Pengertian BI rate Pengaruh Perubahan BI Rate Terhadap Laba PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Dari pengertian yang dikeluarkan oleh Dahlan Siamat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa BI rate digunakan sebagai acuan dalam operasi
moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI-1 bulan hasil lelang OPT Operasi Pasar Terbuka berada disekitar BI rate.
Selanjutnya suku bunga SBI-1 bulan tersebut diharapkan akan mempengaruhi suku bunga Pasar Uang Antar Bank PUAB, suku bunga deposito dan kredit
serta suku bunga jangka waktu yang lebih panjang. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor perekonomian lainnya, apabila
inflasi kedepan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, pada umumnya Bank Indonesia akan menaikkan BI rate. Demikian sebaliknya,
apabila inflasi kedepan diperkirakan berada dibawah sasaran yang telah ditetapkan, Bank Indonesia akan menurunkan BI rate.
Kenaikan maupun penurunan BI rate pada umumnya ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah :
1. Inflasi nasional.
Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus continue berkaitan dengan mekanisme pasar
yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu
konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan dan yang kedua adalah desakan produksi atau kurangnya produksi product or
service dan juga kurangnya distribusi. Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter Bank Sentral,
sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah
Government seperti perpajakan, pungutan, insentif, disinsentif, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar
sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait
dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan tesrhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi
karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimana biasanya lebih
disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan
inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan
memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral termasuk
pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa
bank sentral yang kurang independen salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk
mendorong perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain
itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat
bersifat internal maupun eksternal kurs. Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank
Indonesia. 2.
Kebijakan moneter. Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan
kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan
moneter Inflation Targeting Framework dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang free floating. Peran kestabilan nilai tukar sangat
penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter
seperti uang beredar atau suku bunga dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional,
pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen- instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah
maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.
3. Ekonomi nasional maupun internasional.
Pengaruh perdagangan internasional terasa pada harga, pendapatan nasional, dan tingkat kesempatan kerja negara-negara yang terlibat dalam
perdagangan internasional tersebut. Ekspor akan meningkatkan permintaan masyarakat, yaitu jumlah barang dan jasa yang diinginkan masyarakat di
dalam negeri. Sebaliknya, impor akan menurunkan permintaan masyarakat di dalam negeri. Permintaan masyarakat akan memengaruhi kesempatan
kerja dan pendapatan nasional, dan di antara lain akan tergantung pada besarnya ekspor neto, yaitu selisih antara ekspor dan impor. Bila ekspor
neto positif, berarti ekspor lebih besar daripada impor, kesempatan kerja dan pendapatan nasional cenderung akan naik. Besarnya ekspor neto
sangat ditentukan oleh nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan. Misalnya, nilai rupiah turun dibandingkan dengan dolar AS, harga barang
ekspor dari Indonesia relatif akan lebih murah di AS, sehingga ekspor akan cenderung meningkat. Sebaliknya, harga barang-barang dari AS
relatif menjadi mahal sehingga impor akan akan cenderung menurun. Dengan demikian, penurunan nilai kurs mata uang sendiri akan cenderung
meningkatkan ekspor neto, demikian pula sebaliknya. Jadi, kegiatan serta kejadian internasional akan memengaruhi ekonomi dalam negeri, melalui
pengaruh nilai kurs mata uang pada impor, ekspor, dan akhirnya permintaan masyarakat.
Pengaruh ini terasa pada ekonomi dalam negeri. Bank-bank serta perusahaan-perusahaan besar dan perorangan dapat meminjamkan
uangnya di dalam negeri maupun luar negeri, tergantung mana yang lebih menguntungkan. Keuntungan ini tergantung dari tingginya tingkat bunga
yang ditawarkan oleh masing-masing negara. Bila di AS lebih tinggi tingkat bunganya, misalnya, maka dana akan mengalir banyak ke AS,
begitu pula sebaliknya. Tetapi, mengalirnya banyak dana ke AS akan mengakibatkan penawaran kredit menjadi meningkat, dan hal ini akan
menurunkan kembali tingkat bunga disana. Demikian seterusnya sehingga dicapai suatu tingkat bunga yang dapat mempertahankan keseimbangan.
4. Kondisi perbankan di Indonesia.
Kondisi perbankan di Indonesia juga dapat mempengaruhi terjadinya perubahan BI rate, dikutip dari harian kompas.com Ekonom Ryan
Kiryanto menilai jumlah perbankan Indonesia saat ini terlalu banyak, sehingga cenderung tidak efisien. Bagi Otoritas Jasa Keuangan OJK
selaku pengawas dan pengatur industri jasa keuangan pun, kondisi ini menjadi merepotkan. Dengan kondisi perbankan yang semacam itu, Ryan
menilai OJK sebagai regulator tak hanya mengatur dan mengawasi perbankan, namun industri keuangan lainnya pula.
Tujuan dari Menaikkan BI rate adalah untuk menekan laju inflasi dan memberi kekuatan kepada rupiah dalam menghadapi mata uang asing, dan
untuk memperkuat likuiditas keuangan dimana Bank Indonesia berharap dana asing yang keluar akibat pelemahan nilai tukar rupiah kembali bisa masuk ke
Indonesia. Sebagai sebuah kebijakan moneter dengan cakupan yang luas mulai dari
stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, keseimbangan neraca pembayaran, stabilitas financial market, dan stabilitas
pasar valuta asing. Kenaikan BI rate ini mempunyai implikasi negatif karena akan
mempengaruhi sektor riil terutama usaha menengah kebawah. Mengingat terbatasnya dana untuk para pelaku usaha dalam kelompok ini dalam
melangsungkan usaha mereka. Kondisi ini akan berimbas memperlambat sektor riil sehingga pertumbuhan ekonomi pasti akan rendah.
Sebagai gambaran sederhana, kenaikan BI rate akan mengakibatkan kenaikan suku bunga perbankan. Bank bisa saja menaikkan suku bunga
simpanan ataupun pinjaman. Kenaikan suku bunga simpanan akan mendorong masyarakat menunda
kegiatan konsumsi karena memilih menyimpan dana di bank. Kondisi ini
selain akan meningkatkan biaya dana bank pada sektor riil akan terjadi penurunan konsumsi masyarakat yang efeknya akan melemahkan permintaan
akan barangjasa yang diproduksi oleh sektor industri, hal ini tidak mungkin akan melemahkan produktivitas perusahaan yang berujung pada pengurangan
volume produksi dan pengurangan tenaga kerja, sehingga terjadi pengangguran.
Kenaikan BI rate ini yang akan berpengaruh pada margin, sehingga bank harus menaikkan suku bunga pinjaman. Langkah bank menaikkan suku bunga
pinjaman akan berhadapan pada resiko kredit bermasalah dan karena mahalnya bunga pinjaman akan sangat berdampak pada perkembangan usaha,
dikarenakan terbatasnya dana untuk keberlangsungan usaha. Kondisi inilah yang akan memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Upaya pemerintah untuk mengurangi dampak kenaikan BI rate terutama bagi sektor usaha riil adalah dengan mengeluarkan paket ekonomi dimana
perusahaan diberikan peluang untuk menjual barangnya di pasar dalam negeri maupun ekspor juga. Upaya lain yaitu mendorong kebijakan fiskal untuk
membuat investasi dan daya beli tetap tejangkau. Dalam penetapannya, jadwal penetapan dan penentuan BI rate melalui
Rapat Dewan Gubernur RDG, yaitu : 1.
Penetapan respons stance kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
2. Respon kebijakan moneter BI rate ditetapkan berlaku sampai dengan
RDG Rapat Dewan Gubernur berikutnya.
3. Penetapan respon kebijakan moneter BI rate dilakukan dengan
memperhatikan efek tunda kebijakan moneter lag of monitary policy dalam mempengaruhi inflasi.
4. Dalam hal terjadi pengembangan di luar perkiraan semula, penetapan
stance Kebijakan Moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG Mingguan.
Besarnya perubahan BI rate atau respon kebijakan mometer dinyatakan dalam perubahan BI rate secara konsisten dan bertahap dengan kelipatan 25
basis poin bps. Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI rate
dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps. Berikut data BI rate pada tahun 2012-2015
Tabel 3.1 Pergerakan BI Rate Tahun 2012-2014
TANGGAL PERUBAHAN
BI Rate
11 Desember 2014 7,75
18 November 2014 7,75
13 November 2014 7,50
7 Oktober 2014 7,50
11 September 2014 7,50
14 Agustus 2014 7,50
10 Juli 2014 7,50
12 Juni 2014 7,50
8 Mei 2014 7,50
8 April 2014 7,50
13 Maret 2014 7,50
13 Februari 2014 7,50
9 Januari 2014 7,50
12 Desember 2013 7,50
12 November 2013 7,50
8 Oktober 2013 7,25
12 September 2013 7,25
Sumber : Bank Indonesia, tahun 2012-2014
Berdasarkan tabel diatas Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa perkembangan BI rate pada awal tahun 2012 bulan Januari tingkat BI rate mencapai 6,00 , dan
di bulan Februari terjadi penurunan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 . Bank Indonesia tetep mempertahankan BI rate sepanjang Triwulan III-
2012 pada level 5,75 . Pada bulan Juni 2013 BI rate mengalami kenaikan sebesar 25 basis poin
menjadi 6,00 . Dalam kurun waktu 1 bulan BI rate mengalami kenaikan lagi sebesar 50 basis poin menjadi 6,50 . Pertumbuhan Indonesia yang
sedang melambat serta inflasi bulanan lebih rendah dari sebelumnya menjadi TANGGAL
PERUBAHAN
BI Rate
29 Agustus 2013 7,00
15 Agustus 2013 6,50
11 Juli 2013 6,50
13 Juni 2013 6.00
14 Mei 2013 5,75
11 April 2013 5,75
7 Maret 2013 5,75
12 Februari 2013 5,75
10 Januari 2013 5,75
11 Desember 2012 5,75
8 November 2012 5,75
11 Oktober 2012 5,75
13 November 2012 5,75
9 Agustus 2012 5,75
12 Juli 2012 5,75
12 Juni 2012 5,75
10 Mei 2012 5,75
12 April 2012 5,75
8 Maret 2012 5,75
9 Februari 2012 5,75
12 Januari 2012 6,00
alasan untuk beranggapan bahwa Bank Indonesia tidak akan menaikkan kembali suku bunga acuannya.
Pada tahun 2014 BI rate mengalami kenaikan lagi sebesar 25 basis point menjadi 7,75 . Kenaikan tersebut dilakukan Bank Indonesia untuk
menjangkar ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetep tekendali.