakan untuk menghitung harga pokok penjualan. Perhitungan harga pokok produksi tidak hanya keseluruhan total biaya tetapi juga dilakukan secara per kilogram produk yang dihasilkan. Untuk mencari harga pokok produksi per kilogram adalah dilakukan dengan cara membagi harga pokok produksi dengan jumlah produk yang dihasilkan, dalam hal ini adalah minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel). Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data harga pokok produksi CPO selama tahun yang diteliti yaitu tahun 2006-2008 yang dibagi dalam tiap bulan, sebagai berikut:


(62)

Tabel 4.1

Data Harga Pokok Produksi CPO Periode 2006-2008

Sumber: PT Mutiara Unggul Lestari c. Harga Jual

Perusahaan ini dalam menentukan harga jualnya, Managing Directorlah yang memepunyai wewenang untuk menentukannya. Akan tetapi harga jual produk perusahaan tergantung dari harga pasar dimana ditentukan berdasarkan posisi

bargaining power atau tawar menawar di pasar. Sebelumnya perusahaan telah

mendapatkan informasi misalnya dengan mengakses internet berupa harga CPO di pasar internasional. Jadi dalam kebijakannya untuk menetapkan harga jual produk, digunakan metode berbasis pasar. Penjualan perusahaan ini terdiri dari dua, yaitu penjualan lokal (local sales) dan penjualan ekspor (export sales). Namun untuk produk CPO, perusahaan hanya melakukan penjualan lokal karena permintaan untuk produk ini cukup besar. Dalam penjualannya perusahaan ini tidak memberikan penjualan secara kredit. Perusahaan ini melakukan pengiriman

Bulan Harga Pokok Produksi CPO (Rp/kg)

2006 2007 2008

Januari 2367 4926 4488

Februari 2233 4339 4351

Maret 2400 4046 4748

April 2447 4514 4665

Mei 2205 4824 4598

Juni 2100 3958 4676

Juli 2506 5124 5291

Agustus 2484 4517 4869

September 2747 4198 4555

Oktober 3030 4239 5003

November 2447 4554 5041


(63)

barang kepada pembeli tetapi pembelilah yang menanggung ongkos pengiriman barang.

Tingkat kompetisi di pasar sangat diperhatikan oleh perusahaan ini dalam menentukan harga jual CPO. Komoditi yang dihasilkan perusahaan ini ditujukan untuk pelanggan yang berbentuk pabrikan yang membeli dengan kuantitas besar. Sehingga, apabila perusahaan tidak dapat berkompetisi dengan baik di pasar, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh laba. Sasaran penetapan harga yang dibuat oleh perusahaan ini yaitu sasaran profitabilitas. Perusahaan juga memperhitungkan tingkat kompetisi dengan harga jual sesuai harga pasar. Adapun strategi yang dilakukan perusahaan ini dalam menentukan harga jual adalah strategi penetapan harga kompetitif, yaitu perusahaan mengurangi tekanan persaingan harga dengan menyamakan harga dengan perusahaan lain yang tidak jauh dari harga pasar yang berlaku saat itu. Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh harga jual CPO selama tahun yang diteliti yaitu tahun 2006-2008 yang dibagi dalam tiap bulan, sebagai berikut:

Tabel 4.2

Data Harga Jual CPO Periode 2006-2008 Bulan Harga Jual CPO (Rp/kg)

2006 2007 2008 Januari 3368 4831 7691 Februari 3478 4797 8562

Maret 3476 5005 9213

April 3352 5922 8141

Mei 3451 6194 9015

Juni 3571 6290 8789

Juli 3581 6269 8244


(64)

Sumber: PT Mutiara Unggul Lestari

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standart deviasi untuk data yang digunakan dalam penelitian

Tabel 4.3 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation Harga_Jual 36 3352 9213 5650.67 1857.839

HPP 36 2100 5291 3904.00 1068.830

Valid N

(listwise) 36

Berdasarkan data dari tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa:

a. variabel harga jual memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 36, dengan nilai minimum (terkecil) 3352, nilai maksimum (terbesar) 9213 dan mean (nilai rata-rata) 5650, Standart Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 1857.83,

b. variabel harga pokok produksi memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 36, dengan nilai minimum (terkecil) 2100, nilai maksimum (terbesar) 5291 dan mean (nilai rata-rata) 3904, Standart Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 1068.83,

Oktober 3800 6650 4410 November 4191 6998 4217 Desember 4691 7231 4832


(65)

c. jumlah sampel yang digunakan ada sebanyak 36 buah. 2. Hasil Uji Asumsi Klasik

Salah satu syarat yang menjadi dasar penggunaan model regresi sederhana dengan metode Ordinary Least Square (OLS) adalah dipenuhinya semua asumsi klasik, agar hasil pengujian bersifat tidak bias dan efisien (Best Linear Unbiased

Estimator/BLUE). Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan

bantuan program statistik. Menurut Ghozali (2005:123) asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah:

• berdistribusi normal,

non-multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun mendekati sempurna,

non-autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi tidak saling korelasi,

homoskedasitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain adalah konstan atau sama.

a. Hasil Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak, dengan membuat hipotesis sebagai berikut:

Ho : data residual terdistribusi normal Ha : data residual terdistribusi tidak normal

Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Pada penelitian ini akan digunakan kedua cara tersebut.


(66)

Analisis grafik dapat digunakan dengan dua alat, yaitu grafik histogram dan grafik P-P Plot. Data yang baik adalah data yang memiliki pola distribusi normal. Pada grafik histogram, data yang mengikuti atau mendekati distribusi normal adalah distribusi data dengan bentuk lonceng. Pada grafik P-P Plot, sebuah data dikatakan berdistribusi normal apabila titik-titik datanya tidak menceng ke kiri atau ke kanan, melainkan menyebar di sekitar garis diagonal.

Gambar 4.1 Grafik Histogram

Gambar 4.2 Grafik P-P Plot


(67)

Dengan melihat tampilan grafik histogram, kita dapat melihat bahwa gambarnya telah berbentuk lonceng yang menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Pada grafik P-P Plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan tidak jauh dari garis diagonal. Kedua grafik tersebut menunjukkan bahwa model regresi tidak menyalahi asumsi normalitas.

2) Uji Statistik

Pengujian normalitas data dengan hanya melihat grafik dapat menyesatkan kalau tidak melihat secara seksama, sehingga kita perlu melakukan uji normalitas data dengan menggunakan statistik agar lebih meyakinkan. Untuk memastikan apakah data di sepanjang garis diagonal berdistribusi normal, maka dilakukan uji

Kolmogorov-Smirnov (1 sample KS) dengan melihat data residualnya apakah

berdistribusi normal atau tidak. Jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal. Jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 36

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.35517041E3 Most Extreme

Differences

Absolute .122

Positive .106

Negative -.122

Kolmogorov-Smirnov Z .731


(68)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 36

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.35517041E3 Most Extreme

Differences

Absolute .122

Positive .106

Negative -.122

Kolmogorov-Smirnov Z .731

Asymp. Sig. (2-tailed) .659

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada penelitian ini menujukkan probabilitas = 0,659 Dengan demikian, data pada penelitian ini berdistribusi normal dan dapat digunakan untuk melakukan uji-t karena 0,659 > 0,05 (H0 diterima).

b. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Ghozali (2005:105) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji grafik dengan melihat grafik scatterplot yaitu dengan cara melihat titik-titik penyebaran pada grafik dan uji glejser, dengan cara meregres seluruh variabel independen dengan nilai absolute residual (absut) sebagai variabel dependennya. Perumusan hipotesis adalah :

H0 : tidak ada heteroskedastisitas, Ha : ada heteroskedastisitas.

Jika signifikan < 0,05 maka Ha diterima (ada heteroskedastisitas) dan jika signifikan > 0,05 maka H0 diterima (tidak ada heteroskedastisitas).


(69)

Gambar 4.3

Uji Heteroskedastisitas( scatterplot)

Tabel 4.5

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coeffic ients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -925.547 453.227 -2.042 .049

HPP .498 .112 .606 4.441 .060

a. Dependent Variable: absut

Pada gambar 4.5 tentang grafik scatterplot di atas terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuh pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dari tabel 4.5


(70)

0,06 (>0.05). Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas karena variabel independennya memiliki signifikan lebih besar dari 0,05

c. Hasil Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada regresi yang datanya time series. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson. Mengacu kepada pendapat Sunyoto (2009:91), Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:

1) angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, 3) angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .684a .468 .452 1374.955 .358

a. Predictors: (Constant), HPP b. Dependent Variable: Harga Jual

Tabel 4.6 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 0,358. Angka ini terletak diantara -2 dan +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif dalam penelitian ini.


(1)

Lampiran iii

Dekriptif Data

Descriptive Statistics

N

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

Harga_Jual

36

3352

9213 5650.67

1857.839

HPP

36

2100

5291 3904.00

1068.830

Valid N

(listwise)

36

Lampiran iv


(2)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residua

l

N

36

Normal Parameters

a

Mean

.0000000

Std. Deviation

1.35517041E3

Most Extreme Differences

Absolute

.122

Positive

.106

Negative

-.122

Kolmogorov-Smirnov Z

.731

Asymp. Sig. (2-tailed)

.659


(3)

Lampiran v

Uji Heteroskedastisitas

Coefficients

a

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coeffi

cients

T

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

-925.547

453.227

-2.042

.049

HPP

.498

.112

.606

4.441

.060


(4)

Uji Autokorelasi

Model Summary

b

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the

Estima

te

Durbin-Watso

n

1

.684

a

.468

.452

1374.955

.358

a. Predictors: (Constant), HPP


(5)

Lampiran vii

Uji Determinasi

Variables Entered/Removed

b

Model

Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1

HPP

a

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Harga_Jual

Model Summary

b

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1

.684

a

.468

.452

1374.955

a. Predictors: (Constant), HPP

b. Dependent Variable: Harga_Jual

lampiran viii

Uji Hipotesis

Coefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta


(6)

Data Biaya langsung, Biaya Tidak Langsung dan Harga Pokok Produksi PT Mutiara Unggul Lestari Tahun 2006-2008

2006 JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES

Biaya Langsung 8,667,994,118 9,942,699,136 13,766,814,188 9,942,699,136 16,188,753,721 6,373,525,087 11,344,874,655 6,755,936,592 14,276,696,195 8,795,464,620 14,404,166,697 7,010,877,596 Biaya tidak

langsung 488,475,813 560,310,491 775,814,526 560,310,491 912,300,415 359,173,392 639,328,637 380,723,795 804,548,397 495,659,280 811,731,865 395,090,731 Harga Pokok

Produksi 9,156,469,931 10,503,009,627 14,542,628,714 10,503,009,627 17,101,054,136 6,732,698,479 11,984,203,292 7,136,660,387 15,081,244,592 9,291,123,900 15,215,898,562 7,405,968,327 Harga Pokok

Produksi /Kg 2,367 2,233 2,400 2,447 2,205 2,100 2,506 2,484 2,747 3,030 2,447 3,142

2007 JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES

Biaya

Langsung 14,810,044,814 16,348,750,768 17,695,118,479 10,193,926,950 15,194,721,302 11,732,632,904 15,771,736,035 20,772,530,388 21,734,221,610 16,156,412,524 16,733,427,257 15,194,721,302 Biaya tidak

langsung 815,766,360 900,521,307 974,681,885 561,501,521 836,955,097 646,256,467 868,738,202 1,144,191,778 1,197,163,619 889,926,938 921,710,043 836,955,097 Harga Pokok

Produksi 15,625,811,174 17,249,272,075 18,669,800,364 10,755,428,471 16,031,676,399 12,378,889,371 16,640,474,237 21,916,722,166 22,931,385,229 17,046,339,462 17,655,137,300 16,031,676,399 Harga Pokok

Produksi /Kg 4,926 4,339 4,046 4,514 4,824 3,958 5,124 4,517 4,198 4,239 4,554 3,660

2008 JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES

Biaya

Langsung 14,471,942,314 14,833,740,871 12,301,150,967 35,094,460,110 19,898,920,681 37,627,050,015 45,224,819,730 40,521,438,478 35,094,460,110 34,370,862,995 32,582,488,995 39,777,222,573 Biaya tidak

langsung 423,875,216.42 434,472,096.83 360,293,933.96 1,027,897,399.81 582,828,422.58 1,102,075,562.69 1,324,610,051.31 1,186,850,605.97 1,027,897,399.81 1,006,703,638.99 953,719,236.94 1,165,656,845.15 Harga

Pokok

Produksi 14,895,817,530 15,268,212,968 12,661,444,901 36,122,357,510 20,481,749,104 38,729,125,578 46,549,429,781 41,708,289,084 36,122,357,510 35,377,566,634 33,536,208,232 40,942,879,418 Harga

Pokok Produksi