RIWAYAT HIDUP MOHAMAD ROEM

BAB II RIWAYAT HIDUP MOHAMAD ROEM

Latar Belakang Keluarga Mohamad Roem lahir pada sabtu pahing, 16 Mei 1908 di Desa Klewongan, Kawedanan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ia adalah anak keenam dari tujuh bersaudara pasangan suami istri Dulkarnaen Djojosasmito Lurah Desa Klewongan dan Siti Tarbijah. Masa kecil Mohamad Roem dilewatkan di dua tempat, yakni Parakan 1908-1919 dan Pekalongan Jawa Tengah 1919-1924. 8 Mohamad Roem menikah dengan Markisah Dahlia di Malang, Jawa Timur, pada 11 Juni 1932. Mereka dikarunia dua orang anak: Roemoso dan Rumeisa. 9 Parakan sebagai tempat kelahiran Mohamad Roem memberikan kenangan tersendiri baginya. Di kota inilah, Mohamad Roem tinggal bersama nenek, ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Nenek memegang peranan penting dalam keluarga Dulkarnaen Djojosasmito, sedangkan sang ayah seolah hanya memegang peranan kedua. Keberadaan nenek dalam keluarga Mohamad Roem dapat dikatakan sebagai pendidik utama anak-anak. Meskipun demikian, pengaruh ayah bagi Mohamad Roem cukup kuat. Mohamad Roem cenderung lebih tunduk terhadap ayahnya daripada kepada nenek, sedangkan ibu Mohamad Roem kurang menjalankan peranan penting dalam keluarga itu. 8 Iin Nur Insaniwati, Mohamad Roem karier politik dan perjuangannya Magelang: Indonesiatera, 2002, h. 1. 9 Nina M.Armando, Ensiklopedi Islam Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,2005, h. 40. Selama Mohamad Roem tinggal di Parakan, perkembangan kepribadiannya banyak dipengaruhi oleh sistem pengasuhan anak yang saling bertolak belakang antara nenek dan ayahnya. Di satu sisi, nenek Mohamad Roem menerapkan pola pengasuhan anak yang cenderung feodalistik, sedangkan disisi lain ayahnya menerapkan pola pengasuhan anak yang lebih demokratis. Namun, sebagai seorang ayah sekaligus anak, Dulkarnaen Djojosasmito tidak pernah bersikap konfrontatif terhadap nenek Mohamad Roem yang menerapkan pola pengasuhan anak yang kurang demokratis. Di lihat dari latar belakang kehidupannya, sudah sewajarnya apabila nenek Mohamad Roem masih memiliki sifat-sifat feodal. Menurut Mohamad Roem, nenek adalah putri seorang priyayi. Pada waktu itu anak priyayi dilarang keras berbaur dengan anak kampung. Pandangan nenek tentang larangan itu diterapkannya kepada Mohamad Roem. Berbeda dengan neneknya yang cenderung bersifat konservatif, pola pengasuhan Dulkarnaen Djojosasmito, ayah Mohamad Roem, lebih bersifat demokratis. Ia tidak pernah melarang Mohamad Roem untuk bergaul dengan siapa pun dan dari kalangan mana pun juga. Ayah Mohamad Roem memiliki sikap yang berkebalikan dengan sang nenek yang melarangnya bergaul dengan anak kampung. Menyikapi prinsip ayahnya itu, Mohamad Roem berpendapat, “Ayah adalah seorang yang mempunyai visi, pendapat tentang hidup, tetapi tidak articulate. Artinya, anak diberi kebebasan berkembang dengan sendirinya”. Prinsip Mohamad Roem yang memandang bahwa anak kampung dan anak priyayi memiliki derajat yang sama. Mohamad Roem mampu bersahabat dengan siapa saja dari berbagai golongan. Mohamad Roem yang merupakan tokoh besar Islam, tenyata dapat berteman dekat dengan Ignatius Josef Kasimo dan Petrus Kanisius Ojong yang beragam katolik, dan T.B Simatupang dan Leimena wakil dari agama Protestan, dan Sjahrir, Anak Agung, serta Soebadio yang sangat fasih dengan nilai-nilai sosialis. Bahkan, dalam rangka mempererat persahabatannya dengan I.J. Kasimo dan P.K. Ojong, Mohamad Roem mengadakan pertemuan secara rutin, yakni pada 1 Januari di rumah I.J. Kasimo dan pada I Syawal di rumah Mohamad Roem sendiri. Kehidupan Mohamad Roem bersama nenek, ayah, ibu, dan kakak terpaksa harus ditinggalkannya ketika Parakan di landa wabah penyakit kolera, pes, dan influenza sekitar tahun 1919. Mohamad Roem dan adik perempuannya yakni Siti Chatijah kemudian tinggal bersama kakak perempuan mereka Mutiah di Pekalongan. Kepindahan Mohamad Roem dari Parakan ke Pekalongan, mulanya hanya bersifat sementara, yakni hanya sampai wabah penyakit menular di Parakan mereda. Tetapi ketika ayahnya meninggal dunia pada tahun 1920, Pekalongan menjadi tempat kedua bagi Mohamad Roem dalam menempuh pendidikan dasar. Pekalongan menjadi tempat penting bagi Mohamad Roem karena di sinilah dalam usia 11 tahun, Mohamad Roem mengalami proses sosialisasi gerakan sosial Islam. Ide-ide tentang sosialisme Islam dicetuskan oleh H.O.S. Tjokroaminoto berpadu dengan semangat puritanisme Muhamadiyah. Pada waktu itu memang masih ada kerjasama yang erat antara Sarekat Islam SI dengan Muhamadiyah. Karena itu, pemimpin dari kedua organisasi itu dimungkinkan menjadi pemimpin yang merangkap. Mohamad Roem yang sejak di Parakan sering mengaji di rumah Pak Wongso, seorang Kyai di desa Klewongan, akhirnya semakin memperdalam ilmu agamanya dalam asuhan kakak ipar yang juga tokoh Muhamadiyah itu. Pendidikan agama yang diperoleh Mohamad Roem selama di Pekalongan maupun parakan merupakan landasan fundamental dalam dirinya yang terkristal dalam pribadi muslim sejati. Landasan ini semakin kuat setelah Mohamad Roem berkecimpung dalam JIB dibawah asuhan Haji Agus Salim, bapak kaum intelektual muslim Indonesia. 10 Mohamad Roem adalah seorang aktifis berbagai kegiatan kepemudaan, keagamaan, politik dan masalah-masalah social lainnya. Ia termasuk salah seorang tokoh nasional yang hidup pada tiga zaman zaman penjajahan Belanda, pendudukan Jepang dan zaman kemerdekaan. 11 Latar Belakang Pendidikan Pendidikan formal pertama yang ditempuh Mohamad Roem adalah pendidikan Sekolah Desa Volkschool tahun 1915. Di sekolah ini Mohamad Roem mengikuti pendidikan selama dua tahun. Setelah dua tahun mengikuti pendidikan di sekolah itu, Mohamad Roem kemudian masuk ke HIS Hollands Inlandshe School di Temanggung. Jarak antara Parakan-Temanggung ditempuhnya dengan naik kereta api. 10 Insaniwati, Mohamad Roem Karier politik dan perjuangnnya, h. 1-7. 11 Ahmad Syafii Maarif dan Adi Sasono, Tidak Ada Negara Islam, surat-surat politik Nurcholish Madjid-Mohamad Roem Jakarta: Djambatan, 1977, h. 109. Pendidikan di HIS ditempuhnya antara tahun 1917-1924 di dua tempat, yaitu Temanggung 1917-1919 dan pekalongan 1919-1924. Seperti telah disebutkan pada bagian terdahulu, kepindahan Mohamad Roem ke Pekalongan mulanya hanya bersifat sementara, tetapi ketika sang ayah meninggal dunia pada tahun 1920, Pekalongan dijadikannya sebagai tempat kedua dalam menempuh pendidikan dasar. Karena itu, Mohamad Roem menempuh sekolah di HIS Temanggung hanya sampai di kelas III, selanjutnya ia pindah ke HIS Pekalongan sampai lulus pada tahun 1924. Setelah tamat di HIS Pekalongan, Mohamad Roem mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke STOVIA School tot Opeleiding van Indische Artsen di Jakarta. STOVIA adalah sekolah untuk mendidik dokter pribumi. Lama pendidikan di sekolah tersebut adalah 10 tahun yang kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian Persiapan selama 3 tahun, dan bagian Geneeskundig kedokteran selama 7 tahun. Suatu keuntungan bagi Mohamad Roem setelah lulus saringan masuk STOVIA, penerimaan untuk STOVIA dihentikan karena pada tahun 1927 sekolah tersebut dihapuskan. Untuk dapat melanjutkan pelajaran, mereka dapat masuk ke NIAS Nederlandsh Indische Artsen School. Antara tahun 1924 sampai dengan 1927 Mohamad Roem menyelesaikan pelajarannya pada bagian persiapan di STOVIA. Kemudian Mohamad Roem masuk AMS pada tahun 1927 dan lulus pada tahun 1930. Selama dua tahun pertama sebagai pelajar STOVIA, Mohamad Roem tinggal di asrama STOVIA yang terletak di gedung Kwini, sekarang disebut Gedung Kebangkitan Nasional di Jalan Dokter Abdurachman Saleh 22 Jakarta. Ketika gedung itu berubah menjadi sekolah AMS, maka dua kelas terendah dipindah ke asrama Jan Pieterzoon Coen di Jalan Guntur Jakarta. Di asrama kedua tersebut, Mohamad Roem tinggal selama 4 tahun. Jadi, selama 6 tahun 3tahun di STOVIA, 3 tahun di AMS Mohamad Roem telah hidup dalam suasana kepanduan, serta suasana yang berbau politik, khususnya yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh negara. Tahun 1930, setelah tamat dari AMS, Mohamad Roem meneruskan pendidikannya ke GHS Geneeskundige Hoogeschool atau Sekolah Tinggi Kedokteran di Jalan Salemba selama dua tahun, tetapi tidak berhasil lulus. Ujian pertama gagal, demikian pula dengan ujian yang kedua. Mohamad Roem kemudian berhenti menjadi mahasiswa GHS. Tahun 1932, Mohamad Roem masuk RHS Rechts Hoogeschool di Jakarta dan lulus pada tahun 1939. Melalui RHS inilah Mohamad Roem mendapat gelar “Meester in de Rechten” Mr atau Sarjana Hukum. Setelah itu Mohamad Roem memulai kariernya sebagai seorang advokat yang membela rakyat kecil. 12 STOVIA dibubarkan diganti dengan Geneeskundige Hogeschool 1927, memakan waktu, 10 tahun sesudah sekolah dasar. Maka STOVIA adalah sekolah yang tertinggi yang dapat dicapai oleh pribumi. Tapi, meskipun orang mempunyai pendidikan tertinggi, Mohamad Roem dapat membatasi diri dalam profesinya. Bangsa Indonesia dapat merasa bersyukur, bahwa putra-putranya yang pertama mendapat pendidikan tinggi, menyadari bahwa justru karena itu mereka 12 Ibid.,h. 7-9. memikul kewajiban untuk mengangkat rakyat dari kebodohan dan kemelaratan. Mereka tahu apa yang tercantum dalam peribahasa: nobless oblige, mereka yang memiliki kelebihan, memikul kewajiban. 13 Mohamad Roem adalah seorang terpelajar dan tokoh Nasional tiga zaman: penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, dan Indonesia merdeka. Ia juga seorang pemimpin, politikus, pendidik, dan perunding, yang mengikuti perundingan penting antara lain perundingan Renville, persetujuan Roem-Royen, dan Konferensi Meja Bundar. 14

C. Riwayat Jabatan