Peranan Teorema Bayes Dalam Pengambilan Keputusan

(1)

PERANAN TEOREMA BAYES DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

SKRIPSI

NANI SUJHANIATI BR PURBA 060823035

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

PERANAN TEOREMA BAYES DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NANI SUJHANIATI BR PURBA 060823035

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

(4)

PERSETUJUAN

Judul : PERANAN TEOREMA BAYES DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : NANI SUJHANIATI BR PURBA

Nomor Induk Mahasiswa : 060823035

Program Studi : SARJANA (S-1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, November 2008

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si Drs. Marwan Harahap, M.Eng

NIP : 131 283 729 NIP : 130 422 443

Diketahui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua

Dr. Saib Suwilo, M.Sc NIP : 131 796 149


(5)

PERNYATAAN

PERANAN TEOREMA BAYES DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2008

Nani Sujhaniati Br Purba 060823035


(6)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dengan limpah dan karunia-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kapada Drs.Marwan Harahap, M.Eng dan Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Panduan ringkas dan padat dan profesional telah diberikan kepada penulis agar penulis menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekertaris Departemen Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua Dosen dan pegawai di Departemen Matematika FMIPA USU, dan rekan-rekan kuliah pada program ekstensi matematika stambuk 2006. Akhirnya tidak terlupakan kepada kedua orang tua tercinta adik-adikku yang tersayang yang selama ini memberi bantuan dan dorongan tanpa henti, semoga Allah melindungi kita semua.


(7)

PERANAN TEOREMA BAYES DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

ABSTRAK

Teorema Bayes adalah suatu rumusan matematika yang sederhana yang diginakan untuk menghitung peluang bersyarat. Teorema Bayes digambarkan dalam bentuk subyektif atau pendekatan Bayesian untuk epistemology, statistik dan logika induktif. Subyektif adalah orang yang menggunakan akal sehat yang diatur

berdasarkan aturan peluang, yang cendrung pada peluang bersyarat dalam pembuktian teori dan model empiris. Teorema Bayes adalah pusat dari keduanya karena teorema Bayes menyederhanakan perhitungan peluang bersyarat dan menjelaskan posisi subyektif. Pengertian yang mendalam dari teorema Bayes adalah bahwa suatu hipotesis dapat ditetapkan oleh siapapun dari data yang diketahui kebenarannya dan pusat dari semua metodologi subyektif.


(8)

THE ROLE OF BAYES THEOREM IN DECISION MAKING

ABSTRACT

Bayes’ Theorem is a simple mathematical formula used for calculating conditional probabilities. It figures prominently in subjectivist or Bayesian approaches to epistemology, statistics, and inductive logic. Subjectivist, who maintain that rational belief is governed by the laws of probability, lean heavily on conditional probabilities in their theories of evidence and their models of empirical learning. Bayes’ Theorem is central to these enterprises both because it simplifies the calculation of conditional probabilities and because it clarifies significant features of subjectivist position. Indeed, the Theorem’s central insight that a hypothesis is confirmed by any body of data that its truth renders probable is the cornerstone of all subjectivist methodology.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Peryataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstrac vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Metode Penelitian 4

1.5 Tinjauan Pustaka 4

1.6 Kontribusi Penelitian 5

Bab 2 Landasan Teori 6

2.1 Himpunan dan Operasi Himpunan 6

2.1.1 Definisi 6

2.1.2 Kesamaan Himpunan 6

2.1.3 Himpunan Kosong 7

2.1.4 Himpunan Semesta 7

2.1.5 Himpunan Bagian 7

2.1.6 Diagram Venn 8

2.2 Operasi Himpunan 8

2.2.1 Gabungan (union) 8

2.2.2 Irisan (interseksi) 9

2.2.3 Komplemen 9

2.2.4 Selisih 9

2.3 Probabilitas 10

2.3.1 Definisi 10

2.4 Kejadian Majemuk 11

2.4.1 Teorema 11

2.5 Probabilitas Bersyarat 12

2.5.1 Definisi 12

2.6 Teorema Bayes 14

2.7 Teori Keputusan 20

2.8 Teknik Pengambilan Keputusan 21

2.8.1 Pilihan Langsung 22

2.8.2 Dominasi Nilai 23

2.8.3 Dominasi Stokastik 24

2.8.4 Tingkat Aspirasi 26

2.8.5 Nilai Ekspektasi 27

2.8.6 Nilai Ekivalen Tetap 27


(10)

Bab 3 Pembahasan 29

3.1 Pengantar 29

Bab 4 Kesimpulan dan Saran 38

4.1 Kesimpulan 38

4.2 Saran 38


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Daftar Nilai Mata Kuliah Statistik 13

Tabel 2.2 Daftar Pelajar 16

Tabel 2.3 Produk Yang Dapat Dihasilkan 25


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Diagram Kemungkinan Kotak Berisi Bola 2

Gambar 2.1 Diagram Kemungkinan Pengeboran Minyak 18

Gambar 2.2 Diagram Keputusan Pilihan Langsung 23

Gambar 2.3 Diagram Keputusan Dominasi Nilai 24

Gambar 2.4 Diagram Keputusan Tiga Jenis Produk 26

Gambar 2.5 Kurva Utility 28

Gambar 3.1 Diagram Kemungkinan Pengkategorian Nasabah Bank 33

Gambar 3.2 Diagram Kemungkinan Set-up Mesin 36


(13)

PERANAN TEOREMA BAYES DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

ABSTRAK

Teorema Bayes adalah suatu rumusan matematika yang sederhana yang diginakan untuk menghitung peluang bersyarat. Teorema Bayes digambarkan dalam bentuk subyektif atau pendekatan Bayesian untuk epistemology, statistik dan logika induktif. Subyektif adalah orang yang menggunakan akal sehat yang diatur

berdasarkan aturan peluang, yang cendrung pada peluang bersyarat dalam pembuktian teori dan model empiris. Teorema Bayes adalah pusat dari keduanya karena teorema Bayes menyederhanakan perhitungan peluang bersyarat dan menjelaskan posisi subyektif. Pengertian yang mendalam dari teorema Bayes adalah bahwa suatu hipotesis dapat ditetapkan oleh siapapun dari data yang diketahui kebenarannya dan pusat dari semua metodologi subyektif.


(14)

THE ROLE OF BAYES THEOREM IN DECISION MAKING

ABSTRACT

Bayes’ Theorem is a simple mathematical formula used for calculating conditional probabilities. It figures prominently in subjectivist or Bayesian approaches to epistemology, statistics, and inductive logic. Subjectivist, who maintain that rational belief is governed by the laws of probability, lean heavily on conditional probabilities in their theories of evidence and their models of empirical learning. Bayes’ Theorem is central to these enterprises both because it simplifies the calculation of conditional probabilities and because it clarifies significant features of subjectivist position. Indeed, the Theorem’s central insight that a hypothesis is confirmed by any body of data that its truth renders probable is the cornerstone of all subjectivist methodology.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Secara umum dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu diantara sekian banyak alternatif. Perumusan berbagai alternatif sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan alternatif yang tepat setelah suatu penilaian mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Salah satu komponen terpenting dari proses pengambilan keputusan adalah kegiatan pengumpulan informasi. Apabila informasi yang cukup dapat dikumpulkan guna memperoleh suatu spesifikasi yang lengkap dari semua alternatif, maka proses pengambilan keputusan relatif sangatlah mudah, tetapi jika data yang digunakan tidak lengkap, maka faktor ketidakpastian akan muncul dalam proses pengambilan keputusan.

Faktor ketidakpastian ini akan menimbulkan resiko bagi pembuatan keputusan. Dalam situasi semacam ini, pengambil keputusan mungkin tidak begitu yakin mengenai sifat dari alternatif-alternatif yang tersedia dan tentang keefektivan dari alternatif-alternatif ini dalam mencapai tujuannya. Ketidakpastian merupakan ciri dari situasi keputusan yang paling sering dijumpai dan juga merupakan faktor yang sering menimbulkan kesukaran yang berat dalam proses pengambilan keputusan.

Salah satu cara untuk menyatakan atau mengkomunikasikan ketidakpastian yang melingkupi suatu variabel adalah dengan menanyakan “berapa besarnya kemungkinan munculnya variabel tersebut”. Dengan kata lain, faktor ketidakpastian ini dinyatakan dalam bentuk kemungkinan. Sehingga dalam keadaan dimana informasi yang tidak lengkap atau data hanya perkiraan saja, maka pembuat keputusan akan membuat keputusan dalam keadaan ketidakpastian dan untuk mengukur ketidakpastian tersebut harus digunakan konsep nilai kemungkinan.

Dalam hal ini teorema Bayes dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan, karena teorema Bayes digunakan untuk menghitung probabilitas mengenai sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa berdasarkan pengaruh yang dapat diperoleh


(16)

sebagai hasil observasi, yaitu dalam rangka pemecahan masalah dalam pengambilan keputusan yang mengandung ketidakpastian.

Teorema Bayes adalah pendekatan secara statistik untuk menghitung tradeoffs diantara keputusan yang berbeda-beda, dengan menggunakan probabilitas dan nilai yang menyertai suatu pengambilan keputusan tersebut. Dari uraian diatas penulis memilih judul “Peranan Teorema Bayes Dalam Pengambilan Keputusan“.

1.2Identifikasi Masalah

Dalam tulisan ini yang menjadi masalah adalah bagaimana cara mengidentifikasi teorema Bayes dalam pengambilan keputusan. Sebagai contoh: tiga kotak masing-masing memiliki dua laci. Di dalam laci-laci tersebut terdapat sebuah bola. Di dalam kotak I terdapat bola emas, dalam kotak II terdapat bola perak, dan dalam kotak III terdapat bola emas dan perak. Pertanyaanya adalah jika diambil sebuah kotak dan isinya bola emas, berapa probabilitas bahwa laci lain berisi bola perak?

P(X A1

P (A

) = 1

1

) = 0,33

P(X A1

P(X A

) = 0

2

P (A

) = 0

2

) = 0,33

P(X A2

P (X A ) = 1

3

P (A

) = 0,5

3) = 0,33

P (X A3) = 0,5


(17)

Nilai kemungkinan prior adalah : P (A1) = 0.33 ; P (A2) = 0.33 ; P (A3) = 0.33.

Kemudain diketahui bahwa bila peluang terambilnya kotak I dengan syarat laci yang dibuka berisi bola emas adalah 1, peluang terambilnya kotak II dengan syarat laci yang dibuka berisi bola emas adalah 0, dan peluang terambilnya kotak III dengan syarat laci yang dibuka berisi bola emas adalah 0.5. Hal ini disebut sebagai likelihood. Disini likelihoodnya adalah sebagai berikut : P (X | A1) = 1 ; P (X | A2) = 0 dan

P (X | A3) = 0.5. Berdasarkan teorema Bayes maka peluang laci lain berisi bola perak

dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(

)

( ) (

)

( ) (

)

(

)

( ) (

) ( ) (

( ) (

)

) ( ) (

)

(

)

(

)( ) (

(

)( ) (

)( )

)( )

33 . 0 5 . 0 33 . 0 0 33 . 0 1 33 . 0 5 . 0 33 . 0 3 3 3 2 2 1 1 3 3 3 1 = + + = + + = =

X P X P P X P P X P P X P P X P X P P X P P X P

A

A

A

A

A

A

A

A

A

A

A

A

A

A

A

k i i i i i i

Terlihat bahwa peluang laci lain berisi bola perak jika diambil sebuah kotak dan isinya bola emas adalah 0.33.

Teorema Bayes memungkinkan melakukan penyesuaian terhadap probabilitas prior berdasarkan informasi tambahan misalnya dari pengalaman, survei atau eksperimen, dan jasa konsultan.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk membuat suatu keputusan dengan tujuan tunggal yang mengandung unsur ketidakpastian. Dan berapa besarnya nilai tingkat kemungkinan agar keputusan bisa mencapai sukses sesuai dengan yang sudah ditentukan sebelumnya.


(18)

1.4Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat literatur yang disusun berdasarkan rujukan pustaka dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi distribusi peluang. Distribusi peluang adalah daftar peluang yang berhubungan dengan semua kemungkinan hasil yang dapat terjadi bila percobaan dilakukan. Distribusi peluang dapat didasarkan pada pertimbangan teori (pelemparan mata uang logam) atau penilaian subyektif atas kemungkinan hasil tertentu.

b. Mengidentifikasi ukuran peluang. Terdapat dua pernyataan dasar yang menyangkut ukuran peluang, yaitu : yang pertama adalah besarnya nilai kemungkinan bagi munculnya suatu kejadian adalah selalu diantara nol dan satu, yang kedua adalah jumlah nilai kemungkinan dari seluruh hasil yang mungkin adalah satu. Bila dinyatakan peluangnya adalah nol maka dapat diartikan bahwa suatu peristiwa tidak akan pernah dapat terjadi tetapi bila dinyatakan peluangnya adalah satu maka dapat diartikan bahwa suatu peristiwa pasti terjadi.

c. Mengidentifikasi peluang yang bebas secara statistik. Peluang yang bebas secara statistik adalah terjadinya suatu peristiwa tidak mempengaruhi peluang terjadinya peristiwa lainnya.

d. Mengidentifikasi peluang bersyarat. Peluang bersyarat adalah peluang terjadinya suatu kejadian B bila diketahui bahwa kejadian A telah terjadi dan dinyatakan dengan P (B|A).

e. Mengidentifikasi teori keputusan. Teori keputusan adalah sebuah area studi dari matematika diskrit yang memodelkan pengambilan keputusan manusia di bidang ilmiah, teknik, dan aktivitas-aktivitas sosial manusia. Teori ini membahas tentang bagaimana seorang pembuat keputusan membuat suatu keputusan, dan seberapa optimal keputusan yang diambil tersebut.

1.5Tinjauan Pustaka

Teorema Bayes menerangkan hubungan antara probabilitas terjadinya peristiwa A dengan syarat peristiwa B telah terjadi dan probabilitas terjadinya peristiwa B dengan syarat peristiwa A telah terjadi. Teorema ini didasarkan pada prinsip bahwa tambahan informasi dapat memperbaiki probabilitas (Iqbal Hasan, 1999).


(19)

Probabilitas adalah suatu nilai untuk mengukur tingkat kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang tidak pasti (Johannes Supranto, 1991).

Teori keputusan adalah teori yang mempelajari bagaimana sikap fikir yang rasional dalam situasi yang amat sederhana, tetapi yang mengandung ketidakpastian, seperti dalam permainan lotre. Karena itu peranannya dalam menghadapi situasi yang kompleks adalah sangat kecil (Kuntoro Mangkusuboto,1999).

1.6Kontribusi Penelitian

Teorema Bayes mengaitkan suatu perkiraan probabilitas subyektif sebelum diperoleh hasil-hasil uji coba dengan yang dapat diharapkan setelah diperoleh hasil-hasil uji coba. Dengan menerapkan teorema Bayes dalam pengambilan keputusan dapat mempermudah seseorang maupun suatu perusahaan dalam membuat suatu keputusan yang tepat dengan menggunakan nilai probabilitasnya.


(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Himpunan dan Operasi Himpunan 2.1.1 Definisi

Himpunan adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Misalnya mahasiswa-mahasiswa yang mengambil mata kuliah Matematika Diskrit, buku-buku yang dijual dalam suatu toko, hewan-hewan yang ada di kebun binatang, dan lain-lain. Himpunan dinotasikan dengan huruf besar seperti A, B, C,… Objek dalam himpunan disebut elemen atau anggota himpunan, yang disimbolkan dengan huruf kecil.

Ada dua cara untuk menyatakan himpunan yaitu :

a. Menuliskan tiap-tiap anggota himpunan diantara dua kurung kurawal. Misalkan A = {a, i, e, u, o} menyatakan himpunan A yang mempunyai elemen-elemen a,i, e, u, o.

b.Menuliskan sifat-sifat yang ada pada semua anggota himpunan diantara dua kurung kurawal.

Misalkan B = {x | x adalah bilangan bulat ,x>0} menyatakan B adalah himpunan dari x sedemikian hingga x adalah bilangan bulat yang lebih besar dari 0.

Suatu himpunan hanya menyatakan objek-objek yang berbeda dan tidak tergantung dari urutan penulisan elemen-elemennya. Jadi {a, b, c}, {b, c, a} dan {b, a, b, c, a} menyatakan himpunan yang sama.

2.1.2 Kesamaan Himpunan Definisi :

Himpunan A dikatakan sama dengan himpunan B jika dan hanya jika setiap elemen A adalah elemen B dan setiap elemen B adalah elemen A. Dalam simbol matematika ditulis dengan :


(21)

2.1.3 Himpunan Kosong Definisi :

Himpunan kosong adalah suatu himpunan yang tidak mempunyai anggota. Himpunan kosong diberi simbol Ø atau { }.

Misalkan dalam suatu fakultas sastra, B adalah himpunan mahasiswa yang mengambil mata kuliah Matematika Diskrit. Maka B = Ø, karena tidak ada mahasiswa fakultas sastra yang mengambil mata kuliah Matematika Diskrit.

2.1.4 Himpunan Semesta Definisi :

Anggota-anggota dari semua himpunan yang diamati biasanya merupakan anggota dari suatu himpunan besar tertentu yang disebut himpunan semesta atau semesta pembicaraan.

Misalkan dalam suatu fakultas sastra, himpunan A menyatakan mahasiswa yang berkacamata, maka sebagai himpunan semesta S diambil himpunan semua mahasiswa fakultas sastra. Maka A = {x∈S | x adalah mahasiswa yang berkacamata}.

2.1.5 Himpunan Bagian Definisi :

Jika A dan B adalah himpunan-himpunan, maka A disebut himpunan bagian (subset) dari B bila dan hanya bila setiap anggota A juga merupakan anggota B. Dalam simbol matematika ditulis dengan :

A ⊆ B ⇔((∀x) x∈A ⇒ x∈B).

Jika A adalah himpunan bagian B, maka B memuat A (simbol B ⊇

A)

A B


(22)

Bila suatu himpunan memuat n elemen, maka jumlah seluruh himpunan bagiannya adalah 2n. Misalkan fi menyatakan angka yang tampak pada sisi suatu

dadu. Angka pada sisi ini adalah elemen himpunan A = {f1, f2, f3, f4, f5, f6}. Dalam

keadaan ini, n = 6, maka A mempunyai 26

= 64 himpunan bagian .

2.1.6 Diagram Venn

Seorang ahli matematika Inggris bernama John Venn menemukan cara untuk menggambarkan keadaan himpunan-himpunan. Gambar tersebut dinamakan Diagram Venn. Diagram Venn adalah suatu perwakilan gambar dari himpunan-himpunan berupa titik-titik dalam bidang. Himpunan semesta S diwakili oleh bagian dalam suatu persegi, dan himpunan-himpunan yang lain diwakili oleh cakram-cakram dalam persegi. Himpunan S = {x,y} dapat dinyatakan dengan diagram venn sebagai berikut :

2.2 Operasi Himpunan 2.2.1 Gabungan (union) Definisi :

Gabungan dua buah himpunan A dan B, dinyatakan dengan AB, adalah himpunan semua elemen A atau B.

B

A∪ = {x : x∈A atau x∈B}

Jika dinyatakan pada diagram Venn maka daerah yang diarsir merupakan himpunan

B A∪ .

S

X Y


(23)

2.2.2 Irisan (Interseksi) Definisi :

Irisan dua buah himpunan A dan B, dinyatakan dengan AB, adalah himpunan yang elemen-elemennya merupakan anggota dari A dan B.

B

A∩ = {x : x∈A dan x∈B}

Jika digambarkan pada diagram Venn maka daerah yang diarsir merupakan himpunan

B A

2.2.3 Komplemen Definisi :

Komplemen dari himpunan A, dinyatakan dengan .

A

c, adalah himpunan dari elemen-elemen yang merupakan anggota semesta tetapi bukan anggota A.

A

c = {x : x∈S, x∉A}

Jika digambarkan pada diagram Venn maka daerah yang diarsir adalah himpunan

A

c.

2.2.4 Selisih Definisi :

Selisih himpunan B dari himpunan A dinyatakan dengan A-B adalah himpunan dari elemen-elemen yang merupakan anggota dari A tetapi bukan anggota dari B.

A-B = {x : x∈A, x∉B}

A B


(24)

Jika digambarkan pada diagram Venn maka daerah yang diarsir adalah himpunan A-B.

2.3 Probabilitas 2.3.1 Definisi

Probabilitas adalah suatu nilai untuk mengukur tingkat kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang tidak pasti (uncertain event). P(A) = 0,99 artinya probabilitas bahwa kejadian A akan terjadi sebesar 99% dan probabilitas A tidak terjadi adalah sebesar 1%.

Nilai probabilitas dapat dihitung berdasarkan nilai hasil observasi (sifatnya subyektif) atau berdasarkan pertimbangan pembuat keputusan atau tenaga ahli dalam bidangnya secara subyektif.

Besarnya nilai kemungkinan bagi munculnya suatu kejadian adalah selalu

diantara nol dan satu. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai 0≤P

( )

A ≥1, di mana P(A) menyatakan nilai kemungkinan bagi munculnya kejadian A. Sedangkan jumlah nilai kemungkinan dari seluruh hasil yang mungkin muncul adalah satu. Jadi bila W menyatakan ruang hasil yang bersifat lengkap maka jumlah kemungkinan seluruh anggota ruang hasil tersebut adalah satu. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai

( )

=1

i

i

W

P

( )

n X A P =

atau P(W) = 1 di mana Wi menyatakan anggota ruang hasil.

Untuk menghitung nilai probabilitas suatu kejadian adalah dengan cara mencari banyaknya anggota kejadian, dibandingkan dengan banyaknya anggota ruang sampelnya.


(25)

Contoh :

Di dalam kegiatan pengendalian mutu produk, ada 100 buah barang yang diperiksa, ternyata ada 15 buah yang cacat atau rusak. Kalau kebetulan di ambil secara acak satu saja, berapa probabilitasnya bahwa yang di ambil adalah barang yang rusak.

Dari soal diketahui bahwa : n = 100 buah barang

X = 15 buah barang yang rusak A = barang yang di ambil secara acak Jadi probabilitas memperoleh barang yang rusak adalah :

( )

n X A P =

( )

0,15

100 15

= =

A P

Jika X = 0, berarti tidak ada barang yang rusak,

( )

0 0 =

=

n A P

,kejadian ini disebut impossible event (tidak mungkin terjadi). Tetapi jika X = n = 100, berarti semua

barang rusak,

( )

100 1 100 =

=

A P

1. Bila A dan B mutually exclusive (kejadian yang terpisah), maka : ,kejadian ini disebut sure event (pasti terjadi).

2.4 Kejadian Majemuk 2.4.1 Teorema

(

A B

)

P

( )

A P

( )

B

P ∪ = +

2. Bila A dan B dua kejadian sembarang, maka :

(

A B

)

P

( )

A P

( )

B P

(

A B

)

P ∪ = + − ∩

3. Bila ada K kejadian yaitu A1, A2,…,Ai,…,Ak yang mutually exclusive dan


(26)

( )

(

)

( )

( )

( )

1

... ... 1 2 1 = = ∪ ∪ ∪ ∪ ∪ =

= A P P A P P A P k i i k i

A

A

A

A

A

4. Bila A dan B independent (bebas), maka :

(

A B

)

P

( ) ( )

A P B

P ∩ =

5. Bila A dan B dependent (tidak bebas), maka :

(

AB

)

=

P P(A)P(B|A)

(

AB

)

=

P P(B)P(A|B), di mana P(A) ≠ 0, P(B) ≠ 0.

2.5 Probabilitas Bersyarat 2.5.1 Definisi

Peluang terjadinya suatu kejadian A bila diketahui bahwa kejadian B telah terjadi disebut peluang bersyarat dan dinyatakan dengan P(A|B).

P(A|B) =

(

)

( )

B P

B A

P

Sama halnya dengan peluang terjadinya suatu kejadian B bila diketahui bahwa kejadian A telah terjadi dan dinyatakan dengan P(B|A).

P(B|A) =

(

)

( )

A P

B A

P

Dengan mengkombinasikan kedua persamaan maka diperoleh :

P(A|B)P(B) = P

(

AB

)

= P(B|A)P(A)

P(A|B) =

(

)

( )

B P B A P ∩ =

( )

( )

( )

B P A P A B P

Dari 100 orang mahasiswa yang mengikuti mata kuliah statistik, 20 orang diantaranya mendapat nilai A, 30 orang mendapat nilai B, 30 orang mendapat nilai C, dan 20 Contoh :


(27)

orang mendapat nilai D. Tetapi ternyata tidak semua mahasiswa tersebut tercatat secara resmi dalam daftar pengikut mata kuliah tersebut. Perbandingan jumlah mahasiswa yang terdaftar dan tidak terdaftar dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Daftar Nilai Mata Kuliah Statistik

Nilai Terdaftar (T)

Tidak Terdaftar

(T

Jumlah

)

A 20 0 20

B 15 15 30

C 25 5 30

D 5 15 20

Jumlah 65 35 100

Pertanyaan :

a. Berapakah kemungkinan seorang mahasiswa yang terdaftar mendapatkan nilai B ?

b. Berapakah kemungkinan seorang mahasiswa yang mendapatkan nilai C adalah mahasiswa yang tidak terdaftar ?

Dari pertanyaan (a) kita telah mengetahui bahwa mahasiswa yang dimaksud adalah mahasiswa yang terdaftar dan menanyakan berapakah kemungkinan seorang mahasiswa yang terdaftar mendapat nilai B. Sesuai dengan definisi kemungkinan bersyarat, maka maksud dari pertanyaan tersebut adalah berapakah kemungkinan seorang mahasiswa mendapatkan nilai B bila telah diketahui bahwa ia termasuk mahasiswa yang terdaftar.

Maka penyelesaiannya adalah :


(28)

( )

(

( )

)

13 3

100 65

100 15

= =

∩ =

T P

T B P T B P

b. Kemungkinan seorang mahasiswa yang mendapat nilai C adalah mahasiswa yang tidak terdaftar adalah :

( ) (

( )

)

6 1

100 30

100 5

= =

∩ =

C P

C T P C T P

Dari perhitungan di atas maka diperoleh kemungkinan bahwa seorang mahasiswa yang terdaftar mendapat nilai B adalah sebesar 0,23 atau 23%, sedangkan kemungkinan bahwa seorang mahasiswa yang mendapat nilai C adalah mahasiswa yang tidak terdaftar adalah sebesar 0,16 atau 16%.

2.6 Teorema Bayes

Teorema Bayes dikemukakan oleh seorang pendeta presbyterian Inggris pada tahun 1763 yang bernama Thomas Bayes . Teorema Bayes ini kemudian disepurnakan oleh Laplace. Teorema Bayes digunakan untuk menghitung probabilitas terjadinya suatu peistiwa berdasarkan pengaruh yang didapat dari hasil observasi.

Teorema ini menerangkan hubungan antara probabilitas terjadinya peristiwa A dengan syarat peristiwa B telah terjadi dan probabilitas terjadinya peristiwa B dengan syarat peristiwa A telah terjadi. Teorema ini didasarkan pada prinsip bahwa tambahan informasi dapat memperbaiki probabilitas.


(29)

Misalkan {B1, B2,…,Bn} suatu himpunan kejadian yang merupakan suatu

sekatan runag sampel S dengan P(Bi) ≠ 0 untuk i = 1, 2,…n. Dan misalkan A suatu

kejadian sembarang dalam S dengan P(A) ≠ 0.

( )

(

)

(

)

( ) (

)

( )

= =       = ∩ ∩ = n i i i i i n i i i i

B

A

B

B

B

B

B

B

P P A P P A P A P A P 1 1 Bukti

( )

(

( )

)

(

)

(

) (

)

(

)

( )

( )

(

)

( )

( )

( ) (

)

= = = ∩ = ∩ + + ∩ + ∩ ∩ = ∩ = n i i i i i n i i i i n i i i

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

B

A P P A P P A P A P P A P A P A P A P A P A P A P 1 1 2 1 .... :

Menurut definisi Peluang bersyarat :

Contoh 1:

Di sebuah sekolah terdapat 60% pelajar laki-laki dan 40% pelajar perempuan. Pelajar perempuan mengenakan pantalon atau rok dalam angka yang sama sedangkan pelajar laki-laki semuanya mengenakan pantalon. Seorang pengamat melihat seorang pelajar secara acak dari jauh, mereka semua dapat melihat bahwa pelajar ini mengenakan pantalon. Berapa peluang bahwa pelajar ini adalah seorang anak perempuan ?


(30)

Jelas bahwa peluangnya adalah kurang dari 40%, tetapi seberapa banyak ? Apakah setengahnya, karena hanya setengah pelajar perempuan yang mengenakan pantalon. Jawaban yang benar dapat dihitung dengan menggunakan teorema Bayes.

Andaikan kejadian A adalah pelajar yang diamati adalah perempuan, dan kejadian B adalah pelajar yang diamati mengenakan pantalon. Untuk menghitung P(A|B), terlebih dahulu kita harus mengetahui :

a. P(A), atau peluang bahwa pelajar adalah seorang anak perempuan dengan mengabaikan informasi lain. Karena pengamat melihat seorang pelajar secara acak, maksudnya adalah bahwa semua pelajar mempunyai peluang yang sama untuk diamati dan peluangnya adalah 0,4.

b. P(A’), atau peluang bahwa pelajar adalah seorang anak laki-laki dengan mengabaikan informasi lain. A’ adalah peristiwa yang komplementer untuk A. Peluangnya adalah 0,6.

c. P(B|A), atau peluang pelajar yang mengenakan pantalon dengan syarat pelajar itu adalah seorang anak perempuan. Peluangnya adalah 0,5.

d. P(B|A’), atau peluang pelajar yang mengenakan pantalon dengan syarat pelajar itu adalah seorang anak laki-laki. Peluangnya adalah 1.

e. P(B), atau peluang pelajar yang mengenakan pantalon dengan mengabaikan informasi lain.

Tabel 2.2 Daftar Pelajar

Pelajar Perempuan Pelajar laki-laki Jumlah

Pantalon 20 60 80

Rok 20 0 20

Jumlah 40 60 100

Dengan semua informasi tersebut, maka peluang dari pelajar yang diamati adalah anak perempuan yang mengenakan pantalon adalah :


(31)

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( ) ( )

( )( )

( )( ) ( )( )

( )

( ) ( )

25 , 0 6 , 0 2 , 0 2 , 0 6 , 0 1 4 , 0 5 , 0 4 , 0 5 , 0 ' ' = + = + = + = =

A

A

P B P A P A B P A B P A P B P A B P A P B A P

Seperti yang diharapkan bahwa hasilnya kurang dari 40% tetapi lebih dari setengahnya yaitu 25%.

Contoh 2 :

Seorang ahli geologi dari suatu perusahaan minyak, akan memutuskan melakukan pengeboran minyak di suatu lokasi tertentu. Diketahui sebelumnya, probabilitas untuk memperoleh minyak, katakan usaha berhasil adalah H sebesar 0,20 dan akan gagal adalah G, tidak memperoleh minyak sebesar 0,80. Sebelum keputusan dibuat, akan dicari tambahan informasi dengan melakukan suatu eksperimen yang disebut pencatatan seismografis (seismographic recording). Hasil eksperimen berupa diketemukan tiga kejadian yang sangat menentukan berhasil tidaknya pengeboran, yaitu :

Kejadian R1, tidak terdapat struktur geologis

Kejadian R2, strutur geologis terbuka

Kejadian R3, struktur geologis tertutup

Berdasarkan pengalaman masa lampau, probabilitas dari ketiga kejadian ini untuk dapat memperoleh minyak yaitu berhasil H, masing-masing sebesar 0,30 ; 0,36 dan 0,34. Sebaliknya untuk tidak memperoleh minyak yaitu gagal G, masing-masing sebesar 0,68 ; 0,28 dan 0,04. Informasi ini, sebagai hasil eksperimen, merupakan informasi tambahan yang berguna untuk memperbaiki probabilitas prior.


(32)

G = kejadian tidak memperoleh minyak, Maka hitunglah :

a. P(R1), atau probabilitas bahwa tidak terdapat strutur geologis.

b. P(R2), atau probabilitas bahwa struktur geologis terbuka.

c. P(R3), atau probabilitas bahwa strutur geologis tertutup.

d. P(H|R1), atau probabilitas bahwa diperoleh minyak dengan syarat tidak

terdapat struktur geologis.

e. P(H|R2), atau probabilitas bahwa diperoleh minyak dengan syarat struktur

geologis terbuka.

f. P(H|R3), atau probabilitas bahwa diperoleh minyak dengan syarat struktur

geologis tertutup.

Jika keadaan tersebut digambarkan dalam pohon kemungkinan maka diperoleh sebagai berikut :

P(R1

P(H) = 0,20 P(R

H) = 0,30

2

P(R

H) = 0,36

3

H) = 0,34

P(R1

P(G) = 0,80 P(R

G) = 0,68


(33)

P(R3

a. Probabilitas bahwa tidak terdapat strutur geologis adalah :

G) = 0,04 Gambar 2.1 Diagram Kemungkinan Pengeboran Minyak

P(R1) = P(H)P(R1|H) + P(G)P(R1|G)

= (0,20)(0,30) + (0,80)(0,68) = 0,060 + 0,544

= 0,604

b. Probabilitas bahwa struktur geologis terbuka adalah : P(R2) = P(H)P(R2|H) + P(G)P(R2|G)

= (0,20)(0,36) + (0,80)(0,28) = 0,072 + 0,224

= 0,296

c. Probabilitas bahwa struktur geologis tertutup adalah : P(R3) = P(H)P(R3|H) + P(G)P(R3|G)

= (0,20)(0,34) + (0,80)(0,04) = 0,068 + 0,032

= 0,100

d. Probabilitas bahwa diperoleh minyak dengan syarat tidak terdapat struktur geologis adalah :

(

)

( )

( )

(

)

(

)(

)

099 , 0

604 , 0

060 , 0

604 , 0

30 , 0 20 , 0

1 1 1

= = = =

R

R

R

P HPP H

H P

e. Probabilitas bahwa diperoleh minyak dengan syarat struktur geologis terbuka adalah :


(34)

(

)

( )

( )

(

)

(

)(

)

243 , 0 296 , 0 072 , 0 296 , 0 36 , 0 20 , 0 2 2 2 = = = =

R

R

R

P HPP H

H P

f. Probabilitas bahwa diperoleh minyak dengan syarat struktur geologis tertutup adalah :

(

)

( )

( )

(

)

(

)(

)

680 , 0 100 , 0 068 , 0 100 , 0 34 , 0 20 , 0 3 3 3 = = = =

R

R

R

P HPP H

H P

Dalam menghadapi suatu persoalan, pengambil keputusan telah mempunyai informasi awal, baik itu dalam bentuk subyektif maupun obyektif. Bila informasi awal ini dirasakan telah memadai, maka keputusan dapat langsung dibuat. Tetapi bila informasi awal ini dirasakan belum cukup, maka diperlukan suatu usaha untuk mendapatkan informasi tambahan. Selanjutnya, bila kemudian telah diperoleh informasi tambahan, maka kita perlu menggunakan informasi tambahan ini dengan


(35)

informasi awal, untuk mendapatkan informasi yang lebih baik untuk pengambilan keputusan.

2.7 Teori Keputusan

Teori keputusan adalah suatu area studi yang berhubungan dengan para ahli matematik, orang-orang statistik, ahli ekonomi, ahli filsafat, para manajer, politikus, psikolog, dan siapapun yang tertarik dalam analisis keputusan. Teori keputusan dalam matematika dan statistika adalah yang berhubungan dengan mengidentifikasi nilai, ketidakpastian, dan masalah lain yang relevan yang memberikan keputusan dan menghasilkan keputusan yamg optimal.

Formalisme dasar dari teori keputusan adalah tabel payoff , yang memetakan keputusan yang mutually exclusive. Misalnya, “keputusan X mengarah pada hasil Y”, “keputusan Y mengarah pada hasil Z”, dan seterusnya. Bila set hasil yang sesuai untuk suatu keputusan yang tidak dikenal, maka situasi seperti ini disebut sebagai keputusan di bawah ketidakpastian, inilah studi yang mendominasi pada teori keputusan.

Teori keputusan memberikan sejumlah saran bagaimana cara untuk mengestimasi probabilitas yang kompleks dalam keadaan ketidakpastian, yang sebagian besar berasal dari teorema Bayes.

Teori keputusan dapat berupa normatif atau deskriptif. Teori keputusan normatif adalah teori yang mengarah pada bagaimana harus membuat keputusan jika kita ingin memaksimalkan utility yang diharapkan. Sedangkan teori keputusan deskriptif dicapai berdasarkan hasil dari pengamatan, percobaan, dan biasanya dikuatkan dengan statistik.

2.8 Teknik Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah memilih satu atau lebih diantara sekian banyak alternatif keputusan yang mungkin. Suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan, Setiap kaputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Keputusan bisa berulang kali dibuat secara rutin dan dalam bentuk persoalan yang sama sehingga mudah dilakukan.


(36)

Situasi keputusan lainnya yang dihadapi mungkin serupa dengan situasi yang dialami masa lampau, akan tetapi suatu ciri khusus dari permasalahan yang timbul baru mungkin agak berbeda dalam beberapa aspek penting bahwa mungkin unik (satu-satunya ciri yang terkait pada permasalahan tersebut). Intuisi dan pertimbangan dari orang-oarang yang mempunyai pengalaman seperti tipe persoalan tersebut merupakan nara sumber yang sangat penting dalam suatu organisasi di mana keputusan akan diambil, mengingat persoalan baru mungkin jauh berbeda dengan persoalan-persoalan sebelumnya dan perlu cara pengambilan keputusan yang unik.

Inti dari pengambilan keputusan ialah terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan adalah kegiatan pengumpulan data dari mana suatu apresiasi mengenai situasi keputusan dapat dibuat.

Apabila informasi yang cukup dapat dikumpulkan guna memperoleh suatu spesifikasi yang lengkap dari semua alternatif dan tingkat keefektivannya dalam situasi yang sedang dalam perhatian. Proses pembuatan atau pengambilan keputusan relatif sangatlah mudah. Akan tetapi di dalam prakteknya sangat tidak mungkin untuk mengumpulkan informasi secara lengkap, mengingat terbatasanya waktu, dana dan tenaga.

Pada dasarnya ada empat kategori keputusan, yaitu :

a. Keputusan dalam keadaan ada kepastian (certainty). Suasana di katakan certainty jika semua informasi yang di perlukan untuk membuat keputusan diketahui secara sempurna dan tidak berubah.

b. Keputusan dalam keadaan ada resiko (risk). Suasana di katakan risk jika informasi sempurna tidak tersedia, tetapi seluruh peristiwa yang akan terjadi beserta probabilitasnya tersedia.

c. Keputusan dalam keadaan ketidakpastian (uncertainty). Pengambilan keputusan dalam keadaan ketidakpastian menunjukkan suasana keputusan dimana probabilitas hasil-hasil potensial tidak diketahui (tidak diperkirakan). Dalam suasana ketidakpastian pengambil keputusan sadar akan hasil-hasil alternatif dalam bermacam-macam peristiwa, namun pengambil keputusan tidak dapat menetapkan probabilitas peristiwa.


(37)

d. Keputusan dalam keadaan ada konflik (conflick). Suasana konflik muncul jika kepentingan dua atau lebih pengambil keputusan berada dalam situasi yang saling bertentangan. Satu pihak pengambil keputusan tidak hanya memikirkan pada tindakannya sendiri, tetapi juga tertarik pada tindakan lawannya.

2.8.1 Pilihan Langsung

Salah satu cara yang umum digunakan dalam menentukan pengambilan keputusan diantara dua alternatif adalah membandingkan keduanya secara langsung, kemudian menentukan pilihan berdasarkan proses intuisi. Tetapi persoalan yang kompleks akan sulit untuk mengelola seluruh informasi dalam pikiran kita.

Contoh :

Seorang Produsen ingin menambah jenis produksinya. Untuk maksud tersebut ada dua pilihan ; pertama produk A, ia yakin staf engeneringnya mampu mempersiapkan peralatan untuk produk A dengan pertimbangan keberhasilan 0,5. Produk kedua, memproduksi B dengan kemungkinan gagal 0,2. Jika produk A berhasil perusahaan akan memperoleh laba Rp. 200 juta, dan jika gagal akan rugi Rp. 20 juta. Sedangkan produk B, jika berhasil akan memperoleh laba Rp. 80 juta dan jika gagal kan rugi Rp. 2 juta. Karena keterbatasan dana, maka hanya satu diantaranya yang akan diproduksi. Tentukan produksi mana sebaiknya yang akan diproduksi oleh perusahaan agar perusahaan memperoleh laba yang optimal.

Model keputusan ini dapat digambarkan dalam diagram keputusan sebagai berikut :

Berhasil + Rp. 200 juta 0,5

Produk A

Gagal - Rp. 20 juta 0,5

Tidak memproduksi Rp. 0 juta

Berhasil + Rp. 80 juta 0,8


(38)

Produk B

Gagal - Rp. 2 juta 0,2

Gambar 2.2 Diagram Keputusan Pilihan Langsung

Persoalan ini kelihatannya sederhana namun ada kesulitan untuk memilih secara langsung karena kita harus secara serentak memperoleh informasi tentang kemungkinan berhasil dan bagaimana hasil yang mungkin diperoleh. Pada dasarnya pilihan langsung dapat dilakukan dengan mudah jika terdapat dominasi satu alternatif atas alternatif lainnya.

2.8.2 Dominasi Nilai

Misalkan pada persoalan diatas, jika produk A gagal hasil yang akan diperoleh bukan – Rp. 20 juta, melainkan Rp. 80 juta sehingga keadaannya dapat digambarkan seperti pada diagram berikut :

Berhasil + Rp. 200 juta 0,5

Produk A

Gagal + Rp. 80 juta 0,5

Tidak memproduksi Rp. 0 juta

Berhasil + Rp. 80 juta 0,8

Produk B

Gagal - Rp. 2 juta 0,2


(39)

Dari diagram ini, maka secara langsung dapat dinyatakan bahwa lebih baik memilih produk A, karena walaupun gagal hasilnya masih sama dengan produk B jika berhasil. Dalam hal ini dikatakan alternatif A mendominasi alternatif B.

2.8.3 Dominasi Stokastik

Bentuk lain dari dominasi tetapi sedikit lebih lemah dibandingkan Dominasi Nilai adalah Dominasi Stokastik atau Dominasi Probabilistik, yang digunakan untuk pilihan langsung.

Contoh :

Sebagai seorang manager produksi, Tuan Y diharapkan untuk memilih satu diantara tiga jenis produk baru untuk dipasarkan. Produksi pendahuluan untuk ketiga produk tersebut telah selesai dilakukan, demikian pula studi tentang harganya. Hasilnya seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Produk Yang Dapat Dihasilkan

Produk Harga (unit) Ongkos (unit) Kontribusi (unit) A Rp. 25.000 Rp. 15.000 Rp. 10.000 B Rp. 60.000 Rp. 40.000 Rp. 20.000 C Rp. 37.500 Rp. 22.500 Rp. 15.000

Selanjutnya dari penelitian pasar dapat pula diketahui distribusi kemungkinan tingkat penjualan yang mungkin dicapai untuk masing-masing produk seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Distribusi Kemungkinan Tingkat Penjualan

Tingkat Kemungkinan

Penjualan A B C


(40)

10.000 0 0,2 0,3

20.000 0,1 0,2 0,3

30.000 0,1 0,4 0,2

40.000 0,2 0,1 0,1

50.000 0,6 0 0

Dan selain itu Pimpinan perusahaan telah memutuskan bahwa hanya satu jenis produk baru dapat dipasarkan.

Jika keadaan tersebut digambarkan dalam diagram keputusan maka hasilnya adalah sebagai berikut :

Kontribusi Penjualan : Rp. 200 juta 0,1 20.000 Rp. 300 juta Produk A 0,1 30.000 Rp. 400 juta 0,2 40.000 Rp. 500 juta 0,6 50.000

Penjualan : Rp. 0 juta 0,1 0 Rp. 200 juta Produk B 0,2 10.000 Rp. 400 juta 0,2 20.000 Rp. 600 juta 0,4 30.000 Rp. 800 juta 0,1 40.000


(41)

0,1 0 Rp. 150 juta Produk C 0,3 10.000 Rp. 300 juta 0,3 20.000 Rp. 450 juta 0,2 30.000 Rp. 600 juta 0,1 40.000

Gambar 2.4 Diagram Keputusan Tiga Jenis Produk

2.8.4 Tingkat Aspirasi

Dalam menghadapi situasi keputusan, pengambil keputusan mungkin mempunyai suatu target yang harus dicapai, suatu tingkat aspirasi. Bila keadaannya seperti itu, maka pilihan langsung dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat aspirasi.

Misalkan dalam persoalan diatas pengambil keputusan merasa bahwa yang penting adalah menghasilkan tidak kurang dari Rp. 300 juta. Maka kemungkinan untuk memperoleh Rp. 300 juta adalah untuk produk A sebesar 0,9; produk B sebesar 0,7 dan produk C sebesar 0,6. Produk A mempunyai kemungkinan terbesar untuk mencapai tingkat aspirasi yang ditentukan, sehingga produk A adalah pilihan yang terbaik.

2.8.5 Nilai Ekspektasi

Jika pilihan langsung sukar dilakukan, maka dapat digunakan nilai ekspektasi. Nilai ekspektasi mencerminkan harga rata-rata memilih nilai ekspektasi tertinggi.

Dari persoalan diatas, dapat diperoleh nilai ekspektasinya sebagai berikut : Produk A :

Nilai Ekspektasi = (0,1)(Rp. 200 juta) + (0,1)(Rp. 300 juta) + (0,2)(Rp.400 juta) + (0,6)(Rp.500 juta)

= Rp. 430 juta Produk B :

Nilai Ekspektasi = (0,1)(Rp. 0) + (0,2)(Rp. 200 juta) + (0,2)(Rp.400juta) + (0,4)(Rp.600 juta) + (0,1)(Rp. 800 juta)

= Rp. 440 juta Produk C :


(42)

Nilai Ekspektasi = (0,1)(Rp. 0) + (0,3)(Rp. 150 juta) + (0,3)(Rp.300 juta) + (0,2)(Rp.450 juta) + (0,1)(Rp. 600 juta)

= Rp. 285 juta

Jadi keputusannya adalah memproduksi produk B karena nilai ekspektasinya yang tertinggi.

2.8.6 Nilai Ekivalen Tetap

Nilai ekivalen tetap dari suatu kejadian tidak pasti adalah nilai tertentu yang kita tetapkan sendiri dimana kita merasa tidak berbeda antara menerima hasil yang tercermin dalam ketidakpastian tersebut, atau menerima dengan kepastian suatu hasil dengan nilai tetentu. Besar nilai yang ditentukan tersebut dinamakan nilai ekivalen tetap.

2.9 Utility

Hasil dari teori keputusan biasanya diberi nilai utility. Misalnya, dari sudut pandang perencana militer, kematian 1000 orang dalam pertempuran mungkin diberi utility yang negatif dari 1000, dan kematian 500 orang dari 500 utility yang negatif. Kemungkinan hasil dalam masalah teori keputusan bisa jadi positif, negatif, atau kedua-duanya. Nilai utility bisa berdasarkan pada pendapat dari pengambil kaputusan.

Utility yang diharapkan dari sebuah keputusan adalah sebagai jumlah kemungkinan bahwa setiap hasil dikalikan dengan utility dari hasil lainnya. Misalnya membuat suatu keputusan mungkin mengarah pada 100 utility yang positif dengan kemungkinan 75%, dan 40 utility yang negatif dengan kemungkinan 25% maka nilai utility yang diharapkan adalah :

75% x 100 = 75 (positif) 25% x (-40) = -10 (negatif)

Berarti nilai dari keseluruhan utility yang diharapkan adalah 75 – 10 = 65.

Kurva utility diperoleh berdasarkan penjajakan preferensi pengambil keputusan. Menggambarkan bagaimana utility suatu nilai atau keadaan tertentu bagi pengambil keputusan. Pada umumnya skala utility dinyatakan antara 0 dan 1, dimana skala utility = 1 menyatakan keadaan atau nilai yang paling disukai dan 0 menyatakan keadaan atau nilai yang paling tidak disukai.


(43)

Gambar 2.5 Kurva Utility

Dari kurva utility ini dapat diketahui bahwa utility dari uang Rp.100.000,- adalah 1 dan dari uang Rp.0,- adalah 0. Demikian juga utility dari uang antara Rp.0,- dan Rp. 100.000,- dapat diketahui dari kurva tersebut.


(44)

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Pengantar

Dalam teori peluang, teorema Bayes atau yang sering disebut aturan Bayes pada tahun 1763 menghubungkan probabilitas bersyarat dan probabilitas marjinal dari dua kejadian secara acak. Teorema Bayes sering digunakan untuk menghitung probabilitas posterior yang diberikan dari hasil pengamatan.

Teorema Bayes dapat digunakan untuk menghitung peluang bahwa yang didiagnosis adalah benar, berdasarkan pengaruh yang didapat dari hasil observasi. teorema Bayes di dasarkan pada prinsip bahwa tambahan informasi dapat memperbaiki probabilitas.

Teorema Bayes menghubungkan probabilitas bersyarat dan probabilitas marjinal dari kejadian A dan B.

( )

(

) ( )

( ) (

)

=

= n

i

i i

i i i

B

B

B

B

B

A P P

P A P A P

1

Tiap-tiap istilah dalam teorema Bayes mempunyai nama :

a. P(Bi) adalah probabilitas prior atau probabilitas marjinal dari B.

b. P(Bi|A) adalah probabilitas bersyarat dari peristiwa terjadinya kajadian B

dengan syarat peristiwa A telah terjadi. Sering juga disebut probabilitas posterior.

c. P(A|Bi) adalah probabilitas bersyarat dari peristiwa terjadinya kejadian A

dengan syarat peristiwa B telah terjadi.


(45)

Contoh 1 :

Teorema Bayes berguna untuk menghitung hasil dari tes narkoba tertentu bahwa 99% sensitif dan 99% spesifik, tes akan dengan tepat mengidentifikasi seseorang pemakai narkoba ketika diuji 99% positif sesuai dangan waktu, dan akan dengan tepat mengidentifikasi seseorang tidak pemakai narkoba ketika diuji 99% negatif sesuai dengan waktu. Tes ini akan kelihatan sangat akurat, tetapi teorema Bayes akan mengungkapkan hasilnya melalui nilai kemungkinan.

Mari kita mengasumsikan suatu korporasi memutuskan untuk menguji karyawannya unutk pengguna opiumdan 0,5% karyawan menggunakan narkoba. Kita ingin mengetahui kemungkinan bahwa yang diuji adalah tes narkoba positif, apakah karyawan benar-benar serong pemakai narkoba.

Andaikan kejadian “D” adalah pemakai narkoba dan “N” menunjukkan yang bukan pemakai. Andaikan kajadian “+” adalah tes narkoba positif.

a. P(D), atau kemungkinan bahwa karyawan adalah seorang pemakai narkoba, dengan mengabaikan informasi lain. Peluangnya adalah 0,005 atau 0,5 %. Ini adalah probabilitas prior dari D.

b. P(N), atau kemungkinan bahwa karyawan bukanlah seorang pemakai narkoba. Peluangnya adalah 1 – P(D) = 0,995 atau 99,5%.

c. P(+|D), atau kemungkinan bahwa tes adalah positif dengan syarat bahwa karyawan adalah seorang pemakai narkoba. Peluangnya adalah 0,99 karena 99% tes akurat.

d. P(+|N), atau kemungkinan bahwa tes adalah positif dengan syarat bahwa karyawan bukanlah seorang pemakai narkoba. Peluangnya adalah 0,01 karena tes akan menghasilkan hasil positif yang palsu untuk 1% dari yang bukan pemakai.

e. P(+), atau kemungkinan tes narkoba positif, dengan mengabaikan informasi lain. peluangnya adalah 0,0149 atau 1,49% yang diperoleh dari penjumlahan peluang suatu hasil positif yang benar dengan suatu hasil positif yang palsu. P(+) = (99%) (0,5%) + (1%) + (99,5%)

= (0,495%) + (0,995%) = (1,49%)


(46)

Dari informasi tersebut, kita dapat menghitng probabilitas posterior P(D|+) dari karyawan yang diuji ppositif pemakai narkoba.

( ) ( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

(

)(

)

(

)(

) (

)(

)

3322 , 0 00995 , 0 00495 , 0 00495 , 0 995 , 01 . 0 005 , 0 99 , 0 005 , 0 99 , 0 = + = + = + + + + = + + = + O N P N P D P D P D P D P P D P D P D P

Disamping ketelitian tes yang tinggi, kemungkinan bahwa seorang karyawan yang diuji positif, benar-benar menggunakan narkoba hanya sekitar 33%.

Contoh 2 :

Pimpinan suatu bank mengkategorikan nasabahnya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok I = K1 dan kelompok II = K2 sebanyak 70%. Diketahui probabilitas bahwa

kelompok I mengembalikan kredit tepat pada waktunya sebesar 0,60 atau 60% sedangkan kelompok II sebesar 0,90 atau 90%.

Anda bertemu dengan salah satu nasabah.

a. Berapa probabilitasnya bahwa dia mengembalikan kredit tepat pada waktunya? b. Misalnya anda diberitahu bahwa dia membayar kredit tepat pada waktunya,

berapa probabilitasnya bahwa dia termasuk kelompok I dan berapa probabilitasnya bahwa dia termasuk kelompok II ?

Dari soal diketahui bahwa : P(K1) = 0,30

P(K2) = 0,70

P(T|K1) = 0.60


(47)

Dimana :

T = kejadian bahwa nasabah mengembalikan kredit tepat pada waktunya, bisa berasal dari kelompok I atau kelompok II.

P(K1) dan P(K2) = probabilitas prior.

Maka penyelesaiannya adalah :

a. Probabilitas bahwa dia menembalikan kredit tepat pada waktunya adalah : P(T) = P(K1)P(T|K1) + P(K2)P(T|K2)

= (0,30)(0,60) + (0,70)(0,90) = 0,18 + 0,63

= 0,81

b. Probabilitas bahwa dia termasuk kelompok I dengan syarat dia membayar kredit tepat pada waktunya adalah :

( )

( ) (

( )

)

22 , 0 81 , 0 18 , 0 1 1 1 = = = T P T P P T

P

K

K

K

Probabilitas bahwa dia termasuk kelompok II dengan syarat dia membayar tepat pada waktunya adalah :

(

)

( ) (

( )

)

78 , 0 81 , 0 63 , 0 2 2 2 = = = T P T P P T

P

K

K

K

Jika keadaan tersebut digambarkan dalam pohon kemungkinan maka diperoleh sebagai berikut :


(48)

P(T K1 P(K ) 0,60 1 0,30 )

P(T K1)

0,40

P(T K2

P(K2)

) 0,90

0,70

P(T K2)

0,10

Gambar 3.1 Diagram Kemungkinan Pengkategorian Nasabah Bank

Untuk T

(

)

( )

( )

( )

( )

( )

( )

(

)(

)

(

) (

) (

)(

)

63 , 0 07 , 0 12 , 0 12 , 0 10 , 0 70 , 0 40 , 0 30 , 0 40 , 0 30 , 0 2 2 1 1 1 1 1 = + = + = + = K

K

K

K

K

K

K

K

T P P T P P T P P T P

adalah kejadian dimana nasabah mengembalikan kredit tidak tepat pada waktunya, maka :


(49)

Sedangkan untuk P(K2|T

(

)

( )

( )

( )

( )

( )

( )

(

)(

)

(

) (

) (

)(

)

37 , 0 07 , 0 12 , 0 07 , 0 10 , 0 70 , 0 40 , 0 30 , 0 10 , 0 70 , 0 2 2 1 1 2 2 2 = + = + = + = K

K

K

K

K

K

K

K

T P P T P P T P P T P

) adalah :

Contoh 3 :

Perusahaan DIRGANTARA adalah suatu perusahaan yang memproduksi bagian-bagian yang digunakan dalam industri pesawat terbang. Karena itu maka ketelitian merupakan faktor utama. Setiap pesanan harus dibuat tepat dengan mengikuti standard yang dimintakan oleh konsumen.

Menjamin ketepatan ini adalah tugas dari bagian Pengendalian Kualitas, yaitu memeriksa produk yang sedang diproses pada tiap tahapan proses, dan menghentikan proses bila ternyata standard tidak dipenuhi, untuk menghindari kesalahan yang berkepanjangan. Salah satu dari tahap tersebut adalah tahap pengecekan set-up mesin produksi sebelum mesin tersebut mulai mengerjakan produk yang harus dibuat.

Saat ini, Tanto dari bagian Pengendalian Kualitas mendapat tugas untuk memeriksa set-up mesin gerindra, sebelum mesin tersebut digunakan.

Dari pengalaman selama dia bekerja pada bagian tersebut, Tanto mengetahui bahwa besarnya kemungkinan bahwa set-up mesin tersebut adalah benar, adalah sebesar 0,8. Meskipun demikian, dia segan untuk menyetujui set-up mesin tersebut hanya dengan berdasarkan informasi tersebut.

Dia memilih untuk menunggu sebuah produk selesai dikerjakan, untuk kemudian melakukan pengukuran, sehingga berdasarkan hasil ini dia dapat memperbaiki nilai kemungkinan awal yang diketahuinya. Sikap ini diambil karena dia mengetahui bahwa bila set-up mesin adalah benar, maka kemungkinan bahwa mesin tersebut menghasilkan produk yang baik atau tepat ukurannya adalah sebesar 0,9, sedangkan bila set-up mmesin adalah tidak benar, maka kemungkinan menghasilkan produk baik hanya sebesar 0,4.


(50)

Dengan hasil terakhir inilah ia akan mengambil keputusan berkenaan dengan set-up mesin tersebut. Bila dapat dinyatakan benar maka mesin tersebut boleh mulai digunakan untuk menghasilkan produk selanjutnya. Tetapi bila tidak benar maka mesin tersebut perlu di set-up kembali.

Dalam kasus ini Tanto telah mempunyai suatu informasi awal. Dia telah memiliki pendapat bahwa kemungkinan set-up mesin tersebut benar adalah sebesar 80%. Informasi awal tentang nilai kemungkinan ini disebut sebagai nilai kemungkinan prior.

Bila sampel yang diamati ternyata jelek atau tidak tepat ukurannya, apakah Tanto akan tetap berpendapat bahwa nilai kemungkinan set-up mesin tersebut benar adalah 0,8? Tentu saja tidak, sebaliknya dia menjadi ragu-ragu tentang benarnya set-up mesin tersebut, dengan kata lain dia akan berpendapat bahwa kemungkinan set-set-up mesin tersebut benar adalah lebih kecil dari 0,8. Sebaliknya bila sampel tersebut ternyata baik, hal ini akan memperkuat dugaannya bahwa set-up mesin tersebut benar.

Persoalannya adalah bagaimana dia dapat memperbaiki nilai kemungkinan priornya, setelah dia mendapatkan informasi baru, sehingga dia akhirnya bisa mendapatkan nilai kemungkinan yang telah diperbaiki. Nilai kemungkinan akhir ini yang disebut sebagai nilai kemungkinan posterior.

Dimana : P(B) adalah probabilitas bahwa set-up mesin adalah benar. P(S) adalah probabilitas bahwa set-up mesin salah.

P(T|B) adalah probabilitas bahwa sampel adalah tepat dengan syarat set-up mesin benar.

P(T|S) adalah probabilitas bahwa sampel adalah tepat dengan syarat set-up mesin salah.

P(T|B) adalah probabilitas bahwa sampel tidak tepat dengan syarat set-up mesin benar.

P(T|S) adalah probabilitas bahwa sampel tidak tepat dengan syarat set-up mesin salah.

Agar persoalan menjadi lebih jelas maka situasi tersebut dapat digambarkan dalam digram kemungkinan sebagai berikut :


(51)

P(T B) 0,9 P(B)

0,8

P(T B) 0,1 P(T S) 0,4 P(S) 0,2 P(T S) 0,6

Gambar 3.2 Diagram Kemungkinan Set-up Mesin

Misalkan setelah diperiksa, sampel tersebut ternyata tepat (T). Nilai kemungkinan posteriornya adalah P(B|T), dan nilainya dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan untuk kemungkinan bersyarat :

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )( )

( )( ) ( )( )

9 , 0 80 , 0 72 , 0 4 , 0 2 , 0 9 , 0 8 , 0 9 , 0 8 , 0 = = + = + = S T P S P B T P B P B T P B P T B P

Dengan mengetahui bahwa sampel yang diperiksa ternyata tepat ukurannya, maka perkiraan nilai kemungkinan set-up mesin adalah benar meningkat dari 0,8 menjadi 0,9. Sebaliknya bila ternyata sampel tersebut ternyata tidak tepat ukurannya (T), maka nilai kemungkinan posteriornya adalah :


(52)

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )( )

( )( ) ( )( )

4 , 0 20 , 0 08 , 0 6 , 0 2 , 0 1 , 0 8 , 0 1 , 0 8 , 0 = = + = + = S T P S P B T P B P B T P B P T B P

Bila sampel yang diambil ternyata tidak tepat ukurannya nilai kemungkinan bahwa set-up mesin adalah benar yang semula 0,8 turun menjadi o,4.

Cara perhitungan nilai kemungkinan posterior dengan menggunakan perhitungan nilai kemungkinan bersyarat sering juga disebut dengan perhitungan menggunakan teorema Bayes.


(53)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka dapatlah dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Dari contoh tabel 2.2, diperoleh bahwa peluang dari pelajar yang diamati mengenakan pantalon adalah sebesar 25%. Nilai ini sesuai dengan yang diharapkan bahwa hasilnya kurang dari 40%.

b. Dari contoh diagram 2.1, diperoleh bahwa P(R1) = 0,604; P(R2) = 0,296;

P(R3) = 0,100; P(H|R1) = 0,099; P(H|R2) = 0,243 dan P(H|R3) = 0,680. Hasil

ini diperoleh dengan menggunakan probabilitas posterior sebagai informasi tambahan yang berguna untuk memperbaiki probabilitas prior.

c. Dari contoh 1 pada halaman 30, diperoleh bahwa peluang karyawan yang diuji positif pemakai narkoba adalah sebesar 33%.

d. Dari contoh diagram 3.1, diperoleh bahwa peluang nasabah termasuk kelompok I dengan syarat dia membayar kredit tepat pada waktunya sebesar 22% sedangkan peluang nasabah termasuk kelompok II dengan syarat dia membayar kredit tepat pada waktunya sebesar 78%. Tetapi jika nasabah mengembalikan kredit tidak tepat pada waktunya, dimana dia termasuk kelompok I sebesar 63% dan jika dia termasuk kelompok II sebesar 37%. e. Dari contoh diagran 3.1, diperoleh bahwa peluang set-up mesin benar

meningkat dari 0,8 menjadi 0,9. Sebaliknya bila sampel tersebut ternyata tidak tepat ukurannya maka peluangnya turun dari 0,8 menjadi 0,4.

4.2 Saran

Dalam membuat keputusan suatu persoalan dimana persoalan tersebut berada dalam keadaan ketidakpastian, penulis menyarankan agar menggunakan teorema Bayes dalam penyelesaiannya. Karena untuk mengukur ketidakpastian tersebut harus digunakan konsep nilai kemungkinan.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

2008.

oktober 2008.

oktober 2008.

juni 2003.

Johannes Supranto, “Teknik Pengambilan Keputusan”, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Jong Jek Siang, “Matematika Diskrit dan Aplikasinya Pada Ilmu Komputer”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002.

K.J. Radford, “Analisa Keputusan Manajemen”, Erlangga, Jakarta, 1984.

Kuntoro Mangkusubroto, “Analisa Keputusan”, Ganesa Exact, Bandung, 1999.

M. Iqbal Hasan, “Pokok – Pokok Materi Statistik 2”, Bumi Aksara, Jakarta, 1999.

Morris Hamburg, “Statistical Analysis For Decision Making”, 4th Edition, Harcourt Grace Jovanovich, USA, 1987.

Ronald E Walpole dan Raymond H Meyer, “Ilmu Peluang dan Statistika Untuk Insinyur dan Ilmuan”, Penerbit ITB, Bandung, 1986.

S. S. Wilks, “Mathematical Statistics”, Second edition, Topan Company, Tokyo, 1962.


(1)

Sedangkan untuk P(K2|T

(

)

( )

( )

( )

( )

( )

( )

(

)(

)

(

) (

) (

)(

)

37 , 0 07 , 0 12 , 0 07 , 0 10 , 0 70 , 0 40 , 0 30 , 0 10 , 0 70 , 0 2 2 1 1 2 2 2 = + = + = + = K

K

K

K

K

K

K

K

T P P T P P T P P T P

) adalah :

Contoh 3 :

Perusahaan DIRGANTARA adalah suatu perusahaan yang memproduksi bagian-bagian yang digunakan dalam industri pesawat terbang. Karena itu maka ketelitian merupakan faktor utama. Setiap pesanan harus dibuat tepat dengan mengikuti standard yang dimintakan oleh konsumen.

Menjamin ketepatan ini adalah tugas dari bagian Pengendalian Kualitas, yaitu memeriksa produk yang sedang diproses pada tiap tahapan proses, dan menghentikan proses bila ternyata standard tidak dipenuhi, untuk menghindari kesalahan yang berkepanjangan. Salah satu dari tahap tersebut adalah tahap pengecekan set-up mesin produksi sebelum mesin tersebut mulai mengerjakan produk yang harus dibuat.

Saat ini, Tanto dari bagian Pengendalian Kualitas mendapat tugas untuk memeriksa set-up mesin gerindra, sebelum mesin tersebut digunakan.

Dari pengalaman selama dia bekerja pada bagian tersebut, Tanto mengetahui bahwa besarnya kemungkinan bahwa set-up mesin tersebut adalah benar, adalah sebesar 0,8. Meskipun demikian, dia segan untuk menyetujui set-up mesin tersebut hanya dengan berdasarkan informasi tersebut.

Dia memilih untuk menunggu sebuah produk selesai dikerjakan, untuk kemudian melakukan pengukuran, sehingga berdasarkan hasil ini dia dapat memperbaiki nilai kemungkinan awal yang diketahuinya. Sikap ini diambil karena dia mengetahui bahwa bila set-up mesin adalah benar, maka kemungkinan bahwa mesin tersebut menghasilkan produk yang baik atau tepat ukurannya adalah sebesar 0,9, sedangkan bila set-up mmesin adalah tidak benar, maka kemungkinan menghasilkan produk baik hanya sebesar 0,4.


(2)

Dengan hasil terakhir inilah ia akan mengambil keputusan berkenaan dengan set-up mesin tersebut. Bila dapat dinyatakan benar maka mesin tersebut boleh mulai digunakan untuk menghasilkan produk selanjutnya. Tetapi bila tidak benar maka mesin tersebut perlu di set-up kembali.

Dalam kasus ini Tanto telah mempunyai suatu informasi awal. Dia telah memiliki pendapat bahwa kemungkinan set-up mesin tersebut benar adalah sebesar 80%. Informasi awal tentang nilai kemungkinan ini disebut sebagai nilai kemungkinan prior.

Bila sampel yang diamati ternyata jelek atau tidak tepat ukurannya, apakah Tanto akan tetap berpendapat bahwa nilai kemungkinan set-up mesin tersebut benar adalah 0,8? Tentu saja tidak, sebaliknya dia menjadi ragu-ragu tentang benarnya set-up mesin tersebut, dengan kata lain dia akan berpendapat bahwa kemungkinan set-set-up mesin tersebut benar adalah lebih kecil dari 0,8. Sebaliknya bila sampel tersebut ternyata baik, hal ini akan memperkuat dugaannya bahwa set-up mesin tersebut benar.

Persoalannya adalah bagaimana dia dapat memperbaiki nilai kemungkinan priornya, setelah dia mendapatkan informasi baru, sehingga dia akhirnya bisa mendapatkan nilai kemungkinan yang telah diperbaiki. Nilai kemungkinan akhir ini yang disebut sebagai nilai kemungkinan posterior.

Dimana : P(B) adalah probabilitas bahwa set-up mesin adalah benar. P(S) adalah probabilitas bahwa set-up mesin salah.

P(T|B) adalah probabilitas bahwa sampel adalah tepat dengan syarat set-up mesin benar.

P(T|S) adalah probabilitas bahwa sampel adalah tepat dengan syarat set-up mesin salah.

P(T|B) adalah probabilitas bahwa sampel tidak tepat dengan syarat set-up mesin benar.

P(T|S) adalah probabilitas bahwa sampel tidak tepat dengan syarat set-up mesin salah.

Agar persoalan menjadi lebih jelas maka situasi tersebut dapat digambarkan dalam digram kemungkinan sebagai berikut :


(3)

P(T B) 0,9 P(B)

0,8

P(T B) 0,1

P(T S) 0,4 P(S)

0,2

P(T S) 0,6

Gambar 3.2 Diagram Kemungkinan Set-up Mesin

Misalkan setelah diperiksa, sampel tersebut ternyata tepat (T). Nilai kemungkinan posteriornya adalah P(B|T), dan nilainya dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan untuk kemungkinan bersyarat :

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )( )

( )( ) ( )( )

9 , 0

80 , 0

72 , 0

4 , 0 2 , 0 9 , 0 8 , 0

9 , 0 8 , 0

= =

+ =

+ =

S T P S P B T P B P

B T P B P T

B P

Dengan mengetahui bahwa sampel yang diperiksa ternyata tepat ukurannya, maka perkiraan nilai kemungkinan set-up mesin adalah benar meningkat dari 0,8 menjadi 0,9. Sebaliknya bila ternyata sampel tersebut ternyata tidak tepat ukurannya (T), maka nilai kemungkinan posteriornya adalah :


(4)

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )( )

( )( ) ( )( )

4 , 0

20 , 0

08 , 0

6 , 0 2 , 0 1 , 0 8 , 0

1 , 0 8 , 0

= =

+ =

+ =

S T P S P B T P B P

B T P B P T

B P

Bila sampel yang diambil ternyata tidak tepat ukurannya nilai kemungkinan bahwa set-up mesin adalah benar yang semula 0,8 turun menjadi o,4.

Cara perhitungan nilai kemungkinan posterior dengan menggunakan perhitungan nilai kemungkinan bersyarat sering juga disebut dengan perhitungan menggunakan teorema Bayes.


(5)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka dapatlah dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Dari contoh tabel 2.2, diperoleh bahwa peluang dari pelajar yang diamati mengenakan pantalon adalah sebesar 25%. Nilai ini sesuai dengan yang diharapkan bahwa hasilnya kurang dari 40%.

b. Dari contoh diagram 2.1, diperoleh bahwa P(R1) = 0,604; P(R2) = 0,296;

P(R3) = 0,100; P(H|R1) = 0,099; P(H|R2) = 0,243 dan P(H|R3) = 0,680. Hasil

ini diperoleh dengan menggunakan probabilitas posterior sebagai informasi tambahan yang berguna untuk memperbaiki probabilitas prior.

c. Dari contoh 1 pada halaman 30, diperoleh bahwa peluang karyawan yang diuji positif pemakai narkoba adalah sebesar 33%.

d. Dari contoh diagram 3.1, diperoleh bahwa peluang nasabah termasuk kelompok I dengan syarat dia membayar kredit tepat pada waktunya sebesar 22% sedangkan peluang nasabah termasuk kelompok II dengan syarat dia membayar kredit tepat pada waktunya sebesar 78%. Tetapi jika nasabah mengembalikan kredit tidak tepat pada waktunya, dimana dia termasuk kelompok I sebesar 63% dan jika dia termasuk kelompok II sebesar 37%. e. Dari contoh diagran 3.1, diperoleh bahwa peluang set-up mesin benar

meningkat dari 0,8 menjadi 0,9. Sebaliknya bila sampel tersebut ternyata tidak tepat ukurannya maka peluangnya turun dari 0,8 menjadi 0,4.

4.2 Saran

Dalam membuat keputusan suatu persoalan dimana persoalan tersebut berada dalam keadaan ketidakpastian, penulis menyarankan agar menggunakan teorema Bayes dalam penyelesaiannya. Karena untuk mengukur ketidakpastian tersebut harus digunakan konsep nilai kemungkinan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

2008.

oktober 2008.

oktober 2008.

juni 2003.

Johannes Supranto, “Teknik Pengambilan Keputusan”, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Jong Jek Siang, “Matematika Diskrit dan Aplikasinya Pada Ilmu Komputer”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002.

K.J. Radford, “Analisa Keputusan Manajemen”, Erlangga, Jakarta, 1984.

Kuntoro Mangkusubroto, “Analisa Keputusan”, Ganesa Exact, Bandung, 1999.

M. Iqbal Hasan, “Pokok – Pokok Materi Statistik 2”, Bumi Aksara, Jakarta, 1999.

Morris Hamburg, “Statistical Analysis For Decision Making”, 4th Edition, Harcourt Grace Jovanovich, USA, 1987.

Ronald E Walpole dan Raymond H Meyer, “Ilmu Peluang dan Statistika Untuk Insinyur dan Ilmuan”, Penerbit ITB, Bandung, 1986.

S. S. Wilks, “Mathematical Statistics”, Second edition, Topan Company, Tokyo, 1962.