Studi Karakteristik Fisik Estuari Sungai Deli

(1)

STUDI KARAKTERISTIK FISIK

ESTUARI SUNGAI DELI

TUGAS AKHIR

diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doctum Sarjana Teknik Sipil

dikerjakan oleh :

050404030

M. Iqbal Hanafi

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Estuari sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitar atau lingkungannya. Perubahan-perubahan yang terjadi karena faktor alam maupun akibat manusia sendiri menyebabkan tidak maksimalnya fungsi estuari yang seharusnya. Pemodelan yang dibuat akan menampilkan beberapa catatan yang dapat memberikan jawaban tentang model yang baik, dimana seharusnya tetap dimiliki oleh suatu kawasan estuari itu sendiri. Sehingga tetap terjalin keserasian terhadap ekosistem yang hidup dalam estuari maupun disekitarnya.

Dalam tugas akhir ini, melalui simulasi komputer penulis akan menampilkan pemodelan terhadap suatu kawasan estuari. Dimana pemodelan tersebut meliputi bathymetri, Tides, Currents serta temperature and salinity yang dimiliki oleh kawasan estuari tersebut. Dalam tugas akhir ini selain pemodelan dengan menggunakan Microsoft Office Excel, penulis juga menggunakan bahasa pemrograman Matlab. Dengan mengetahui perubahan yang terjadi kawasan estuarii tersebut maka kemudian masalah-masalah yang muncul bisa ditanggulangi melalui usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk melindungi dan menjaga kelestarian estuari tersebut.


(3)

Halam an KATA PENGANTAR i ABSTRAK iii DAFTAR ISI iv DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL vii

BAB. I. PENDAHULUAN

I.1.Umum 1

I.2. Latar belakang masalah 2

I.3. Rumusan permasalahan 4

I.4. Tinjauan Umum 5

I.4.1. Pola pencampuran air laut dan air tawar pada estuari 6

I.4.2. Fungsi ekologis estuari 7

I.5. Karakteristik Fisik Estuari 8

I.5.1. Salinitas 8

I.5.2. Substrat 9

I.5.3. Suhu 10

I.5.4. Aksi Ombak dan Arus 10

I.5.5. Kekeruhan 10

I.5.6. Oksigen 11

I.6. Ruang Lingkup dan Metodologi 11


(4)

I.7. Tinjauan Khusus 13

I.7.1. Pemodelan Estuari 13 I.7.1.1. Bathymetri 13 I.7.1.2. Tides 13 I.7.1.3. Currents 13

I.7.1.4.Temperature and Salinity 14

I.8. Tujuan dan Sasaran 14

I.9. Sistematika Penulisan 16

I.10. Data Hasil Survey 17

I.11. Pengolahan Data 17

BAB. II. STUDI LITERATUR

II.1. Jenis dan Tipe estuari 21

II.1.1. Berdasarkan Bentuk Geomorfologinya 21

II.1.2. Berdasarkan Pola Sirkulasi 22

II.2. Pemodelan Estuari Sungai Deli 24

II.2.1. Pemodelan Bathymetri 24

II.2.1.1. Penentuan Bathymetri 24

II.2.1.2. Pemetaan Lebar dan Kedalaman 31

II.2.1.3. Lebar dan Kedalaman sebagai Fungsi Jarak 32

II.2.2. Pemodelan Tides 34

II.2.2.1. Teori Kesetimbangan Pasang Surut 38

II.2.2.2. Teori Pasut Dinamik 39


(5)

II.2.2.3. Faktor Penyebab Pasang Surut 41

II.2.2.4. Variasi Pasang Surut 43

II.2.3. Pemodelan Currents 48

II.2.3.1. Faktor Penyebab Terjadi Arus 49

II.2.4. Pemodelan Temperature & Salinity 52

II.2.4.1. Salinitas 53

II.2.4.2. Temperatur 58

BAB. III. GAMBARAN LOKASI ESTUARI SUNGAI DELI III.1. Gambaran Umum Kawasan Estuari Sungai Deli 61

III.1.1. Lokasi Muara Sungai Deli 61

III.1.2. Lokasi Pengamatan Estuari Sungai Deli 63

III.2. Hidro-Oseanografi 69

III.3. Kondisi Klimatologi 74

BAB. IV. PEMODELAN DAN ANALISA

IV.1. Analisa Estuari 76

IV.1.1. Pemodelan Bathymetri 80

IV.1.2. Pemodelan Tides 87

IV.1.3. Pemodelan Current 91

IV.1.3. Pemodelan Temperature & Salinity 95

IV.2. Hasil Pemodelan Estuari Sungai Deli 101

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan


(6)

V.2. Saran 113

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN I Perhitungan Pasang Surut dengan admiralty

LAMPIRAN II Perhitungan Regresi koefisien a dan b dengan Matlab

DAFTAR GAMBAR

Halam

an Gambar 1.1. Foto Satelit Kawasan Estuari Sungai Deli

5

Gambar 1.2. Teluk Buatan Estuari dari Sungai Deli.

17

Gambar 2.1 Bentuk Dasar Laut (stewart,2006) 26

Gambar 2.2 Grafik Hasil data Survey 34

Gambar 2.3.Distribusi Perubahan Gaya Lonjakan Pasang Surut 36


(7)

Gambar 2.4.Perubahan pasang surut 37

Gambar 2.5.Pola 51

Gambar 2.6 . Struktur molekul dari Air

53 Gambar 2.7 . Penyebaran kadar garam di laut dunia 55

Gambar.3.1. Peta Sungai Deli melalui satelit. 62

Gambar.3.2. Lokasi Simpang Titi 64

Gambar.3.3. Lokasi titik tinjau B. 65

Gambar.3.4. Lokasi titik tinjau C. 66

Gambar.3.5. Lokasi titik tinjau D, E, F, dan G. 67

Gambar.3.6. Lokasi titik tinjau H. 68

Gambar.3.7. Lokasi titik tinjau I, merupakan titik temu antara 3 aliran. 68

Gambar.3.8. Grafik Survey Pasang Surut. 71


(8)

Gambar 4.1. Grafik Data Pemodelan Lebar Pada Kawasan Estuari 78

Gambar 4.2 Grafik Data Pemodelan Kedalaman Kawasan Estuari 80

Gambar 4.3 Grafik Hasil Data Pemodelan pada Kawasan Estuari Sungai Deli. 85

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Pasut dengan Pemodelan Estuari Sungai Deli. 86

Gambar 4.5.Grafik Gelombang Pasang Surut 91

Gambar 4.6. Grafik Pengaruh kecepatan Aliran, Total Aliran & M4 94

Gambar 4.7. Grafik Pengaruh Perubahan Ketinggian Air Laut & M4 94

Gambar 4.8. Grafik Nilai Distribusi dari Gauss dengan trial error 96

Gambar 4.9. Grafik Temperatur Gauss pada Estuari Sungai Deli 98

Gambar 4.10. Grafik Temperatur pada Estuari Sungai Deli. 99

Gambar 4.11. Grafik metode Gauss Estuari Sungai Deli 100


(9)

Gambar 4.12. Perbandingan Pemodelan Estuari Sungai Deli pada Excel 102

Gambar 4.13. Grafik Hasil Perbandingan Pemodelan Estuari Sungai Deli 103

Gambar 4.14. Hasil Data Survey Estuari Sungai Deli 104

Gambar 4.15. Hasil Pemodelan Estuari Sungai Deli 105

Gambar 4.16. Grafik spring-neaps Hasil Pemodelan Estuari Sungai Deli 110


(10)

Halam

an Tabel 1.1 Data hasil Survey Lapangan

17

Tabel 1.2 Schedule pengolahan data 19

Tabel 2.1 Nilai Data Lebar Hasil Survey 34

Tabel 2.2.Komponen Pasang Surut 42

Tabel 2.3.Pengelompokan Tipe Pasut 47

Tabel 2.4.Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut 54

Tabel 3.1.Hasil Survey 69

Tabel 3.2. Banyak Hari Hujan dan Curah Hujan 70

Tabel 3.3. Komponen Pasang Surut Sungai Deli 71

Tabel 3.4. Elevasi Muka Air Penting Sungai Deli 72


(11)

Tabel 3.5. Banyak Hari Hujan dan Curah hujan 74

Tabel 3.6. Data kecepatan arus 75

Tabel 4.1. Perhitungan Lebar Estuari Dengan Metode Trial Error 77

Tabel 4.2. Perhitungan Kedalaman Estuari Dengan Metode Trial Error 79

Tabel 4.3. Perhitungan Pemodelan Lebar Estuari Dengan Rumus Wright et.al. 83

Tabel 4.4. Perhitungan Pemodelan Kedalaman Estuari Dengan Pers Wright et.al. 83

Tabel 4.5. Perhitungan Pemodelan cross-section Estuari Sungai Deli. 84

Tabel 4.6. Perhitungan Lebar dan Kedalaman Estuari Sungai Deli. 85

Tabel 4.7. Perhitungan Bilangan Normal Dengan Distribusi Gauss 96

Tabel 4.8. Perhitungan longitudinal temperature 97

Tabel 4.9. Perhitungan longitudinal Salinitas dengan Metode Gauss 99


(12)

Tabel 4.10. spring-neaps sungai deli 106

Tabel 5.1. Perhitungan Komponen Pasang Surut pada Estuari Sungai Deli. 112

Tabel 5.2. Perhitungan Perbandingan Lebar dan Kedalaman Estuari Sungai Deli. 112


(13)

Estuari sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitar atau lingkungannya. Perubahan-perubahan yang terjadi karena faktor alam maupun akibat manusia sendiri menyebabkan tidak maksimalnya fungsi estuari yang seharusnya. Pemodelan yang dibuat akan menampilkan beberapa catatan yang dapat memberikan jawaban tentang model yang baik, dimana seharusnya tetap dimiliki oleh suatu kawasan estuari itu sendiri. Sehingga tetap terjalin keserasian terhadap ekosistem yang hidup dalam estuari maupun disekitarnya.

Dalam tugas akhir ini, melalui simulasi komputer penulis akan menampilkan pemodelan terhadap suatu kawasan estuari. Dimana pemodelan tersebut meliputi bathymetri, Tides, Currents serta temperature and salinity yang dimiliki oleh kawasan estuari tersebut. Dalam tugas akhir ini selain pemodelan dengan menggunakan Microsoft Office Excel, penulis juga menggunakan bahasa pemrograman Matlab. Dengan mengetahui perubahan yang terjadi kawasan estuarii tersebut maka kemudian masalah-masalah yang muncul bisa ditanggulangi melalui usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk melindungi dan menjaga kelestarian estuari tersebut.


(14)

PENDAHULUAN

I.1. Umum

Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar didunia. Memiliki laut-laut yang banyak menghasilkan sumber daya dan kekayaan alam. Laut yang mengelilingi pulau-pulau di Indonesia membuat banyak terbentuknya sungai-sungai dan anak-anak sungai di masing-masing pulau yang ada. Menurut data saja tersebutkan 232 sungai yang berada di seluruh Indonesia. Setiap propinsinya memiliki kurang lebih 30 sungai dan anak sungai terutama di Sumatera Utara. Propinsi yang terletak pada 1°-4° LU 98°– 100° BT memiliki 29 kabupaten dengan luas keseluruhan mencapai 72.066,81 km². Populasi penduduknya pun tak kurang dari 11.490.453 (2005) dengan topografi daerah yang umumnya terdiri dari dataran rendah pada pantai di bagian Timur, berbukit-bukit dan pegunungan pada bagian tengah dan barat.

Dalam hal ini diambil lokasi investigasi di salah satu sungai yang mengalir di kota Medan hingga bermuara di kawasan Medan Belawan. Ialah Sungai Deli, sungai yang sekarang ini dikatakan paling terkontaminasi dikota Medan. Banyak faktor yang mendukung untuk mengambil lokasi ini, untuk itu pemodelan ini nantinya akan berupa perbandingan antara pemodelan dengan keadaan sebenarnya. Serta adanya sungai buatan juga mempengaruhi keadaan ekosistem dari kawasan estuari itu sendiri.

Sungai Deli sekarang telah berubah fungsi, baik secara fisik dan non fisik. Saat ini saja luas hutan di hulu Sungai Deli tinggal 3.655 hektar, atau tinggal 7,59


(15)

persen dari 48.162 hektar areal DAS Deli. Padahal, dengan luas 48.162 hektar, panjang 71, dari luas DAS. Dimana muaranya terletak di kota Medan bagian Belawan. Disepanjang muara terdapat satu kawasan transisi yang biasa kita sebut dengan estuari. Lokasi inilah yang akan dimodelkan secara teoritis yang dikemas dalam satu program Microsoft Excel.

I.2. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki perairan yang sangat luas dan garis pantai terpanjang kedua di dunia, menghasilkan fenomena karakteristik muara yang sangat menarik untuk dikaji lebih dalam lagi.

Pengetahuan mengenai karakteristik fisik suatu kawasan estuari sangat berguna untuk berbagai keperluan, mulai dari masalah navigasi, hidrografi sampai ke perencanaan bangunan laut ataupun pantai. Pemodelan dengan menggunakan metode program Microsoft Excel, khususnya pemodelan estuari merupakan hal yang penting sekali untuk diketahui. Dengan menggunakan program Microsoft excel diharapkan dapat memberikan hasil pemodelan muara yang baik.

Untuk mengkaji lebih dalam mengenai kawasan estuari, perlu dilakukan analisis lebih lanjut dari data-data yang diperoleh dari hasil survey. Salah satunya adalah metode pasang surut yang dianalisis dengan menggunakan metode admiralty. Juga didukung dengan metode Gauss dalam menentkan beberapa variabel penting. Hal ini akan memberikan kontribusi terhadap Microsoft excel


(16)

sebagai program dasar pemodelan ini. Dengan harapan dapat memberikan pengetahuan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu kawasan estuari.

Perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembentukan estuari itu sendiri, telah mengakibatkan banyak pengaruh yang langsung berdampak pada bentuk dari muara itu sendiri. Revolusi ini terjadi diakibatkan dari pengaruh ribuan tahun yang lalu jauh sebelum zaman es terjadi. Ini merupakan fenomena alam yang terus berkembang sampai sekarang ini. Pemanasan global mengakibatkan kawasan kutub mencair dan menyebabkan naiknya permukaan air laut. Dengan kata lain, hal ini mengakibatkan erosi pada pesisir pantai serta perubahan bentuk dan struktur daratan yang ada.

Gambar 1.1. Foto Satelit Kawasan Pemodelan Estuari Sungai Deli

I.3. Maksud dan Tujuan

Secara umum estuari merupakan kawasan transisi, disini terdapat penggabungan antara air tawar(freshwater) dengan air laut(sea-water). Perairan


(17)

estuari secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri.

Aktifitas yang ada dalam rangka memanfaatkan potensi yang terkandung di wilayah pesisir, seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan sumberdaya tersebut justru menurunkan atau merusak potensi yang ada. Hal ini karena aktifitas-aktifitas tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir, melalui perubahan lingkungan di wilayah tersebut.

Adapun tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah:

1. Memperoleh sifat dan karakteristik fisik, terutama tipe pasang surut, aliran, suhu dan kadar garam di kawasan Estuari Sungai Deli sehingga dapat digunakan sebagai referensi bagi kegiatan pembangunan daerah pantai di kawasan tersebut.

2. Menjelaskan perbandingan antara model keadaan sebenarnya dengan pemodelan yang dibuat, sehingga nantinya dapat memberikan solusi untuk keadaan yang baik bagi estuari Sungai Deli tersebut.

Oleh karena itu perlu diadakannya pemeliharaan estuari untuk beberapa tahun kedepan. Demi melestarikan kelangsungan hidup habitatnya maupun manusia itu sendiri. Begitu juga dengan perkembangan pembangunan sekitar muara, hal ini merupakan salah satu masalah vital dalam perkembangan pembangunan infrastruktur pelabuhan.


(18)

I.4. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas dibatasi cakupan / ruang lingkupnya agar tidak terlalu luas. Permasalahan yang akan dibahas hanya meliputi pemodelan sederhana estuari pada muara Sungai Deli Sumatera Utara.

Pemodelan ini difokuskan untuk membandingkan karakteristik fisik Estuari Sungai Deli antara keadaan sebenarnya dengan pemodelan perhitungan yang menggunakan program Microsoft Excel, antara lain meliputi :

Pemodelan Bathymetri

Pemodelan Pasang-Surut (tides)

Pemodelan Arus (currents)

Pemodelan Temperatur dan Salinitas

Dengan data yang digunakan adalah data survey yang telah dilakukan selama 14 hari dari tanggal 11 s/d 25 Februari 2010.

I.5. Metodologi Penulisan

Adapun metode penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah

1. Studi pustaka / literatur

Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data – data dan informasi dari buku, serta jurnal – jurnal yang mempunyai relevansi dengan bahasan dalam tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. 2. Studi lapangan


(19)

a. Pengambilan data sekunder

Dilakukan pengumpulan data – data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait di daerah penelitian serta jurnal-jurnal yang mendukung.

b. Pengambilan data primer

Data ini diperoleh dengan mengadakan survey dilokasi pengamatan.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan dan kepustakaan yang bersesuaian dengan pokok bahasan, disusun secara sitematis dan logis dan dilakukan korelasi sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang akan dibahas dalam tugas akhir ini.

4. Analisa Data

Analisa data akan langsung dihitung dengan pemodelan program microsoft excel. Dengan analisis ini akan diperoleh nilai-nilai dari besaran pasang surut, pemodelan kedalaman dan lebar, kecepatan arus, hingga suhu dan jumlah salinitas yang ada pada kawasan tersebut.

5. Penulisan laporan tugas akhir

Seluruh data dan hasil pengolahannya akan disajikan dalam satu laporan yang telah disusun sedemikian rupa hingga berbentuk sebuah laporan Tugas Akhir.


(20)

Bab I Pendahuluan, yang berisikan penjelasan tentang estuari melalui pandangan secara umum serta tjuan yang hendak dicapai, ruang lingkup dan metodologi dalam penulisan tugas akhir ini.

Bab II studi literatur yang menguraikan karakteristik estuari, serta menjabarkan tentang model yang digunakan.

Bab III gambaran lokasi, menjelaskan tentang kondisi estuari Sungai Deli secara umum.

Bab IV hasil pemodelan dan analisa, memaparkan hasil pemodelan yang dilakukan untuk muara Sungai Deli. Serta analisa tentang pemodelan tersebut diuraikan pula dalam bab ini. Kemudian dari data-data tersebut dianalisa menggunakan metode perhitungan yang akan dilakukan dengan program Microsoft Excel.

Bab V kesimpulan dan saran, berisikan rangkuman dari hasil simulasi dan analisa yang dilakukan, serta berisi saran-saran untuk penelitian lebih lanjut.

1.7. Data Hasil Survey

Berikut ini merupakan data hasil survey pertama yang dilakukan pada peentuan titik pengamatan dan titik pengamtan pasang surut.

Tabel 1.1 Data Hasil Survei Lapangan dan Foto Satelit Kawasan Pengamatan Estuari Sungai Deli.

Jarak Titik Koordinat salinitas lebar suhu kedalaman Kondisi Sungai

X(UTM) Y(UTM) Z(UTM) Waktu (ppt) (m) (฀C) (m) Erosi Sedimentasi Struktur Sepadan

0 A 464043 415007 ± 9 10.15 wib 0 52.17 26 3.4 ada ada ada Rmh Penduduk 500 B 464493 415199 ± 10 10.22 wib 0 55.54 25.3 3.2 ada ada ada Rmh Penduduk 1000 C 464875 415454 ± 11 10.39 wib 0.001 49.87 23 3.7 ada ada ada Rmh Penduduk 1500 D 465263 415666 ± 12 10.53 wib 0.02 55.78 21 4.5 ada ada Tiada Hutan


(21)

2000 E 465700 415852 ± 13 11.01 wib 0.043 56.93 22 3.9 ada ada Tiada Gudang Ikan 2500 F 466122 415883 ± 14 11.12 wib 0.055 63.06 21 4.1 ada ada Tiada Hutan 3000 G 466513 416085 ± 15 11.21 wib 0.233 84.14 20 4.3 ada ada Tiada Gudang Ikan 3500 H 466996 416317 ± 16 11.38 wib 0.963 284 20 6.2 ada ada Tiada Hutan 4000 I 467249 416570 ± 17 11.51 wib 12 277 20 9.1 ada ada Tiada Rmh Penduduk

Gambar 1.2 Pengerukan sungai seruai untuk kebutuhan industri dinilai sangat mengganggu dari fungsi Estuari Sungai Deli.

I.8. Pengolahan Data

Setelah survey dilakukan akan diperoleh data-data lapangan yang menunjukkan kondisi sebenarnya dari kawasan estuari sungai deli. Yang mana data-data tersebut menggambarkan bagaimana bentuk estuari dari sungai deli dalam penyajian grafik.

Selain survey pengukuran topografi, pengukuran arus juga ditekankan dalam setiap pemodelan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan besaran kecepatan dan arah arus. Hal ini sangat berguna dalam penentuan sifat dinamika perairan lokal. Titik lokasi dari survei pengukuran arus ini disesuaikan dengan kondisi oceanography lokal, dimana arus mempunyai pengaruh yang sangat penting.


(22)

Untuk mempermudah pengerjaan tugas akhir ini, disusun schedule kegiatan untuk pengolahan data pemodelan estuari. Tabel dibawah ini akan memaparkan waktu pengerjaan, rumus-rumus yang akan digunakan, serta hasil yang diperoleh dari perhitungan data-data tersebut. Sehingga dalam setiap pengerjaan model akan jelas arah dan tujuannya.

Tabel 1.2. Schedule pengolahan data-data lapangan.

Tanggal Model Estuari Keterangan Hasil

05 Mar s/d 22 Mar

2010

I. Bathymetri Data yang digunakan : - Peta lokasi

- Lebar tiap titik Formula :

Wx=Woe(-ax/L) Wright et al.(1973) - Kedalaman tiap titik Formula :

Dx=Doe(-bx/L) Wright et al.(1973)

- Data lebar dan kedalaman tiap titik pengamatan - Cross-section, semuanya nanti kemudian akan di plot ke bentuk grafik. 01 Apr s/d 18 Apr 2010 II. Tides (pasang surut)

Data yang digunakan :

- Nilai pasang surut di

sepanjang kawasan pengamatan.

- Tinggi lonjakan air pasang saat periode waktu rotasi bulan mengelilingi matahari (S2) Formula :

- Lonjakan air pasang saat periode waktu rotasi bulan mengelilingi bumi (M2) Formula :

- M4 Formula :

- Aplikasi data kedalam grafik - Mengetahui lokasi dan keadaan muara maupun sekitar kawasan estuari terhadap pengaruh pasang surut. - Besarnya pasang penuh dan pasang perbani pada setiap titik pengamatan.


(23)

Pugh (2004) 22 Mei s/d 12 Jun 2010 III. Currents (Aliran)

Data yang digunakan :

- Jarak antara tiap titik pengamatan

- Besar volume air menuju hulu per titik pengamatan

Formula :

- Pasang surut Flow Formula :

- Pemodelan perubahan volume aliran di tiap-tiap titik pengamatan menuju hulu. - Grafik dan nilai

aliran pasang surut yang terjadi.

- Debit aliran

pada tiap titik pengamatan. 12 Jun s/d 20 Jun 2010 IV. Temperature and Salinity (Suhu dan kadar garam)

Data yang digunakan :

- Diambil dari fungsi Gaussian

- Nilai salinitas tiap titik tinjau yang diperoleh dari survei Formula :

- Nilai suhu dari kawasan estuari yang diperoleh dari survey yang dilakukan.

Formula :

- Hasil

perhitungan suhu dan kadar garam dalam grafik - Menunjukkan grafik daribilangan gauss, yang mempengaruhi baik atau tidaknya suhu dan kadar garam estuari tersebut

*semua formula akan dijabarkan lebih detail untuk Microsoft excel pada bab IV

Agar lebih mempermudah untuk mengerti tujuan yang hendak dicapai, maka studi pemodelan ini akan dijabarkan didalam satu buah framework berikut ini :


(24)

Tabel 1.3. Framework pemodelan data-data lapangan.

Hal MODEL

Bathymetri Pasang surut Arus Temperatur

&salinitas V ar ia be l ya ng di guna ka n

Data Survey : Lebar Kedalaman Koefisien lebar & kedalaman a b

Data Pasang surut dari survey komponen Utama Pasang surut Penentuan formzall untuk tipe pasut SMM₄ Pengaruh Pasang surut Perubahan

kedalaman dari data pasang surut. Debit rata-rata Cross-section tiap titik

Jarak dan luas penampang

Data survey : temperatur Salinitas Koefisien nilai σ untuk pers.gauss M et ode ya ng di guna ka n Lebar Wx=Woe(-ax/L)

Kedalaman Dx=Doe(-bx/L)

Koefisien lebar & kedalaman Triall Error

Metode Admiralty Total

aliran=kec.aliran-aliran pada titik x Jarak /titik dikalikan Luas penampang titik menghasilkan volume upstream dari kawasan tersebut. Metode Gaussian Triall Error


(25)

H as il ya ng di pe rol eh Perbandingan kedalaman & lebar Estuari antara data survey dengan data hasil

pemodelan yang

menggunakan variabel a & b. Cross-section dari sepanjang kawasan estuari yang diamati. Grafik Pasang surut Perubahan kedalaman tiap jam akibat pengaruh S₂, M₂, dan M₄

Naik turunnya muka air pada saat pasang dan surut

Kec aliran (m/s) Volume Upstream m³x10⁶

Total aliran (m/s)

Nilai

temperature dan salinitas pada tiap titik Perbandingan temperature dan Salinitas pada tiap2 titiknya Grafik perbandingan salinitas dan temperature antara pemodelan dan Hasil survey

Perhitungan pengaruh banjir dengan rentang waktu 5 tahun dengan menggunakan metode hasper-Log person III.

BAB II


(26)

II.1. Pengertian Estuari

Estuari adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Contoh dari estuari adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang-surut.

Estuari merupakan bagian dari lingkungan perairan yakni daerah percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, tetapi terlindung dari pengaruh gelombang laut (Kasim, 2005). Menurut Bengen, 2002 dan Pritchard, 1976 dalam Tiwow (2003), estuari adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar.

Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi, antara lain:

1. Tempat bertemunya arus air tawar dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya; 2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika

lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut;


(27)

3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya; dan

4. Tingkat kadar garam di daerah estuari tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuari tersebut.

II.1.1. Pola pencampuran air laut dan air tawar pada estuari

Pencampuran air laut dan air tawar mempunyai pola pencampuran yang khusus. Berdasarkan pola percampuran air laut, secara umum terdapat 3 model estuari yang sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi , kedalaman dan pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan sangat berbeda khususnya yang bersumber dari air sungai (Kasim, 2005). Berikut ini adalah pola pencampuran air tawar :

1. Pola dengan dominasi air laut (Salt wedge estuari) yang ditandai dengan desakan dari air laut pada lapisan bawah permukaan air saat terjadi pertemuan antara air sungai dan air laut. Salinitas air dari estuari ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan salinitas yang lebih rendah di banding lapisan bawah yang lebih tinggi.

2. Pola percampuran merata antara air laut dan air sungai (well mixed estuari). Pola ini ditandai dengan pencampuran yang merata antara air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi secara vertikal, tetapi stratifikasinya dapat secara horizontal yang derajat salinitasnya akan meningkat pada daerah dekat laut.


(28)

4. Pola dominasi air laut dan pola percampuran merata atau pola percampuran tidak merata (Partially mixed estuari). Pola ini akan sangat labil atau sangat tergantung pada desakan air sungai dan air laut. Pada pola ini terjadi percampuran air laut yang tidak merata sehingga hampir tidak terbentuk stratifikasi salinitas baik itu secara horizontal maupun secara vertikal.

4. Pada beberapa daerah estuari yang mempunyai topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri yang lebih unik. Pola ini cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut mempunyai topografi dengan bentukan yang menonjol membetuk semacam lekukan pada dasar estuari. Tonjolan permukaan yang mencuat ini dapat menstagnankan lapisan air pada dasar perairan sehingga, terjadi stratifikasi salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat turbulensi dasar yang hingga salinitas dasar perairan cenderung tetap dengan salinitas yang lebih tinggi.

II.2. Rumusan Permasalahan

Dalam penulisan tugas akhir ini nantinya akan mengkombinasikan beberapa teori dan rumus empiris sehingga dapat memberikan hasil yang akan kita jadikan perbandingan dari keadaan estuari secara langsung dari apa yang kita ketahui dengan keadaan estuari itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya. Serta dapat dijadikan acuan untuk dipergunakan dalam hal membangun dan mengembangkan serta melestarikan kawasan estuari tersebut, yang mana


(29)

memberikan dampak yang lebih baik bagi semua hal yang berkaitan dengan estuari tersebut. Baik bagi ekosistem sekitar estuari maupun lingkungan daerah di sepanjang kawasan muara estuari.

Banyak kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat mengolah data-data yang ada. Salah satunya adalah survey langsung ke lokasi muara/kawasan estuari Sungai Deli. Yakni dimulai dari Simpang Titi Belawan (A), sampai di kawasan muara perumahan nelayan(I) yang letaknya dekat dengan pelabuhan Belawan (gbr.11). Survei adalah kegiatan awal yang harus dilakukan, dalam hal pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk pemodelan estuari. Hal yang ditinjau antara lain adalah pengaruh pasang surut, aliran, dan keadaan topografi yang ada di kawasan estuari Sungai Deli.

II.3. Jenis / Tipe Estuari.

Banyak sekali jenis atau macam estuari yang dapat kita jumpai di permukaan bumi ini. Namun pada umumnya hampir tidak sama satu dengan yang lainnya, perbedaan-perbedaan yang ada tersebut merupakan cerminan keanekaragaman jenis, bentuk dan proses terjadinya suatu kawasan muara tersebut. Berikut ini akan dijelaskan pembagian jenis estuari secara garis besar berdasarkan bentuk geomorfologinya dan berdasarkan pola sirkulasi air dan stratifikasi air.

II.3.1. Berdasarkan Bentuk Geomorfologi.

Estuari dapat dikelompokkan atas empat tipe, berdasarkan karakteristik geomorfologinya:


(30)

1. Estuari dataran pesisir : Estuari yang paling umum dijumpai, dimana pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang menggenangi sungai di bagian pantai yang landai.

2. Laguna(Gobah)/teluk semi tertutup : Estuari yang terbentuk oleh adanya beting pasir yang terletak sejajar dengan garis pantai, sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut.

3. Fjords : Merupakan estuari yang dalam,

terbentuk oleh aktivitas glasier yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut.

4. Estuari tektonik : Estuari yang terbentuk akibat aktivitas tektoknik (gempa bumi atau letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang.

II.3.2. Berdasarkan Pola Sirkulasi dan Stratifikasi Air.

Pola sirkulasi dan stratifikasi air di kawasan estuari merupakan salah satu bentuk perbedaan yang cukup menonjol, sehingga kita lebih mudah membedakan


(31)

jenis estuari yang saru dengan yang lainnya. Adapun pembagian estuari berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air adalah sebagai berikut :

1. Estuari berstratifikasi sempurna/nyata : Disebut juga dengan estuari baji garam, dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin. Estuari tipe ini ditemukan di daerah-daerah dimana aliran air tawar dari sungai besar lebih dominan dari pada intrusi air asin dari laut yang dipengaruhi oleh pasang-surut.

2. Estuari berstratifikasi sebagian/parsial : Merupakan tipe yang paling umum dijumpai. Pada estuari ini, aliran air tawar dari sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui arus pasang. Pencampuran air dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh aksi pasang-surut.

3. Estuari campuran sempurna : Sering disebut dengan estuari homogen vertikal. Estuari tipe


(32)

ini dijumpai di lokasi-lokasi dimana arus pasang-surut sangat dominan dan kuat, sehingga air estuari tercampur sempurna dan tidak terdapat stratifikasi.

Pencampuran air laut dan air tawar mempunyai pola pencampuran yang khusus. Berdasarkan pola pencampuran air laut, secara umum terdapat 4 model estuari yang sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi, kedalaman dan pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan sangat berbeda khususnya yang bersumber dari sungai.

II.4. Pemodelan Estuari Sungai Deli

Ada 4 jenis pemodelan yang akan dijelaskan dalam Tugas Akhir ini. Yang nantinya akan dilaksanakan sesuai prosedur, peninjauan, pengolahan data dan pemodelan. Banyak yang perlu kita uraikan dalam setiap pemodelan yang akan dibuat, namun tetap saja akan dibatasi ruang lingkup kerja agar tidak memakan waktu yang lama dalam pengolahan data nantinya.

II.4.1. Pemodelan Bathymetri

Bathymetri adalah bentuk / peta tiga dimensi dari suatu kawasan estuari. Estuari merupakan kawasan bagian muara yang umunya digunakan untuk kegiatan pelayaran dan perkapalan yang selalu di tinjau secara rutin dan berkesinambungan. Peta bathymetri menggambarkan serta memaparkan komponen-komponen pokok estuari seperti kedalaman, kontur dan biasanya lebar


(33)

kawasan menjadi informasi tambahan yang berguna dan berpengaruh terhadap pasang-surut dan arus yang terjadi. Survey bathymetri dilakukan dengan memanfaatkan keadaan estuari sekarang dan teknik-teknik perbaikan posisi dengan pemodelan. Hal ini akan menunjukkan serta membuktikan bahwa, pasang mendominasi muara pada umumnya.

Kerak bumi merupakan lempeng tektonik sehingga pergerakan relatifnya menyebabkan terbentuknya ciri-ciri khusus dasar pembagian bentuk-bentuk dasar

Paparan (shelf) yang dangkal

• Depresi dalam berbagai bentuk (basin, palung)

Berbagai bentuk elevasi berupa punggung (rise, ridge)

• Gunung bawa

Menurut Ilahude (1997), dilihat dari ari segi skala atau besarnya bentuk – bentuk dasar

1. Relief Besar (macro relief)

• Secara vertikal ukurannya bisa sampai ribuan meter.

• Secara horizontal ukurannya bisa mencapai ratusan atau ribuan kilometer.

2. Relief Pertengahan (intermediate relief)

• Secara vertikal berukuran ratusan meter.

• Secara horizontal berukuran puluhan kilometer


(34)

3. Relief Kecil (micro relief)

• Hanya berukuran beberapa cm sampai beberapa meter.

• Umumnya hanya bisa diungkapkan dengan teknik fotografi bawah air.

Gambar 2.1. Bentuk Dasar

Sedangkan menurut Hutabarat (1985) bentuk-bentuk dasar terdiri dari :

Ridge dan Rise

Ini adalah suatu bentuk proses peninggian yang terdapat di atas floor) yang hampir serupa dengan adanya gunung-gunung di daratan

Trench

Bagian terpisah sangat dalam yang terdapat di perbatasan antara benua.


(35)

Daerah yang relatif tebagi rata dari permukaan bumi yang terdapat dibagian sisi yang mengarah ke daratan.

Continetal Island

Beberapa pulau yang menurut sifat geologisnya bagian dari massa tanah daratan benua besar yang kemudian terpisah

Island Arc (kumpulan pulau-pulau)

Kumpulan pulau-pulau seperti indonesia yang mempunyai perbatasan dengan benua

Mid-Oceanic Volcanic Island

Pulau-pulau vulkanik yang terdapat di tengah-tengah lautan. Terdiri dari pulau-pulau kecil, khususnya terdapat di Lautan pasifik

Atol-atol

Daerah yang terdiri dari kumpulan pulau-pulau yang sebagian besar tenggelam di bawah permukaan

Seamout dan guyot

Gunung-gunung berapi yang mucul dari dasar lantai lautan tetapi tidak mencapai permukaan

Keadaan mulut sungai yang meluap hingga menuju ke lautan meliputi sepanjang pantai yang terjadi karena faktor-faktor tertentu. Antara lain yakni yang disebabkan oleh gletser dan juga karena turunnya sebgian daratan yang disebabkan oleh sebab-sebab tektonis. Untuk model ini lebih banyak dipengaruhi dengan apa yang terjadi dialam.


(36)

Pada umumnya ada beberapa cara dalam menentukan suatu bathymetri pada sebuah kawasan. Selain dengan melakukan survey terhadap kawasan pengamatan seperti yang telah dilakukan ada cara-cara lain seperti dibawah ini.

A. Metod

Metode dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu siste siste digunakan untuk penentuan batimetri.Sonar (Sound Navigation And Ranging): Berupa sinya dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau studi lanjut dasar Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, bunyi dalam air menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah keburukan resolusi.


(37)

Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath lantai menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003).

B.

Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana antariksa menghasilkan topografi permukaa permukaan dan ketinggian gelombang.

Inderaja altimetri untuk topografi permukaan dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut S-193. terakhir yang sangat terkenal adalah TOPEX / POSEIDON. adalah (Susilo, 2000).


(38)

bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar mempengaruhi paras yang bervariasi sesuai dengan wilayah. gambaran paras muk terhadap pusat massa bumi. Sistem ketinggia tinggi pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi.

Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa ol pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan tersebut dipantulkan balik oleh permukaan Informasi utama yang ingin ditentukan dengan dari muka permukaan dikirimkan kepermukaa dalam Hasanuddin Z A).

II.4.1.2. Pemetaan Lebar dan Kedalaman

Pemetaan keadaan suatu estuari biasanya lebih dibuthkan untuk tujuan atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan pelayaran di bagian-bagian yang hidrografis dan berkenaan dengan suatu chart datum/titik tinjau (cd). Cd


(39)

mendekati hal yang berkenaan denga pasang paling rendah, bahwa dapat diramalkan untuk terjadi dibawah kondisi-kondisi sesuai keadaan cuaca.

Chart datum (cd) merupakan batas perilaku pasang surut. Dimana hal ini menegaskan bahwa bukan suatu permukaan yang horizontal, tetapi berubah dengan cakupan yang pasang surut disekitaran pantai atau didalam satu muara. Duduk Tengah (DT) / Mean Sea Level (MSL) adalah permukaan laut rata-rata yang merupakan suatu kedudukan yang ditentukan melalui pengamatan air laut (pengamatan pasut) untuk setiap jam, hari, bulan atau tahun. Dalam survey hidrografi dikenal 4 istilah DT, yaitu :

1. DT Harian pada umumnya ditentukan melalui pengamatan permukaan laut setiap jam selama satu hari (dari jam 00.00 sampai dengan jam 23.00), sehingga diperoleh 24 harga hasil pengamatan.

2. DT Bulanan ditentukan melalui nilai rata-rata dari DT Harian untuk waktu satu bulan. DT Bulanan ini tidak memiliki masa perubahan yang pendek seperti DT Harian di mana hampir memperlihatkan perubahan yang merata.

3. DT Tahunan ditentukan melalui nilai rata-rata dari DT Bulanan untuk waktu satu tahun (12 bulan).

4. DT Sejati, merupakan muka laut rata-rata ideal yang tidak lagi dipengaruhi oleh keadaan pasang surut, di mana pengamatan kedudukan permukaan laut haruslah dilakukan paling sedikit selama 18,6 tahun. (Djaja, 1979) II.4.1.3. Lebar dan Kedalaman Sebagai Fungsi Jarak


(40)

Bila dilihat dari proses, analisis teori suatu dinamik estuari seorang ilmuan Inggris yaitu Prandle (1986) menyatakan bahwa banyak sekali estuari yang ada pada umumnya menggunakan fungsi matematis seperti :

(2.1)

dan

(2.2)

dimana :

Wx = Lebar Estuari dititik x (m)

WL = Lebar Estuari tepat dimulut muara (m) Dx = Kedalaman Estuari dititik x (m)

DL = Kedalaman Estuari tepat dimulut muara (m)

x = nilai ukur atau bentang jarak antara titik tinjauan (m) λ = dimensi horizontal dari panjang kawasan estuari (m) m & n = koefisien dari percobaan Prandel (1986)

Formula diatas dapat kita aplikasikan pada estuari Sungai Deli dan disajikan kedalam tabel model sederhana, dan untuk menghitung pengaruh pasang surut ditinjau dari awal kawasan pengamatan sampai ke mulut muara.

Namun dalam penentuan besar koefisien lebar untuk pasang surut, maka kita lebih baik menggunakan perhitungan yang titik pengamatan dihitung dari mulut muara. Seorang ilmuwan yang bernama Wright et al.(1973) menyempurnakan formula dari Prandle (1986) dengan menunjukkan nilai exponensial dari lebar, kedalaman serta cross-section dengan jarak perhitungan


(41)

Wx=Woe(-ax/L) (2.3)

dan

Dx=Doe(-bx/L) (2.4)

dimana :

Wx = Lebar Estuari dititik x (m)

Wo = Lebar Estuari tepat dimulut muara (m) Dx = Kedalaman Estuari dititik x (m)

Do = Kedalaman Estuari tepat dimulut muara (m)

x = nilai ukur atau bentang jarak antara titik tinjauan (m) L = dimensi horizontal dari panjang kawasan estuari (m) a & b = koefisien lebar dan kedalaman

Hasil survey menunjukkan bahwa keadaan lebar estuari sangat terganggu dengan adanya kegiatan yang banyak merugikan kawasan estuari tersebut. Contohnya ialah banyaknya pemukiman penduduk yang menimbulkan banyaknya sedimen dan mengganggu stabilitas dari estuari itu sendiri.

Tabel 2.1. Nilai Data Hasil Survey Lebar Estuari Sungai Deli

Area

Batas Bawah

Lebar

Batas atas Lebar

(m) (m)

0 51.87 54.82

0.5 66.69 69.64

1 85.64 88.59

1.5 109.87 112.82

2 140.85 143.8

2.5 180.46 183.41

3 231.11 234.06

3.5 295.88 298.83


(42)

Gambar.2.2. Grafik hasil data survey pada kawasan estuari sungai deli.

II.4.2. Pemodelan Pasang Surut (Tides)

Pasang surut air laut terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari pada air laut. Pengaruh pasang surut oleh bulan atau matahari sangat bergantung pada massa serta jarak bulan dan matahari dari bumi. Namun, jarak bulan dan matahari dari bumi mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada massanya. Walaupun massa bulan jauh lebih kecil daripada massa matahari, tetapi karena jarak antara bulan dan bumi lebih dekar daripada jarak bumi-matahari, maka pengaruh bulan lebih besar. Pasang surut akibat gaya tarik bulan dua kali lebih besar daripada yang diakibatkan gaya tarik matahari. Jika jarak bumi dan matahari

0 50 100 150 200 250 300

0 50 100 150 200 250 300

Le

b

a

r

E

st

u

a

ri

(

m

)

Lebar Estuari (m)

LWS (m) HWS (m) Model (m)


(43)

dan bulan ke bumi sama, maka pasang surut matahari menjadi jutaan kali lebih besar daripada pasang surut akibat bulan.

Sedangkan menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.

Faktor non astronomi yang mempengaruhi pasut terutama di perairan semi tertutup seperti teluk adalah bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan. Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut (tidal range). Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit.


(44)

Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut bumi padat (tide of the solid earth). Pasang surut tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.


(45)

Gambar 2.4. Perubahan pasang surut, disini nilai M2 atau S2 digambarkan dengan

gelombang sinus dari sebuah rotasi yang menimbulkan 2 gelombang yang terpengaruh oleh gravitasi.


(46)

II.4.2.1. Teori Kesetimbangan Pasang Surut

Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.

Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987). Selanjutnya Newton menyebutkan bahwa besarnya gaya tarik menarik antara dua titik massa berbanding langsung dengan massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya.

(2.5)

di mana :

F = gaya tarik menarik antara dua titik massa (N) M1 = titik massa 1


(47)

R02 = jarak antara pusat titik massa 1 dan 2

k = konstanta gravitasi (6.67 x 10-11 New m2/kg2)

Jarak bumi-bulan lebih dekat dibandingkan dengan jarak bumi-matahari, maka gaya tarik menarik yang diakibatkan oleh bulan akan lebih besar 2,18 kali daripada gaya yang diakibatkan oleh matahari, walaupun massa matahari jauh lebih besar.

Selain itu perputaran bumi pada porosnya (rotasi) akan menghasilkan gaya sentrifugal yang merupakan fungsi dari kecepatan sudut rotasi dan jarak terhadap sumbu bumi. Akibat dari pengaruh gaya tarik menarik dan gaya sentrifugal karena rotasi bumi, maka titik-titik massa di bumi dalam keadaan setimbang (Teori Keseimbangan Pasut /tides equilibrium theory)

Dengan demikian maka terdapat beberapa gaya pembangkit pasang surut, yaitu gaya tarik menarik antara bumi, bulan dan matahari serta gaya sentrifugal yang mempertahankan kesetimbangan dinamik dari seluruh sistem yang ada II.4.2.2. Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)

Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut


(48)

menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :

• Kedalaman perairan dan luas perairan

• Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)

• Gesekan dasar

Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.

Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semakin besar pengaruh gesekannya. Semakin ke arah khatulistiwa, gaya coriolis makin mengecil. Gaya Coriolis dipengaruhi oleh posisi lintang suatu wilayah. Semakin kecil letak lintang suatu wilayah, maka gaya Coriolis semakin kecil pengaruhnya Itulah sebabnya angin cyclon hampir tidak pernah terjadi di wilayah khatulistiwa.


(49)

Gambar 2.5. Efek gaya Coriolis

II.4.2.3. Faktor Penyebab Pasang Surut

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).


(50)

bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut tarik gravitasi menarik air tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994)

Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994).

Tabel 2.2. Komponen Utama Pasang Surut

JENIS NAMA

KOMPONEN

PERIODA (jam)


(51)

II.4.2.4. Variasi Pasang Surut

Perairan pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :

1. Pasang surut diurnal : yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi d

2. Pasang surut semi diurnal : yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.

Semidiurnal M2 12.24 Gravitasi bulan dengan orbit lingkaran dan sejajr

ekuator bumi

S2 12.00 Gravitasi matahari dengan orbit lingkaran dan sejajr

ekuator bumi

N2 12.66 Perubahan jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang

berbentuk elips

K2 11.97 Perubahan jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang

berbentuk elips

Diurnal K1 23.93 Deklinasi sistem bulan dan matahari

O1 25.82 Deklinasi bulan

P1 24.07 Deklinasi matahari

Perioda panjang

Mf 327.86 Variasi setengah bulanan

Mm 661.30 Variasi bulanan

Ssa 2191.43 Variasi semi tahunan

Perairan dangkal

2SM2 11.61 Interaksi bulan dan matahari

MNS2 13.13 Interaksi bulan dan matahari dgn perubahan jarak

matahari akibat lintasan berbentuk elips

MK3 8.18 Interaksi bulan dan matahari dgn perubahan jarak

bulani akibat lintasan berbentuk elips

M4 6.21 2 x kecepatan sudut M2

M

MSS 4


(52)

3. Pasang surut campuran : yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.

Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 bagian antara lain yaitu :

1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) : Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari.

2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) : Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari.

3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) : Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu.

4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal) : Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda.

Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut denga Permukaan air keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan


(53)

lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).

Berikut ini adalah daftar istilah yang ada pada pasang surut, yaitu :

Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah adalah muka laut rata-rata pada suatu periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,6 tahun.

Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada suatu periode waktu.

Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang tinggi.

Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua surut rendah.

Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang tertinggi dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air tinggi terjadi pada satu hari, maka air tinggi tersebut diambil sebagai air tinggi terttinggi.

Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terjadi untuk pasut harian (diurnal).

Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terdapat pada pasut diurnal.


(54)

Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air rendah terjadi pada satu hari, maka harga air rendah tersebut diambil sebagai air rendah terendah.

Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range) pasut itu tertinggi.

Mean Low Water Springs (MLWS) adalah tinggi rata-rata yang diperoleh dari dua air rendah berturut-turut selama periode pasang purnama.

Mean High Water Neaps (MHWN) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-turut selama periode pasut perbani (neap tides), yaitu jika tunggang (range) pasut paling kecil.

Mean Low Water Neaps (MLWN) adalah tinggi rata-rata yang dihitung dari dua air berturut-turut selama periode pasut perbani.

Highest Astronomical Tide (HAT)/Lowest Astronomical Tide (LAT) adalah permukaan laut tertinggi/terendah yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi. Permukaan ini tidak akan dicapai pada setiap tahun. HAT dan LAT bukan permukaan laut yang ekstrim yang dapat terjadi, storm surges mungkin saja dapat menyebabkan muka laut yang lebih tinggi dan lebih rendah. Secara umum permukaan (level) di atas dapat dihitung dari peramalan satu tahun. Harga HAT dan LAT dihitung dari data beberapa tahun.


(55)

Mean Range (Tunggang Rata-rata) adalah perbedaan tinggi rata-rata antara MHW dan MLW.

Mean Spring Range adalah perbedaan tinggi antara MHWS dan MLWS. Mean Neap Range adalah perbedaan tinggi antara MHWN dan MLWN.

Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides). Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal.

Selain dengan melihat data pasang surut yang diplot dalam bentuk grafik, tipe pasang surut juga dapat ditentukkan berdasarkan bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam bentuk:


(56)

Tabel 2.3. Pengelompokan tipe pasut NILAI

BENTUK

JENIS PASUT FENOMENA

O < F <0.25 Harian ganda 2x pasang sehari dengan tinggi relatif sama

0.25 < F <1.5 Campuran ganda 2x pasang sehari dengan perbedaan tinggi dan interval yang berbeda

1.5 < Ff<3 Campuran tunggal 1 x atau 2 x pasang sehari dengan interval yang berbeda

F > 3 Tunggal 1 x pasang sehari, saat spring bisa terjadi 2x pasang sehari

Karena sifat pasang surut yang periodik, maka ia dapat diramalkan. Untuk meramalkan pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai dan superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, akan terbentuklah komponen-komponen pasang surut yang baru

II.4.3. Pemodelan Arus (currents)

Arus laut adalah gerakan massa air laut yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Arus di permukaan laut terutama disebabkan oleh tiupan angin, sedang arus di kedalaman laut disebabkan oleh perbedaan densitas massa air laut. Selain itu, arus di permukan laut dapat juga disebabkan oleh gerakan pasang surut air laut atau gelombang. Arus laut dapat terjadi di samudera luas yang bergerak


(57)

melintasi samudera (ocean currents), maupun terjadi di perairan pesisir (coastal currents).

Menurut King (1962), akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.

Arus pasang surut terjadi terutama karena gerakan pasang surut air laut. Arus ini terlihat jelas di perairan estuari atau muara sungai. Bila air laut bergerak menuju pasang, maka terlihat gerakan arus laut yang masuk ke dalam estuari atau alur sungai; sebaliknya ketika air laut bergerak menuju surut, maka terlihat gerakan arus laut mengalir ke luar.

Kedua macam arus ini terjadi di perairan pesisir dekat pantai, dan terjadi karena gelombang mendekat dan memukul ke pantai dengan arah yang muring atau tegak lurus garis pantai. Arus sepanjang pantai bergerak menyusuri pantai, sedang arus rip bergerak menjauhi pantai dengan arah tegak lurus atau miring terhadap garis pantai.

Pada daerah-daerah di man pada dasar menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di man


(58)

demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.

II.4.3.1. Faktor Penyebab Terjadinya Arus

Terjadiny internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti perbedaan densitas air gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan dasar dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik dan angin ( Gross, 1990). Menurut Bishop (1984), gaya-gaya utama yang berperan dalam sirkulasi massa air adalah gaya gradien tekanan, gaya coriolis, gaya gravitasi, gaya gesekan, dan gaya sentrifugal.

Faktor penyebab terjadiny komponen yaitu gaya eksternal, gaya internal angin, gaya-gaya kedua yang hanya datang karena fluida dalam gerakan yang relatif terhadap permukaan bumi. Dari gaya-gaya yang bekerja dalam pembentukan Viskositas, gaya Coriolis, gaya gradien tekanan horizontal, gaya yang menghasilkan pasut. Ketika angin berhembus di angin ke batas permukaan, sebagian energi ini digunakan dalam pembentukan gelombang gravitasi permukaan, yang memberikan pergerakan air dari yang kecil kearah perambatan gelombang sehingga terbentuklah kecepatan angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja pada permukaan


(59)

dan semakin besar permukaan pergerakan air turbulen (Supangat,2003).

Gaya Viskositas pada permukaan pergerakan angin pada permukaan air yang berdekatan secara periodik, hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan pada fluida. Gaya viskositas dapat dibedakan menjadi dua gaya yaitu viskositas molecular dan viskositas eddy. Gesekan dalam pergerakan fluida hasil dari transfer momentum diantara bagian-bagian yang berbeda dari fluida. Dalam pergerakan fluida dalam aliran laminer, transfer momentum terjadi hasil transfer antara batas yang berdekatan yang disebut viskositas molekular. Di permukaan kelompok air, bukan molekul individu, ditukar antara satu bagian fluida ke yang lain. Gesekan internal yang dihasilkan lebih besar dari pada yang disebabkan oleh pertukaran molekul individu dan disebut viskositas eddy.

Gaya Coriolis mempengaruhi aliran massa air, dimana gaya ini akan membelokan arah angin dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya. Gaya Coriolis ini yang membelokan dibagian bumi utara kekanan dan dibagian bumi selatan kearah kiri. Pada saat kecepatan Coriolis akan meningkat. Hasilnya akan dihasilkan sedikit pembelokan dari arah besar pada aliran


(60)

makin bertambah besar. Akibatnya akan timbul suatu aliran dalam suatu perairan mak dibelokan arahnya. Hubungan ini dikenal sebagai Spiral Ekman, Arah menyimpang 450 dari arah angin dan sudut penyimpangan. bertambah dengan bertambahnya kedalaman (Supangat, 2003).

Gambar 2.6 .Pol

Gelombang-gelombang yang panjang pada lautan menghasilkan peristiwa mana prosesnya dipengaruhi oleh gaya tarik bulan, matahari dan benda angkasa lainya selain itu juga dipengaruhi oleh gaya sentrifugal dari bumi itu sendiri.

Dalam hal ini perlu diketahui bahwa prinsip dasar dari pola aliran estuari tergolong aliran kritis yang menunjukkan bilangan reynold, Froude, dan Richardson.


(61)

(2.7) dimana :

Wo = Lebar estuari tepat dimulut muara Do = Kedalaman estuari tepat dimulut muara L = Panjang kawasan estuari

= Perubahan kedalaman aliran per detik Q = Debit air

a &b = Koefisien Lebar dan kedalaman estuari

II.4.4. Pemodelan Salinitas dan Temperatur

terbina daripada dua secara ionik sebagai HOH, dengan sat+) yang terikat kepada

-). Ia berada didalam

yang sangat dalam ketiga-tiga

Air boleh menjadi banyak bentuk. dikenali sebagai biasanya disebut hanya sebagai Berada di atas molekul air menjadi keadaan superkritikal, dalam mana cecair berkelompok timbul di dalam fasa wap.


(62)

yang lebih berat, berat ini digunakan di dala nuetron.

Gambar 2.7 . Struktur molekul dari Air II.4.4.1. Salinitas

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut

Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, memiliki kadar garam sekitar 30%.


(63)

Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa elemen-elemen terlarut. Dala dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas atau halinitas dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada rasio water", air laut buatan yang digunakan sebagai standar air laut dunia. Pada 1978, oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam perliter larutan.

Tabel 2.4.Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut

< 0.05 % 0.05 - 3 % 3 - 5 %

Air organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah


(64)

garam d osmosis.

Gambar 2.8. Penyebaran Salinitas dilaut dunia

Garam-garaman utama yang terdapat dalam air natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di

Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air mengukur salinitas di dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada


(65)

satu kilogram air mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.

Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air

S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902) (2.8) Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus:

S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969) (2.9) Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.

Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun


(66)

1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.

Salinitas praktis dari suatu sampel air konduktivitas listrik (K) sampel airoC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah:

S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/ (2.10) Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity unit". Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas.

Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di


(67)

permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).

II.4.4.2. Temperatur

Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur adalah sifat termodinamis cairan karena aktivitas molekul dan atom di dalam cairan tersebut. Semakin besar aktivitas (energi), semakin tinggi pula temperaturnya. Temperatur menunjukkan kandungan energi panas. Energi panas dan temperatur dihubungkan oleh energi panas spesifik. Energi panas spesifik sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari satu satuan massa fluida sebesar 1o. Jika kandungan energi panas nol (tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam fluida) maka temperaturnya secara absolut juga nol (dalam skala Kelvin). Jadi nol dalam skala Kelvin adalah suatu kondisi dimana sama sekali tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam suatu fluida. Temperatur air laut di permukaan ditentukan oleh adanya pemanasan (heating) di daerah tropis dan pendinginan (cooling) di daerah lintang tinggi. Kisaran harga temperatur di laut adalah -2o s.d. 35oC.

Tekanan di dalam laut akan bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Sebuah parsel air yang bergerak dari satu level tekanan ke level tekanan yang lain akan mengalami penekanan (kompresi) atau pengembangan (ekspansi). Jika parsel air mengalamai penekanan secara adiabatis (tanpa terjadi pertukaran energi panas), maka temperaturnya akan bertambah. Sebaliknya, jika parsel air


(68)

mengalami pengembangan (juga secara adiabatis), maka temperaturnya akan berkurang. Perubahan temperatur yang terjadi akibat penekanan dan pengembangan ini bukanlah nilai yang ingin kita cari, karena di dalamnya tidak terjadi perubahan kandungan energi panas. Untuk itu, jika kita ingin membandingkan temperatur air pada suatu level tekanan dengan level tekanan lainnya, efek penekanan dan pengembangan adiabatik harus dihilangkan. Maka dari itu didefinisikanlah temperatur potensial, yaitu temperatur dimana parsel air telah dipindahkan secara adiabatis ke level tekanan yang lain. Di laut, biasanya digunakan permukaan laut sebagai tekanan referensi untuk temperatur potensial. adi kita membandingkan harga temperatur pada level tekanan yang berbeda jika parsel air telah dibawa, tanpa percampuran dan difusi, ke permukaan laut. Karena tekanan di atas permukaan laut adalah yang terendah (jika dibandingkan dengan tekanan di kedalaman laut yang lebih dalam), maka temperatur potensial (yang dihitung pada tekanan permukaan) akan selalu lebih rendah daripada temperatur sebenarnya. Satuan untuk temperatur dan temperatur potensial adalah derajat Celcius. Sementara itu, jika temperatur akan digunakan untuk menghitung kandungan energi panas dan transpor energi panas, harus digunakan satuan Kelvin. 0oC = 273,16K. Perubahan 1oC sama dengan perubahan 1K.

Seperti telah disebutkan di atas, temperatur menunjukkan kandungan energi panas, dimana energi panas dan temperatur dihubungkan melalui energi panas spesifik. Energi panas persatuan volume dihitung dari harga temperatur menggunakan rumus Q = densitas*energi panas specifik*temperatur (temperatur dalam satuan Kelvin). Jika tekanan tidak sama dengan nol, perhitungan energi


(69)

panas di lautan harus menggunakan temperatur potensial. Satuan untuk energi panas (dalam mks) adalah Joule. Sementara itu, perubahan energi panas dinyatakan dalam Watt (Joule/detik). Aliran (fluks) energi panas dinyatakan dalam Watt/meter2 (energi per detik per satuan luas).

BAB III

GAMBARAN LOKASI ESTUARI SUNGAI DELI

III.1. Gambaran Umum Kawasan Estuari Sungai Deli III.1.1. Lokasi Muara Sungai Deli

Kecamatan Medan Belawan adalah merupakan salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan. Kota Belawan terletak pada koordinat 03°46’40” LU dan 98°40’47” BT. Kota Belawan memiliki luas wilayah sebesar 26,25 km2. Kota Belawan memiliki batas-batas administratif sebagai berikut :

• Utara berbatasan dengan Selat Malaka

• Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

• Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang


(70)

Pada umumnya estuari adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Contoh dari estuari adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang-surut.

Muara Sungai Deli sendiri terdapat pada sebelah selatan kota Belawan. Yaitu di sekitaran kampung Nelayan. Muara Sungai Deli terletak pada kawasan pantai Timur Sumatera yang langsung berbatasan dengan selat malaka. Kawasan estuari Sungai Deli sendiri memiliki panjang 4 km dengan lebar bervariasi antara 20 m sampai dengan 150 m. Setiap sisinya baik kanan maupun kiri dipenuhi dengan rawa-rawa, tambak ikan, dan gudang-gudang tempat penyimpanan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan. Namun dibahagian ujung kawasan estuari menju sungai banyak terdapat rumah-rumah penduduk.

Seperti estuari pada umumnya, estuari Sungai Deli juga terpengaruh dengan keadaan lingkungan sekitar maupun lingkungan aliran Sungai Deli dari hulu. Kita tahu kawasan estuari Sungai Deli sangat terkontaminasi dari kegiatan-kegiatan yang ada dan terjadi di kawasan tersebut. Sepertinya halnya perumahan penduduk yang memberikan limbah yang mengganggu ekosistem dan fungsi dari estuari itu sendiri. Banyaknya kegiatan-kegiatan pabrik yang ada disekitar kawasan Sungai Deli juga merupakan ancaman terbesar yang dapat merusak kawasan estuari tersebut.


(71)

Gambar..3.1. Peta Sungai Deli yang terakhir diambil pada tahun 2009 melalui satelit.

Pada gambar diatas dapat kita lihat perubahan yang terjadi pada estuari Sungai Deli. Hal yang paling mencolok adalah berupa sungai buatan yang dibuat menuju daerah Percut. Sungai ini dibuat karena kebutuhan pabrik-pabrik untuk membuang limbahnya. Namun, sungai buatan tersebut berpengaruh besar terhadap kawasan estuari itu sendiri. Limpahan air dari laut yang seharusnya masuk ke Sungai Deli, kini beralih ke sungai buatan tersebut. Hal itu merupakan suatu fenomena yang membuat estuari berubah fungsi. Seperti halnya dari nilai kadar garam, suhu, aliran, dan pengaruh pasang surut muka air laut.

III.1.2. Lokasi Pengamatan Kawasan Estuari Sungai Deli

Simpang titi merupakan awal titik tinjauan yang merupakan lokasi yang menunjukkan tempat akhir dari pengaruh pasang surut dan kadar garam dari sebuah kawasan estuari. Oleh karena itu simpang titi dijadikan lokasi awal survei yang dilakukan. Ditempat ini merupakan lokasi dimana berkumpulnya para nelayan setelah melaut untuk menangkap ikan, yang kemudian menjual / melelangkan hasil tangkapannya.


(72)

Selain gudang-gudang tempat lokasi perdagangan ikan, disini juga banyak terdapat rumah-rumah penduduk. Penduduk yang tinggal disini pun mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Daerah pantai disekitar muara Sngai Deli terdiri dari hutan mangrove dengan jenis tanah lumpur.

Gambar..3.2. Simpang Titi merupakan lokasi awal survey yang memiliki lebar 52.17m.

Titik tinjauan B adalah tepat berlokasi antara simpang titi dan jalan tol belmera. Tepat 500 m dari titik A terdapat jembatan sebagai media penghubung untuk kampung nelayan. Kawasan ini juga masih banyak terdapat rumah penduduk dan gudang-gudang kecil yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan ikan. Lokasi B juga berpengaruh besar terhadap nilai atau loncatan/kenaikan muka air pada saat pasang ataupun surut. Namun lain halnya dengan tingkat kadar garam yang ada, lokasi ini memiliki kadar garam yang hampir tak terdeteksi


(73)

dengan mulut saja atau sama dengan memiliki tingkat kadar garam yang rendah. Lokasi ini juga sangat dipenuhi oleh sedimen-sedimen yang dihasilkan dari perumahan-perumahan penduduk. Inilah dampak buruk yang terjadi, yang lama kelamaan akan merusak fungsi awal dari suatu kawasan estuari itu sendiri.

Gambar..3.3. Lokasi titik pengamatan B.memiliki lebar kawasan sebesar 55.54 m.

Lain halnya dengan lokasi C, disini terdapat beberapa kolam ataupun tambak ikan berskala kecil milik penduduk. Namun masih tetap terdapat banyak rumah-rumah nelayan. Sisi sebelah kanan beberapa bagian dipenuhi rawa dan sedikit pantai dengan tanah lempung. Sedimen juga memenuhi pinggiran dari lokasi ini, baik sedimen berupa limbah cair dari pemukiman penduduk maupun sampah-sampah yang tidak larut dalam air seperti halnya bungkusan plastik.


(74)

Keadaan, ekosistem dan fungsi yang terdapat pada suatu kawasan estuari tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan lokasi tersebut kedepannya.

Gambar..3.4. Lokasi titik tinjau C.

Sedangkan lokasi titik tinjau D memiliki kesamaan dengan kawasan titik E, F, dan G. Namun lebar tiap-tiap kawasan semakin mengcil dari kawasan sebelumnya, yakni kawasan C dan B. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan titik pengamatan D,E,F dan G dipengaruhi oleh dampak-dampak yang tidak baik akibat pengaruh dari lingkungan sekitar DAS tersebut.


(75)

(76)

Gambar..3.5. Lokasi titik tinjau D, E, F dan G.

Titik H merupakan tempat dimana aliran dari Sungai Deli menyatu dengan aliran yang berasal dari sungai seruai. Dapat kita katakana kawasan ini merupakan kawasan transisi ataupun muara dari Sungai Deli tersebut(mulut muara). Namun banyak factor telah mengubah fungsi dari kawasan estuari tersebut. Antara lain dengan dibuatnya sungai seruai yang berada tepat disamping muara sungai deli,


(77)

sehingga memiliki mulut muara yang sama dengan sungai deli. Teluk ini telah banyak mengubah struktur alami dari estuari sungai deli.

Gambar..3.6. Lokasi titik tinjau H.

Penggerukan yang terus dilakukan pada sungai seruai membuat sungai tersebut jauh lebih baik dari sungai deli. Ini dikarenakan sungai seruai terus dipakai untuk jalur industri dimana sebagai tempat berlayarnya kapal pengangkut bahan-bahan industri untuk perindustrian dikawasan tersebut.

Lokasi selanjutnya adalah lokasi I. lokasi pengamatan terakhir ini merupakan lokasi dimana ketiga arus air tersebut bertemu. Yakni antara arus Sungai Deli, aliran sungai buatan dan aliran laut lepas. Survei sebelumnya telah membuktikan bahwa terdapat putaran air yang terjadi akibat menyatunya ketiga aliran tersebut.


(1)

Gambar 4.27. Grafik a)Metode Haspers-Haspers ; b)Metode Haspers-Log Pearson III IV.3.3. Pengaruh Banjir Terhadap Model Fisik Muara Sungai Deli.

Bertambahnya kecepatan aliran sungai merupakan pengaruh terbesar yang signifikan terhadap pemodelan yang telah dibuat. Dari hasil perhitungan debit banjir diatas diperoleh debit banjir sebesar 134.803 m3/detik. Sehingga dapat kita lihat pemodelannya sebagai berikut :


(2)

(3)

BAB V

KESIMPULAN

V.1. Kesimpulan

Dari hasil pemodelan yang telah dilakukan untuk semua skenario, dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh dari teluk buatan yang ada di sebelah selatan sungai deli membuat berkurangnya breakwater pada alur estuari sungai deli. Hal ini menyebabkan sedimen menumpuk. Semakin menumpuknya sedimen akan membuat struktur dari sungai deli tersebut akan menjadi dangkal, yang mana akan berdampak banjir bagi warga yang tinggal dikawasan DAS tersebut. Dengan begitu maka semua keadaan fisik dari estuary sungai deli akan terganggu.

V.2. Saran

1. Untuk pengembangan daerah Estuari Sungai Deli, hendaknya diarahkan ke arah laut. Ini dikarenakan pengaruh sedimen akan jauh berkurang jika jauh dari muara Sungai Deli itu sendiri.

2. Untuk mendapatkan hasil simulasi yang lebih mendekati kondisi sebenarnya dilapangan sebaiknya simulasi didukung oleh data lapangan yang lebih lengkap dan menggunakan alat-alat survey yang lebih canggih dan lengkap.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Dean, Dalrymple, 1981, Wave Mechanics for Engineers and Scientists, World Scientific Publishing

Co.Pte.Ltd

Dean, Dalrymple, 2002, Coastal Process with Engineering Aplication, Cambridge University Press

US Army Corps of Engineer, 1984, Shore Protection Manual Volume I, US Departemnet Of The Army

US Army Corps of Engineer, 1984, Shore Protection Manual Volume II, US Departemnet Of The Army

Triatmodjo, B., 1999 , Teknik Pantai, Beta Offset

PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, 2003, Studi perilaku Sedimentasi/Siltasi dan Coastal Morphology

dalam rangka pengembangan Pelabuhan Belawan, Laporan Akhir

Gunawan Senjaya, Andreas, 2008, Simulasi Sedimentasi di Alur Pelabuhan Pulau Baai dengan

Perangkat Lunak SMS 8.1, Laporan Tugas Akhir, Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung

Yudniarsa, Gandjar, 2005, Studi Penaksiran Sedimentasi Teluk Pangandaran, Tesis Program


(5)

Pascasarjana, Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung

Sudirman, 2005, Kajian Morfologi Muara Sungai Cijulang, Sungai Cijala dan Sungai Cialit, Tesis

Program Pascasarjana, Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung

Salam, Chairul, 2007, Penentuan Layout dan Tipe Breakwater terhadap Pengaruh Gelombang dan Sedimen

Pelabuhan Ikan Cikidang, Laporan Tugas Akhir, Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung

DAFTAR SIMBOL

W = Width, lebar suatu kawasan.

D = Depth, kedalaman dari permukaan laut atau sungai. e = Bilangan eksponensial (2,7)


(6)

a = Koefisien lebar b = Koefisien kedalaman

x = Variabel titik-titik pengamatan L = Length, panjang kawasan. ht = Koefisien tinggi

AS2 = Amplitudo solar semi diurnal AM2 = Amplitudo lunar semi diurnal t = time, waktu.

AM4 = Amplitudo lunar quarter diurnal

MNS2 = Interaksi bulan dan matahari dgn perubahan jarak matahari akibat lintasan berbentuk elips

g = Gravitasi bumi (9.81 m/s2)

MK3 = Interaksi bulan dan matahari dgn perubahan jarak bulani akibat lintasan berbentuk elips

Q = Debit air

σ = Tho, koefisien gauss U = utility

TS = sea temperature, Temperatur Laut

TR = river temperature, Temperatur Sungai

S = salinity, kadar garam (ppt) A = Amplitudo pasut

f = Faktor koreksi amplitudo

F = Faktor pengali pada pengolahan data muka laut rata-rata pada metode hitungan 39 jam.

K

1 = Pasut diurnal yang dipengaruhi oleh perubahan deklinasi bulan dan matahari

K

2 = Dipengaruhi oleh jarak refolusi bumi terhadap matahari.

M

2 = Pasut semi diurnal yang dipengaruhi gaya tarik bulan

M

4 = Memiliki kecepatan sudut dua kali M2 dan termasuk kelompok perairan dangkal.

MS

4 = Hasil interaksi M2 dan S2 dimana kecepatan sudutnya sama dengan kecepatan

sudut M

2 dan S2 serta termasuk kelompok perairan dangkal.

N

2 = Pasut semi diurnal karena pengaruh perubahan jarak akibat bentuk lintasan bulan

yanga berbentuk ellips. O

1 = Pasut diurnal yang dipengaruhi oleh perubahan deklinasi bulan.

P = Argumen waktu P

1 = Pasut diurnal dipengaruhi oleh pengaruh deklinasi matahari.

r = Fase gelombang R = Amplitudo gelombang S

o = Mean Sea Level / MSL

S

2 = Pasut semi diurnal yang dipengaruhi gaya tarik matahari