Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Metode dan corak penafsiran merupakan hal penting dalam menggali makna al-Qur`an maupun dapat dipahami dan dipelajari. Makna-makna al- Qur`an merupakan suatu khazanah agung yang harus digali dengan cara yang sebaiknya. Konsep metode dan corak penafsiran yang jelas bertujuan membebaskan pesan-pesan moral al-Qur’an dari kekeliruan. Hawa nafsu tidak layak berperan dalam penafsiran ini, namun suatu sikap yang loyal untuk menerapkan konsep metode dan corak penafsiran secara benar dapat mencurahkan segenap kemampuan intelektual baik yang menyangkut kaidah- kaidah penafsiran maupun bidang-bidang intelektual terkait lainnya. Sudah barang tentu bahwa obyek penafsiran ialah al-Qur`an yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi-Nya sebagai rahmat kepada seluruh alam dan petunjuk kepada manusia yang berada dalam kesesatan mencari haluan kehidupan di dunia. Berurutan dari itu, Nabi Muhammad saw menafsirkan al- Qur`an sebagai penjelasan kepada umat manusia. Bermula dari itu, dapat disingkapi juga kemukjizatan al-Qur`an baik dari susun katanya maupun makna yang dikandungnya. Ia juga diturunkan sebagai syifâ` obat bagi manusia yang 1 2 dalam kegelisahan mencari jati diri dalam mengenal tuhannya. Dua mukjizat ini teraplikasikan dalam kepimpinan Nabi Muhammad secara ideal walaupun dijalani dalam tempoh yang singkat yaitu 23 tahun 1 . Fakta historis di atas terjadi karena sikap Rasulullah saw yang senantiasa menafsirkan al-Qur`an jauh dari hawa nafsu yang berdiri di atas kepentingan peribadi atau kelompok tertentu. Bahkan Rasulullah mencegah dari penafsiran al-Qur`an yang berlandaskan hawa nafsu pemikiran yang tidak dilandasi oleh al-Qur`an, Sunnah, dan sumber-sumber hukum yang lain yang disepakati oleh ulama`, maka yang terjadi ialah kehancuran, keterperukan, sehingga bencana multideminsional terjadi pada kehidupa manusia. Rasulullah telah menegaskan bagaimana konsep metode penafsiran al- Qur`an yang seharusnya, dalam hadisnya yang diriwayat oleh al-Turmudzi; ﺪ ﻨ ﺳ ﺎ ﻴ نﺎ و ﻦ آﻴ ، ﺪ ﻨ ﺳ ﺎ ﻮ ﺪ ﻋ ﻦ ﺮ ﻜ ا و ﺒ ﱢ ، ﺪ ﻨ أ ﺎ ﻋ ﻮ ﻮ ﻧا ﺔ ﻋ ﻦ ﻋ ﺪﺒ ﷲإ ﻋ ﻋ ﺳ ﻦ ﺪﻴ ﺟ ﻦ ﺒ ﺮﻴ ﻋ ﻦ ا ﻦ ﻋ ﺒ سﺎ ر ﺿ ﷲا ﻋ ﻬﻨ ﺎ ﻋ ﻦ ﻨ ا ﺒ ﺻ ﻰ ﷲا ﻋ ﻪﻴ و ﺳ ﻢ : ﺗا ﻘ ﺤ ا اﻮ ﺪ ﻋ ﻨ إ ﺎ ﻋ ﺎ ﺘ و ﻢ آ ﻦ ﺬ ب ﻋ ﺘ ًﺪ ﻓ ا ﻴﺘ ﺒ ﻮ أ ﻘ ﺪ ﻦ ﻨ ا رﺎ و ﻦ لﺎ ﻓ ﻘ ا نأﺮ ﺮ أ ﻪ ﻓ ﻴﺘ ﺒ ﻮ أ ﻘ ﺪ ﻦ ﻨ ا رﺎ . Artinya: “Diceritakan kepada kami oleh Sufyân bin Wakî’, diceritakan kepada kami Suwaid bin ‘Amr al-Kalbiy, diceritakan kepada kami Abû ‘Awânah dari ‘Abdullah ‘Ali dari Sa’îd bin Jabîr dari Ibn ‘Abbâs ra dari Nabi Muhammad saw: Takutlah kamu terhadap hadis dariKu kecuali apa yang telah kamu ketahui dan barang siapa yang mendustakanKu secara sengaja ia menempatkan dirinya dalam api neraka, dan barang siapa mengatakan sesuatu tentang al-Qur`an dengan pendapat ra`yunya berarti dia telah 1 Yaitu 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Ia merupakan masa dakwah Rasulullah saw bersama masa turunnya al-Qur’an. 3 sengaja menempatkan dirinya dalam api neraka. H.R. al- Turmudzi 2 . Menafsirkan al-Qur`an yang dilandasi oleh pandangan mufassir saja tanpa melibatkan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan penafsiran adalah suatu kesalahan seperti yang dijelaskan oleh al-Dzahabi dalam kitab al- Tafsîr wa al-Mufassirûn 3 . Walaupun hasil penafsirannya benar, itu merupakan perbuatan yang salah. Mengenai hal ini Rasulullah saw pernah bersabda dalam satu hadis yang diriwayat Abu Dawud: ﺪ ﻨ ﻋ ﺎ ﺪﺒ ﷲا ﻦ ﺤ ﺪ ﻦ ﻴﺤ أ ،ﻰ ﺒﺧ ﺮ ﻧ ﺎ ﻘ بﻮ ﺤﺳإ ﻦ قﺎ ا ﻘ ﺮ ي ﺤ ا ﺮ أ ، ﺧ ﺮﺒ ﻧ ﺳ ﺎ ﻬﻴ ﻦ ﺮﻬ نا أ ﺧ ﻮ مﺰ ﻘ ا ﻄ أ ، ﺒﺧ ﺮ ﻧ أ ﺎ ﻮ ﻋ ﺮ نا ﻋ ﺟ ﻦ ﺪﻨ ب لﺎ ، لﺎ ر ﺳ لﻮ ﷲا ﺻ ﷲا ﻰ ﻋ ﻪﻴ و ﺳ ﻢ : ﻦ لﺎ ﻓ آ ﺘ بﺎ ﷲا ﻋ ﺰ و ﺟ ﺮ أ ﻪ ﻓ ﺻﺄ بﺎ ﻓﻘ أ ﺪ ﻄﺧ ﺄ . Artinya; “Diceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad bin Yahya, dikabarkan kepada kami Ya’qûb bin Ishâq al- Maqarri, dikabarkan kepada kami Suhail bin Mahrân saudara laki-laki Hazm al-Quta`i, dikabarkan kepada ‘Imrân bin Jundub berkata, Rasulullah saw berkata: Barang siapa mengatakan sesuatu dengan pendapatnya tentang al-Qur`an, kemudian dia benar, maka dia dianggap telah melakukan kesalahan”. H.R. Abû Dâwûd 4 . Keberadaan metode dan corak penafsiran berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia dalam merespon gejala-gejala dan problematika dalam kehidupan. 2 Abû ‘Isa Muhammad Bin ‘Isa Bin Saurah, Sunan al-Tirmizi. Beirut, Dâr al-Fikr, jilid 4, hal. 439, نأﺮﻘ ا ﺮ يﺬ ا ءﺎﺟ ﺎ بﺎ , Beliau mengatakan hadis ini adalah Hasan. 3 Muhammad Hussein al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn Cairo : Dâr al-Kutub al- Hadîtsah, 1976 cet ke-21. Jilid I, hal. 265-268. 4 Sulaimân bin Al-Asyats al-Sijistani, Sunan Abû Dâwûd, Beirut: Dâr al-Fikr: 1994, Jilid III, hal. 63-64. ﻢ ﻋ ﺮﻴﻐ ﷲا بﺎﺘآ ﻓ مﻼﻜ ا بﺎ ﻢ ا بﺎﺘآ, lafal hadis ini dalam Sunan al-Tirmizi adalah ﺄﻄﺧأ ﺪﻘﻓ بﺎﺻﺄﻓ ﻪ أﺮ نأﺮﻘ ا ﻓ لﺎ ﻦ . 4 Pertumbuhan metode dan corak penafsiran al-Qur`an walaupun tidak disebut sistematikanya berawal pada masa Rasul, dilanjutkan oleh para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in. Masa ini merupakan periode awal dalam sejarah penafsiran al-Qur`an, dan berakhir pada tahun 150 H 5 . Metode dan corak penafsiran berkembang pada periode al-tadwîn pembukuan, pada akhir dinasti Umayyah dan awal Dinasti ‘Abbasiyah 6 , dampak dari gencarnya penerjemahan berbagai bidang ilmu. Pada masa pemerintahan ‘Umar ‘Abdul ‘Azîz inilah sebagai pintu gerbang munculnya berbagai metode dan corak penafsiran al-Qur`an, juga sebagai implikasi dari berkembang ilmu pengetahuan beserta berbagai cabang-cabangnya. Perkembangan metode dan corak penafsiran al-Qur`an dilatarbelakangi oleh perbedaan kecenderungan, interest, motivasi, keilmuan, masa, lingkungan, dari masing-masing mufassir yang tersebut 7 . Dari zaman dahulu hingga kini, terdapat banyak konsep metode dan corak penafsiran yang digunakan oleh mufassir-mufassir dalam menelaah dan meneliti ayat-ayat al-Qur`an untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Seperti Ibnu Katsîr menggunakan metode tahlîli 8 dan manhâj tafsîr 5 M. Quraish Shihab, Membumi al-Quran ; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat , Bandung; Mizan, 1994 cetakan ke 15, hal. 71. 6 Manna’ Khalîl al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur`an, Bogor; Pustaka Litera Antarnusa, 1996 cetakan ke -3, hal. 476. 7 M. Quraish Shihab, Membumi al-Quran....... hal. 73. 8 Tahlîli ialah satu metode yang bermaksud menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dari seluruh aspeknya. Seorangg mufassir yang mengikuti metode ini menafsirkan ayat al-Qur`an secara runtut dari awal hingga akhirnya, dan surat demi surat sesuai dengan urutan mushaf Utsmani. Lihat M. al-Fatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2005, cet. ke-2, hal.41-42. 5 bil ma`tsûr 9 dalam tafsir ketika menguraikan pesan-pesan al-Qur`an. Manakala Sayyid Qutb menggunakan metode tahlîli dan manhâj tafsîr bi al-ra`yi 10 dalam karyanya ketika menguraikan ayat-ayat al-Qur`an, begitu juga konsep-konsep metode dan corak-corak penafsiran yang terdapat pada karya-karya tafsir yang lain yang pembahasannya dilanjutkan dalam skripsi ini. Di bumi Nusantara 11 terdapat banyak karya klasik dan modern dalam lapangan tafsir yang ditulis oleh mufassir-mufassir Melayu yang terkenal. Sejarah perkembangan pesat tafsir di Nusantara terjadi pada abad ke-16 hingga abad ke-19 12 . Sebagaimana di Timur Tengah, masing-masing mufassir di Nusantara juga mempunyai konsep metode dan corak penafsiran. Walau karya- karya tafsir di Nusantara bersumber dari karya-karya tafsir dari Timur Tengah, para mufassir di rantau Nusantara mempunyai corak penafsiran yang sesuai dengan lingkungan dan masa di rantau tersebut. Di antara karya tafsir yang mempunyai nilai bobot tinggi ialah “Tarjumân al-Mustafîd” yang terkenal 9 Menafsir al-Qur`an dengan al-Qur`an, dengan sunnah, dengan perkataan sahabat dan dengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh besar Tabi’in. Karena pada umumnya, mereka menerimanya daripada para sahabat. Lihat “Studi Ilmu-ilmu al-Qur`an”, Manna’ Khalil al- Qatthan Bogor: Pustaka Litera, 2006, hal. 482. 10 Tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya, mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan istinbat yang didasarkan pada ra`yu semata. Lihat “Studi Ilmu-ilmu al-Qur`an ”, Manna’ Khalil al-Qatthan Bogor: Pustaka Litera, 2006, hal. 488. 11 Istilah Nusantara merujuk kepada lingkungan pengaruh kebudayaan dan linguistik orang Melayu yang merangkumi kepulauan Indonesia, Malaysia, Singapura, bahagian paling selatan Thailand, Filipina, Brunei, Timor Timur dan mungkin juga Taiwan, namun ia tidak melibatkan daerah Papua Nugini. Istilah padanan untuk Nusantara dalam bahasa Melayu ialah Alam Melayu. Lihat http:www.wacananusantara.org. 12 Izza Rahman Nahrawi, “Profil Kajian al-Qur`an Di Nusantara Sebelum Abad Kedua Puluh ”. Jurnal al-Huda jakarata: Islamic Centre Jakarta 2002 Vol II no 6. 6 sebagai “Tafsir Baydawi” oleh Abd al-Rauf Singkel yang merupakan tafsir pertama terlengkap bahasa Melayu kuno tertua di Nusantara 13 . Namun di Tanah Melayu 14 terdapat banyak karya klasik dalam bidang tafsir yang dikarang oleh mufassir-mufassir setempat. Kebanyakan karya tafsir al-Qur`ân di rantau ini ditulis secara tidak utuh sebuah mushâf al-Qur`ân, yaitu penafsiran yang tidak melengkapi 30 juz al-Qur`an bermula dari surat al-Fâtihah hingga al-Nâs 15 . Masing-masing mufassir melahirkan karya mereka tersendiri seperti Muhammad Nor Bin Ibrahim melahirkan karyanya Ramuan Rapi Dari Erti Surah al-Kahfi dan Syed Syiekh al-Hadi melahirkan karyanya Tafsîr Surah al-Fâtihah . Penulis memilih salah satu di antara karya-karya tafsir di Nusantara yaitu Tafsîr Nûr al-Ihsân karya Muhammad Said Bin Umar menjadi judul skripsi ini, karena ia merupakan karya tafsir bahasa Melayu terawal yang lengkap 30 juz yang dihasilkan di Malaysia 16 . Maka, judul yang diberi ialah “METODE DAN CORAK PENAFSIRAN MUHAMMAD SAID BIN UMAR DALAM TÂFSIR NÛR AL-IHSÂN SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM PENAFSIRAN”. Penulis akan membahas juga secara ringkas tentang sejarah 13 Mohd. Taib Osman dkk, Tamadun Islam Di Malaysia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2000, hal. 418. 14 Nama “Tanah Melayu” ialah Malaysia sebelum kemerdekaan. Kemudian dinamakan “Persekutuan Tanah Melayu” sempena kemerdekaan negeri tersebut dari kolonial Inggris pada 31 Agustus 1957. Kemudian ditukar namanya menjadi “Malaysia” pada 16 September 1963. Lihat Zulhilmi Paidi dan Rohani Ab. Ghani, Kenegeraan Malaysia :Isu-isu Dalam Pembinaan Negara, Kuala Lumpur: PTS Publications Sdn. Bhd., 2003, cet. ke-1, hal. 1, 5 dan 12. 15 Mustaffa Abdullah, Khazanah Tafsir Di Malaysia, Pahang: Perpustakaan Negara Malaysia, 2009, cet. 1, hal. 46, dan 55. Mohd. Taib Osman dkk, Tamadun..... hal. 419. 16 Mustaffa Abdullah, Khazanah..........hal. 45 dan 56. 7 penafsiran al-Qur`an di Malaysia yang merupakan latar belakang bagi konsep metode dan corak penafsiran Tafsîr Nûr al-Ihsân. Dari latar belakang tersebut, penulis berasumsi bahwa pemilihan judul tersebut adalah sebagai berikut : 1. Metode dan corak penafsiran merupakan cara yang sistematis untuk memahami al-Qur`ân dengan berbagai pendekatan dan berbagai kecenderungan, sehingga sistematika dari dua bidang tersebut perlu dikenali, dikaji, dan diaplikasikan agar fungsi al-Qur`ân sebagai Syifâ` obat dan Hudan petunjuk dapat diraih oleh manusia. 2. Karya yang penulis analisa ini, merupakan salah satu karya yang terkenal di Malaysia, sehingga menganalisa metode dan corak penafsirannya menjadi urgen. 3. Dari survey kepustakaan, metode dan corak penafsiran al-Qur`an dari berbagai kitab tafsir diangkat sebagai judul skripsi 17 , namun metode dan corak penafsiran al-Qur`an dalam Tafsîr Nûr al-Ihsân karya Muhammad Said Bin Umar belum ada yang menjadikannya sebagai judul skripsi. Maka penulis berinisiatif untuk mengambilnya sebagai judul skripsi.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah