BAB III MOHAMMAD ROEM: PERJUANGAN DAN PERGERAKAN
B. Peranannya Dalam Perjuangan Dan Pergerakan
1. Sebelum Kemerdekaan
a. Zaman Penjajahan Belanda
Sesungguhnya Mohamad Roem termasuk sebagian anak-anak Jawa yang beruntung. Tahun-tahun itu merupakan masa dilaksanakannya
kebijaksanaan baru penjajah yang lebih memperhatikan bumiputera. Kritik-kritik kaum sosialis dan kaum etisi Belanda yang dilancarkan sejak
tahun 1891 telah mendorong lahirnya kebijaksanaan baru program pemerintah Belanda tentang Hindia. Pada Januari 1901, didepan parlemen,
Ratu Wilhelmina mengumumkan tujuan utama pemerintah jajahan di masa mendatang untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Katanya, bangsa
Belanda berutang budi kepada rakyat Hindia karena eksploitasi yang dilaksanakan sebelumnya telah melimpahkan keuntungan besar kepada
Belanda. Dengan perubahan kebijaksanaan ini, perlahan-lahan pemerintah Hindia Belanda memperluas kesempatan kepada anak-anak Indonesia
golongan atas untuk mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah yang berbahasa Belanda. Mohamad Roem termasuk salah
seorang diantara anak-anak Hindia Belanda yang terpilih memperoleh kesempatan tersebut.
19
19
Yanto Basri dan Retno suffatni ed., Sejarah Tokoh Bangsa Yogyakarta: PT Lkis, 2005, h. 219-220.
Penjajahan Belanda di Indonesia yang berlangsung pada awal abad ke-20 diwarnai dengan munculnya kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah
kolonial Belanda 1901. Kebijakan yang terkenal dengan nama “Politik Etis” itu terdiri dari irigasi, edukasi, dan emigrasi. Kebijakan tersebut telah membawa
angin segar bagi bangsa Indonesia. Edukasi bagi bangsa pribumi yang diusahakan oleh pemerintah Belanda pada gilirannya menghasilkan elite baru
yang semakin lama semakin menyadari tentang kedudukannya yang dibedakan dalam masyarakat kolonial. Dari slogan inilah muncul pembaharuan yang
direalisasikan dalam bentuk pergerakan modern.
Dimulai dari Budi Utomo 1908, satu persatu pergerakan nasional tumbuh di Indonesia, seperti Sarekat Islam 1912, Muhammadiyah
1912, dan lain sebagainya. Sejalan dengan itu, organisasi lokal dan regional, seperti Rukun Minahasa 1912, Perkumpulan Pasundan 1914,
Sarekat Ambon 1920, Sarekat Celebes 1930 bermunculan bagaikan cendawan di musim hujan. Pemuda atau pelajar tidak ketinggalan untuk
ikut serta mendirikan organisasi yang dikhususkan bagi mereka, sehingga lahirlah organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Sumatranen Bond
1917, Jong Java 1918, Jong Islamieten Bond 1925, Jong Celebes, dan lain-lain.
Berkaitan dengan itu, Mohamad Roem yang sedang tumbuh sebagai pemuda dengan segenap potensinya mulai tertarik untuk belajar
berorganisasi melalui organisasi pemuda atau pelajar yang ada pada saat itu. Mohamad Roem mulai belajar arti berorganisasi ketika melanjutkan
studinya dari HIS di Temanggung ke STOVIA di Jakarta 1924. Saat itulah Mohamad Roem mulai mengenal dunia organisasi
pemuda atau pelajar, seperti Jong Java 1924 dan Jong Islamieten Bond 1925 yang berkembang dilingkungan STOVIA. Walaupun Jong Java
pada awal berdirinya dan Jong Islamieten Bond bukan organisasi politik,
justru melalui kedua organisasi pemuda itulah Mohamad Roem berkenalan dengan dunia perpolitikan Indonesia sehingga wajar bila karier politik
Mohamad Roem diawali dari keanggotaannya dalam Jong Java dan Jong Islamieten Bond yang kemudian dilanjutkan dengan kiprahnya dalam
Partai Sarekat Islam Indonesia dan gerakan penyadar. Selama menjadi anggota Jong Java, banyak kegiatan yang
dilakukan oleh Mohamad Roem dalam organisasi itu, antara lain kegiatan yang berkaitan dengan olah raga maupun kegiatan menari Jawa. Selain itu,
Mohamad Roem rajin menyimak ceramah-ceramah yang diberikan kakak- kakak kelasnya
Berdirinya JIB tersebut memberikan kesempatan bagi Mohamad Roem untuk ikut dalam organisasi yang berasakan Islam, agama yang
semakin diperdalamnya ketika Mohamad Roem masih tinggal di Pekalongan. Ketika Mohamad Roem masuk menjadi anggota JIB 1925,
keanggotaanya dalam Jong Java tidak dilepasnya. Namun demikian, bila dibandingkan dengan Jong Java, Mohamad Roem lebih aktif lagi dalam
JIB, suatu organisasi yang dikhususkan bagi pemuda atau pelajar Islam yang keanggotaanya bersifat terbuka bagi pemuda atau pelajar dari
berbagai daerah. Bagi Mohamad Roem, ada satu hal yang sangat penting dalam
perjalananya berkecimpung dalam organisasi pemuda khususnya JIB, yakni perkenalannya dengan Haji Agus Salim yang kala itu menjadi
penasihat JIB. Mohamad Roem pertama kali berkenalan dengan Haji Agus
Salim pada 1925, ketika Mohamad Roem masih duduk di STOVIA bagian persiapan.
Hubungan yang dekat antara Mohamad Roem dengan Haji Agus Salim sangat mempengaruhi langkah-langkah politik Mohamad Roem
kelak di kemudian hari. Dengan demikian kedekatan Mohamad Roem dengan Haji Agus Salim telah mendorongnya untuk berkiprah dalam PSII
dan kemudian Pergerakan Penyadar yang dipimpin oleh Haji Agus Salim, dan lain-lain.
Mohamad Roem mulai tertarik pada partai politik, khususnya Partai Sarekat Islam Indonesia PSII sewaktu Mohamad Roem masih menjadi
anggota JIB. Kiprah Mohamad Roem dalam panggung politik Indonesia pada waktu itu bukan atas nama anggota JIB, melainkan atas nama
perorangan. Walaupun JIB bukan organisasi politik, organisasi Islam ini tidak melarang anggota-anggotanya untuk berkiprah dalam panggung
politik. Hal ini dimaksudkan agar para anggota JIB dapat berbuat atau menonjol sejak masa mudanya dan dapat berperan saat terjun ke arena
politik. Mohamad Roem secara resmi masuk menjadi anggota PSII pada
tahun 1932, walaupun sebelumya telah banyak turut serta dalam kegiatan- kegiatan seperti menjadi Ketua Panitia Kongres PSII di Jakarta 1932. Ia
masuk menjadi anggota PSII tanpa menjadi anggota SIAP Syarikat Islam Afdeling Pandu atau pemuda muslim terdahulu.
Keaktifan Mohamad Roem waktu itu adalah membela nasib atau perkara orang-orang PSII didepan pengadilan negeri pemerintah kolonial
Belanda. Sebagian besar perkara yang dibelanya menyangkut persoalan tanah partikelir dan sikap tuan tanah yang sewenang-wenang terhadap
bawahan. Semua kegiatan ini dilaksanakan bersama-sama dengan Haji Agus Salim.
Tindakan Abikusno Tjokrosujoso yang tidak memasukkan Haji Agus Salim dalam jajaran pengurus PSII sehingga mengakibatkan
terpecahnya anggotanya banyak mengundang keprihatian para pemimpin partai. Haji Agus Salim dengan segenap kesungguhannya mencoba
menyadarkan kawan-kawan seperjuangan, terutama tentang bahaya yang akan muncul akibat perpecahan tesebut. Bersama dengan yang lain,
gagasan untuk menyadarkan kawan-kawan seperjuangannya kemudian dilembagakan ke dalam satu organisasi baru yaitu Barisan Penyadar PSII.
Sebagai organisasi politik, pergerakan penyadar tidak berhaluan nonkooperasi seperti yang dianut oleh PSII. Alasan pergerakan penyadar
untuk tidak berhaluan nonkooperasi menurut Haji Agus Salim adalah bahwa kemajuan yang hendak diusahakan ditengah-tengah rakyat, bersama
dengan rakyat dan untuk rakyat itu pada hakikatnya hanya dapat diusahakan dalam keadaan tertib, aman, dan damai di dalam negeri.
20
Perjuangan politik umumnya, dan perjuangan politik umat Islam khususnya, Di zaman penjajahan Belanda itu menunjukkan suatu
20
Iin Nur Insaniwati, Mohamad Roem karier politik dan perjuangannya Magelang: Indonesiatera, 2002 h. 13-24.
kehidupan politik yang bersemangat dan segar. Pejuang-pejuang politik bangsa Indonesia bisa menunjukkan kepribadian politiknya dengan
sempurna, dan memperoleh saluran walaupun tak sempurna tetapi sangat terjamin dengan jelas dalam ketentuan-ketentuan hukum. Bahkan adanya
artikel-artikel yang merupakan ranjau yang ganas bagi pemerintah penjajah untuk dapat memindah sewaktu-waktu para pejuang politik bangsa
Indonesia, tetap masih cukup memberikan peluang bergerak bagi pejuang- pejuang politik pada waktu itu untuk mencapai cita-cita mereka. Maka
tidak heran, bahwa suasana dan keadaan seperti itu telah melahirkan tokoh- tokoh politik yang berbobot dan bernilai. Pemimpin-pemimpin politik
bangsa Indonesia menjadi terlatih dan tergembleng secukupnya, siap kelak untuk menghasilkan kemerdekaan penuh bagi bangsa dan tanah air
mereka.
21
b. Zaman Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia berawal dari runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda yang ditandai dengan menyerahnya Gubernur Jenderal Tjarda
van Starkenborg Stachouwer berserta komandan KNIL Letnan Jenderal Hein Ter poorten kepada Jenderal Hitoshi Imamura tanpa syarat di Kalijati, Jawa
Barat pada tanggal 8 Maret 1942. Jauh sebelum invasi ke Indonesia, Jepang sudah melakukan penyelidikan-penyelidikan untuk mengetahui keadaan
masyarakat di Indonesia dan bagaimana tanggapan mereka terhadap
21
Soemarso Soemarsono, Mohamad Roem 70 tahun pejuang-perunding Jakarta: Bulan Bintang, 1978, h. 38-39.
pemerintah Hindia Belanda melalui orang-orangnya yang menyamar sebagai pedagang yang membuka toko-toko di Indonesia.
Berdasarkan penyelidikan tersebut, Jepang mengetahui bagaimana keadaan rakyat Indonesia yang sudah terlalu kecewa terhadap
pemerintahan Hindia Belanda. Meluapnya perasaan kecewa rakyat Indonesia terhadap pemerintahan Hindia Belanda memberikan peluang
kepada Jepang untuk melakukan propaganda. Melalui propaganda tersebut, Jepang menyatakan keinginannya untuk membebaskan rakyat
Indonesia dari penjajahan bangsa Barat. Di samping itu, Jepang menyatakan bahwa setelah Belanda bangsa Barat terusir dari Indonesia
Asia, Jepang bertekad untuk “memajukan” bangsa Indonesia Asia sehingga mereka setaraf dengan bangsa-bangsa yang telah maju.
Propaganda Jepang memberikan secercah harapan bagi bangsa Indonesia akan datangnya kesejahteraan dari pemerintah Jepang. Namun,
harapan tinggal harapan, Jepang yang menyatakan dirinya sebagai “saudara tua” dan sebagai “pembebas” justru melakukan penindasan
dengan kejam, baik secara ekonomis maupun politis. Secara ekonomis, pemerintah Jepang melakukan perampasan
kekayaan Indonesia untuk menghidupi indusri guna mempertahankan peperangan. Secara politis, Jepang melakukan penindasan deengan cara
mengeluarkan Undang-undang No. 3 tertanggal 30 Maret 1942 yang menyebutkan bahwa pemerintahan Jepang melarang semua pembicaraan
tentang pergerakan nasional Indonesia, masa depan negara Indonesia, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan mengibarkan sang Merah Putih.
Undang-undang No. 3 yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Jepang tersebut menimbulkan perubahan terhadap kondisi nasional
Indonesia. Pergerakan nasional yang telah tumbuh pada masa penjajahan Belanda, khususnya pada abad ke-20, terpaksa mengalami kemunduran,
bahkan kematian ketika pemerintah Jepang menginjakan kakinya ke bumi pertiwi ini.
Kondisi pergerakan nasional yang kian melemah dirasakan pula oleh Mohamad Roem. Pergerakan penyadar yang diikutinya turut terkena
peraturan pemerintah Jepang mengenai pembubaran semua partai politik yang ada pada waktu itu. Saat itu, untuk sementara waktu Mohamad Roem
tidak berkecimpung dalam dunia perpolitikan. Mohamad Roem melanjutkan praktik sebagai pengacara.
Ketika Jepang masuk pada tahun 1942, seluruh partai politik dibubarkan, termasuk Pergerakan Penyadar. Kendati demikian,
pengalaman Mohamd Roem dengan Haji Agus Salim memberikan arah aktivitas politik Mohamad Roem sebagai perunding dan pejuang
Seiring dengan berjalannya waktu, Jepang yang selalu membuktikan kekuatan dan keunggulan angkatan perangnya dalam
berbagai pertempuran harus mengalami kenyataan pahit setelah aramada Jepang dipukul mundur oleh sekutu dalam pertempuran di Laut karang
pada 7 Mei 1942. Pertempuran itu merupakan titik balik Jepang karena setelah itu Jepang mengalami kekalahan di berbagai medan pertempuran.
Pada akhir September 1944. Barisan pelopor melatih para pemuda dengan latihan-latihan militer, walaupun senjata yang digunakan hanya
senapan kayu atau bambu runcing. Mereka juga dikerahkan untuk mendengarkan pidato dari pemimpin-pemimpin nasionalis, bahkan
dianjurkan kepada mereka agar meneruskan pidato-pidato itu kepada rekan-rekannya yang tidak hadir. Mereka juga dilatih dengan cara-cara
menggerakan massa rakyat, memperkuatkan pertahanan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat.
Dalam barisan pelopor inilah Mohamad Roem yang semula tidak aktif dalam dunia perpolitikan mulai terlibat lagi ke panggung politik
Indonesia. Ia diangkat menjadi Kepala Barisan Pelopor Kampung Kwitang kampung tempat tinggalnya. Menurut Mohamad Roem,
pengangkatannya berawal dari undangan menjadi anggota Barisan Pelopor Kampung Kwitang.
Pengalaman yang paling berkesan bagi Mohamad Roem ketika menjadi kepala Barisan Pelopor Kampung Kwitang adalah ketika ia ikut
serta dalam pekerjaan umum yang dipimpin Soekarno sendiri. Pekerjaan yang dilakukan ketika itu adalah membuat tanah lapang yang sekarang
menjadi lapangan terbang internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng Jakarta Barat. Pekerjaan ini dilakukan bersama kelompok Barisan Pelopor
lainnya. Karena itu, mereka diharuskan berkumpul di lapangan Banteng.
Selain dalam Barisan Pelopor, Mohamad Roem juga pernah aktif dalam Barisan Hizbullah Tentara Allah yang didirikan pada 14 Oktober
1944. Hizbullah merupakan organisasi khas pemuda Islam yang didukung oleh pihak Jepang, di samping organisasi lain yang memperoleh latihan
militer seperti keibondan pertahanan sipil, seinendan korps pemuda yang bisa dimasuki oleh kalangan pemuda Islam.
Keterlibatan Mohamad Roem dalam barisan Hizbullah berakhir ketika berakhir ketika Masyumi yang didirikan pada masa pendudukan
Jepang dibubarkan berkaitan dengan menyerahnya pemerintah Jepang pada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Dengan demikian, pada awal
pendudukan Jepang di Indonesia, Mohamad Roem yang belum lama lulus dari Sekolah Tinggi Hukum 1939 lebih banyak mencurahkan waktunya
untuk praktik sebagai pengacara. Ketika Jepang merestui berdirinya Barisan Pelopor di bawah Jawa Hokokai dan Barisan Hizbullah di bawah
Masyumi, barulah Mohamad Roem aktif kembali dalam dunia pergerakan nasional Indonesia.
22
Segala suasana dan keadaan masyarakat dan kenegaran di Indonesia Hindia Belanda, tiba-tiba mengalami perubahan yang terbalik,
sewaktu pecah Perang Pasifik dalam tahun 1942, dan tentara Jepang menguasai seluruh tanah air Indonesia. Dalam masa pendudukan tantara
Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun berikutnya, kehidupan politik terhenti sama sekali. Dan pada masa itu terjadi pergeseran tata-nilai
22
Insaniwati, Mohamad Roem karier politik dan perjuangannya, h. 27-33.
mengenai segala macam masalah Indonesia, yang menyebabkan orang tidak banyak dapat berbuat atau berkarya. Suasana baru itu, yang sebagian
besarnya belum pernah terbayangkan kejadiannya oleh bangsa kita, menyebabkan banyak orang menunggu waktu untuk menempatkan diri
atau menyesuaikan diri dengan sebaik-baiknya. Rupanya demikian pula tak terkecuali dengan Mohamad Roem, yang praktis tidak kelihatan
menonjol dalam kegiatan dan peranan seperti masa sebelumnya. Keadaan terselimut dan terdiam itu baru mulai tesingkap kembali, setelah terjadi
proklamasi kemerdekaan Indonesia bulan Agustus 1945.
23
2. Sesudah Kemerdekaan
Hari-hari pertama kemerdekaan Indonesia penuh dengan suasana yang tegang, terutama disebabkan karena tentara pendudukan Jepang dari Perang Dunia
masih utuh ada di sini. Dan tentara Jepang itu menerima tugas sebagai pihak yang kalah dalam perang, atas nama negara-nagara “Sekutu” sebagai pihak yang
menang, memelihara keadaan keamanan di wilayah Indonesia. Padahal waktu itu semangat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka sudah meluap-luap di
mana-mana, tidak sudi lagi diperintah lagi oleh bangsa asing manapun juga. Ketegangan tersebut memuncak pada saat dilangsungkan suatu rapat raksasa di
Jakarta Raya, sebagai suatu pembuktian tekad bangsa dan rakyat Indonesia yang bulat mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara.
24
23
Soemarsono, Mohamad Roem 70 tahun Pejuang-Perunding, h. 44-45.
24
Ibid., h. 45.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menandai dimulainya babak baru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang terus bergulir seiring dengan
berjalannya waktu. Sebagai negara yang baru merdeka, bangsa Indonesia telah disibukkan dengan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan perangkat
kenegaraan. Pada hari-hari pertama setelah proklamasi kemerdekaan, kesibukkan ditujukan untuk melengkapi perangkat kenegaraan yang bersifat pokok, seperti
memilih presiden dan wakil presiden, menyusun Undang-Undang Dasar, menyusun lembaga perwakilan rakyat darurat, dan disusul dengan membentuk
kabinet pertama Republik Indonesia.
Hasil dari kegiatan tersebut adalah diangkatnya Ir. Soekarno sebagai presiden pertama dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden yang
pertama, disusunnya suatu UUD 1945, dibentuknya suatu Komite Nasioanal Indonesia Pusat yang pertama dan diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo, serta
dibentuknya Kabinet pertama Republik Indonesia yang terrdiri dari 15 orang menteri dipimpin oleh presiden dan wakil presiden yang merupakan Kabinet
Presidentil menurut UUD 1945.
Di antara perangkat kenegaraan yang dibentuk oleh bangsa Indonesia yang baru merdeka itu, Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP menjadi tempat
pertama bagi Mohamad Roem dalam mengabdikan dirinya untuk kepentingan bangsa dan negara. KNIP merupakan suatu badan pembantu presiden yang
pembentukannya didasarkan pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan untuk membentuk Komite
Nasional di seluruh Indonesia dengan pusatnya di Jakarta. Dalam proses perkembangan berikut, Komite Nasional Indonesia KNI dikembangkan menjadi
KNIP. Dalam KNIP yang beranggotakan 136 orang, hanya 15 orang yang
termasuk dari kalangan Islam, sedangkan dalam Badan Pekerja hanya 2 orang yang dapat mewakili kalangan Islam. Mohamad Roem termasuk salah satu dari 15
orang yang berasal dari kalangan Islam. Mohamad Roem kemudian memperoleh kedudukan sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia KNI Jakarta Raya.
Sebagai Ketua KNI Jakarta Raya, Mohamad Roem banyak berhubungan dengan
Walikota Jakarta Raya yang dijabat oleh Suwirjo. Salah satu kerjasama antara Mohamad Roem dengan Suwirjo dapat dilihat dari peristiwa 19 September 1945,
yakni rapat raksasa di Lapangan Ikada Lapangan Merdeka. Selama Masyumi berdiri yakni antara tahun 1945-1960 kurang dari 15
tahun, Masyumi telah tujuh kali mengadakan pemilihan Pimpinan Pusat Masyumi, yakni tahun 1945, 1949, 1951, 1952, 1954, 1956, dan 1959. Selama
tujuh kali pula Mohamad Roem duduk dalam Pimpinan Pusat Masyumi. Bila diurut, kedudukan Mohamad Roem dalam pimpinaan pusat Masyumi adalah
sebagai berikut: periode 1 tahun 1945-1949, Mohamad Roem menjabat sebagai anggota; periode II tahun 1949-1951, juga duduk sebagai anggota; periode III
tahun 1951-1952, Mohamad Roem menjabat sebagai Wakil Ketua; periode IV tahun 1952-1954, periode V 1954-1956, dan periode tahun VI tahun 1956-1959
kembali Mohamad Roem menjabat sebagai anggota pimpinan pusat; dan pada periode terakhir, yaitu periode VII tahun 1959-1960, Mohamad Roem menjabat
sebagai Wakil Ketua III. Dari Sususan Pengurus Pusat Masyumi tersebut, terlihat bahwa Mohamad
Roem termasuk salah satu anggota Pengurus Pusat Masyumi yang dibentuk dalam Muktamar pertama tahun 1945 sampai Muktamar terakhir 1959. Selama menjadi
anggota Masyumi, Mohamad Roem banyak terlibat dalam bidang pemerintahan yang berkali-kali mendudukkannya sebagai menteri dalam berbagai kabinet dan
pernah satu kali menjadi Wakil Perdana Menteri. Mohamad Roem lebih banyak menyumbangkan tenaganya kepada pemerintah, dan tidak begitu menonjol dalam
kepartaian secara langsung.
Setelah tidak terlalu lama Masyumi berdiri di Yogyakarta, Mohamad Roem kembali ke Jakarta untuk menjalankan tugasnya sebagai Ketua KNI Jakarta
Raya. Ketika peristiwa penembakan terhadap Mohamad Roem terjadi sekitar November 1945, untuk sementara Mohamad Roem berhenti dari berbagai
kegiatan, termasuk kegiatan Partai Politik Masyumi pada awal berdirinya. Baru tiga bulan aktif dalam pengurus pusat Masyumi di Yogyakarta,
Mohamad Roem terpaksa melepaskan kembali kepengurusannya karena berkaitan dengan pengangkatan dirinya sebagai menteri dalam Kabinet Sjahrir III 2
Oktober 1946-27 Juni 1947. Ketika Kabinet Sjahrir III jatuh dan digantikan oleh Kabinet Amir Sjarifuddin, Mohamad Roem pun ikut duduk dalam kabinet itu
sebagai Menteri Dalam Negeri 11 November 1947-29 Januari 1948. Antara 20 Desember 1949-6 Desember 1950, Mohamad Roem menjabat sebagai Menteri
Negara dalam Kabinet Hatta III Kabinet RIS setelah sebelumnya sibuk berunding dengan Belanda yang membuahkan pernyataan Roem-Royen dan
KMB. Antara 6 September 1950-27 April 1951, Mohamad Roem duduk sebagai
Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Mohammad Natsir. Ketika Kabinet Natsir jatuh dan digantikan oleh Kabinet Soekiman 1951-1952, Mohamad Roem tidak
duduk lagi dalam kabinet. Mohamad Roem kembali aktif dalam partai dan menyiapkan dirinya turun ke daerah-daerah diseluruh Indonesia, menghadiri
konferensi dan rapat-rapat. Pada tahun 1952 Kabinet Soekiman jatuh dan digantikan oleh Kabinet Wilopo 3 April-30 Juli 1953, dan Mohamad Roem
kembali duduk dalam kabinet menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Kabinet
Wilopo pun akhirnya jatuh dan digantikan secara berturut-turut adalah Kabinet Ali Sastroamidjojo I 1953-1955 dan Kabinet Burhanuddin Harahap 1955-
1957. Dalam dua kabinet terakhir tersebut, Mohamad Roem tidak duduk dalam kabinet, baru setelah Kabinet Burhanuddin Harahap jatuh dan digantikan Kabinet
Ali Sastroamidjojo II 24 Maret 1956-9 April 1957, Mohamad Roem duduk kembali dalam kabinet sebagai Wakil Perdana Menteri.
Kedudukan Mohamad Roem dalam bidang pemerintahan berakhir ketika kabinet ini pun jatuh dan diganti dengan Kabinet Djuanda 9 April 1957-10 Juli
1959 yang merupakan masa transisi menjelang munculnya Demokrasi Terpimpin tahun 1956-1966. Mohamad Roem kemudian lebih mencurahkan perhatiannya
terhadap Masyumi sampai partai ini bubar pada 13 September 1960 sehubungan dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden no. 2001960 tertanggal 17 Agustus
1960.
25
Tidaklah mengherankan jika Mohamad Roem, walau menjadi anggota Masyumi, memutuskan untuk duduk dalam satu kabinet yang tidak didukung oleh
Masyumi. Tidak ada keterangan apakah sikapnya ini menimbulkan ketegangan antara Mohamad Roem dengan pemimpin Masyumi. Akan tetapi, yang jelas,
sikap inilah yang berlanjut sampai tahun 1968 ketika Mohamad Roem terpilih menjadi Ketua Umum PMI, atau ketika menerima pencalonannya sebagai anggota
parlemen dalam pemilu 1972
26
.
25
Insaniwati, Mohamad Roem Karier Politik dan Perjuangannya, h. 34-46.
26
Basri dan Suffatni, Sejarah Tokoh Bangsa, h. 231.
B. Perjuangan Mohamad Roem Dalam Bidang Politik