Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab satu disajikan secara sistematis tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi penelitian, serta asumsi dan keterbatasan penelitian

1.1 Latar Belakang Masalah

Individu yang memasuki dunia pendidikan, dituntut untuk melakukan cara belajar yang berbeda dan lebih baik daripada cara belajar di tingkatan sekolah sebelumnya. Peserta didik diharapkan untuk belajar lebih mandiri. Pernyataan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang termuat dalam UU No 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang berbunyi: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Tujuan pendidikan tersebut menunjukkan karakter peserta didik yang diharapkan terbentuk melalui pendidikan. Perkembangan potensi peserta didik ini tercermin dari bagaimana dia memahami akan karier apa yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik harus didukung oleh stafguru yang kompeten dalam bidang tersebut. Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6. Sebagai konselor dan untuk menjadi konselor profesional, kita dituntut untuk memiliki dan memenuhi kompetensi konselor secara utuh, seperti yang tercantum pada rincian kompetensi konselor ABKIN. Sosok utuh kompetensi profesional konselor terdiri dari beberapa kompetensi, antara lain adalah: memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayanai, menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan, menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling dan mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan. ABKIN, 2007:142. Kompetensi profesional konselor dapat digunakan sebagai dasar profesi konselor dalam melaksanakan tugasnya sebagai konselor, akan tetapi tidak semua kompetensi yang dijadikan dasar konselor dapat dikuasai oleh konselor itu sendiri. Dari sosok utuh kompetensi profesional konselor ini, ada salah satu kompetensi yang dituntut secara nyata dalam kinerjanya di sekolah, yaitu kompetensi “menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling”, yaitu memahami konsep bimbingan dan konseling, memahami bidang-bidang garapan bimbingan dan konseling, menguasai pendekatan-pendekatan dan teknik-teknik bimbingan dan konseling dan mampu menguasai teknologi dalam bimbingan dan konsling. Kekurangan konselor dalam melaksanakan kompetensi di atas maka akan menyebabkan pada hasil kinerja konselor itu sendiri, dan akan berdampak juga pada siswa. Kekurangan ini tercermin pada Guru bimbingan dan konseling SMA Wira Usaha Bandungan Kab. Semarang, yang mengakui bahwasanya konselor disana kurang mampu melaksanakan kompetesi yang ada pada poin “menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling” dimana dalam poin ini penguasaan tentang teknologi bimbingan konseling juga diperlukan. Penggunaan teknologi sangat penting sebagai penunjang pemberian layanan seperti a mengenali berbagai media dalam bimbingan dan konseling, b mengembangkan alat media bimbingan dan konseling, dan c menggunakan media dalam layanan bimbingan dan konseling. Penggunaan media sebagai penunjang untuk memberikan layanan profesional dan untuk meningkatkan profesionalan konselor, sebenarnya sudah dipahami oleh konselor di SMA Wira Usaha Bandungan Kab. Semarang, akan tetapi konselor merasa kesulitan untuk mengembangkan atau membuat media terlebih dengan menggunakan teknologi yang berkaitan dengan aplikasi komputer. Konselor juga beralasan bahwasanya membuat media yang berhubungan dengan elektronik terlalu susah, menyita waktu dan kurang mampu dalam mengoprasikan aplikasi dalam membuat media tersebut. Setelah melakukan wawancara dengan konselor di SMA Wira Usaha Bandungan Kab. Semarang, kemudian peneliti melakukan observasi langsung, untuk mengumpulkan data mengenai bagaimana proses layanan informasi di kelas. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwasanya layanan informasi bersifat monoton seperti ceramah, tanya jawab, kurang memanfaatkan sarana yang ada hanya LKS dan papan tulis, peserta didik pasif, kurang partisipan dari siswa dan siswa terkesan menyepelekan materi yang diberikan oleh konselor dengan sibuk sendiri dengan temannya. Konselor di SMA Wira Usaha Bandungan Kab. Semarang, ini menyadari bahwasanya layanan informasi yang kurang maksimal dan kurang melibatkan media ini, akan berakibat pada kurangnya pemahaman dan kemampuan siswa dalam menerima dan mengembangkan isi materi yang disampaikan. Padahal layanan yang diberikan konselor kepada siswa adalah modal utama bagi siswa dalam menjalani kehidupanya. Dengan informasi yang tepat maka siswa akan terbantu untuk mengatasi masalah dalam kehidupan masa mendatang. Jadi, bagaimana jika siswa tidak paham dengan informasi bimbingan dan konseling? Pada akhirnya, siswa tidak dapat memanfaatkan informasi yang diberikan konselor tersebut dalam kehidupanya. Sehingga akan berakibat tidak tercapainya perkembangan siswa secara optimal. Dan siswa akan mengalami kendala dalam kehidupanya baik dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karier. Media dalam dunia pendidikan lebih dikenal sebagai alat bantu mengajar guru. Dengan menggunakan media, materi pembelajaran yang disampaikan lebih dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa daripada hanya verbalitas. Sadiman, dkk. 2009:6 menjelaskan bahwasanya media itu berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gerlach dan Ely dalam Arsyad 2009:3 mengatakan bahwa media adalah alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Heinich dkk. dalam Arsyad, 2009:4 menyatakan bahwa istilah medium diartikan sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Aqib 2014:50 menyebutkan bahwa media merupakan perantara, pengantar. Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada penerima. Aqib 2014:52 juga menjelaskan tentang jenis media yang yang dapat digunakan yaitu media grafis simbol visual, media audio radio dan alat perekam dan audiovisual dibantu proyektor, LCD yang dapat menampilkan bentuk film atau animasi yang sering di sebut sebagai multimedia. Jadi, televisi, film, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Dari pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, media pembelajaran merupakan alat bantu komunikasi antara guru dan siswa dalam menyampaikan pesaninformasimateri pengajaran kepada siswa. Dalam konteks ini peneliti menggunakan media audiovisual sebagai perantara dalam memberikan pesaninformasimateri pengajaran kepada siswa. Arsyad 2009:30 menjelaskan bahwa audiovisual merupakan media untuk menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan- pesan audio dan visual. Akan tetapi media belajar mempunyai makna lebih luas daripada audiovisual. Konselor dituntut aktif, kreatif dan inovatif dalam memberikan informasi kepada klien, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman oleh klien ketika mendapatkan informasi dari konselor. Informasi karier sangat penting bagi klien dalam kehidupanya, karena menyangkut masa depan. Menurut Glaize dan Myrick 1984: 168 bahwa siswa yang diberi informasi karier studi lanjut maupun pekerjaan secara lengkap, mereka melihat dunia karier yang lebih realistis dan semakin berusaha untuk mengembangkan kariernya.. Layanan informasi adalah pemberian bantuan informasi untuk membantu siswa membuat pilihan-pilihan mengenai pendidikan, karir dan tujuan tertentu. Layanan ini memberikan siswa untuk memilih apa yang ingin dipilih dalam pendidikan dan pekerjaan supaya memiliki pilihan yang jelas dalam mencapai tujuan. Inovasi terhadap layanan informasi tentang karier dengan menggunakan media audiovisual yang diberikan kepada siswa SMA diharapkan dapat mempermudah konselor dalam memberikan informasi karier dan mempermudah klien dalam menerima dan memahami informasi tersebut dengan maksimal. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam proses layanan. Masa SMA masuk pada fase remaja, yang dijelaskan oleh Suherman 2013:72 istilah remaja adolense diartikan sebagai sesuatu yang “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”, secara luas mencakup proses kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Ini berarti usia remaja 12-20 tahun, WHO seseorang mulai menjalani suatu proses pendewasaan diri. Perkembangan karier remaja terjadi pada saat siswa berusia 15-24 tahun yang secara tingkat pendidikan berada di Sekolah Menengah Atas SMA. Tahap perkembangan karir remaja pada tahap ini berada pada tahap ekplorasi di mana individu pada tahap ini melakukan penelaahan diri self examination, mencoba membagi berbagai peranan, serta melakukan penjelajahan pekerjaan atau vocasional baik di sekolah, pada waktu senggang maupun melalui sitem magang. Atau dapat dikatakan bahwa individu pada tahap memiliki berbagai alternatif jabatan tetapi belum ada pilihan yang mengikat. Hal ini menunjukkan individu masih mempunyai pilihan-pilihan jabatan lain sesuai dengan keadaan dirinya. Lebih lanjut sesauai dengan keadaan nyata di SMA Wira Usaha Bandungan Kab. Semarang, yang menunjukan bahwasanya pemahaman tentang karier di SMA tersebut masih kurang, banyak siswa yang masih bingung dengan keputusan karier masa depanya, dan diperparah lagi dengan kurang maksimalnya informasi karier yang diberikan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Athiyah 2014 di SMAN 1 Paguyangan menunjukkan bahwa aspek kematangan karir siswa masih belum menyenangkan, yaitu 15 ada pada kriteria rendah dan 75 ada pada kriteria sedang. Meskipun ada yang memiliki tingkat kematangan karir tinggi tetapi prosentasenya kecil yaitu hanya 10. Faktor yang menjadi penyebab diantaranya dari dalam diri pribadi dan dari luar dirinya. Nathan Hill 2012:45 mengatakan banyak permasalahan dalam pengambilan keputusan karier, seperti: 1 tekanan dari pihak ketiga untuk mengikuti arah karier tertentu 2 konflik antara dua bagian yang berbeda diri sendiri 3 takut mengambil resiko 4 tidak mau bertanggung jawab untuk mengambil keputusan 5 konflik antara kebutuhan karier dan personal 6 takut sukses dan dibarengi takut gagal. Pendapat tersebut sesuai juga dengan Suherman 2013:83 dimana masalah karier remaja dikatakan bermasalah ketika remaja tersebut tidak mencapai kematangan karier sesuai dengan tahap dan tugas perkembanganya, seperti a tidak mampunya merencanakan karier dengan baik, b malas melakukan eksplorasi karier, c kurang atau tidak memadainya pengetahuan tentang membuat keputusan karier, d tidak memiliki pengetahuan tentang informasi dunia kerja e kurang memadainya pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang disukai f tidak mencapai realisme keputusan karier. Peneliti menawarkan suatu model layanan informasi memanfaatkan audiovisual sebagai model yang digunakan untuk memberikan informasi tentang karier, dengan menggunakan alternatif teori karier yang ada sehingga kematangan karier siswa SMA dapat dipahami dengan baik. Suherman 2013:80 menjelaskan bahwa kematangan karier remaja career maturity didefinisikan sebagai kesesuaian antara prilaku karier individu dengan prilaku karier yang diharapakan pada usia tertentu di setiap tahap. Dan definisi kedua adalah dimana kesiapan para remaja membuat pilihan dan keputusan karier secara tepat. Berdasarkan paparan permasalahan yang terjadi di SMA Wira Usaha Bandungan Kab. Semarang, dan manfaat dari penggunaan media audiovisual maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang terfokus pada pengembangan model layanan informasi karier memanfaatkan audiovisual yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang kematangan karier siswa kelas X SMA Wira Usaha Bandungan Kab. Semarang.

1.2 Identifikasi Masalah