PENGEMBANGAN VAKSIN RABIES Pencegahan dan Pemberantasan Rabies

4. Dinas Peternakan setelah melakukan pemeriksaan klinis atau menerima hasil pemeriksaan laboratorium dari spesemen yang berasal dari hewan tersangka rabies harus segera melaporkan kepada unit Kesehatan yang melakukan perawatan penderita. 5. Instansi-instansi yang dimaksud dalam angka 3 setelah laporan untuk selanjutnya melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Pimpinan Unit Kesehatan yang merawat orang yang digigit atau dijilat hewan yang tersangka rabies harus segera melaporkan kepada Dinas Peternakan setempat. 7. Pimpinan Unit Kesehatan yang dimaksud selanjutnya melaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

VIII. VAKSINASI RABIES DAN MANFAATNYA TERHADAP ANJING, KUCING DAN KERA.

Vaksin rabies telah dikenal sejak tahun 1879 dibuat pertama kali oleh Victor Galtier. Selanjutnya pada tahun 1884 vaksin tersebut dikembangkan oleh Louis Pastuer membuat vaksin rabies menggunakan virus yang berasal dari sumsum tulang belakang anjing yang terkena rabies kemudian dilintaskan pada otak kelinci dan diatenuasikan dengan pemberian KOH. Pada tahun 1993 Kliger dan Bernkopf berhasil membiakan virus rabies pada telur ayam bertunas. Cara pembiakan virus tersebut dipakai oleh Koprowski dan Cox untuk membuat vaksin rabies aktif strain flury HEP pada tahun 1955. Dengan berkembangnya cara pengembangbiakan virus dengan biakan sel, Naguchi pada tahun 1913 dan Levaditi pada tahun 1914 berhasil membiakan virus rabies secara in vitro pada biakan gel. Pada tahun 1958 Kissling membiakan virus rabies CVS pada biakan sel ginjal anak hamster. Selanjutnya pada tahun 1963 Kissling dan Reese berhasil membuat vaksin rabies inaktif menggunakan virus rabies ymlg dibiakan pada sel ginjal anak hanlster BHK. Dengan metoda pembuatan vaksin dengan biakan sel ini dapat dihasilkan titer virus yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biakan virus memakai otak hewan yang ditulari virus rabies. Disamping itu metode biakan sel dapat menghasilkan virus dengan jumlah yang lebih banyak untuk produksi vaksin rabies dengan skala besar. Pengendalian penyakit rabies dapat dilakukan antara lain dengan jalan mengusahakan agar hewan yang peka terhadap serangan rabies kebal terhadap serangan virus rabies. Oleh karena itu sebagian besar populasi hewan harus dikebalkan melalui vaksinasi. Untuk mencapai keberhasilan vaksinasi dibutuhkan vaksin yang berkualitas baik, tersedia dalam jumlah cukup dan tepat waktu pendistribusiannya.

IX. PENGEMBANGAN VAKSIN RABIES

Di Indonesia, vaksin rabies untuk hewan telah diproduksi sejak tahun 1967 oleh Posat Veterinaria Farma Pusvetma Surabaya yang pada saat itu masih bernama lembaga virologi kehewanan LVK, menggunakan fixed virus rabies. Sebagai media untuk membiakkan virus rabies digunakan otak kambingdomba umur 3 bulan. Otak yang ditumbuhi virus digerus, dibuat suspensi kemudian diinaktifkan dengan phenol 0,5. Vaksin jenis ini disebut vaksin rabies sampel yang selanjutnya diberi nama paten Rasivet Aplikasi vaksin tersebut melalui suntikan dibawah kulit dengan dosis 4 ml. Masa kebal vaksin rasivet relatif pendek yaitu 6 bulan. ©2003 Digitized by USU digital library 4 Dengan adanya peningkatan kebutuhan vaksin rabies dalam rangka pengendalian rabies di Indonesia menimbulkan tantangan bagi Pusvetma untuk meningkatkan jumlah vaksin rabies yang diproduksinya. Masalah yang dihadapi yaitu kesulitan mendapatkan kambingdomba umur 3 bulan dalam jumlah banyak. Untuk memproduksi vaksin sebanyak 60.000 dosis satu batch dibutuhkan kambingdomba sebanyak 300 ekor. Di samping itu kambingdomba makin lama makin tinggi, timbulnya pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya penyakit sangat tinggi. Dengan bantuan seorang tenaga WHO, Dr. Larghi pada tahun 1983, era baru pembuatan vaksin rabies di Pusvetma telah dimulai. Dalam Cara baru ini digunakan biakan sel sebagai media pertumbuhan virus rabies. Virus yang digunakan yaitu virus rabies galar Pastuer yang dibiakan pada kultur sel ginjal anak hamster BHK 21, dengan bahan inaktif berupa 2-Bromo Ethylamin BEA. Sel BHK 21 seperti yang dinyatakan Bear 1975 merupakan sel yang paling peka untuk pembiakan virus rabies. Setelah melalui rangkaian percobaan, pada tahun 1984, Pusvetma telah mengeluarkan vaksin rabies yang menggunakan biakan sel sebagai tempat pembiakan virus. Vaksin baru ini diberi nama rabivet. Vaksin rabivet mempunyai kelebihan dibandingkan dengan rasivet yaitu: 1. Rabivet tidak mengandung jaringan syaraf dan kandungan proteinnya lebih rendah sehingga efek samping berupa alergi dan paralisa non spesifik sangat dikurangi. 2. Mudah diproduksi secara besar-besaran. 3. Harga satuan lebih rendah. 4. Pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya virus sangat rendah. 5. Rabies mempunyai masa kekebalan yang lebih lama. Berdasarkan hasil pengujian baik pada kondisi laboratorium maupun kondisi lapangan menunjukkan bahwa vaksin rabivet mempunyai keamanan dan potensi yang baik. Vaksin tetap stabil selama dua tahun pada penyimpanan temperatur 4 C. Pengujian di laboratorium menggunakan hewan percobaan anjing untuk mengukur masa kekebalan vaksin rabivet dengan index Netralisasi test menunjukkan bahwa pada bulan ke 16 setelah vaksinasi, titer antibodi terhadap rabies masih tetap tinggi yaitu index netralisasi in = 3. Setelah pengujian menunjukkan hasil yang baik, vaksin rabivet diproduksi dalam skala besar dan didistribusikan diseluruh Indonesia Ternyata dilapangan vaksin rabivet menimbulkan masalah. Beberapa daerah melaporkan adanya endapan warna hitam pada dasar vial skibat pemakaian thiomersal sebagai bahan bakterisida pada vaksin.

X. PRODUKSI VAKSIN RABIES.