Komunikasi Politik Pembangunan Pertanian Proses Pengambilan Keputusan Program Dan Kebijakan Simantri Di Provinsi Bali

KOMUNIKASI POLITIK PEMBANGUNAN PERTANIAN :
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PROGRAM DAN
KEBIJAKAN SIMANTRI DI PROVINSI BALI

IWAN SETIAJIE ANUGRAH

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Komunikasi Politik
Pembangunan Pertanian : Proses Pengambilan Keputusan Program dan Kebijakan
Simantri di Provinsi Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Iwan Setiajie Anugrah
NRP. I.362100061

iii

RINGKASAN

IWAN SETIAJIE ANUGRAH. Komunikasi Politik Pembangunan Pertanian :
Proses Pengambilan Keputusan Program dan Kebijakan Simantri di Provinsi Bali.
Dibimbing oleh SARWITITI SARWOPRASODJO, KEDI SURADISASTRA,
dan NINUK PURNANINGSIH.
Komunikasi politik menjadi aspek penting dalam proses pembangunan
pertanian di daerah, terutama dalam kerangka kebijakan nasional, desentralisasi
dan otonomi daerah. Hanya saja hal ini kurang disadari oleh para peyelenggara
pembangunan di pusat maupun di daerah. Akibatnya sekalipun sektor pertanian

merupakan sektor potensial dan memegang peranan penting bagi sebagian besar
masyarakat, namun kurang direspon secara baik oleh pimpinan daerah, birokrasi,
masyarakat serta investor di daerah. Hal ini karena terganggu dengan proses
komunikasi politik, sehingga tidak menjadi manfaat publik.
Pada sepuluh tahun terakhir, telah banyak inovasi pertanian yang
dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian maupun program yang diinisiasikan
melalui Kementerian Petanian. Prima Tani merupakan salahsatu model
pembangunan pertanian nasional berbasis inovasi dan teknologi serta
kelembagaan yang sekaligus menjadi kebijakan program nasional Kementerian
Pertanian. Sasarannya tidak hanya diintroduksikan kepada masyarakat sebagai
pengguna tetapi juga diarahkan kepada pimpinan daerah sebagai penentu
kebijakan. Diharapkan model ini menjadi kebijakan program pembangunan
pertanian daerah. Namun tidak semua Pemerintah Daerah mengimplementasikan
model Prima Tani menjadi kebijakan program pembangunan sektor pertanian di
tingkat birokrasi dan pimpinan daerah. Hal ini diduga karena tidak terbangun
dengan komunikasi politik yang baik antara institusi Badan Litbang Pertanian,
Kementerian Pertanian atau pun BPTP dengan para penentu kebijakan
pembangunan di daerah.
Pemerintah Provinsi Bali merupakan salah satu daerah yang telah
mentrasformasikan model Prima Tani menjadi kebijakan program pembangunan

pertanian daerah, melalui program “Simantri” (sistem “manajemen” pertanian
terintegrasi). Simantri sebagai tindaklanjut model Prima Tani telah dikelola dan
dikembangkan menjadi program pembangunan pertanian daerah mendukung
program strategis Bali Mandara (Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera) di
tingkat Provinsi Bali. Komitmen politik yang dilakukan oleh Gubernur sebagai
pimpinan daerah dalam proses transformasi model Prima Tani menjadi Simantri,
menjadi salah satu pertimbangan untuk melakukan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis proses komunikasi
politik dalam pengambilan keputusan model Prima Tani menjadi program
pembangunan sektor pertanian daerah (Simantri) di Provinsi Bali; (2)
Menganalisis proses komunikasi politik pada proses pengambilan keputusan,
Simantri menjadi kebijakan program pembangunan sektor pertanian daerah di
Provinsi Bali ; dan (3) Menganalisis strategi komunikasi politik dalam proses
pengambilan keputusan, pada proses transformasi model Prima Tani dan
penetapan program Simantri menjadi kebijakan pembangunan sektor pertanian
daerah di Provinsi Bali.

iv

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan merupakan studi kasus

pada proses pengambilan keputusan model Prima Tani menjadi program Simantri
dan penetapan program Simantri menjadi kebijakan pembangunan pertanian
daerah di Provinsi Bali. Analisis data dan informasi serta penafsiran hasil
penelitian, dilakukan secara deskriptif berdasarkan analisis proses (simpul).
Pendekatan konsep komunikasi politik dan pengambilan keputusan berdasarkan
konsep politik, mengacu kepada segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah dan kedudukan yang dipegang oleh para pejabat
pemerintah. Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok politik, menyangkut
keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan mengikat seluruh
masyarakat. Hasil dari suatu proses mengambil keputusan, akhirnya ditetapkan
sebagai kebijakan pemerintah. Pendefinisian komunikasi politik berdasarkan
pandangan politik yang digunakan, adalah proses komunikasi yang menyangkut
interaksi pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan yang di suatu wilayah tertentu. Konsep sederhana tentang
komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan politik dari aktoraktor politik atau yang berkaitan dengan kekuasaan pemerintah dan kebijakan
pemerintah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi politik dalam
pengambilan keputusan model Prima Tani menjadi program Simantri, melibatkan
berbagai aktor kunci; Kepala BPTP Bali, Gubernur Provinsi Bali, para pimpinan
SKPD lingkup pertanian, serta para pejabat pemerintahan Setda Provinsi Bali

yang dikoordinasikan melalaui peran Leading Sector Simantri. Komunikasi
birokrasi lebih dominan dilakukan masing-masing aktor secara horizontal dan
vertikal, dalam perumusan konsep dan penetapan Simantri menjadi program
pembangunan pertanian daerah. Bagi BPTP Bali proses komunikasi politik
dengan pimpinan daerah secara interpersonal yang difasilitasi dalam kegiatan
audiensi dan kunjungan lapangan ke lokasi Prima Tani, menjadi arena untuk
mengaktualisasikan institusi dan sekaligus melakukan advokasi inovasi teknologi
Badan Litbang Petanian kepada Gubernur sebagai pengambil keputusan di tingkat
Provinsi, sekaligus memecahkan kebuntuan komunikasi politik dengan birokrasi
di institusi lingkup Pemprov Bali, akibat perbedaan esselonisasi. Bagi Gubernur
sebagai pejabat baru, komunikasi politik dengan BPTP Bali dalam model Prima
Tani menjadi inspirasi bagi gagasan program pembangunan pertanian mendukung
Bali Mandara.
Proses Komunikasi politik dan proses pengambilan keputusan program
Simantri menjadi kebijakan pembangunan pertanian daerah, melibatkan aktor
kunci, para pejabat Pemprov beserta Gubernur dengan DPRD Provinsi Bali.
Forum SKPD, Musrenbang, dan pembahasan di tingkat fraksi, komisi II bidang
pertanian serta sidang paripurna DPRD menjadi arena penting dalam proses
pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan serta penganggaran program
Simantri. Strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh Pemprov Bali, meliputi

pendekatan birokratik, pola musrenbang, kemudian dengan kegiatan
“simakrama”, komunikasi satu pintu serta negosiasi dalam kaitan proses
pengambilan keputusan pada beberapa tahapan proses.
Kata kunci : bali, komunikasi politik, pengambilan keputusan, prima tani, sektor
pertanian, simantri

v

SUMMARY

IWAN SETIAJIE ANUGRAH. Political Communication of Agricultural
Development : Decision Making Process of Simantri Programme and Policy in
Bali Province. Under supervision of SARWITITI SARWOPRASODJO, KEDI
SURADISASTRA, and NINUK PURNANINGSIH.
Political communication is an important aspect in the process of
agricultural development in the region, particularly within the framework of
national, desentralization and policy autonomy. The thing is only few of
development implementing agents both in the central government and in the
regions are aware of it. Consequently, even if the agricultural sector is a potential
sector and plays an important role for most people in the regions, it would be less

well-responded by local leaders, bureaucracy agents, community members and
investors in the region. The result is then the agricultural development programs
that have been well-designed at the central level, would not be channeled properly
in the regions due to political communication process disturbances and in turn it
would not be public benefits.
During the last ten years, the Indonesian Agency for Agricultural
Research and Development (IAARD) have produced many agricultural
innovations and have set many programs and then initiated through the Ministry
of Agriculture (MOA). Prima Tani was one of the main innovation, technology
and institutional policy-based national agricultural development models and at a
time a MOA’s national program. The target was not only introduced to the
community members as end-users but also directed to the regional leaders as
policy makers at the respective region. This model was expected to be the regional
agricultural development program policy. However, not all local government
implemented the Prima Tani model as the policy of agricultural sector
development program at bureaucracy level and local government leaders. The
most possibly reason was that a well-developed good political communication
among institutions of IAARD, MOA and Assessment Institute of Agricultural
Technology of Agriculture (AIAT) with agricultural development policy makers
in the region was not set properly.

Bali Provincial Government was one region, which has transformed
Prima Tani Model into policy model of "Simantri" (integrated farming
"management” system) program. Simantri as a follow-up model of Prima Tani has
been managed and developed into a regional agricultural development programs
to support the strategic program of Bali Mandara (Bali Superior, Safe, Peaceful
and Prosperous). Political commitment made by the Governor as the major
regional leader in the process of transformation into a model of Prima Tani
Simantri, became one of the considerations to conduct this research.
The objective of the study are to: (1) analyze the process of political
communication in decision-making of transforming Prima Tani Model into the
regional agricultural sector development program (Simantri) in Bali Province; (2)
analyze the political communication process of decision making of how Simantri
to be a regional agricultural sector development program policy in Bali Province;
and (3) analyze the strategies of political communication in the decision-making

vi

process, the process of transformation Model Prima Tani; and (3) analyze political
communication strategy in decision making process of transforming Simantri
program into the agriculture sector development policy area in the province of

Bali.
The study used a qualitative approach and it was a case study on the
decision-making process of how Prima Tani Model transformed into the Simantri
program and its establishment into the regional agricultural development policy of
Bali Province. Data and information were analyzed descriptively information as
well as using process analysis model. The approach of political communication
concept and political concept-based decision-making referred to anything related
to policies made by the government and the position held by government officials.
Decision-making as a political central concept was associated with decisions,
which were made collectively and they bound to the whole community. The result
of a decision making process, was then finally established as the government
policy. Defining the political communication at the political views was a
communication process involving the government and society interaction within
the framework of decision making and implementing process in a particular area.
A simple political communication concept was communication involving political
message of political actors or ones related to the government’s power and policy.
The results showed that the political communication process in decisionmaking of Prima Tani model transformed into Simantri program involved various
key actors; Head of Bali Provincial AIAT, the Governor of Bali Province, leaders
of agriculture-related technical service offices (SKPD), as well as government
officials of Bali Provincial Secretariat coordinated through the role of Simantri

Leading Sector. Bureaucracy communication was conducted more dominantly
with each actor in horizontally and vertically, in terms of the concept and
determination Simantri formulation into the local agricultural development
program. An interpersonal political communication process for Bali Provincial
AIAT with the regional leaders, which was facilitated through hearings activities
and site visits to the Prima Tani locations, was an arena to actualize the institution
and at the same time to advocate technological innovation produced by the
IAARD to the Governor as the decision maker at the provincial level, as well as to
break the political communication deadlock with the bureaucracy within Bali
Provincial Government Institutions, due to echelon level differences. For the
governor as a new official, political communication on Prima Tani model with the
AIAT was the idea inspiration of supporting agricultural development of Bali
Mandara program.
Political communication processes and decision-making processes of
Simantri Program became into the regional agricultural development policy,
involving the key actors, the government officials, the Governor and Bali
Provincial Parliament. Tecnical service offices forum, Development Planning
Colloquy (Musrenbang), and the discussion at the level of fractions, agriculture
commissions II as well as the plenary session of Parliament were important arenas
in the decision-making process in the establishment of Simantri policy and

program budgeting. Political communication strategy conducted by the Bali
provincial government, bureaucratically, Musrenbang pattern also with the
"simakrama" activities, one door communication as well as negotiations in
relation to the decision making process at several process stages.
Keywords : agriculture sector, bali, decision making, political communication,
prima tani model, simantri program

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

viii

KOMUNIKASI POLITIK PEMBANGUNAN PERTANIAN :
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PROGRAM DAN
KEBIJAKAN SIMANTRI DI PROVINSI BALI

IWAN SETIAJIE ANUGRAH

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : Dr Ir Tri Pranadji, MS APU
Dr Ir Djuara P Lubis, MS

Penguji Luar Komisi pada Ujian Promosi : Dr Ir Tri Pranadji, MS APU
Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis, MSc

PRAKATA

Segala puji dan rasa syukur, senantiasa penulis panjatkan ke hadlirat Illahi
Rabbi, Allah SWT atas segala kekuasaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
proses belajar hingga penulisan disertasi ini. Selama proses itu pula, interaksi,
perhatian, bimbingan, bantuan dan dukungan telah penulis terima dari berbagai
fihak. Atas semuanya ini, penulis sampaikan terima kasih kepada :
1. Dr Ir Sarwititi, MS sebagai Ketua, Prof (R) Dr Ir Kedi Suradisastra, MSc,
APU dan Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MSi, sebagai Anggota Komisi
Pembimbing yang telah mencurahkan banyak waktu dan perhatian, selama
proses bimbingan, diskusi, konsultasi dan kesempatan berbagi
pengalaman, pengetahuan hingga penyelesaian disertasi ini.
2. Prof Dr Ir Syafri Mangkuprawira, MSc (Alm), walaupun dipertemukan
secara singkat sebagai sosok seorang Bapak dan sekaligus pembimbing,
namun besar artinya bagi penulis untuk dapat menterjemahkan filosofi
pemikiran beliau, agar memahami hakekat utama ilmu yang diperoleh
melalui kerangka disertasi ini, “sebagai alat dan bukan tujuan akhir”.
3. Dr Ir Djuara P Lubis, MS, sebagai Ketua Jurusan KMP-IPB dan Penguji
Luar Komisi pada Ujian Tertutup, atas segala dorongan semangat serta
alternatif solusi yang diberikan, secara psikologis menjadi penyeimbang
setiap kesulitan yang dialami selama penyelesaian tahapan studi di KMP.
4. Dr Ir Tri Pranadji, MS, APU dan Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis, MSc,
atas kesediaan waktu dan berkenan untuk menjadi penguji luar komisi.
5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar, Staf Administrasi dan Sekretariat Mayor
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, atas segala bantuan,
kerjasama dan fasilitasi selama penulis menempuh studi di KMP.
6. Gubernur beserta jajaran Setda, Asda, Bappeda, Biro Humas Provinsi Bali
serta para Pimpinan SKPD (pertanian dalam arti luas) di Provinsi Bali,
Ketua Komisi II Bidang Pertanian DPRD Provinsi Bali, Tim Koordinasi
dan Pelaksana Simantri di Provinsi Bali dan Kabupaten Gianyar,
Penanggungjawab serta Rekan-rekan yang terlibat kegiatan Prima Tani
dan Simantri di BPTP Provinsi Bali, para Pendamping, Ketua/Pengurus
Gapoktan dan Koptan dalam lingkup program Simantri, khususnya di
lokasi Simantri percontohan awal (2009), atas kesediaan menjadi
partisipan sekaligus membantu terlaksananya kegiatan penelitian di
Provinsi Bali.
7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian
Pertanian dan jajaran Sekretariat Badan Litbang Pertanian, yang telah
memberikan kesempatan, ijin dan pembiayaan melalui beasiswa serta
memfasilitasi penulis selama proses menjadi petugas belajar Badan
Litbang Pertanian di IPB
8. Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang
Pertanian, Dr Ir Handewi Purwati Saliem, MS yang telah memberikan
kesempatan, ijin belajar dan fasilitasi selama penulis menjadi petugas
belajar di IPB.

xii

9. Kepala BPTP Bali, Ir AANB Kamandalu, MS dan Ir IGAK Sudaratmadja,
MS yang telah memberikan dukungan dan kesempatan dalam pelaksanaan
penelitian di Provinsi Bali.
10. Prof (R) Dr Ir Pantjar Simatupang, MS, APU, Prof (R) Dr Ir Tahlim
Sudaryanto, MS, APU di PSEKP dan Prof Dr Ir Maman Haeruman, MSc
(Guru Besar UNPAD) atas kepercayaan dan rekomendasi yang
dipertarukan kepada penulis, untuk mengikuti progran S-3 di KMP-IPB
11. Rekan-rekan seperjuangan di KMP 2010; Ibu Rita, Pak Djoko, Pak Edi,
Ibu Riko, Ibu Dyah, Pak Zulkarnain dan Ibu Sherly, serta teman-teman
KMP 2011, atas kebersamaan selama menempuh pendidikan di KMP-IPB.
12. Rekan kerja, pejabat struktural, staf dan peneliti di Pusat Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian Bogor, atas perhatian, doa dan dorongan yang
diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di KMP-IPB
13. Bapak I Made Londra, SPt, MSi dan I Made Wiska, Spt, yang telah
banyak membantu kegiatan penelitian dan pengumpulan data-informasi
lapangan di Provinsi Bali
14. Dr Ir Sahat M Pasaribu, MEng. APU, Ir Rita Nur Suhaeti, MS, dan Adi
Satyanto, SP, MSi atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis selama dan dalam akhir penyelesaian studi.
15. Ibunda (Almh), Ayahanda (Alm), yang selama hayatnya senantiasa
memanjatkan doa dan memberikan semangat kepada anak-anaknya, untuk
senantiasa menuntut ilmu dan terus belajar, tanpa sempat menanyakan
“apa” hasil dari proses belajar yang ditempuh penulis selama ini.
16. Istri tercinta Vitri Sawitri, Aks beserta buah hati tersayang, ananda Sekar
Rahmadini Anugrah dan Muhammad Rangga Anugrah Ramadhan, yang
selama ini banyak terabaikan dalam waktu dan perhatian, senantiasa
bersabar dan banyak berkorban untuk memberikan dukungan dan
pengertiannya yang tiada batas, sehingga menjadi kekuatan dan dorongan
agar proses belajar suami/bapaknya cepat selesai
17. Adik-adik tercinta, Susi Agustini, Memi Meliawati, Dewi Setiawati, Dian
Astuti dan Asman, Ari Yanuar, keluarga Mang Yeyet Wachyat (Alm),
keluarga Ua Ratna, keluarga H Arifin Marahayu, keluarga Bi Yuli Bogor,
serta keluarga besar Bapak H. Koestidjo Aditya dan Ibu Hj. Euis Hawayat,
yang senantiasa mengingatkan dengan doa serta memberikan semangat
yang tiada henti, selama penulis menempuh pendidikan di KMP-IPB
18. Bapak dan ibu serta rekan-rekan sejawat yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang selama ini telah membantu, memberikan perhatian,
mendoakan, mendorong semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
proses pendidikan di KMP-IPB.
Semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan wawasan keilmuan
dan pengkayaan materi studi kasus, pada proses pengajaran ilmu komunikasi dan
kebijakan pembangunan pertanian-pedesaan di KMP-IPB, di masa yang akan
datang.

Bogor, Agustus 2015
Iwan Setiajie Anugrah

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PERNYATAAN
RINGKASAN
SUMMARY
HALAMAN HAK CIPTA
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGUJI
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kerangka Pemikiran

i
ii
iii
v
vii
viii
ix
x
xi
xiii
xvi
xvii
xviii
1
1
4
6
6

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Politik
Politik Pertanian
Pembangunan Pertanian
Pemangku Kepentingan
Perumusan Kebijakan
Kebijakan
Perencanaan
Partisipasi
Partisipasi Politik
Komunikasi Politik
Pengambilan Keputusan
Negosiasi
Ruang Publik
State of The Art

16
16
16
17
19
19
21
23
27
28
28
34
39
42
43

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Ruang Lingkup
Pendekatan Konsep
Pendekatan Penelitian
Tahapan Penelitian
Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Metode Analisis
Lokasi dan Waktu Penelitian

49
49
50
51
51
52
52
53
53

xiv

HASIL PENELITIAN DAN PENAFSIRAN
Deskripsi Provinsi Bali
Geografis dan Wilayah Administratif
Penduduk dan Mata Pencaharian
Kemiskinan dan Pengangguran

56
56
56
56
58

Kebijakan dan Program Pembangunan Daerah Provinsi Bali
Konstribusi Sektor Pembangunan Daerah
Dokumen Politik Pembangunan Daerah
Visi - Misi sebagai Dasar Pembangunan
Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Daerah
Program Pembangunan dan Rencana Strategis Daerah

60
60
62
63
65
65

Konsep Dasar Model Prima Tani dan Agribisnis Industrial Pedesaan
Pendekatan Konsep Prima Tani
Peran Pemda dalam Keberlanjutan Prima Tani
Pendekatan dan Pola Implementasi AIP
Strategi Diseminasi Badan Litbang Pertanian pasca Model
Prima Tani

67
67
70
71

Sistem Pertanian Integrasi (Simantri)
Konsep Dasar Program Simantri
Konsep Pengajuan Usulan Program Simantri di Tingkat
Gapoktan

75
75

Proses Penetapan Program dan Kebijakan Simantri
Sejarah Singkat Transformasi Model Prima Tani ke Program
Simantri
Penjabaran Ide, Gagasan dan Pemikiran menjadi Konsep Simantri
Perencanaan Simantri menjadi Program Pembangunan
Pertanian Daerah
Implementasi Kebijakan Program Simantri
Simpul Provinsi : Proses Integrasi Institusi
Simpul Kabupaten : Harmonisasi Program
Simpul Gapoktan, Poktan dan Petani : Merancang Keterpaduan

80

Riview Hasil Penelitian terkait Program dan Kebijakan Simantri
Potensi Peningkatan Pendapatan :
Potensi Hasil Ternak dan Hasil Olahannya
Keterkaitan dengan Kelembagaan dan Dinamika Pelaksanaan
Kegiatan Simantri
Simpul-simpul Proses Komunikasi Politik dan Pengambilan
Keputusan dalam Perumusan Program dan Kebijakan Simantri
Simpul Proses Transformasi Kebijakan Model Prima Tani
Aktor dan Peran
Arena Komunikasi
Proses Pengambilan Keputusan

74

78

80
81
83
86
86
87
90
93
93
95
96

98
99
102
102
104

xv

Dokumen Politik
Strategi Komunikasi Politik

104
105

Simpul Proses Perumusan Konsep Pertanian Integrasi dan
Simantri
Aktor dan Peran
Arena Komunikasi
Proses Pengambilan Keputusan
Dokumen Politik
Strategi Komunikasi Politik

106
106
107
108
109
109

Simpul Proses Penetapan Simantri menjadi Program
Pembangunan Pertanian Daerah
Aktor dan Peran
Arena Komunikasi
Proses Pengambilan Keputusan
Dokumen Politik
Strategi Komunikasi Politik

110
110
111
112
113
113

Simpul Proses Penetapan Simantri menjadi Kebijakan Program
Pembangunan Daerah
Aktor dan Peran
Arena Komunikasi
Proses Pengambilan Keputusan
Dokumen Politik
Strategi Komunikasi Politik

114
115
115
116
117
117

Simpul Proses Implementasi Kebijakan Program Simantri
Tingkat Provinsi
Aktor dan Peran
Arena Komunikasi
Proses Pengambilan Keputusan
Dokumen Politik
Strategi Komunikasi Politik

118
118
118
119
119
120
120

Tingkat Kabupaten/Kota
Aktor dan Peran
Arena Komunikasi
Proses Pengambilan Keputusan
Dokumen Politik
Strategi Komunikasi Politik

121
122
122
124
124
124

Tingkat Kelompok Tani dan Gapoktan
Aktor dan Peran
Arena Komunikasi
Proses Pengambilan Keputusan
Dokumen Politik
Strategi Komunikasi Politik

125
125
126
127
127
129

xvi

Analisis Komunikasi Politik dalam Proses Pengambilan Keputusan
Simantri sebagai Prioritas Pembangunan Pertanian Daerah Provinsi Bali
Analisis Proses Komunikasi Politik, dalam Pengambilan
Keputusan Model Prima Tani menjadi Program
Pembangunan Pertanian Daerah
Analisis Proses Komunikasi Politik pada Pengambilan
Keputusan, Program Simantri menjadi Kebijakan
Pembangunan Pertanian Daerah
Interaksi dan Relasi antar Aktor
Politik dan Mobilisasi Birokrasi : Dominasi Kekuasaan
Musrenbang : Arena Partisipasi Politik dan Sinergitas
Kepentingan
Negosiasi : Membangun Kesepakatan dan Keputusan Kolektif
Partisipasi dan Kepentingan Program
Analisis Strategi Komunikasi Politik dan Proses Pengambilan
Keputusan dalam Perumusan Program dan Kebijakan
Pembangunan Sektor Pertanian Daerah (Simantri)
Simakrama : Pola Komunikasi Politik dari Bali
Kebijakan Informasi Satu Pintu : Menjaga Citra Pemerintah
Analisis Komunikasi Politik dalam Kaitan Aktor Politik, Birokrasi,
Adat, Akademik/Teknokratik dan Komunitas

129

129

131
132
134
135
138
139

143
145
147
148

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Kesimpulan
Implikasi Kebijakan

153
153
154

DAFTAR PUSTAKA

155

LAMPIRAN

166

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

177

DAFTAR TABEL
1.

2.
3.
4.
5.

Matrik Kegiatan Penelitian berdasarkan Tahapan Penelitian, Metode
Pengumpulan Data dan Informasi, Partisipan, Jenis Data dan
Informasi, Lokasi Penelitian dan Proses Penafsiran Hasil Penelitian

55

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Bali
tahun 2008– 2013

58

Tingkat kemiskinan di Provinsi Bali menurut Kabupaten/Kota
tahun 2013

59

Perkembangan penduduk usia kerja Kabupaten/Kota Provinsi Bali
tahun 2008 dan 2012

60

Konstribusi PDRB menurut lapangan usaha utama tahun 2011-2013
(persen)

61

xvii

6.

Struktur perekonomian PDRB ADHB Provinsi Bali tahun 2011
berdasarkan sektor pembangunan (dalam %)

61

7.

Tim Koordinasi Pengembangan Pertanian Terintegrasi Provinsi Bali

82

8.

Perkembangan dan penyebaran Simantri berdasarkan
Kabupaten / Kota di Provinsi Bali 2009-2013

84

Perkembangan dana bantuan Simantri berdasarkan Kabupaten/Kota
di Provinsi Bali 2009-2013

85

Keterkaitan SKPD dengan program Simantri pengembangan
dan pemantapan tahun 2009 di 10 Gapoktan/Desa pada Tahun 2010

87

Partisipasi dan dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap
Program Simantri Provinsi Bali pada tahun anggaran 2009-2013

90

9.
10.
11.
12.
13.
14.

15.

16.
17.
18.

Proses komunikasi politik dan pengambilan keputusan pada
simpul transformasi model Prima Tani

101

Proses komunikasi politik dan pengambilan keputusan pada
perumusan konsep pertanian integrasi dan Simantri

107

Proses komunikasi politik dan pengambilan keputusan pada
penetapan Simantri sebagai program pembangunan pembangunan
sektor pertanian daerah

111

Proses komunikasi politik dan pengambilan keputusan pada
penetapan Simantri menjadi kebijakan program pembangunan
pertanian daerah

114

Proses komunikasi politik dan pengambilan keputusan pada
implementasi di tingkat Provinsi

120

Proses komunikasi politik dan pengambilan keputusan pada
implementasi di tingkat Kabupaten

123

Proses komunikasi politik dan pengambilan keputusan pada
tingkat Gapoktan-Poktan

128

DAFTAR GAMBAR
1.

Ilustrasi proses inisiasi hingga implementasi model Prima Tani

9

2.

Kerangka pemikiran berdasarkan seluruh proses penelitian

14

3.

Kerangka pemikiran penelitian pada satu simpul proses

15

4.

Kerangka pendekatan penelitian

54

5.

Diagram kerangka pendekatan program strategis daerah
Provinsi Bali menuju Bali Mandara

67

6.

Kerangka model Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP)

73

7.

Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC)

75

xviii

8.
9.

Diagram kerangka pendekatan dalam proses penyusunan program
dan kebijakan Simantri

92

Proses komunikasi dan pengambilan keputusan berdasarkan tahapan
simpul

98

10.

Proses interaksi dan relasi antar Aktor

133

11.

Komunikasi politik dalam kaitan aktor politik, birokrasi,
adat, akademik/teknokratik dan Komunitas

152

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Tabel konsep dasar tentang program SIMANTRI di Provinsi Bali
2008-2013

166

Tabel jumlah dan jenis dokumen politik dalam proses perencanaan
hingga implementasi program Simantri di Provinsi Bali tahun
2009-2013

168

3.

Gambar lokasi Simantri di Bali tahun 2009-2011

173

4.

Gambar proses pengajuan dan penetapan program simantri dalam
sistem perencanaan dan anggaran

174

Gambar diagram proses persetujuan usulan program dan anggaran
Simantri

175

Foto dokumentasi kegiatan Simantri di Provinsi Bali

176

2.

5.
6.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Komunikasi politik menjadi salah satu aspek penting dalam proses
pembangunan sektor pertanian di daerah, terutama dalam kerangka kebijakan
perencanaan program pembangunan nasional, desentralisasi serta pelaksanaan
otonomi daerah. Hanya saja hal ini kurang disadari oleh para penyelenggara
pembangunan di pusat maupun di masing-masing daerah, sehingga sekalipun
pertanian merupakan sektor potensial bagi pembangunan daerah, namun kurang
direspon oleh pimpinan, birokrasi, masyarakat serta investor di daerah, termasuk
program dan kebijakan pembangunan pertanian dari pusat di daerah. Akibatnya
program pembangunan pertanian yang sudah dirancang di tingkat pusat, tidak
tersalurkan dengan baik di daerah karena terganggu dengan proses komunikasi
politik dan pada akhirnya tidak menjadi manfaat publik.
Pada sepuluh tahun terakhir, banyak inovasi dihasilkan oleh Badan Litbang
Pertanian maupun program yang telah diinisiasikan Kementerian Petanian di
daerah. Prima Tani merupakan salah satu model diseminasi inovasi teknologi dan
kelembagaan pertanian yang diinisiasi Badan Litbang Pertanian dan menjadi
kebijakan program Kementerian Pertanian. Model ini sekaligus menjadi wahana
bagi akselerasi program-program pembangunan pertanian nasional di daerah.
Model Prima Tani telah diintroduksikan di 209 lokasi dan 33 provinsi melalui
institusi Badan Litbang Pertanian di Pusat maupun di Daerah (Renstra Badan
Litbang Pertanian 2010-2014). Proses awal introduksi model Prima Tani
dilakukan pada tahun 2005 dalam skala terbatas di masing-masing lokasi dan
secara operasional telah diterapkan ditingkat petani serta masyarakat pengguna.
Program pembangunan pertanian model Prima Tani, memiliki pendekatan,
sasaran dan tujuan tidak hanya untuk masyarakat sebagai pengguna, tetapi juga
diarahkan kepada pimpinan daerah sebagai penentu kebijakan. Pimpinan daerah
diharapkan memberikan respon kebijakan dan menuangkannya dalam dokumen
kebijakan politik pembangunan pertanian daerah, sehingga implementasi model
Prima Tani yang sebelumnya dilakukan oleh Pemerintah Pusat, ditransformasikan
menjadi program pembangunan pertanian daerah, serta proses pengembangan
selanjutannya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah setempat.
Namun demikian tidak semua Pemerintah Daerah, terutama di tingkat
provinsi merespon model Prima Tani menjadi kebijakan pembangunan pertanian
daerah. Hal ini diduga karena tidak terbangun dengan komunikasi politik yang
baik antara institusi Badan Litbang atau pun Kementerian Pertanian dengan para
penentu kebijakan di daerah, sehingga keberlanjutan inovasi teknologi dan
kelembagaan yang sudah diintroduksikan kepada masyarakat, kurang mendapat
dukungan kebijakan dari pimpinan dan birokrasi di daerah.
Hipotesis diatas mengisyaratkan, bahwa proses komunikasi politik melalui
para pimpinan dan birokrasi di daerah menjadi bagian penting dalam pelaksanaan
program pembangunan pertanian, mengingat kebijakan politik pembangunan
dalam realitas otonomi daerah, telah memberikan kewenangan yang begitu besar
terhadap peran dan kedudukan pimpinan daerah. Pimpinan daerah dalam

2

kedudukan dan kewenangannya, merupakan pengambil keputusan dan sekaligus
menentukan kebijakan program pembangunan di masing-masing daerahnya.
Otonomi daerah dan model pembangunan desentralistik, pada awalnya
diharapkan menjadi dasar untuk mendorong akselerasi pembangunan pertanian di
daerah. Namun dalam pelaksanaannya belum menjadi sarana untuk melakukan
keberfihakan para pimpinan daerah dan birokrasi terhadap pembangunan
pertanian di wilayahnya. Beberapa kebijakan bahkan menjadi penghambat dalam
proses pengembangan sektor pertanian di daerah. Akibatnya proses pembangunan
pertanian menjadi terkendala, bahkan tidak menjadi prioritas dalam perencanaan
pembangunan daerah (Suhaeti dkk. 2010, Pranadji 2011 dan Maryowani 2012).
Diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007, tentang
Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, seperti ditegaskan pada Pasal 7 ayat (4), bahwa “kedudukan
sektor pertanian dalam perencanaan pembangunan daerah, tidak lagi menjadi
urusan wajib bagi daerah otonom, melainkan sebagai urusan pilihan”. Dengan
pelaksanaan peraturan tersebut, maka kemajuan sektor pertanian di daerah sangat
tergantung pada proses perencanaan pembangunan daerah, dimana tahapannya
ditentukan oleh pengambilan keputusan pimpinan daerah, para penentu kebijakan
pembangunan serta legislatif di daerah (Pranadji 2011). Hal ini memberikan
indikasi bahwa tantangan pembangunan pertanian secara nasional di daerah
dihadapkan pada komitmen politik dalam pengambilan keputusan para pimpinan,
birokrasi dan legislatif di daerah.
Berdasarkan gagasan dan konsep awal, telah dikemukakan bahwa Model
Prima Tani pada dasarnya merupakan bentuk dan implementasi kegiatan Badan
Litbang Pertanian untuk mendiseminasikan hasil-hasil penelitian dan pengkajian
serta kegiatan program pembangunan pertanian nasional secara langsung kepada
masyarakat serta Pemerintah Daerah. Perkembangan Prima Tani di beberapa
lokasi, juga diharapkan menjadi media bagi akselerasi program pembangunan
pedesaan yang diintroduksikan oleh berbagai institusi, baik di
lingkup
Kementerian Pertanian, lintas kementerian maupun program pembangunan yang
berasal dari Pemerintah Daerah setempat serta lembaga dan organisasi terkait
sebagai komponen pendukung model tersebut (Simatupang 2004 dan Badan
Litbang Pertanian 2004).
Secara umum, gambaran keberhasilan model Prima Tani yang
diintroduksikan setidaknya dapat memenuhi dua aspek kepentingan, diantaranya
dengan respon dan implementasi model Prima Tani di tingkat pengguna yang
lebih banyak melibatkan peran serta masyarakat petani secara partisipatif, baik
secara individu, berkelompok maupun dalam gabungan kelompok tani. Sehingga
model Prima Tani benar-benar direspon menjadi kegiatan petani yang dinamis,
terkait dengan penggunaan teknologi baru, aktifitas kelembagaan, intensitas
pemenuhan kebutuhan petani spesifik lokasi, maupun terjadinya proses
pembelajaran diantara para petani sendiri.
Kemudian pada aspek kepentingan penyelenggara pemerintahan di daerah,
dimana lokasi program tersebut ditempatkan, adalah bagaimana model Prima Tani
juga dapat direspon oleh Pemerintah Daerah melalui dukungan para pimpinan
daerah serta fasilitasi para pemangku kebijakan terkait di daerah. Dengan
dukungan dan fasilitasi dari Pemda setempat, model Prima Tani diharapkan
menjadi salah satu model pengembangan program pembangunan sektor pertanian

3

dan pedesaan dalam kebijakan perencanaan program pembangunan sektor
pertanian maupun kebijakan pembangunan daerah, baik di tingkat Provinsi
maupun Kabupaten/Kota.
Keberhasilan Model Prima Tani berdasarkan pendekatan komunikasi
politik, adalah pada saat model tersebut direspon oleh Pemerintah Daerah
setempat, ditransformasikan dalam produk kebijakan politik daerah dan
dilegislasikan menjadi dokumen politik, baik melalui Peraturan Gubernur atau
Bupati, Surat Keputusan pejabat tertinggi di daerah, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Daerah serta produk politik lainnya yang kemudian menjadi dasar
kekuatan bagi kebijakan pembangunan sektor pertanian di masing-masing daerah.
Dengan kata lain, sebagai bentuk pesan pembangunan pertanian yang sudah
dirumuskan dalam kebijakan nasional, model Prima Tani dimaknai berhasil jika
proses transformasi kebijakan ini, direspon sebagai kebijakan pembangunan yang
kemudian dilegitimasi melalui keputusan politik menjadi kebijakan model
pembangunan sektor pertanian di daerah. Hal ini sejalan dengan konsep dan
rancangan awal Prima Tani, bahwa model ini hanya merupakan program rintisan
pada satu lokasi dengan skala terbatas. Pada dua hingga lima tahun kemudian
sejak model ini diimplementasikan, proses pengembangannya diharapkan sudah
diambilalih oleh Pemerintah Daerah melalui institusi terkait yang berkompeten
dengan program-program pembangunan sektor pertanian maupun dalam
perencanaan pembangunan daerah (Simatupang 2004).
Prinsip Built-Operate-Transfer (BOT) atau bangun-operasikan-serahkan,
menjadi landasan dalam pengambil-alihan model Prima Tani menjadi program
pemerintah daerah. Tindak lanjut BOT diharapkan dapat diakomodasikan dalam
sistem perencanaan pembangunan daerah, dengan alokasi pendanaan sepenuhnya
dari penganggaran Pemerintah Daerah (Simatupang 2004). Dengan langkah
tersebut, sekaligus menegaskan bahwa model Prima Tani telah menjadi komitmen
politik para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan program pembangunan
pertanian di daerah, sekalipun dalam penerapannya dilakukan dengan nama dan
pengistilahan yang berbeda, sesuai dengan kepentingan politik dan pembangunan
daerah setempat.
Pemerintah Provinsi Bali merupakan salah satu daerah yang telah
melakukan transformasi model Prima Tani menjadi kebijakan program
pembangunan pertanian daerah, melalui program “Simantri” (sistem
“manajemen” pertanian terintegrasi). Simantri sebagai replikasi dan keberlanjutan
model Prima Tani, telah dikelola dan dikembangkan menjadi program
pembangunan sektor pertanian daerah mendukung program strategis Bali
Mandara (Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera) di tingkat Provinsi Bali.
Komitmen politik yang dilakukan oleh Gubernur sebagai pimpinan daerah dalam
proses transformasi model Prima Tani menjadi Simantri, ditindaklanjuti dengan
nota kesepahaman (MoU) antara Badan Litbang Pertanian dengan Pemda Bali
yang tercatat dalam dokumen politik No : 075/12/KB/B.PEM/2009 dan No :
680/HM.240/I.10/09 pada tanggal 28 Oktober 2009. Materi dokumen dimaksud,
berisikan dukungan Badan Litbang Pertanian kepada Pemprov Bali, dalam kaitan
penyediaan inovasi teknologi, kelembagaan maupun tenaga ahli (pakar) yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan program Simantri.

4

Kemudian untuk meningkatkan dukungan Pemda tingkat Kabupaten dan
Kota dalam kegiatan tersebut, dilakukan melalui proses komunikasi politik dan
ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur No. 29 Tahun 2010
tentang keberlanjutan Simantri. Peraturan Gubernur tersebut pada dasarnya
merupakan MoU dalam bentuk kesepakatan bersama dan perjanjian kerjasama,
antara Gubernur Bali dengan para Bupati dan Walikota se-Bali, meliputi : Bupati
Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Bupati
Karangasem dan Walikota Denpasar. Substansi MoU, meliputi materi tentang
Pelaksanaan Kegiatan Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) di Provinsi Bali.
Rincian materi dalam Pergub tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2,
Dengan beberapa dokumen politik yang diterbitkan menjadi keputusan
politik, maka secara formal tindak lanjut pengembangan model Simantri menjadi
lebih terintegrasi dan berkelanjutan. Pola mengikutsertakan tanggungjawab para
pimpinan daerah di tingkat Kabupaten/Kota dalam MoU atau kesepakatan ini,
sekaligus menjadi strategi menata “harmonisasi” hubungan institusional antara
provinsi dan beberapa kabupaten menjadi lebih “cair”, bahkan dapat mengurangi
“resistensi” daerah atas “kekakuan” pemahaman otonomi daerah, agregasi
kepentingan serta akibat perbedaan “warna politik” dan konstituen sebagai sub
ordinat masing-masing partai politik.
Pada tingkat nasional, model Prima Tani bahkan telah menginspirasi
pelaksanaan program strategis Kementerian Pertanian selanjutnya, melalui
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang
Mengakar pada Masyarakat (LM3), Farmer Empowerment Through Agricultural
Technology and Information (FEATI), Gerakan Nasional Kakao (Gernas Kakao),
Program Pengembangan Kawasan Hortikultura (P2KAH), dan Program
Swasembada Daging Sapi (PSDS) (Renstra Badan Litbang Pertanian 2010-2014).
Perkembangan model Prima Tani di tingkat nasional, kemudian dilanjutkan
dengan strategi diseminasi Badan Litbang Pertanian, melalui Model
Pengembangan Pertanian Pedesaan Melalui Inovasi (M-P3MI). Model ini
dirancang dalam rangka memperkuat program pembangunan pertanian, melalui
peningkatan jangkauan kegiatan diseminasi dengan pendekatan model Spectrum
Diseminasi Multy Channel (SDMC). Model ini dicanangkan oleh Badan Litbang
Pertanian mulai tahun 2011. Namun demikian secara konseptual, model SDMC
belum mengintegrasikan pendekatan komunikasi politik kepada para pimpinan
daerah sebagai pengambil keputusan, dan sekaligus penentu kebijakan
pembangunan di daerah, melalui keterkaitan institusi sebagai aktor dalam
pendekatan yang dilaksanakan. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini menjadi
salahsatu bagian penting untuk melengkapi konsep penyelenggaraan program
diseminasi inovasi Badan Litbang Pertanian maupun implementasi program
Kementerian Pertanian dalam skala luas.
Perumusan Masalah
Paradigma pembangunan pertanian menunjukkan bahwa seringkali
meletakan keberhasilan program di sektor pertanian, berdasarkan indikator out put
utama, bukan pada proses bagaimana keberhasilan tersebut bisa diwujudkan.
Seperti yang selama ini dilakukan, melalui pendekatan peningkatan produksi,
pencapaian target luas areal tanam, tingkat penyerapan bantuan serta dengan

5

diterapkannya adopsi inovasi oleh masyarakat pengguna. Reformasi politik dan
pembangunan yang terjadi beberapa tahun terakhir, telah membawa perubahan
cara pandang maupun pola kebijakan pembangunan di Pusat maupun di Daerah.
Keberhasilan suatu program pembangunan, terutama yang bersumber dari
program pemerintah pusat dalam skala nasional, salahsatunya adalah pada saat
program tersebut direspon oleh Pemerintah Daerah menjadi keputusan politik
dalam bentuk kebijakan pembangunan daerah yang dikuatkan melalui dokumen
politik daerah seperti Peraturan Daerah. Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati
atau pun dalam bentuk dokumen lain.
Penerapan sistem pemerintahan daerah melalui Otonomi Daerah (OTDA)
dan desentralisasi pembangunan, telah merubah paradigma pembangunan yang
kemudian tersentral di daerah secara otonom. Pemerintah Daerah (Kabupaten dan
Kota) mempunyai kewenangan dalam menentukan kebijakan pembangunan
daerah, sejalan dengan pendekatan perencanaan pembangunan yang lebih
menekankan pada model partisipasi serta situasi politik pada suatu daerah.
Perubahan paradigma politik, menunjukkan bahwa hampir seluruh kewenangan
dan kekuasaan dalam proses perencanaan pembangunan, ditentukan oleh
dominasi politik di DPR. Dominasi kekuasaan legislatif dimaksud, adalah pada
saat penentuan seluruh aspek pembangunan, terutama yang terkait dengan
kekuasaan dalam penentuan sistem anggaran untuk setiap usulan kegiatan pada
proses perencanaan pembangunan.
Kekuatan dan fungsi politik yang terkait dengan anggaran, menjadi
indikator baru dalam proses perencanaan program-program pembangunan yang
dirancang dalam berbagai sektor pembangunan. Persetujuan akhir pada proses
kegiatan penganggaran pembangunan yang disampaikan melalui berbagai usulan
program pembangunan, akan bermuara ke DPR. Keputusan DPR kemudian akan
menentukan program pembangunan yang diusulkan tersebut untuk disetujui,
dilaksanakan atau bahkan ditolak, sebelum menjadi output kebijakan
pembangunan secara nasional.
Indikasi yang sama juga terjadi di daerah, pada saat peran politik dimainkan
melalui para elit politik maupun pimpinan di daerah sebagai aktor pembangunan.
Aktor dimaksud sebagian besar berasal dari partisan partai politik dan menjadi
alat legitimasi politik dalam proses penentuan kebijakan program pembangunan di
daerah. Keputusan DPRD menjadi faktor kunci dalam proses persetujuan suatu
perencanaan program pembangunan daerah yang diusulkan oleh pemerintah
daerah sebagai penyelenggara dan pelaksana pembangunan hingga menjadi
kebijakan daerah.
Terjadinya perubahan paradigma pembangunan yang lebih banyak
ditentukan oleh berbagai kebijakan politik, sejak proses usulan hingga
implementasinya, maka strategi komunikasi politik dalam perencanaan
pembangunan pertanian, tidak saja berorientasi kepada masyarakat sebagai fokus
dan sasaran akhir, tetapi juga perlu mempertimbangkan bagaimana mendorong
perencanaan pembangunan pertanian menjadi bagian dari keputusan politik, baik
di pusat maupun di daerah. Kebijakan pembangunan pertanian juga harus
disepakati sebagai produk politik, melalui komitmen politik pimpinan daerah serta
para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan, baik di tingkat nasional
maupun di berbagai daerah.

6

Pengambilan keputusan yang kemudian menjadi komitmen politik dalam
proses penetapan kebijakan, menjadi penting artinya untuk mendukung proses
pembangunan sektor pertanian di daerah. Bentuk dukungan politik terhadap
implementasi program pembangunan pertanian daerah tersebut, diperlukan pada
saat perencanaan pembangunan sektor pertanian tidak lagi diprioritaskan menjadi
sektor strategis, melainkan sebagai sektor pilihan berdasarkan kewenangan
pengelolaan yang diberikan kepada daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota),
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PP No.38/2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Peran komunikasi politik sebagai upaya atau proses mendorong komitmen
pimpinan daerah dalam proses pengambilan keputusan menjadi satu kebijakan
pembangunan sektor pertanian dan implementasinya, sangat penting dilakukan
melalui pimpinan daerah, berbagai pemangku kepentingan maupun penentu
kebijakan. Selain merupakan bentuk keberfihakan juga untuk mendorong
eksistensi sektor pertanian menjadi program strategis dalam proses pembangunan
daerah bahkan di tingkat nasional, seperti halnya yang sudah dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Bali. Proses transformasi kebijakan program pembangunan
pertanian menjadi keputusan politik dalam perencanaan pembangunan daerah dan
implementasinya di Provinsi Bali merupakan salah satu gambaran tentang
komitmen pemerintah provinsi terhadap pembangunan sektor pertanian daerah.
Berdasarkan beberapa materi dan isu pokok yang disampaikan dalam latar
belakang penelitian, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini,
adalah : “Bagaimana proses komunikasi politik dalam proses pengambilan
keputusan yang dilakukan di tingkat pimpinan daerah, pemangku kepentingan dan
penentu kebijakan di Provinsi Bali, dalam proses transformasi model Prima Tani
menjadi program Simantri, serta bagaimana proses yang sama dilakukan pada
proses penetapan Simantri menjadi kebijakan program pembangunan sektor
pertanian daerah di Provinsi Bali”.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis proses komunikasi politik dalam proses pengambilan keputusan
model Prima Tani menjadi program pembangunan sektor pertanian daerah
(Simantri) di Provinsi Bali.
2. Menganalisis proses komunikasi politik pada proses pengambilan keputusan,
program Simantri menjadi kebijakan pembangunan sektor pertanian daerah di
Provinsi Bali
3. Menganalisis strategi komunikasi politik dalam proses pengambilan keputusan,
proses transformasi Model Prima Tani dan penetapan program Simantri
menjadi kebijakan pembangunan sektor pertanian daerah di Provinsi Bali.
Kerangka Pemikiran
Pembangunan sektor pertanian pada perkembangannya ke depan akan
semakin dihadapkan pada tantangan dan kompleksitas, baik dari dalam maupun
faktor lingkungan luar sektor pertanian yang selama ini berada dalam rangkaian
sistem pembangunan ekonomi nasional maupun perubahan situasi politik

7

pembangunan di daerah. Sekalipun peran strategis sektor pertanian dalam
pembangunan nasional, masih dikaitkan sebagai sumber mata pencaharian bagi
sebagian besar masyarakat di pedesaan, sekaligus memberikan andil yang cukup
besar dalam pemenuhan kebutuhan sumber pangan bagi masyarakat secara
nasional, serta sebagai sumber penyedia bahan baku bagi kegiatan industri
pertanian, namun masih sangat rentan terhadap komitmen penyelenggara
pembangunan, manakala para pengambil keputusan di Pusat maupun di Daerah
tidak berfihak pada pembangunan sektor pertanian dalam arti luas.
Dinamika pembangunan sektor pertanian pada beberapa daerah basis
pengembangan pertanian, secara umum masih tetap dipertahankan sebagai dasar
ekonomi wilayah, sehingga potensi pengelolaan sumberdaya pertanian tetap
mengemuka dalam setiap kerangka kebijakan dan regulasi pembangunan ekonomi
daerah. Potensi pertanian, terutama bagi daerah-daerah sebagai basis komoditas
potensial diusahakan untuk pengembangan berbagai kegiatan pertanian, dalam
rangka pemenuhan kebutuhan wilayah dan nasional. Namun demikian,
pembangunan sektor pertanian di beberapa daerah lainnya dihadapkan pada
persoalan kebijakan pembangunan, antara mempertahankan sektor pertanian
sebagai basis ekonomi daerah dengan upaya pencapaian pendapatan daerah dari
sektor lain, yang dianggap lebih potensial memberikan kontribusi yang cukup
besar kepada daerah, dengan periode pencapaian yang lebih singkat, seperti sektor
jasa, perdagangan maupun industri. Sehing