2.4 Suku Osing
Indonesia memiliki ribuan suku dan budaya dengan keunikan masing-masing. Salah satunya adalah suku Osing yang berada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur. Suku Osing merupakan penduduk asli Banyuwangi yang masih melestarikan kebudayaan daerahnya.
Menurut Ali dalam Budhisantoso, 1993:1 beberapa daerah pedesaan di wilayah kabupaten Banyuwangi merupakan pemukiman “wong Osing” orang
Osing. Nama ini diberikan oleh “wong kulonan” penduduk pendatang dari Jawa
Tengah, Madura, Bali, Bugis, dan Mandar untuk sisa rakyat Blambangan yang pada waktu itu masih menganut agama Hindu-Jawa Ali, 1991:7
Menurut Sutarto 2010: 263 suku Osing adalah salah satu kelompok etnik yang mendiami sebagian wilayah kabupaten Banyuwangi dan diposisikan sebagai
penduduk asli Banyuwangi. Citra budaya orang Osing atau Banyuwangi merupakan akulturasi antara kebudayaan Jawa dan kebudayaan Bali. Sebagian besar masyarakat
Osing bertempat tinggal di sekitar bekas kerajaan Tawangalun, yakni di Banyu Alit Rogojampi, Bayu Rawa Bayu, Lateng, Benculuk, dan Banyuwangi.
Dalam melakukan aktivitas sehari-sehari, masyarakat Osing tidak pernah meninggalkan aktivitas jual beli terutama ketika pagi hari mereka sudah berbondong-
bondong pergi ke pasar untuk membeli sayuran. Disaat para penjual dan pembeli sayur itu melakukan transaksi, terlihat ada aktivitas unik yang dilakukan ketika
melakukan transaksi jual beli tersebut, salah satu contohnya yaitu jika uang yang harus dibayarkan kepada pembeli Rp17.500,00 dan pembeli membayar dengan uang
senilai Rp50.000,00 maka cara pembeli memberikan uang kembalian yaitu dengan cara memberikan uang Rp2.500,00 untuk menggenapi uang yang harus dibayarkan
senilai Rp17.500,00 sehingga menjadi Rp20.000,00 selanjutnya pembeli menambahi uang senilai Rp30.000,00 sehingga total uangnya kembali menjadi Rp50.000,00.
Melalui cara tersebut maka uang kembalian yaitu senilai Rp32.500,00. Mereka memiliki cara tersendiri dalam menghitung dan cara yang digunakan oleh mereka
tentunya berbeda dengan cara menghitung yang diajarka di sekolah.
19
BAB 3. METODE PENELITIAN