Respon Pertumbuhan dan Produksi beberapa Varietas Kedelai (glycine max (L.) Merril) pada Budidaya Basah

(1)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merril ) TERHADAP

BUDIDAYA BASAH

SKRIPSI

Oleh : ROYHANSYAH

040307038 BDP – PET

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merril ) TERHADAP

BUDIDAYA BASAH

SKRIPSI

Oleh : ROYHANSYAH

040307038 BDP – PET

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Budidaya Pertanian Fakutas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui oleh : Disetujui oleh :

(Dr. Ir. Rosmayati, MS) (Ir. Syafruddin Ilyas) Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing NIP : 131 415 963 NIP : 131 639 805

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

ABSTRACT

Research aims to know the growth response and production of several soybean (Glycine max (L.) Merril) varietas in of wet cultivation about growth and production of soybean. Research was done at June 2008 until September 2008 in rice-fields area Bakaran Batu region, Lubuk Pakam district, Deli Serdang regency, North Sumatera. Research used separated compartement programme with system RAK with 2 factors and 3 levels repetitions. The factor which examined as main plot was wet cultivation technic, that was puddle (G), consist of 3 levels, that were : puddle in moat with water elevation 5 cm, 10 cm under ground surface and

parallel with ground surface. The factor which examined as subplot was variety (V), that were: Burangrang, Sinabung, Kaba, Anjasmoro, and sibayak. The

research result show that varieties were very different with high parameter plant 3 weeks until 5 weeks, lump number of effective root, lump number of the whole root, harvest age, branch number, pease number by plant, weight seed by plot, and weight of 100 seeds. Puddle influentials to the high parameter plant 3 weeks until 5 weeks, weight wet hair ornament, weight dry hair ornament, weight wet root, weight dry root, weight seed by sample and weight seed by plot. Interaction of varieties treatment and puddle not significantly to whole parameter.


(4)

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merril) pada budidaya basah. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2008 sampai September 2008 di areal persawahan Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) pola RAK dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor yang diteliti sebagai petak utama (Mainplot) adalah Teknik Budidaya Basah yaitu genangan (G), terdiri dari 3 taraf, yaitu: Genangan dalam parit dengan ketinggian air 5 cm, 10 cm, di bawah permukaan tanah dan sejajar dengan permukaan tanah (kontrol). Faktor yang diteliti sebagai anak petak (Subplot) adalah Varietas (V), yaitu : Burangrang, Sinabung, Kaba, Anjasmoro, dan Sibayak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman 3 MST hingga 5 MST, jumlah bintil akar efektif, jumlah bintil akar keseluruhan, umur panen, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, bobot biji per plot, dan bobot 100 biji. Genangan berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 3 MST hingga 5 MST, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per plot. Interaksi perlakuan varietas dan genangan belum berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Royhansyah Siregar dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 17 April 1986. Anak ke tiga dari empat bersaudara, putra dari Ayahanda Zulkifli Dongoran, SAg. dan Ibunda Minta Khairani Hasibuan.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah : tahun 1998 penulis tamat dari SDN 7 Padangsidimpuan, tahun 2001 tamat dari SLTPS BM Muda Padangsidimpuan, tahun 2004 tamat dari SMA Negeri 1 Padangsidimpuan.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2004, pada Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis pernah menjadi Asisten di Laboratorium Teknik Pemuliaan Tanaman Khusus dan sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Jurusan HIMADITA.

Pengalaman di bidang kemasyarakatan, penulis peroleh saat mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Kelapa Sawit (BPKS) Marihat Siantar, Sumatera Utara pada bulan Juni sampai Juli 2008.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Judul dari skripsi ini adalah ”Respon Pertumbuhan dan Produksi beberapa Varietas Kedelai (glycine max (L.) Merril) pada Budidaya Basah”, yang merupakan salah satu syarat unutk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Dr. Ir. Rosmyati, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Safruddin Ilyas selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak

memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

Ungkapan syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT yang telah

mengkaruniakan penulis Ayahanda Zulkifli Dongoran, SAg. Dan Ibunda Minta Khairani Hasibuan yang telah menyayangi, mangasihi, mendidik, dan

selalu mendo’akan penulis, serta saudara penulis tercinta Darwisyah, Ali, dan Firman. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Pak Edi dan Keluarga, teman-teman terbaik Trisna, Rully, Indra, Armin, Junaedi, Mita, Yuni, Annisah, Henry PET’06 dan Febri PET’06 yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian, memberikan masukan, serta dukungannya kepada penulis dan yang terkhusus buat C. I. S.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Agronomi yang telah banyak membantu dalam perkuliahan. Tidak lupa juga kepada adik-adik junior di Fakultas Pertanian.


(7)

Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.

Medan, November 2008 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 7

Tanah ... 7

Iklim ... 7

Varietas ... 8

Budidaya Basah ... 11

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 15

Penanaman ... 15

Penjarangan ... 15

Pemupukan ... 15

Aplikasi Budidaya Basah ... 16

Pemeliharaan Tanaman ... 16

Penyulaman ... 16

Penyiangan ... 16


(9)

Panen ... 16

Peubah Amatan ... 17

Tinggi Tanaman (cm) ... 17

Umur Berbunga (hari) ... 17

Bobot Basah Tajuk (g) ... 17

Bobot Kering Tajuk (g) ... 17

Bobot Basah Akar (g) ... 17

Bobot Kering Akar (g) ... 18

Jumlah Bintil Akar Efektif (buah) ... 18

Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah) ... 18

Umur Panen (hari) ... 18

Jumlah Cabang per Tanaman (cabang) ... 18

Jumlah Polong per Tanaman (polong) ... 18

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) ... 18

Bobot Biji per Tanaman (g) ... 19

Bobot Biji per Plot (g) ... 19

Bobot 100 Biji (g) ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Tinggi Tanaman (cm) ... 20

Umur Berbunga (hari) ... 22

Bobot Basah Tajuk (g) ... 23

Bobot Kering Tajuk (g) ... 24

Bobot Basah Akar (g) ... 25

Bobot Kering Akar (g) ... 26

Jumlah Bintil Akar Efektif (buah) ... 27

Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah) ... 29

Umur Panen (hari) ... 30

Jumlah Cabang per Tanaman (cabang) ... 31

Jumlah Polong per Tanaman (polong) ... 32

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) ... 33

Bobot Biji per Tanaman (g) ... 34

Bobot Biji per Plot (g) ... 36

Bobot 100 Biji (g) ... 37

Pembahasan ... 39

Pengaruh Genangan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai ... 39

Pengaruh Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai ... 40

Interaksi Varietas dan Genangan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) dari Varietas dan Genangan pada 2 MST

sampai 5MST ... 21

2. Rataan Umur Berbunga (hari) dari Varietas dan Genangan ... 22

3. Rataan Bobot Basah Tajuk (g) dari Varietas dan Genangan ... 23

4. Rataan Bobot Kering Tajuk (g) dari Varietas dan Genangan ... 24

5. Rataan Bobot Basah Akar (g) dari Varietas dan Genangan ... 25

6. Rataan Bobot Kering Akar (g) dari Varietas dan Genangan ... 27

7. Rataan Jumlah Bintil Akar Efektif (buah) dari Varietas dan Genangan ... 28

8. Rataan Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah) dari Varietas dan Genangan . 29 9. Rataan Umur Panen (hari) dari Varietas dan Genangan ... 30

10. Rataan Jumlah Cabang (cabang) dari Varietas dan Genangan ... 31

11. Rataan Jumlah Polong per Tanaman (polong) dari Varietas dan Genangan .... 32

12. Rataan Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) dari Varietas dan Genangan ... 34

13. Rataan Bobot Biji per Tanaman (g) dari Varietas dan Genangan ... 35

14. Rataan Bobot Biji per Plot (g) dari Varietas dan Genangan ... 36


(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. ...

Histogram Varietas Terhadap Tinggi Tanaman (cm) ... 21

2. Histogram Genangan Terhadap Tinggi Tanaman (cm) ... 22

3. Histogram Genangan Terhadap Bobot Basah Tajuk (g) ... 24

4. Histogram Genangan Terhadap Bobot Kering Tajuk (g) ... 25

5. Histogram Genangan Terhadap Bobot Basah Akar (g) ... 26

6. Histogram Genangan terhadap Bobot Kering Akar (g) ... 27

7. Histogram Varietas Terhadap Jumlah Bintil Akar Efektif (buah) ... 28

8. Histogram Varietas Terhadap Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah) ... 30

9. Histogram Varietas Terhadap Umur Panen (hari) ... 31

10. Histogram Varietas Terhadap Jumlah Cabang (cabang) ... 32

11. Histogram Varietas Terhadap Jumlah Polong per Tanaman (polong) ... 33

12. Histogram Genangan Terhadap Bobot Biji per Tanaman (g)... 35

13. Histogram Varietas Terhadap Bobot Biji per Plot (g) ... 36

14. Histogram Genangan Terhadap Bobot Biji per Plot (g) ... 37


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. ... B

agan Percobaan ... 46

2. Bagan Tanaman per Plot ... 47

3. Deskripsi Varietas Burangrang, Sinabung, Kaba, Anjasmoro, dan Sibayak .... 48

4. Jadwal Kegiatan Penelitian... 49

5. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 50

6. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST ... 50

7. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm) ... 51

8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST ... 51

9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 52

10. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST ... 52

11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm) ... 53

12. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST ... 53

13. Data Pengamatan Umur Berbunga (hari) ... 54

14. Sidik Ragam Umur Berbunga ... 54

15. Data Pengamatan Bobot Basah Tajuk (g) ... 55

16. Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk ... 55

17. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk (g) ... 56

18. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk... 56

19. Data Pengamatan Bobot Basah Akar (g) ... 57

20. Sidik Ragam Bobot Basah Akar ... 57


(13)

22. Sidik Ragam Bobot Kering Akar ... 58

23. Data Pengamatan Jumlah Bintil Akar Efektif (buah) ... 59

24. Sidik Ragam Jumlah Bintil Akar Efektif ... 59

25. Data Pengamatan Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah) ... 60

26. Sidik Ragam Jumlah Bintil Akar Keseluruhan ... 60

27. Data Pengamatan Umur Panen (hari) ... 61

28. Sidik Ragam Umur Panen ... 61

29. Data Pengamatan Jumlah Cabang per Tanaman (cabang) ... 62

30. Sidik Ragam Jumlah Cabang per Tanaman... 62

31. Data Pengamatan Jumlah polong per Tanaman (polong) ... 63

32. Sidik Ragam Jumlah polong per Tanaman ... 63

33. Data Pengamatan Jumlah polong Hampa per Tanaman (polong) ... 64

34. Sidik Ragam Jumlah polong Hampa per Tanaman... 64

35. Data Pengamatan Bobot Biji per Tanaman (g) ... 65

36. Sidik Ragam Bobot Biji per Tanaman ... 65

37. Data Pengamatan Bobot Biji per Plot (g) ... 66

38. Sidik Ragam Bobot Biji per Plot ... 66

39. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g) ... 67

40. Sidik Ragam Bobot 100 Biji ... 67

41. Rangkuman Uji Beda Rataan Parameter pada Perlakuan Genangan dan Varietas... 68

42. Gambar Lahan Penelitian ... 69

43. Gambar Lahan Pada Saat Aplikasi Perlakuan ... 69

44. Gambar Polong Setiap Varietas ... 70


(14)

ABSTRACT

Research aims to know the growth response and production of several soybean (Glycine max (L.) Merril) varietas in of wet cultivation about growth and production of soybean. Research was done at June 2008 until September 2008 in rice-fields area Bakaran Batu region, Lubuk Pakam district, Deli Serdang regency, North Sumatera. Research used separated compartement programme with system RAK with 2 factors and 3 levels repetitions. The factor which examined as main plot was wet cultivation technic, that was puddle (G), consist of 3 levels, that were : puddle in moat with water elevation 5 cm, 10 cm under ground surface and

parallel with ground surface. The factor which examined as subplot was variety (V), that were: Burangrang, Sinabung, Kaba, Anjasmoro, and sibayak. The

research result show that varieties were very different with high parameter plant 3 weeks until 5 weeks, lump number of effective root, lump number of the whole root, harvest age, branch number, pease number by plant, weight seed by plot, and weight of 100 seeds. Puddle influentials to the high parameter plant 3 weeks until 5 weeks, weight wet hair ornament, weight dry hair ornament, weight wet root, weight dry root, weight seed by sample and weight seed by plot. Interaction of varieties treatment and puddle not significantly to whole parameter.


(15)

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merril) pada budidaya basah. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2008 sampai September 2008 di areal persawahan Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) pola RAK dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor yang diteliti sebagai petak utama (Mainplot) adalah Teknik Budidaya Basah yaitu genangan (G), terdiri dari 3 taraf, yaitu: Genangan dalam parit dengan ketinggian air 5 cm, 10 cm, di bawah permukaan tanah dan sejajar dengan permukaan tanah (kontrol). Faktor yang diteliti sebagai anak petak (Subplot) adalah Varietas (V), yaitu : Burangrang, Sinabung, Kaba, Anjasmoro, dan Sibayak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman 3 MST hingga 5 MST, jumlah bintil akar efektif, jumlah bintil akar keseluruhan, umur panen, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, bobot biji per plot, dan bobot 100 biji. Genangan berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 3 MST hingga 5 MST, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per plot. Interaksi perlakuan varietas dan genangan belum berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi kedelai dalam negeri dari tahun ke tahun terus merosot. Tahun 1992 luas panen kedelai lokal 1.665.706 hektar dan sembilan tahun kemudian, tahun 2001 turun menjadi 723.029 hektar. Pada tahun 2005, atau empat tahun kemudian, luas penen turun lagi menjadi 621.541 hektar dengan produksi 808.353 ton. Tahun 2006 menjadi 580.534 hektar dengan produksi 747.611 ton dan tahun 2007 menjadi 56.824 hektar dengan produksi 598.029 ton atau hanya tinggal 27,4% dari luas panen 1992 (Harian Kompas, 2008).

Berdasarkan data dari dinas pertanian Sumatera Utara, produksi kedelai Sumatera Utara tahun 2007 hanya 4.436 ton atau menurun 37,02 % di banding produksi tahuan 2006 sebanyak 7.043 ton. Luas panen juga mengalami penurunan hingga 39,09% dari 6.311 hektar pada tauan 2006 menjadi 3.793 hektar pada tauan 2007. Upaya untuk meningkatkan produksi kedelai diantaranya dengan penerapan teknologi pertanian, seperti penggunaan benih unggul dan peningkatan produktivitas serta penambahana luas areal pertanaman. Sumatera Utara memiliki potensi lahan untuk tanaman pengan dan hortikultura sebanyak 7.168.068 hektar. Meliputi lahan sawah sebanyak 485.499 haktar dan lahan kering sebanyak 6.689.569 hektar (Harian Medan Bisnis, 2008).

Untuk meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional tersebut, Indonesia masih memiliki potensi lahan untuk perluasan usaha tani. Dari luas lahan yang sesuai untuk usaha pertanian sebesar 100,8 juta hektar, telah dimanfaatkan 68,8 juta hektar, sehingga lahan yang belum dimanfaatkan sekitar


(17)

32 juta hektar. Selain itu, terdapat potensi lahan untuk usaha pertanian berupa lahan terlantar 11,5 juta hektar serta perkarangan 5,4 juta hektar, dan belum

termasuk lahan gambut dan lebak yang potensinya cukup besar (Syafa’at dan Simatupang, 2006).

Penurunan produksi ini diakibatkan keengganan petani untuk menanamnya dan juga karena kurangnya pengetahuan tentang teknik budidaya yang tepat. Salah satu teknik budidaya yang dapat dikembangkan yaitu budidaya basah. Budidaya ini dapat meningkatkan produksi dari tanaman kedelai, menurut (Indradewa dkk, 1997) genangan dalam parit dapat meningkatkan hasil biji kedelai 20% sampai 80% hasil biji tanaman kontrol yang diluapi.

Selain itu, di lapangan juga sering didapati polong yang tidak sempurna. Banyaknya polong dan biji/polong terbentuk ditentukan oleh faktor pembungaan dan lingkungan yang mendukung pada saat pengisian polong. Gangguan selama masa pembungaan akan mengurangi pembentukan polong (Soemaatmadja, 1993).

Budi daya basah adalah cara penanaman di atas bedengan dengan memberikan pengairan terus-menerus di dalam parit, sehingga tanah di bawah perakaran menjadi jenuh air, namun tidak menggenang. Budi daya basah dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai (Purwaningrahayul dkk, 2002).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap beberapa varietas kedelai yang mempunyai respon baik untuk budidaya basah. Penelitian menggunakan 5 varietas kedelai yang mempunyai produksi tinggi, yang akan diuji responnya pada budidaya basah.


(18)

Tujuaan Penelitian

Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merril) pada budidaya basah.

Hipotesis Penelitian

Sistim budidaya basah dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150 cm).

menyemak berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Waktu tanaman kedelai masih sangat muda,

atau setelah fase menjadi kecambah dan saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua. Bagian batang di bawah keping biji yang belum lepas disebut hypokotil, sedangkan bagian di atas keping biji disebut epycotyl. Batang kedelai tersebut berwarna ungu atau hijau (Andrianto dan Indarto, 2004).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya daun bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima (Hidayat dalam Somaatmadja dkk, 1999).

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karekteristik bunganya seperti famili Papilionaceae lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang

yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman and Sleper, 1995)

Banyaknya polong bergantung jenisnya. Ada jenis kedelai yang menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun


(20)

berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain itu warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).

Semua varietas kedelai mempunyai bulu pada batang, cabang, daun dan polong-polongnya. Lebat atau tidaknya bulu serta kasar atau halusnya bulu tergantung dari varietas masing-masing. Begitu pula warna bulu berbeda-beda,

ada yang berwarna coklat dan ada pula yang putih kehijauan (Andrianto dan Indarto, 2004).

Syarat Tumbuh

Tanah

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Pada tanah-tanah padzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh, bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar


(21)

Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).

Iklim

Pada awalnya kedelai merupakan tanaman subtropika hari pendek, namun setelah didomestikasi dapat menghasilkan banyak kultivar yang dapat beradaptasi terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya untuk ditanam di mana saja adalah keunggulan utama tanaman ini. Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20-25 0C. Suhu 12-20 0C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya kedelai adalah 100-200 mm/bulan. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 meter di atas permukaan laut (Departemen Pertanian, 1996).

Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas mempunyai panjang hari kritis. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritis, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya,


(22)

umumnya berbunga beragam dari 20 hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritis, tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa berbunga (Baharsjah, Suardi, dan Las dalam Somaatmadja dkk, 1985).

Varietas

Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia, dll) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang yang dapt dibedakan dari yang lainnya (Sutopo, 1998). Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).

Varietas hibrida dibuat dengan mempersilangkan dua inbrida yang unggul. Oleh karena itu pembuatan inbrida unggul merupakan langkah pertama dalam pembuatan varietas hibrida. Varietas hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi dari pada varietas bersari bebas karena varietas hibrida menggabungkan gen-gen dominan karakter yang diinginkan dari galur-galur penyusunnya, dan hibrida mampu memanfaatkan gen aditif dan non aditif. Varietas hibrida memberikan keuntungan yang lebih tinggi bila di tanam pada lahan yang produktivitasnya tinggi (Kartasapoetra, 1988).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap


(23)

genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah dkk, 2001).

Varietas-varietas kedelai yang dianjurkan mempunyai kriteria-kriteria tertentu, misalnya umur panen, produksi per hektar, daya tahan terhadap hama dan penyakit. Setelah ciri-ciri tanaman kedelai diketahui, akhirnya dapat dihasilkan varietas-varietas yang dianjurkan. Varietas-varietas ini diharapkan sesuai dengan keadaan tempat yang akan ditanami. Dengan ditemukannya varietas-varietas baru (unggul) melalui seleksi galur atau persilangan (crossing), diharapkan sifat-sifat baru yang akan dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam hal

produksi, umur produksi, maupun daya tahan terhadap hama dan penyakit (Andrianto dan Indarto, 2004)

Menggunakan varietas unggul merupakan salah satu upaya yang mudah dan murah untuk meningkatkan produksi kedelai. Mudah karena teknologinya tidak rumit karena hanya mengganti varietas kedelai dengan varietas yang lebih unggul dan murah karena tidak memerlukan tambahan biaya produksi. Tersedianya varietas unggul yang beragam sangat penting artinya guna menjadi banyak pilihan bagi petani baik untuk pergiliran varietas antar musim, mencegah petani menanam satu varietas terus-menerus, mencegah timbulnya serangan hama dan penyakit, dan menjadi pilihan petani sesuai kondisi lahan. Pengenalan atau identifikasi varietas unggul adalah suatu teknik untuk menentukan apakah yang dihadapi tersebut adalah benar varietas unggul yang dimaksudkan. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mempergunakan alat pegangan berupa deskripsi varietas (Gani, 2000).


(24)

Suatu fenotip (penampilan dan cara berfungsinya) individu merupakan hasil interaksi antara genotip (warisan alami) dan lingkungannya. Sifat khas suatu fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan genotip atau oleh lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisahkan itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya (Lovelles, 1989).

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas didalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005).

Hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul menerima respons terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya lainnya. Semua kombinasi in put ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi (Nasir, 2002).

Budidaya Basah

Penanaman kedelai dengan sistem budidaya basah biasa dilakukan di lahan sawah sebagai tanaman selang. Hal yang perlu kita perhatikan ialah bahwa tanah hendaknya tidak terlalu basah. Oleh karena itu, apabila tanah sawah, khususnya tanah bekas ditanami padi, maka beberapa hari sebelum padi dipanen, semua air


(25)

yang menggenang sawah tadi harus dibuang dan saluran air diputus. Hal ini dimaksudkan agar pengolahan tanah yang akan ditanami kedelai bisa dilakukan dengan mudah. Jadi lahan yang dipersiapkan untuk tanaman kedelai harus tidak tergenang air, tetapi masih cukup lembab (Andrianto dan Indarto, 2004).

Budidaya basah adalah cara penanaman di atas bedengan dengan memberikan pengairan terus-menerus di dalam parit, sehingga tanah di bawah perakaran menjadi jenuh air, namun tidak menggenang. Budi daya basah dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Dengan budi daya basah, bobot kering total tanaman, jumlah polong isi, hasil biji, indeks panen,dan efisiensi penggunaan air lebih tinggi pada varietas berumur sedang dibanding varietas berumur genjah (Purwaningrahayul dkk, 2002).

Secara garis besar tanaman kedelai yang dibudidayakan dengan genangan dalam parit mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan hasil lebih tinggi dibanding dengan yang dibudidayakan dengan pengairan luapan seperti yang dilakukan petani karena: (1) mendapatkan lengas dalam jumlah cukup sepanjang hidupnya, (2) pertumbuhan bintil terus berlanjut sampai fase pengisian polong, (3) mengalami penundaan penuaan dan perpanjangan fase reproduktif. Sebaliknya tanaman kontrol mengalami kekurangan air saat tidak diairi dan kekurangan oksigen saat diairi (Indradewa dkk, 1997)

Di tanah jenuh air, banyak fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan bagian tanaman di dalam tanah terutama bintil. Ini berakibat aktivitas bintil mulai lebih awal dan dengan laju lebih cepat. Meskipun demikian penyerapan nitrogen menurun terutama karena akar bagian bawah yang berada dalam tanah jenuh mati, sehingga luas permukaan akar menurun. Dengan genangan dalam parit, sampai


(26)

minggu kedua tanaman menunjukkan warna daun lebih muda (Indradewa dkk, 1997).

Peningkatan bahan kering pada waktu itu lebih rendah dibanding kontrol, mungkin karena penurunan kandungan nitrogen, tetapi terutama karena penurunan luas daun akibat proporsi alokasi fotosintat yang lebih besar ditujukan untuk pembentukan akar dan bintil (Indradewa dkk, 1997).

Legum dengan bintil akar dapat memanfaatkan baik gas nitrogen dari udara maupun nitrogen anorganik dari dalam tanah dalam bentuk ion amonium dan nitrat. Nitrat mula-mula direduksi menjadi nitrit oleh nitrat reduktase sedangkan gas nitrogen disemat oleh nitrogenase. Pertumbuhan dan hasil kedelai dengan genangan dalam parit meningkat karena penyematan nitrogen dan pertumbuhan akar di atas muka air tanah ditingkatkan (Indradewa dkk, 1997).


(27)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di areal persawahan Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dengan ketinggian + 25 meter diatas permukaan laut, mulai bulan Juni 2008 sampai September 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih 5 varietas kedelai yakni Burangrang, Sinabung, Kaba, Anjasmoro dan Sibayak sebagai objek yang diamati. Tanah topsoil, pasir, kompos sebagai media tanam, pupuk (urea, KCl, TSP), insektisida untuk mengendalikan hama, fungisida untuk mengendalikan jamur, dan bahan pendukung lainnya.

Alat yang digunakan adalah cangkul untuk membersihkan lahan dari gulma dan sampah, handsprayer sebagai alat aplikasi insektisida dan fungisida, timbangan analitik untuk menimbang produksi tanaman, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) pola RAK dengan 2 faktor perlakuan yaitu :

Faktor yang diteliti sebagai petak utama (Mainplot) adalah Teknik Budidaya Basah, terdiri dari 3 taraf, yaitu:


(28)

G0 = Kontrol (diluapi 2x seminggu selama 1jam)

G1 = Genangan dalam parit dengan ketinggian air 5 cm di bawah permukaan tanah, 2x seminggu selama 1 jam.

G2 = Genangan dalam parit dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah, 2x seminggu selama 1 jam.

Faktor yang diteliti sebagai anak petak (Subplot) adalah Varietas, yaitu : V1 = Burangrang

V2 = Sinabung V3 = Kaba V4 = Anjasmoro V5 = Sibayak

Dengan demikian diperoleh 15 kombinasi perlakuan yaitu:

G0V1 G1V1 G2V1

G0V2 G1V2 G2V2

G0V3 G1V3 G2V3

G0V4 G1V4 G2V4

G0V5 G1V5 G2V5

Jumlah ulangan : 3 Ulangan Jumlah plot : 45 plot

Ukuran Plot : 100 cm x 60 cm Jarak antar plot : 130 cm

Jarak antar ulangan : 50 cm Jumlah tanaman per plot : 15 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 675 tanaman Jumlah tanaman sampel perplot : 6 tanaman


(29)

Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 270 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis Sidik Ragam dengan model linier sebagai berikut :

Yijk = μ + ρi + αj+ δij + βk + (αβ)jk + εijk i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4,5 Dimana :

Yijk = Hasil pengamatan yang disebabkan mainplot ke-j dan subplot ke-k pada blok ke-i

μ = Nilai tengah umum ρi = Efek blok ke-i

αj = Efek dari budidaya basah (mainplot) pada taraf ke-j

δij = Efek error yamg disebabkan budidaya basah ke-j pada blok ke-i βk = Efek varietas (subplot) pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi dari budidaya basah pada taraf ke-j dengan varietas pada taraf ke-k

Εijk = Efek error yang disebabkan budidaya basah ke-j dan varietas ke-k pada blok ke-i

Jika data yang diperoleh berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji rataan berdasarkan Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5% (Steel dan Torrie,1995).


(30)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Diukur areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari bekas pertanaman padi (jerami). Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 100 cm x 60 cm. Dibuat parit drainase dengan jarak antar plot 130 cm dan jarak antar ulangan 50 cm.

Penanaman

Penanaman benih dilakukan dengan membuat lubang tanam sedalam ± 2 cm, dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Ditanam 2 benih per lubang tanam dan ditutup dengan kompos.

Penjarangan

Penjarangan tanaman dilakukan ketika tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dan ditinggalkan hanya 1 tanaman yang paling baik pertumbuhannya.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk dasar dengan dosis anjuran dalam bentuk 100 kg/ha Urea (0.4g/tan), 200 kg/haTSP (0.8g/tan) dan 100 kg/ha KCl (0.4g/tan) dengan menggunakan sistem tugal. Pemupukan urea dilakukan dalam 2 tahap yaitu pada saat awal penanaman sebanyak setengah dosis anjuran dan setengah dosis lagi diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (HST) sedangkan untuk pupuk TSP dan KCl dilakukan pada saat penanaman.


(31)

Aplikasi Budidaya Basah

Aplikasi budidaya basah dilakukan dengan cara penggenangan air pada parit mulai dari 2 minggu setelah tanam (MST) sampai panen. Penggenangan diberikan sesuai dengan perlakuan.

Pemeliharaan Tanaman Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati dengan tanaman cadangan yang masih hidup. Penyulaman dilakukan dengan menggantikan tanaman mati dengan tanaman cadangan. Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan cangkul dengan membersihkan gulma yang ada didalam maupun diluar plot. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi dilapangan.

Pengandalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida dengan dosis 0,5 cc/liter air. Sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan fungisida dengan dosis 1 cc/liter air. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Panen

Panen dilakukan setelah biji pada polong mencapai kriteria matang panen seperti warna daun menguning, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan, batang berwarna kuning kecoklatan dan gundul.


(32)

Peubah Amatan Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, dimulai pada umur 2 MST dan diulangi setiap minggu sekali dan berakhir sampai masuk masa generatif yang ditandai dengan keluarnya bunga (R1).

Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga dihitung apabila tanaman dalam satu plot telah memasuki stadia reproduksi R1 yaitu stadia bunga terbuka pertama pada buku manapun pada batang tanaman.

Bobot Basah Tajuk (g)

Bobot basah tajuk dihitung dengan menimbang seluruh tajuk tanaman yang masih segar. Dilakukan saat 6 MST pada sampel destruktif.

Bobot Kering Tajuk (g)

Bobot kering tajuk dihitung dengan menimbang seluruh tajuk yang telah dikeringovenkan pada suhu 70 0C selama 24 jam. Dilakukan saat 6 MST pada sampel destruktif.

Bobot Basah Akar (g)

Bobot basah akar dihitung dengan menimbang seluruh akar tanaman yang masih segar. Dilakukan saat 6 MST pada sampel destruktif.


(33)

Bobot Kering Akar (g)

Bobot kering akar dihitung dengan menimbang seluruh akar yang telah dikeringovenkan pada suhu 70 0C selama 24 jam. Dilakukan saat 6 MST pada sampel destruktif.

Jumlah Bintil Akar Efektif (buah)

Penghitungan jumlah bintil akar efektif dilakukan pada 6 MST. Ciri bintil akar efektif adalah bintil akar masih segar dan berisi cairan kemerahan.

Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah)

Penghitungan dilakukan pada 6 MST. Dihitung semua bintil akar baik yang efektif maupun yang tidak efektif.

Umur Panen (hari)

Umur panen dihitung mulai dari penanaman benih hingga tanaman siap untuk dipanen (R8).

Jumlah cabang per Tanaman (cabang)

Jumlah cabang dihitung pada saat sebelum panen (R8). Cabang yang dihitung adalah cabang yang berasal dari batang utama pada setiap tanaman. Jumlah Polong per Tanaman (polong)

Dihitung semua polong yang terdapat pada tiap tanaman, jumlah polong dihitung setelah panen.

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)

Dihitung jumlah polong hampa tiap tanaman, yaitu polong yang tidak berisi biji, dihitung setelah panen.


(34)

Bobot Biji per tanaman (g)

Penimbangan dilakukan dengan menimbang seluruh biji dari masing-masing tanaman. Dilakukan setelah panen.

Bobot Biji per Plot

Penimbangan dilakukan dengan menimbang biji seluruh tanaman dari setiap plot. Dilakukan setelah panen.

Bobot 100 Biji (g)

Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji dari masing-masing perlakuan. Dilakukan setelah panen.


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman 3 mst, 4 mst, dan 5 mst, jumlah cabang per tanaman, jumlah bintil akar efektif, jumlah bintil akar keseluruhan, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per plot, dan bobot 100 biji dan tidak berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman 2 mst, umur berbunga, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, dan jumlah polong hampa pertanaman. Genangan berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman 3 mst, tinggi tanaman 4 mst, tinggi tanaman 5 mst, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot biji tanaman, bobot biji per plot, dan bobot basah tajuk, dan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman 2 mst, umur berbunga, jumlah cabang per tanaman, jumlah bintil akar efektif, jumlah bintil akar keseluruhan, umur panen, jumlah cabang, jumlah polong per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, dan bobot 100 biji. Interaksi antara varietas dan genangan belum berpengaruh nyata pada semua peubah yang diamati.

Tinggi Tanaman

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 3 mst, 4 mst dan 5 mst, genangan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3 mst, 4 mst dan 5 mst. Sedangkan interaksi antara varietas dan genangan belum berpengaruh nyata pada semua peubah yang diamati.

Rataan tinggi tanaman dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 1.


(36)

Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) dari Varietas dan Genangan pada 2 MST sampai 5 MST.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) pada umur MST

2 3 4 5

Varietas (V)

V1= Burangrang 100.37 146.09 b 211.63 ab 315.75 ab

V2= Sinabung 89.35 147.24 b 208.78 b 309.03 ab

V3= Kaba 94.32 154.00 ab 219.31 ab 327.21 a

V4= Anjasmoro 107.23 170.87 a 242.97 a 349.08 a

V5= Sibayak 97.15 135.50 b 185.14 b 276.37 b

Genangan (G)

G0=Kontrol 169.11 277.81 a 413.05 a 614.56 a G1=ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 161.97 261.08 a 369.55 a 553.24 a

G2= ketinggian air 10 cm di

bawah permukaan tanah 157.34 214.80 b 285.23 b 409.64 b

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 1. diketahui bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi didapat pada varietas Anjasmoro (349.08 cm) dan terendah pada varietas Sibayak (276.37 cm).

Histogram pertumbuhan tinggi tanaman pada berbagai varietas kedelai dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Histogram Varietas Terhadap Tinggi Tanaman (cm)

Dari tabel 1. diketahui bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi sejajar permukaan tanah (G0) (614.56 cm) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (409.64 cm).


(37)

Histogram pertumbuhan tinggi tanaman pada beberapa taraf genangan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Histogram Genangan Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Umur Berbunga (hari)

Dari daftar sidik ragam umur berbunga diketahui bahwa varietas, genangan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.

Rataan umur berbunga dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan Umur Berbunga (hari) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Total

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 38.83 37.83 38.06 37.61 30.11 36.49

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 37.72 38.00 37.61 38.56 35.78 37.53

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 38.44 37.61 38.06 39.11 40.11 38.67

total 38.33 37.81 37.91 38.43 35.33 37.56 Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa rataan umur berbunga tertinggi pada varietas Burangrang (38.83 hari) dan terendah pada varietas Sibayak (35.33 hari). Sedangkan rataan umur berbunga tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah


(38)

(G2) (38.67 hari) dan terendah pada genangan sejajar permukaan tanah (G0) (36.49 hari).

Bobot Basah Tajuk (g)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot basah tajuk, sedangkan genangan berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk.

Rataan bobot basah tajuk dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan Bobot Basah Tajuk (g) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 28.83 33.17 27.00 23.67 24.50 27.43 a

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 22.50 16.00 22.33 10.33 20.00 18.23 ab

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 14.17 11.00 8.50 8.67 3.67 9.20 b

Rataan 21.83 20.06 19.28 14.22 16.06 18.29

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan bobot basah tajuk tertinggi pada varietas Burangrng (21.83 g) dan terendah pada Varietas Anjasmoro (14.22 g). Dari tabel 3 diketahui bahwa rataan bobot basah tajuk tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi sejajar permukaan tanah (G0) (27.43 g) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (9.20 g).


(39)

Histogram bobot basah tajuk pada beberapa taraf genangan dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Histogram Genangan Terhadap Bobot Basah Tajuk (g) Bobot Kering Tajuk (g)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot kering tajuk, sedangkan genangan berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk.

Rataan bobot kering tajuk dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rataan Bobot Kering Tajuk (g) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 5.87 8.87 6.17 6.45 5.65 6.60 a

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 8.52 4.82 7.53 2.57 4.57 5.60 a

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 7.02 2.97 2.37 1.63 1.08 3.01 b

Rataan 7.13 5.55 5.36 3.55 3.77 5.07

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa rataan bobot kering tajuk tertinggi pada varietas Burangrang (7.13 g) dan terendah pada varietas Anjasmoro (3.55 g). Dari tabel 4 diketahui bahwa rataan bobot kering tajuk tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi sejajar permukaan tanah (G0)


(40)

(6.60 g) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (3.01 g).

Histogram bobot kering tajuk pada beberapa taraf genangan dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Histogram Genangan Terhadap Bobot Kering Tajuk (g) Bobot Basah Akar (g)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot basah akar, sedangkan genangan berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar.

Rataan bobot basah akar dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan Bobot Basah Akar (g) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 4.83 4.50 5.00 5.33 3.33 4.60 a

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 4.17 3.17 4.00 1.67 3.17 3.23 b

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 2.67 1.67 1.50 1.83 1.17 1.77 b

Rataan 3.89 3.11 3.50 2.94 2.56 3.20

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %


(41)

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan bobot basah akar tertinggi pada varietas Burangrang (3.89 g) dan terendah pada varietas Sibayak (2.56 g). Dari tabel 5 diketahui bahwa rataan bobot basah akar tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi sejajar permukaan tanah (G0) (4.60 g) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (1.77 g).

Histogram bobot basah akar pada beberapa taraf genangan dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Histogram Genangan Terhadap Bobot Basah Akar (g) Bobot Kering Akar (g)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot kering akar, sedangkan genangan berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.

Rataan bobot kering akar dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 6.


(42)

Tabel 6. Rataan Bobot Kering Akar (g) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 1.60 0.97 1.42 1.12 0.85 1.19 a

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 1.47 1.23 1.52 0.72 1.10 1.21 a

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 0.47 0.30 0.45 0.77 0.28 0.45 b

Rataan 1.18 0.83 1.13 0.87 0.74 0.95

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan bobot kering akar tertinggi pada varietas Burangrang (1.18 g) dan terendah pada Varietas Sibayak (0.74 g). Dari tabel 6 diketahui bahwa rataan bobot kering akar tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 5 cm di bawah permukaan tanah (G1) (1.21 g) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (0.45 g).

Histogram bobot kering akar pada beberapa taraf genangan dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Histogram Genangan Terhadap Bobot Kering Akar (g) Jumlah Bintil Akar Efektif (buah)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar efektif, sedangkan genangan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar efektif.


(43)

Rataan jumlah bintil akar efektif dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan Jumlah Bintil Akar Efektif (buah) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 50.00 39.50 45.83 47.33 29.00 42.33

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 60.33 48.00 55.50 39.17 29.17 46.43

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 35.50 25.83 25.67 44.00 12.83 28.77

Rataan 48.61 a 37.78 b 42.33 ab 43.50 ab 23.67 c 39.18

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan jumlah bintil akar efektif tertinggi

pada varietas Burangrang (48.61 buah) dan terendah pada varietas Sibayak (23.67 buah). Dari tabel 7 diketahui bahwa rataan jumlah bintil akar efektif

tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 5 cm di bawah permukaan tanah (G1) (46.43 buah) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (28.77 buah).

Histogram jumlah bintil akar efektif pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 7.


(44)

Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar keseluruhan, sedangkan genangan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar keseluruhan.

Rataan jumlah bintil akar keseluruhan dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Rataan Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah) dari Varietas dan Genangan Genangan (G) Varietas (V) Rataan V1 Burangrang V2 Sinabung V3 Kaba V4 Anjasmoro V5 Sibayak

G0= Kontrol 57.33 56.17 50.33 68.17 44.33 55.27

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 70.50 59.50 75.50 49.67 39.17 58.87

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 47.83 37.00 33.83 53.33 17.33 37.87

Rataan 58.56 a 50.89 ab 53.22 ab 57.06 a 33.61 b 50.67

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan jumlah bintil akar keseluruhan

tertinggi pada varietas Burangrang (58.56 buah) dan terendah pada varietas sibayak (33.61 buah). Dari tabel 8 diketahui bahwa rataan jumlah bintil

akar keseluruhan tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 5 cm di bawah permukaan tanah (G1) (58.87 buah) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (37.87 buah).

Histogram jumlah bintil akar keseluruhan pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 8.


(45)

Gambar 8. Histogram Varietas Terhadap Jumlah Bintil Akar Keseluruhan (buah)

Umur Panen (hari)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur panen, sedangkan genangan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap umur panen.

Rataan umur panen dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Rataan Umur Panen (hari) dari Varietas dan Genangan

Genangan (G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 93.17 92.42 92.50 86.17 98.00 92.45

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 92.75 94.25 93.75 92.92 98.00 94.33

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 95.33 94.50 94.50 93.08 98.00 95.08

Rataan 93.75 93.72 93.58 90.72 98.00 93.96

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan umur panen tertinggi pada varietas Sibayak (98.00 hari) dan terendah pada Varietas Anjasmoro (90.72 hari). Dari tabel 9 diketahui bahwa rataan umur panen tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (95.08 hari) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air sejajar permukaan tanah (G0) (92.45 hari).


(46)

Histogram umur panen pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Histogram Varietas Terhadap Umur Panen (hari) Jumlah Cabang (cabang)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah cabang, sedangkan genangan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang.

Rataan jumlah cabang dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Rataan Jumlah Cabang (cabang) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 4.00 4.33 5.00 2.75 5.92 4.40

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 4.50 5.83 4.75 4.42 6.08 5.12

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 4.00 5.00 4.67 3.83 6.08 4.72

Rataan 4.17 a 5.06 ab 4.81 ab 3.67 b 6.03 a 4.74

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan jumlah cabang tertinggi pada varietas Sibayak (6.03 cabang) dan terendah pada Varietas Anjasmoro (3.67 cabang). Dari tabel 10 diketahui bahwa rataan jumlah cabang tertinggi pada


(47)

perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (5.12 cabang) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air sejajar permukaan tanah (G0) (4.40 cabang).

Histogram jumlah cabang pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Histogram Varietas Terhadap Jumlah Cabang (cabang) Jumlah Polong per Tanaman(polong)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah polong per tanaman, sedangkan genangan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman.

Rataan jumlah polong per tanaman dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Rataan Jumlah Polong Per Tanaman (polong) dari Varietas dan Genangan

Genangan (G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 69.08 89.75 90.08 84.08 139.17 94.43

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 97.00 77.25 74.00 90.17 132.75 94.23

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 60.42 75.58 70.83 67.25 105.75 75.97

Rataan 75.50 b 80.86 b 78.31 b 80.50 b 125.89 a 88.21

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %


(48)

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan jumlah polong per tanaman tertinggi pada varietas Sibayak (125.89 polong) dan terendah pada varietas Burangrang (75.50 polong). Dari tabel 11 diketahui bahwa rataan jumlah polong per tanaman tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air sejajar permukaan tanah (G0) (94.43 polong) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (75.97 polong).

Histogram jumlah polong per tanaman pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Histogram Varietas Terhadap Jumlah Polong per

Tanaman (polong)

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas, genangan, dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap jumlah polong hampa per tanaman.

Rataan jumlah polong per tanaman dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 12.


(49)

Tabel 12. Rataan Jumlah Polong Hampa Per Tanaman (polong) dari Varietas dan Genangan.

Genangan (G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 12.50 8.50 10.50 10.58 15.17 11.45

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 9.67 5.17 7.33 8.17 10.75 8.22

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 14.42 10.50 9.50 13.83 21.08 13.87

Rataan 12.19 8.06 9.11 10.86 15.67 11.18

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan jumlah polong hampa per tanaman tertinggi pada varietas Sibayak (15.67 polong) dan terendah pada varietas Sinabung (8.06 polong). Dari tabel 12 diketahui bahwa rataan jumlah polong

hampa per tanaman tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah

(G2) (13.87 polong) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 5 cm di bawah permukaan tanah (G1) (8.22 polong).

Bobot Biji per Tanaman (g)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot biji per tanaman, sedangkan genangan berpengaruh nyata terhadap bobot biji per tanaman.

Rataan bobot biji per tanaman dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 13.


(50)

Tabel 13. Rataan Bobot Biji Per Tanaman (g) dari Varietas dan genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 13.81 15.79 15.09 19.08 19.35 16.62 ab

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 19.83 15.24 14.19 19.21 20.29 17.75 a

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 12.36 11.69 12.03 15.07 14.33 13.10 b

Rataan 15.33 14.24 13.77 17.78 17.99 15.82

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan bobot biji per tanaman tertinggi pada varietas Sibayak (17.99 g) dan terendah pada varietas Kaba (13.77 g). Dari tabel 13 diketahui bahwa rataan bobot biji per tanaman tertinggi pada perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 5 cm di bawah permukaan tanah (G1) (17.75 g) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (13.10 g).

Histogram bobot biji per tanaman pada beberapa taraf genangan dapat dilihat pada gambar 12.


(51)

Bobot Biji per Plot (g)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan genangan berbeda nyata terhadap bobot biji per plot, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot biji per plot.

Rataan bobot biji per plot dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Rataan Bobot Biji Per Plot (g) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 145.83 191.87 173.70 172.53 244.87 185.76a

G1= ketinggian air 5 cm di bawah permukaan tanah

154.07 160.17 147.77 161.67 211.90 167.11a

G2= ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah

112.20 118.33 124.20 126.20 146.60 125.51b

Rataan 137.37b 156.79ab 148.56b 153.47b 201.12a 159.46

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa rataan bobot biji per plot tertinggi pada varietas Sibayak (201.12 g) dan terendah pada varietas Burangrang (137.37g).

Histogram bobot biji per plot pada beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 13.


(52)

Dari tabel 14 diketahui bahwa rataan bobot biji per plot tertinggi pada perlakuan genangan terdapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air

sejajar dengan permukaan tanah (G0) (185.76 g) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2)

(125.51 g).

Histogram bobot biji per plot pada beberapa taraf genangan dapat dilihat pada gambar 14.

Gambar 14. Histogram Genangan Terhadap Bobot Biji per Plot (g) Bobot 100 Biji (g)

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot 100 biji, genangan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji.

Rataan bobot 100 biji dari varietas dan genangan dapat dilihat pada tabel 15.


(53)

Tabel 15. Rataan Bobot 100 Biji (g) dari Varietas dan Genangan Genangan

(G)

Varietas (V)

Rataan

V1 Burangrang

V2 Sinabung

V3 Kaba

V4 Anjasmoro

V5 Sibayak

G0= Kontrol 13.40 9.70 11.40 13.97 10.57 11.81

G1= ketinggian air 5 cm di bawah

permukaan tanah 12.57 11.30 11.20 13.07 9.23 11.47

G2= ketinggian air 10 cm di bawah

permukaan tanah 12.13 12.03 9.87 15.87 10.13 12.01

Rataan 12.70ab 11.01b 10.82b 14.30a 9.98b 11.76

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa rataan bobot 100 biji tertinggi pada

perlakuan varietas Anjasmoro (14.30 g) dan terendah pada varietas Sibayak (9.98 g). Dari tabel 15 diketahui bahwa rataan bobot 100 biji tertinggi pada

perlakuan genangan didapat pada tanaman yang digenangi dengan ketinggian air 10 cm di bawah permukaan tanah (G2) (12.01 g) dan terendah pada genangan dengan ketinggian air 5 cm di bawah permukaan tanah (G1) (11.47 g).

Histogram bobot 100 biji pada beberapa taraf genangan dapat dilihat pada gambar15.


(54)

Pembahasan

Pengaruh Genangan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, secara statistik diperoleh bahwa perlakuan genangan berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman 3 mst, 4 mst, dan 5 mst. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa genangan dengan ketinggian air sejajar dengan permukaan tanah (kontrol) menunjukkan pengaruh yang lebih besar terhadap pertambahan tinggi tanaman bila dibanding genangan dengan ketinggian air 5 cm dan 10 cm di bawah permukaan tanah. Ini menunjukkan perlakuan genangan akan menyebabkan tanah jenuh air. Pada tanah jenuh air terdapat banyak fotosintat yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan, terutama pertumbuhan bintil akar. Semakin banyak bintil akar maka akan semakin banyak nitrogen yang diserap sehingga pertumbuhan akan semakin cepat. Hal ini didukung oleh Indradewa, dkk (1997) yang menyatakan bahwa legum dengan bintil akar dapat memanfaatkan baik gas nitrogen dari udara maupun nitrogen anorganik dari dalam tanah dalam bentuk ion amonium dan nitrat. Pertumbuhan dan hasil kedelai dengan genangan dalam parit meningkat karena penyematan nitrogen dan pertumbuhan akar di atas muka air tanah ditingkatkan.

Terhadap bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot biji per tanaman dan bobot biji per plot, perlakuan genangan secara statistik menunjukkan pengaruh yang nyata. Pertumbuhan tanaman pada genangan dalam parit lebih cepat dan dengan hasil yang tinggi karena mendapat lengas dalam jumlah yang cukup sepanjang hidupnya, pertumbuhan bintil akar terus berlanjut, penundaan penuaan dan perpanjangan fase reproduktif. Genangan


(55)

mengakibatkan tanaman meningkatkan pertumbuhan akar di atas muka air tanah. Hal ini akan mengakibatkan penambahan luas permukaan akar dan bobot akar. Dengan permukaan akar yang lebih luas akan memungkinkan penyerapan unsur hara yang lebih banyak. Unsur hara yang cukup akan menghasilkan potosintat yang lebih banyak untuk mencukupi pertumbuhan tajuk tanaman. Pertumbuhan tajuk tanaman yang optimum dan unsur hara yang cukup sangat diperlukan pada saat fase generatif untuk meningkatkan produksi. Hai ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Indradewa, dkk (1997) yang menyatakan bahwa secara garis besar tanaman kedelai yang dibudidayakan dengan genangan dalam parit mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan hasil lebih tinggi dibanding dengan yang dibudidayakan dengan pengairan luapan seperti yang dilakukan petani karena: mendapatkan lengas dalam jumlah cukup sepanjang hidupnya, pertumbuhan bintil terus berlanjut sampai fase pengisian polong, mengalami penundaan penuaan dan perpanjangan fase reproduktif.

Pengaruh Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam (lampiran 5 - 40) dapat dilihat

bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada 3 mst, 4 mst, dan 5 mst, jumlah bintil akar efektif, jumlah bintil akar keseluruhan, dan

jumlah cabang per tanaman. Dari data rataan dapat ilihat bahwa varietas Anjasmoro memiliki tinggi tanaman tertinggi masing-masing pada 3 mst, 4mst dan 5 mst (170.87 cm ; 242.97 cm ; 349.08 cm) dan yang terendah terdapat pada varietas Sibayak yaitu (135.50 cm ; 185.14 cm ; 276.37 cm). Varietas Burangrang memiliki jumlah bintil akar efektif tertinggi (48.61 buah) dan terendah varietas Sibayak (23.67 buah). Varietas Burangrang memiliki jumlah bintil akar


(56)

keseluruhan tertinggi (58.56 buah) dan terendah varietas Sibayak (33.61 buah). Varietas Sibayak memiliki jumlah cabang tertinggi (6.03 cabang) dan terendah varietas Anjasmoro (3.67 cabang). Adanya perbedaan hasil dari kelima varietas terhadap pengamatan peubah vegetatip diatas diduga disebabkan oleh adanya perbedaan sifat atau keunggulan dari masing-masing varietas sesuai dengan genotipe yang dimilikinya dalam kondisi lingkungan tertentu, sehingga tiap varietas menampilkan sifat dan keunggulannya masing-masing. Dal ini sesuai dengan literatur Darliah dkk (2001) yang menyatakan bahwa pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotipe. Respon genotipe terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman yang bersangkutan, dan salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhannya.

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam (lampiran 5 - 40) dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per plot dan bobot 100 biji. Dari data rataan dapat ilihat bahwa varietas Sibayak memiliki umur panen tertinggi (98.00 hari) dan terendah varietas Anjasmoro (90.72 hari). Varietas Sibayak memiliki jumlah polong tertinggi (125.89 polong) dan terendah varietas Burangrang (75.50 polong). Varietas Sibayak memiliki bobot biji per plot tertinggi (201.12 g) dan terendah varietas Burangrang (137.37g). Dan varietas Anjasmoro memiliki bobot 100 biji tertinggi (14.30 g) dan terendah varietas Sibayak (9.98 g). Adanya perbedaan hasil yang nyata dari kelima varietas terhadap karakter generatip diatas diduga dipengaruhi oleh genotipe masing-masing varietas, faktor pembungaan dan lingkungan yang mendukung pada saat pengisian polong. Hal ini sesuai dengan


(57)

literatur Allard (2005) yang menyatakan bahwa gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter, terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakter dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Dan Soemaatmadja (1993) yang menyatakan bahwa banyaknya polong dan biji/polong yang terbentuk ditentukan oleh faktor pembungaan dan lingkungan yang mendukung pada saat pengisian polong.

Terdapat perbedaan yang beragam dari masing-masing varietas terhadap peubah amatan yang diamati. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan genetik pada kelima varietas tanaman dan adanya pengaruh lingkungan. Setiap varietas memiliki ciri dan sifat khusus yang berbeda satu sama lain sehingga akan

menunjukkan keragaman penampilan. Seperti yang dikemukakan oleh Lovelles (1989) suatu fenotip (penampilan dan cara berfungsinya) individu

merupakan hasil interaksi antara genotip (warisan alami) dan lingkungannya. Walaupun sifat khas suatu fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan genotip atau oleh lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisahkan itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya.

Interaksi Varietas dan Genangan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai

Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa interaksi antara varietas dan genangan belum berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah yang diamati.


(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Varietas menunjukkan perbedaan yang nyata pada pertumbuhan tanaman, dimana varietas Anjasmoro (V4) memiliki tinggi tanaman tertinggi

2. Genangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar,

bobot biji per tanaman, dan bobot biji per plot dimana perlakuan kontrol (G0) memberikan pertumbuhan dan produksi yang lebih tinggi.

3. Interaksi antara varietas dan genangan belum menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap semua peubah yang diamati.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan taraf genangan yang lain untuk mendapatkan taraf yang optimum dalam budidaya basah.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, T. T., dan Novo, I., 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kedelai Kacang Hijau Kacang Panjang. Penerbit Absolut, Yogyakarta.

Allard, R. W., 2005. Principles of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons, New York. 485 pp.

Baharsjah, J.S, D. Suardi, dan I. Las, 1985 dalam S. Somaatmadja, M. I. Sumarno, M. Syam, S.O Manurung, Yuswadi. Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Hal: 87.

Darliah, I. Suprihatin, D. P. Devries, W. Handayati, T. Hermawati dan Sutater, 2001. variabilitas Genetik, Heritabilitas, dan Penampilan Fenotipik 18 Klon Mawar Cipanas. Zuriat 3 No.11.

Departemen Pertanian Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1996. Budidaya Tanaman Palawija Pendukung Program Makanan Tambahan Anak sekolah (PMT-AS. Jakarta. Hal: II-2.

Gani, J. A., 2000. Kedelai Varietas Unggul Baru. Penerbit Instlasi Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram, Mataram.

Harian Kompas, 2008. Komoditas Yang Salah Urus. Rabu 16 Januari 2008. Nomor 195. Hal: 21.

Harian Medan Bisnis, 2008. Kebutuhan Tinggi, Produksi Kedelai Sumut Anjlok 37,02%. Selasa 15 Januari 2008. Hal: 6

Hidayat O.O, 1985 dalam S. Somaatmadja, M. I. Sumarno, M. Syam, S.O Manurung, Yuswadi. Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Hal: 78.

2008. Kedelai

(Glycine max L.) [20 April 2008].

Indradewa, D., Soemartono, S., S, Notohadisuwarno, dan Hari, P., 1997. Metabolisme Nitrogen pada Tanaman Kedelai yang Mendapat Genangan dalam Parit. Diakses tanggal 13 April 2008.

Kartasapoetra, A.G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Bina Angkasa, Jakarta.

Loveless, A.R., 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Terjemahan K. Kartawinata, S. Dinimiharja dan U. Soetisna. Gramedia, Jakarta.


(60)

Mangoendidjojo, 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta. Nasir, M., 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetik Tanaman.

Citra Aditya Bakti, Bandung.

Poehlman, J.M and D.A Sleper, 1995. Beerding Field Crops. Pamina Publishing Corporation, New Delhi. Hal: 301 dan 305.

Purwaningrahayul, R. D., Didik, I., dan Bambang, H. S., 2002. Peningkatan Hasil Beberapa Varietas Kedelai dengan Penerapan Teknologi Budi Daya Basah

Rubatzky, V.E dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan Gizi. Edisi kedua. Penerjemah Catur Herison. ITB Press, Bandung. Hal: 262.

Sutopo, L., 1998. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemaatmadja, S., 1993. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara I. Editor Maesen, L. J. V. Grafindo Pustaka Utama, Jakarta.

Steel, R.G.D., dan J.H., Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penterjemah Bambang Sumantri . Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Syafa’at, N dan P. Simatupang, 2006. Kebijakan Pamantafan Ketahanan Pangan Nasional ke Depan. Majalah Pangan 15 (47): 24-43.


(61)

Lampiran 1. Bagan Percobaan

BLOK I BLOK II BLOK III

T

Keterangan :

a = Parit keliling : 50 cm b = Bedeng pemisah : 30 cm c = Jarak antar plot : 130 cm d = Jarak antar blok : 50 cm

G0V1 G0V3 G0V5

G0V3 G0V5 G0V2

G0V1

G0V1 G0V4 G0V5

G0V2 G0V4

G0V4 G0V2

G0V3 G0

G1

G2

G2V4 G2V2 G2V1

G2V1 G2V3 G2V4 G2V5

G2V3 G2V2 G2V3

G2V1 G2V2

G2V4 G2V5

G2V5

G1V2 G1V4 G1V1

G1V4 G1V2 G1V5

G1V5

G1V4 G1V3 G1V1

G1V3 G1V5 G1V1 G1V3 G1V2 b a c d a


(62)

lampiran 2. Bagan Tanaman per Plot

Keterangan :

a = Jarak tanaman dari tepi plot : 10 cm b = Jarak antar tanaman : 20 cm

100 cm a

60 cm

a b


(63)

Lampiran 3. Deskripsi Varietas Kedelai

Varietas Burangrang Sinabung Kaba Anjasmoro Sibayak

Kategori Varietas unggul nasional

Tahun 2001 2001

Tetua Silang ganda 16 tetua silang ganda 16 tetua Seleksi massa dari

populasi galur murni

Potensial hasil 2,2-2,03 ton/ha

Nomor galur C1-1-2/KPR-3 MSC 9526-IV-C-4 MSC 9524-IV-C-7 Mansuria 395-49-4 D3577-27

Warna hipokotil Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu

Warna epikotil Hijau Hijau Ungu

Warna daun Hijau tua Hijau tua Hijau Hijau

Warna bulu Coklat kekuningan Coklat Coklat Putih Coklat

Warna bunga Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu

Warna polong masak Coklat Coklat Coklat muda Kuning

Warna kulit biji Coklat Kuning Kuning Kuning

Tipe pertumbuhan Determinate Determinate Determinate Determinate Determinate

Bentuk daun Oblong, ujung runcing Oval Lanceolate

Ukuran daun Lebar Sedang

Perkecambahan 78-76 %

Tinggi tanaman 60-70 cm 66 cm 64 cm 64-68 %

Jumlah cabang 1-2 cabang 2,9-5,6 3-4

Batang utama 12,9-14,8

Umur berbunga 35 hari 35 hari 35 hari 35,7-39,4 hari

Umur masak 80-82 hari 88 hari 85 hari 82,5-92 hari

Berat 100 biji 17 gram 10,68 gram 10,37 gram 14,8-15,3 gram 12,5 gram

Kandungan protein 39 % 46 % 44 % 41,78-42,05 % 44,6 %

Kandungan lemak 20 % 13 % 14 % 17,12-18,60 % 13 %

Ketahanan kerebahan Tahan Tahan Tahan Tahan

Ketahanan karat daun Toleran sedang sedang Sedang Moderat

Ketahanan pecah polong Tahan Tahan


(1)

Lampiran 37. Data Pengamatan Bobot Biji per Plot (g)

Perlakuan

Blok

Total

Rataan

I

II

III

G0V1

162.30

136.40

138.80

437.50

145.83

G0V2

187.30

211.80

176.50

575.60

191.87

G0V3

175.30

175.00

170.80

521.10

173.70

G0V4

194.90

166.90

155.80

517.60

172.53

G0V5

176.30

354.10

204.20

734.60

244.87

G1V1

183.00

156.90

122.30

462.20

154.07

G1V2

198.20

146.30

136.00

480.50

160.17

G1V3

157.50

140.00

145.80

443.30

147.77

G1V4

195.10

185.90

104.00

485.00

161.67

G1V5

215.70

235.10

184.90

635.70

211.90

G2V1

109.60

129.20

97.80

336.60

112.20

G2V2

96.80

140.50

117.70

355.00

118.33

G2V3

138.40

111.40

122.80

372.60

124.20

G2V4

139.60

118.50

120.50

378.60

126.20

G2V5

154.50

206.50

78.80

439.80

146.60

Total

2484.50

2614.50

2076.70

7175.70

Rataan

165.63

174.30

138.45

159.46

Lampiran 38. Sidik Ragam Bobot Biji per Plot

Sumber

db

JK

KT

Fhit

F.05

Blok

2

10498.44

5249.22

6.09

6.94

Genangan

(G)

2

28546.39

14273.19

16.55

6.94

error a

4

3449.88

862.47

Varietas (V)

4

21472.36

5368.09

4.75

2.78

G x V

8

4775.64

596.96

0.53

2.36

error b

24

27120.20

1130.01

Total

44

95862.91

Keterangan :

FK

= 1144237.12

KK (a) =18.42 %

KK (b) = 21.08 %

*

= nyata

tn

= tidak nyata


(2)

Lampiran 39. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g)

Perlakuan

Blok

Total

Rataan

I

II

III

G0V1

13.70

12.80

13.70

40.20

13.40

G0V2

10.40

9.70

9.00

29.10

9.70

G0V3

10.20

10.80

13.20

34.20

11.40

G0V4

15.70

14.30

11.90

41.90

13.97

G0V5

9.80

10.80

11.10

31.70

10.57

G1V1

13.60

9.40

14.70

37.70

12.57

G1V2

10.40

13.70

9.80

33.90

11.30

G1V3

10.40

13.90

9.30

33.60

11.20

G1V4

14.60

10.50

14.10

39.20

13.07

G1V5

10.00

9.00

8.70

27.70

9.23

G2V1

15.10

12.30

9.00

36.40

12.13

G2V2

12.20

12.80

11.10

36.10

12.03

G2V3

10.30

9.40

9.90

29.60

9.87

G2V4

15.80

15.30

16.50

47.60

15.87

G2V5

9.70

11.30

9.40

30.40

10.13

Total

181.90

176.00

171.40

529.30

Rataan

12.13

11.73

11.43

11.76

Lampiran 40. Sidik Ragam Bobot 100 Biji

Sumber

db

JK

KT

Fhit

F.05

Blok

2

3.69

1.85

2.61

6.94

Genangan

(G)

2

2.18

1.09

1.54

6.94

error a

4

2.83

0.71

Varietas (V)

4

107.57

26.89

8.21

2.78

G x V

8

28.06

3.51

1.07

2.36

error b

24

78.64

3.28

Total

44

222.97

Keterangan :

FK

= 6225.74

KK (a) = 7.16 %

KK (b) = 15.39 %

*

= nyata

tn

= tidak nyata


(3)

Lampiran 41. Rangkuman Uji Beda Rataan Parameter pada Perlakuan Genangan dan Varietas

Peubah Amatan

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

Genangan

G0 169,11 277,81 a 413,05 a 614,56 a 38,67 27,43 a 6,60 a 4,60 a 1,19 a 42,33 55,27 92,45 4,40 94,43 11,45 16,62 ab 185,76 a 11,81

G1 161,97 261,08 a 369,55 a 553,24 a 37,53 18,23 ab 5,60 a 3,23 b 1,21 a 46,43 58,87 94,33 5,12 94,23 8,22 17,75 a 167,11 a 11,47

G2 157,34 214,80 b 285,23 b 409,64 b 36,49 9,20 b 3,01 b 1,77 b 0,45 b 28,77 37,87 95,08 4,72 75,97 13,87 13,10 b 125,51 b 12,01

Varietas

V1 100,37 146,09 b 211,63 ab 315,75 ab 38,33 21,83 7,13 3,89 1,18 48,61 a 58,56 a 93,75 4,17 a 75,50 b 12,19 15,33 137,37 b 12,70 ab

v2 89,35 147,24 b 208,78 b 309,03 ab 37,81 20,06 5,55 3,11 0,83 37,78 b 50,89 ab 93,72 5,06 ab 80,86 b 8,06 14,24 156,49 ab 11,01 b

V3 94,32 154,00 ab 219,31 ab 327,21 a 37,91 19,28 5,36 3,50 1,13 42,33 ab 53,22 ab 93,58 4,81 ab 78,31 b 9,11 13,77 148,56 b 10,82 b

V4 107,23 170,87 a 242,97 a 349,08 a 38,43 14,22 3,55 2,94 0,87 43,50 ab 57,06 a 90,72 3,67 b 80,50 b 10,86 17,78 153,47 b 14,30 a

V5 97,15 135,50 b 185,14 b 276,37 b 35,33 16,06 3,77 2,56 0,74 23,67 c 33,61 b 98,00 6,08 a 125,89 a 15,67 17,99 201,12 a 9,98 b

Interaksi G x V

G0V1 11,04 17,76 26,87 40,02 38,44 28,83 5,87 4,83 1,60 50,00 57,33 93,17 4,00 69,08 12,50 13,81 145,83 13,40

G0V2 11,22 19,15 28,78 41,82 37,61 33,17 8,87 4,50 0,97 39,50 56,17 92,42 4,33 89,75 8,50 15,79 191,87 9,70

G0V3 10,74 18,18 27,08 42,39 38,06 27,00 6,17 5,00 1,42 45,83 50,33 92,50 5,00 90,08 10,50 15,09 173,70 11,40

G0V4 12,61 20,53 31,56 45,47 39,11 23,67 6,45 5,33 1,12 47,33 68,17 86,17 2,75 84,08 10,58 19,08 172,53 13,97

G0V5 10,77 16,98 23,40 35,15 40,11 24,50 5,65 3,33 0,85 29,00 44,33 98,00 5,92 139,17 15,17 19,35 244,87 10,57

G1V1 11,03 17,09 25,23 37,63 37,22 22,50 8,52 4,17 1,47 60,33 70,50 92,75 4,50 97,00 9,67 19,83 154,07 12,57

G1V2 8,79 15,78 21,90 34,04 38,00 16,00 4,82 3,17 1,23 48,00 59,50 94,25 5,83 77,25 5,17 15,24 160,17 11,30

G1V3 11,21 18,68 26,84 39,73 37,61 22,33 7,53 4,00 1,52 55,50 75,50 93,75 4,75 74,00 7,33 14,19 147,77 11,20

G1V4 11,31 19,56 27,12 39,79 38,56 10,33 2,57 1,67 0,72 39,17 49,67 92,92 4,42 90,17 8,17 19,21 161,67 13,07

G1V5 11,64 15,91 22,09 33,22 35,78 20,00 4,57 3,17 1,10 29,17 39,17 98,00 6,08 132,75 10,75 20,29 211,90 9,23

G2V1 11,38 13,84 18,45 27,59 38,83 14,17 7,02 2,67 0,47 35,50 47,83 95,33 4,00 60,42 14,43 12,36 112,20 12,13

G2V2 9,77 14,14 18,91 27,15 37,83 11,00 2,97 1,67 0,03 25,83 37,00 94,50 5,00 75,58 10,50 11,69 118,33 12,03


(4)

Lampiran 42. Gambar Lahan Penelitian


(5)

Lampiran 44. Gambar Polong Setiap Varietas

Varietas Burangrang

Varietas Sinabung

Varietas Kaba

Varietas Anjasmoro


(6)