masukan yang berupa kecepatan angin, suhu, kelembaban  dan  tekanan  masih  berupa
himpunan  crisp  yang  nantinya  akan  diubah menjadi  himpunan  fuzzy  dengan  fungsi
keanggotaan  yang  berbeda  untuk  tiap variabel. Dengan mengacu pada basis aturan
yang  telah  dibuat,  diperoleh  nilai  fuzzy berdasarkan  nilai  fuzzy  masing-masing
variabel masukan. 3.6.4  Defuzzifikasi
Defuzzifikasi adalah
proses pengkonversian  setiap  hasil  dari  inference
system  yang  diekspresikan  dalam  bentuk fuzzy  set  ke  satu  bilangan  real.  Hasil
konversi  tersebut  merupakan  keluaran  yang diambil  oleh  system  logika  fuzzy.  Karena
itu,  pemilihan  metode  defuzzifikasi  yang sesuai  juga  turut  mempengaruhi  system
kendali  logika  fuzzy  dakam  menghasilkan respon  yang  optimum.  Dalam  pembangunan
logika  fuzzy  ini,  metode  defuzzifikasi  yang digunakan  adalah  weight  average  rata-rata
terbobot.  Metode  ini  mengambil  nilai  rata- rata  dengan  menggunakan  pembobotan
berupa derajat keanggotaan.
4.7 Validasi Model Logika Fuzzy
Setelah  permodelan  menggunakan logika fuzzy didapatkan, langkah selanjutnya
adalah  validasi  atau  pengujian.  Pengujian dilakukan
untuk mengetahui
apakah perancangan  perancangan  model  prediksi
cuaca yang dibuat telah sesuai dengan tujuan yang  ingin  dicapai.  Pengujian  ini  dilakukan
untuk  keperluan  analisa.  Data  prediksi  hasil model  logika  fuzzy  di  validasi  dengan  data
actual
dari BMKG,
dengan cara
mencocokkan  hasil  keluaran  dengan  data actual. Data yang divalidasi adalah data rata-
rata  perhari.  Apabila  hasil  keluaran  sesuai dengan  variabel  linguistic  data  actual,  maka
prediksi pada hari tersebut bernilai tepat. 4.8
Pembuatan Software Prediktor
Setelah mendapatkan permodelan dan telah  diuji  validitasnya,  maka  dilakukan
pembuatan software yang digunakan sebagai simulator.
Pembuatan software
ini menggunakan
GUIDE MATLAB
7.8. Software  prediktor  ini  terdiri  atas  variabel-
variabel yang mempengaruhi fungsi keluaran seperti  suhu,  tekanan,  kelembaban,  dan
kecepatan  angin.  Dengan  hasil  keluaran berupa  hasil  prediksi  hujan  dan  prediksi
kecepatan  angin  baik  dalam  bentuk  numeric maupun linguistic, serta rekomendasi apakah
cuaca  tersebut  layak  untuk  dilakukan penerbangan.
IV PEMBAHASAN
Pada  pembuatan  prediksi  cuaca berbasis  logika  fuzzy  ini  digunakan  variabel
masukan dan
variabel keluaran
yang digunakan  untuk  membangun  logika  fuzzy
untuk  pembangunan  logika  fuzzy.  Variabel masukan  untuk  rekomendasi  penerbangan
yang  digunakan  dalam  pembangunan  logika fuzzy  ini  meliputi  kondisi  actual  kecepatan
angin knot, suhu C, kelembaban  dan tekanan  udara  mb.  Data  yang  digunakan
untuk permodelan menggunakan data selama satu  tahun,  dimulai  dari  maret  2010  hingga
februari 2011 di titik pengamatan 00º 92’ LU -  104º  53’  BT.  Data  yang  digunakan  berupa
data  rata-rata  harian  yang  didapatkan  dari stasiun meteorologi Kelas III Tanjungpinang.
4.1 Penerapan Konsep Logika Fuzzy
Berdasarkan  teori  tentang  konsep logika  fuzzy  pada  bab  2,  pada  bab  ini  akan
dibahas  penerapan  dari  konsep  logika  fuzzy tersebut  untuk  membangun  model  prediksi
cuaca menggunakan logika fuzzy.
4.1.1  Pengolahan  dan  Pengelompokan Data Masukan
Sebelum  membangun  model  prediksi cuaca,
dilakukan pengolahan
dan pengelompokan  data  atau  proses  clustering
data  menggunakan  teknik  Fuzzy  Clustering Means  FCM.  Berdasarkan  algoritma  FCM
yang ada pada bab 2, maka pada bab ini akan dibahas  penerapan  algoritma  tersebut  untuk
mengelompokkan data  yang akan digunakan untuk  membangun  model  prediksi  cuaca.
Misalkan  terdapat  15  sampel  data  yang merupakan
variabel suhu
sebagaimana terlihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data-data yang akan di cluster
Data ke- Suhu
[1] [2]
1 24.5
2 27.6
3 26.6
4 25.1
5 24.8
6 26.7
7 27.0
8 25.8
9 27.9
10 26.5
11 28.4
12 27.7
13 27.7
14 28.5
15 27.2
Data-data tersebut
akan dikelompokkan menjadi 3 cluster. Parameter
yang  digunakan  dalam  prose  pengclusteran dengan
menggunakan algoritma
FCM adalah:
 C    Jumlah  cluster  yang  akan  dibentuk
= 3 
W PangkatPembobot = 2 
Maksimum Iterasi = 100 
Kriteria Penghentian = 10
-6
Matriks partisi U dipilih secara acak jumlah
kolom  sebanyak  jumlah  data  yang  akan dicluster, misalkan:
= 0.25
⋮ ⋯ ⋮
0.48 0.40
⋮ ⋱ ⋮
0.24 0.35
⋮ ⋯ ⋮
0.28
Sebagai  catatan,  jumlah  setiap  kolom  pada matriks U harus sama dengan 1.
Pusat cluster dihitung dengan persamaan 2.6, diperoleh:
= [ 27.49 26.55
26.59]
Jarak antara setiap data dengan pusat cluster
dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.10, diperoleh:
= 2.99
⋮ ⋯ ⋮
0.29 2.05
⋮ ⋱ ⋮
0.65 2.09
⋮ ⋯ ⋮
0.61
Hitung  fungsi  objektif  untuk  iterasi pertama  dengan  menggunakan  persamaan
2.8, sehingga diperoleh
= 9.904188
. Selanjutnya
matriks partisi
U
1
diperbaiki  dengan  menggunakan  persamaan 2.9 sehingga diperoleh:
= 0.26
⋮ ⋯ ⋮
0.52 0.37
⋮ ⋱ ⋮
0.23 0.37
⋮ ⋯ ⋮
0.25
Nilai  mutlak  terbesar  selisih  antara U
1
dan  U adalah
∆
= 0.6
,  sehingga proses  diulangi  lagi  dengan  menghitung
pusat cluster, diperoleh sebagai berikut:
= [ 27.56 26.25
26.40]
Demikian  seterusnya  hingga  terakhir pada  iterasi  yang  ke-11  diperoleh  pusat
cluster, V, sebagai berikut:
= [ 26.70 27.95
24.87]
Matriks partisi  U
11
diperbaiki dengan persamaan 2.9, sehingga diperoleh:
= 0.03
⋮ ⋯ ⋮
0.67 0.01
⋮ ⋱ ⋮
0.30 0.96
⋮ ⋯ ⋮
0.03
Nilai  mutlak  terbesar  selisih  antara U
11
dan  U
10
adalah Δ
= 8.9
x  10
-7
, sehingga  proses  iterasi  dihentikan,  karena
matriks partisi sudah konvergen. Dari  hasil  tersebut  dapat  dilihat
kecenderungan suatu data untuk masuk pada cluster tertentu seperti terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kecenderungan Data Pada Cluster Tertentu
Data Ke-
[1] Matriks Partisi
Kecenderungan Cluster
C
1
[2] C
2
[3] C
3
[4] C
1
[5] C
2
[6] C
3
[7] 1
0.0269  0.0110  0.9621 √
2 0.1291  0.8570  0.0139
√ 3
0.9903  0.0060  0.0036 √
4 0.0202  0.0064  0.9734
√ 5
0.0013  0.0005  0.9982 √
6 1.0000  0.0000  0.0000
√ 7
0.8959  0.0869  0.0172 √
8 0.4713  0.0837  0.4450
√ 9
0.0016  0.9982  0.0002 √
10 0.9654  0.0194  0.0152
√ 11
0.0656  0.9193  0.0151 √
12 0.0578  0.9351  0.0071
√ 13
0.0578  0.9351  0.0071 √
Lanjutan Tabel 4.2
[1] [2]
[3] [4]
[5] [6]
[7]
14 0.0848  0.8945  0.0207
√ 15
0.6740  0.2957  0.0304 √
Berdasarkan  tabel  tersebut,  terlihat bahwa  data  ke-3,  6,  7,  8,  10  dan  15
cenderung  untuk  masuk  ke  cluster  yang pertama  suhu  sedang,  data  ke-2,  9,  11,  12,
13,  dan  14  cenderung  untuk  masuk  cluster kedua  suhu  tinggi,  sedangkan  data  ke-1,  4
dan  5  cenderung  untuk  masuk  ke  cluster ketiga suhu rendah.
Proses pengclusteran
ini juga
dilakukan  untuk  semua  variabel  masukan, dengan
langkah yang
sama seperti
melakukan  pengclusteran  variabel  suhu. Akan tetapi, karena data yang akan di cluster
jumlahnya  sangat  banyak,  maka  pada penelitian  ini  menggunakan  bantuan  matlab
untuk mempercepat proses clustering.
4.1.2  Fuzzifikasi