Masalah Surat Kuasa di PTUN

penulis berdasarkan praktek di dalam persidangan dan berdasarkan Yurisprudensi serta beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung, maka penulis uraikan beberapa masalah beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai berikut :

1. Masalah Surat Kuasa di PTUN

- Surat Kuasa tidak boleh dibuat secara umum melainkan harus dibuat secara khusus yang harus memuat secara jelas dan rinci mengenai hal-hal yang dikuasakan dengan menyebutkan pihak-pihak yang berperkara, Keputusan TUN obyek sengketa dan tahapan-tahapan tingkat pemeriksaannya. Khusus bagi Tergugat harus menyebutkan nomor perkaranya karena pada saat surat kuasa dibuat, gugatan Penggugat sudah mendapat nomor perkara lihat Pasal 57 Undang-Undang Peratun, Pasal 1792 KUH Perdata, SEMA No. 2 Tahun 1991 dan SEMA Nomor 6 Tahun 1994. - Surat Kuasa Khusus dapat dibuat sekaligus untuk pemeriksaan tingkat pertama, banding, dan kasasi. Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi, tanpa diperlukan suatu surat kuasa khusus yang baru. Sedangkan untuk Peninjauan Kembali, harus dibuat Surat Kuasa khusus yang baru SEMA Nomor 6 Tahun 1994. - Tergugat BadanPejabat TUN dapat memberikan kuasa kepada : Advokat, Jajarannya Biro hukumBagian hukum, atau kepada Jaksa Pengacara Negara JPN. - Penggugat dan Tergugat II-Intervensi hanya dapat memberi kuasa kepada advokat, sedangkan Biro Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas hanya dalam perkara prodeo. Biro hukumBagian hukum, JPN dan Biro Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas tidak terkena ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang secara tekstual, berbunyi : Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-seolah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah, karena pasal tersebut telah dinyatakan tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor. 006PUU-112004 Tanggal 13 Desember 2004. - Kuasa hukum dapat memberikan kuasa substitusi hanya apabila dalam Surat Kuasa pertama menyebutkan hak substitusi. - Surat Kuasa harus ditanda tangani oleh pemberi dan penerima kuasa dengan dilekatkan materai dan diberi tanggal memenuhi ketentuan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang bea materai. Selanjutnya Surat Kuasa di daftarkan di Kepaniteraan PTUN dengan di tanda tangani oleh Panitera. - Kuasa insidentil dapat diberikan izin oleh Ketua PTUN kepada seseorang yang akan beracara di PTUN apabila dimohonkan, dengan syarat seseorang tersebut mempunyai hubungan keluarga dengan Penggugat yang dikuatkan dengan surat keterangan LurahKepala Desa dan diketahui Camat serta mampu beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara. - Berakhirnya pemberian kuasa dapat terjadi karena : dicabut oleh pemberi kuasa, meninggalnya salah satu pihak, penerima kuasa melepaskan kuasa atas kemauannya sendiri Pasal 1813 KUH Perdata, apabila pemberi kuasa memberi kuasa kepada pihak lain dalam perkara yang sama maka dengan sendirinya pemberian kuasa pertama berakhir, kecuali ada klausul pada surat kuasa yang baru bahwa kuasa yang lama masih tetap berlaku. - Contoh Surat Kuasa yang pernah diajukan di PTUN Semarang dalam perkara Nomor. 18G2009PTUN.SMG dengan perbaikan dari penulis selengkapnya di dalam Lampiran.

2. Masalah Gugatan di PTUN