Sejarah Kompas

4.1.1. Sejarah Kompas

Terbitnya surat kabar harian Kompas tidak dapat dipisahkan dari faktor politik yang pada tahun 1965 sedang memanas. Helen Ishwara (2001) menuliskan, surat kabar milik partai Komunis Indonesia semakin mendominasi wacana perpolitikan Indonesia dan akan memengaruhi langkah politik Presiden Soekarno. Pada saat itu peta politik di Indonesia dikuasai oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Karena kekuatannya yang luar biasa, PKI mampu menekan presiden, masuk ke dalam lingkaran Tentara Nasional Indonesia, dan menguasai media massa. Atas kondisi ini, maka Jenderal Ahmad Yani selaku Menteri/Panglima TNI-AD mengusulkan kepada Frans Seda yang saat itu menjadi Menteri Perkebunan agar mendirikan surat kabar untuk menandingi kekuatan PKI di media massa.

Yayasan Bentara Rakyat, penerbit Harian Kompas didirikan oleh PK Ojong dan Jakob Oetama. Kedua jurnalis era tahun 1960-an ini membidani lahirnya Harian Kompas pada 28 Juni 1965 di tengah hiruk-pikuk politik. Dalam proses pembentukannya, menurut Frans Seda (Ishwara, 2001), hambatan datang justru dari Kodam V Jaya, yang mengharuskan adanya pelanggan 3000 orang. Setelah semua persyaratan dipenuhi, Frans Seda menghadap Presiden Soekarno untuk meminta restu menerbitkan Harian Bentara Rakyat. Soekarno tidak setuju

Soekarno memberi nama Kompas, yang menurut dia artinya pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba.

Sularto, Wakil Pemimpin Umum Kompas (2007) menegaskan, Harian Kompas didirikan di atas kemajemukan masyarakat. Kemajemukan sudah taken for granted, realitas yang harus diterima sebagai kenyataan yang perlu disyukuri. Kedua pendiri menyadari, kemajemukan membuat situasi di masyarakat rentan terhadap kemungkinan terjadinya konflik. Namun menurut mereka, realitas merupakan anugerah yang patut diperkaya dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.

Pendiri Kompas menjadikan kemajemukan sebagai pilar utama dalam mengembangkan media. Menurut Sularto (2007), kemajemukan sudah dijadikan garis perjuangan yang dilandasi dengan nilai kemanusiaan yang imani dan menggunakan falsafah humanisme transendental yang ditimba dari pengalaman kehidupan dan realitas Indonesia sebagai sumber referensi dan inspirasi.

Dalam situasi politik yang panas, kondisi masyarakat Indonesia merupakan potret mimpi-mimpi para pemimpin dan elitenya yang sebagian besar hasil didikan Belanda dan Jepang yang mendukung kapitalisme. Kompas terbit dengan mimpi cita-cita besar yaitu culture matters. Materi yang akan dipublikasikan adalah produk kebudayaan, peradaban, kecerdasan manusia dengan pengetahuan humaniora dan humanisme transendentalnya. Sudah dipaparkan di atas bahwa Kompas berpandangan bahwa manusia tidak terikat satu lokalitas, karena perjalanan kehidupannya seperti di jalan tak berujung, di mana Dalam situasi politik yang panas, kondisi masyarakat Indonesia merupakan potret mimpi-mimpi para pemimpin dan elitenya yang sebagian besar hasil didikan Belanda dan Jepang yang mendukung kapitalisme. Kompas terbit dengan mimpi cita-cita besar yaitu culture matters. Materi yang akan dipublikasikan adalah produk kebudayaan, peradaban, kecerdasan manusia dengan pengetahuan humaniora dan humanisme transendentalnya. Sudah dipaparkan di atas bahwa Kompas berpandangan bahwa manusia tidak terikat satu lokalitas, karena perjalanan kehidupannya seperti di jalan tak berujung, di mana

Visi duet PK Ojong dan Jakob Oetama dalam meletakkan dasar-dasar Kompas tercermin dalam kebijakan-kebijakan yang melandasi perkembangan Kompas. Pengelolaan keuangan berbasis menabung di bank. Dari modal menabung ini, menurut catatan Parera (Sularto, 2007) Kompas tumbuh sebagai perusahaan yang mampu hidup dari bunga bank. Kesadaran bahwa karyawan adalah aset perusahaan senantiasa tercermin dalam setiap kebijakan yang diperuntukkan bagi karyawannya. Misalnya, pendidikan menjadi kunci utama untuk berkembang. Maka setiap karyawan, khususnya wartawan harus memiliki kebiasaan membaca dan berkarakter sebagai manusia pembelajar.

Menurut Frans M Parera (Sularto, 2007), cinta terhadap bangsa dan negara, berwawasan kebangsaan, serta nasionalisme diupayakan terus agar menjadi jiwa setiap insan di Kompas. Itulah isi dan semangat Kompas sebagai Amanat Hati Nurani Rakyat, sebagai satu roh baru untuk penegakan hukum dalam konteks Indonesia masa kini dengan bersumber pada prinsip salus populi suprema lex, keselamatan atau kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi.

Tidak banyak koran di Indonesia dapat bertahan lebih dari lima windu. Namun, Kompas hanya satu di antara koran yang sudah mapan dan matang. Konsistensi dalam berprinsip dan lentur dalam implementasi merupakan panduan bagi Kompas untuk dapat bertahan lama. Sikap untuk selalu bersyukur dalam kondisi apapun berperan bagi keberlangsungan perusahaan.

Jakob Oetama dalam buku Kompas ³Menulis Dari Dalam´ (2007) memaparkan bahwa Kompas menghindari sebagai perusahaan keluarga, sebab Jakob Oetama dalam buku Kompas ³Menulis Dari Dalam´ (2007) memaparkan bahwa Kompas menghindari sebagai perusahaan keluarga, sebab

Dalam usianya yang menginjak 47 tahun ini Kompas sudah melewati berbagai bentuk penyesuaian diri baik terhadap zaman maupun kemajuan teknologi. Frans M Parera (dalam Sularto, 2007) menjelaskan, pengembangan bisnis Kompas dilakukan sesuai tuntutan dan proses tumbuh dan berkembangnya modal, monetisasi, perkembangan finansialnya. Kompas Gramedia sebagai suatu holding company semula hanya memiliki satu penerbit yang mandiri tanpa bergabung dengan penerbitan lainnya dan memasarkan sendiri. Dalam perkembangannya pemasarannya dilakukan oleh pihak lain yaitu Intisari dan PT Kinta. Ini terjadi pada era 1960-an. Namun memasuki era tahun 1970-an Kompas Gramedia memiliki lebih dari satu penerbitan pers dengan pemasaran dilakukan sendiri. Selanjutnya Kompas Gramedia tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan pers yang menggurita dengan menerbitkan lebih dari satu penerbitan pers. Pemasaran dilakukan sendiri dan ekspansinya dengan mengakuisisi beberapa penerbitan lain. Bidang usahanya pun tetap pada core businessnya, yaitu penerbitan pers. Hal ini terjadi pada era 1980-an. Pada tahun 2012, Grup Kompas Gramedia berkembang menjadi dua surat kabar nasional, 24 surat kabar regional,

17 stasiun radio, sembilan stasiun televisi lokal, 57 media online, 88 majalah, 102 toko buku, delapan percetakan, dan 42 hotel.

Kepiawaian Kompas dalam menghadapi perubahan zaman termasuk dalam perubahan politik diakui oleh kampion pers sekaliber Rosihan Anwar. Meski Kompas sudah pernah dicabut surat izin usahanya atau dibreidel dua kali yaitu

satu-satunya media cetak yang tidak pernah berubah kepemilikan dan tidak pernah berganti nama. Rosihan Anwar menyebut Kompas menerapkan jurnalisme

menahan diri untuk kemudian maju lagi. Kompas berperan dalam masyarakat yang sistem demokrasinya masih dikembangkan. Komitmen pers dalam mengembangkan demokrasi dan kebebasan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, kultur politik serta nilai-nilai dasar masyarakat. (Oetama, 2001)

Kompas konsisten dengan komitmennya untuk selalu memberikan pencerahan terhadap masyarakat dan mengingatkan kepada pemerintah. Implementasi dari komitmen ini tertuang dalam jurnalisme fakta dan jurnalisme makna. Hal ini dimaknai, bahwa reportase bukan sekadar fakta menurut urutan kejadiannya, bukan fakta secara linier, melainkan fakta yang disertai latar belakang, proses, dan riwayatnya. Fakta tersebut dicari tali-temalinya dan diberi interpretasi atas dasar interaksi fakta serta latar belakangnya. Dengan cara itu berita bukan sekadar informasi tentang fakta, namun berita sekaligus menyajikan interpretasi akan arti dan makna peristiwa. Secara serius, jujur, benar, dan profesional mencoba mencari tahu secara selengkap-lengkapnya, mengapa peristiwa itu terjadi dan apa arti dan maknanya. (Oetama, 2003)