42
Karena Perbuatan menjadi delik ketika sudah terjadi tindak pidana terorisme.
FPPP mengusulkan
pada ketentuan
ini sebaiknya
memperhatikan aturan tentang turut serta membantu kejahatan sebagaimana diatur KUHP.
FHanura abstain terhadap ketentuan pasal ini.
2.1.7. Pasal 15
Pasal 15
1 Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk
melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 10A, Pasal 12, Pasal 12A, dan Pasal 12B, dipidana dengan pidana yang
sama sebagai pelaku tindak pidananya.
2 Permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan yang dipidana sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, apabila ada niat atau kesengajaan itu telah ternyata dari adanya persiapan perbuatan.
Terkait Pasal 15 ayat 1, FPDIP mengusulkan Dia tara frase per o aa , atau pe
a tua disisipkan frase
persiapa per uata . Berhubung ayat 2 Pasal 15 diusulkan untuk dihapuskan, maka pengaturan tentang pidana persiapan perbuatan dinaikkan ke dalam ayat ini. FPD
mengusulkan Penyesuaian nomor urut pasal. Ketentuan ini seharusnya hanya membahas norma. Sanksi pidana dimasukkan dalam bab mengenai ketentuan pidana. Sedangkan mengenai Penulisan
rujukan Pasal disederhanakan lihat juknis penulisan Undang-undangdalam lampiran Undang- undang No 12 tahun 2011.
FPAN mengusulkan bahwa Untuk membuat ketentuan pasal ini menjadi jelas dan terang, maka kata pida a ya diu ah e jadi frasa pida a teroris e. Sedangkan FPKB menyatakan bahwa Tidak
perlu ada ayat. Kata ya di akhir kalimat sebaiknya diga ti de ga kata teroris e u tuk
memperjelas dan menghindari multi tafsir. FPKS menyatakan perlu Pendalaman, Pemufakatan jahat perlu dijabarkan lebih jelas dalam penjelasa dengan memperhatikan putusan MK Nomor 21PUU-
XIV ah a frasa pe ufakata jahat adalah ila dua ora g atau le ih ya g e pu yai
kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana. FPG, FGerindra dan FPPP menyatakan Tetap pada rumusan RUU sedangkan FPNasdem serta
FHanura abstain terhadap ketentuan ayat ini.
Pasal 15 Fraksi
1 Setiap
Orang yang
melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau
pembantuan untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 10A, Pasal 12, Pasal 12A,
dan Pasal 12B, dipidana dengan pidana yang
sama sebagai
pelaku tindak
pidananya FPDIP mengusulkan
Dia tara frase per o aa , atau pe
a tua disisipka
frase persiapa
per uata .Berhubung ayat 2 Pasal 15 diusulkan untuk dihapuskan, maka pengaturan tentang pidana persiapan
perbuatan dinaikkan ke dalam ayat ini. FPG,FGerindra dan FPPP menyatakan Tetap pada rumusan
RUU FPD mengusulkan Penyesuaian nomor urut pasal.
Ketentuan ini seharusnya hanya membahas norma. Sanksi pidana dimasukkan dalam Bab KETENTUAN PIDANA.
Sedangkan
mengenai Penulisan
rujukan Pasal
disederhanakan lihat juknis penulisan Undang-undang
43
dalam lampiran Undang-undang No. 12 tahun 2011 FPAN mengusulkan bahwa Untuk membuat ketentuan
pasal i i e jadi jelas da tera g, aka kata pida a ya diu ah e jadi frasa pida a teroris e.
FPKB menyatakan bahwa tidak perlu ada ayat. Kata ya
di akhir kalimat sebaiknya diga ti de ga kata teroris e
untuk memperjelas dan menghindari multi tafsir. FPKS menyatakan perlu Pendalaman, Pemufakatan jahat
perlu dijabarkan lebih jelas dalam penjelasan dengan memperhatikan putusan MK Nomor 21PUU-XIV2016
ah a frasa pe ufakata jahat adalah ila dua ora g atau lebih yang mempunyai kualitas yang sama saling
bersepakat melakukan tindak pidana. FPNasdem dan FHanura abstain terhadap ketentuan ayat
ini.
Terkait dengan Pasal 15 ayat 2, FPDIP mengusulkan agar ketentuan ini dihapus. Ayat ini berpotensi mempersulit penerapan ayat 1 satu di atas, berdasarkan hasil RDP dengan beberapa narasumber,
para pelaku permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan seringkali adalah orang yang berbeda dengan pelaku persiapan perbuatan. Manakala harus dibuktikan bahwa pelaku permufakatan jahat,
percobaan, atau pembantuan memiliki peran langsung dalam persiapan perbuatan, maka mereka akan sulit untuk dijerat hukum. FPD mengusulkan agar ketentuan ini dihapusdipindah ke bab
ketentuan pidana.
FPAN mengusulkan Pe a
aha kata dikenakan se elu frasa apa ila ada iat, dst.. Sedangkan FPKB menyatakan p
oi di pasal i i, yaitu ter yata telah tercover di Pasal 15 RUU ini tanpa ayat, yaitu
elakuka . Melakuka adalah hal eksplisit, da yata.Frase apabila ada niat adalah menunjuk pada wilayah di luar jangkauan hukum. Hukum hanya berdasar gerak gerik yang indrawi.
iat tidak terja gkau oleh pa a indra.FPKS menyatakan ketentuan ayat ini perlu disesuaikan dengan perubahan ayat 1.
FPG, FGerindra dan FPPP menyatakan Tetap pada rumusan RUU. FPNasdem juga menyatakan Tetap dengan rumusan RUU, namun dengan catatan bahwa
Kali at ; …telah ternyata dari adanya persiapan perbuatan
perlu diper aiki. Persiapan perbuatan sesungguhnya merupakan tindak pidana yang tidak dapat berdiri sendiri sama halnya dengan permufakatan jahat, percobaan, atau
pembantuan. Perumusan ini tidak dapat dipahami. Apabila yang dimaks udka adalah persiapa
per uata dapat dipida a, aka ukup diatur ah a persiapa per uata elakuka Ti dak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 10A,
Pasal 12, Pasal 12A, dan Pasal 12B dipidan a.... . Apa ila di aksudka adalah persiapa per uata
dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidananya maka cukup ayat 2 dimasukkan ke dalam ayat 1. FHanura abstain terhadap ketentuan ayat ini.
Pasal 15 Fraksi
2 Permufakatan jahat, percobaan, atau
pembantuan yang dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, apabila ada niat
atau kesengajaan itu telah ternyata dari adanya persiapan perbuatan.
FPDIP mengusulkan agar ketentuan ini dihapus. Ayat ini berpotensi mempersulit penerapan ayat 1 satu di atas,
berdasarkan hasil RDP dengan beberapa narasumber, para pelaku permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan
seringkali adalah orang yang berbeda dengan pelaku persiapan perbuatan. Manakala harus dibuktikan bahwa
pelaku permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan memiliki peran langsung dalam persiapan perbuatan, maka
44
mereka akan sulit untuk dijerat hukum FPG, FGerindra dan FPPP menyatakan Tetap pada rumusan
RUU FPD mengusulkan agar ketentuan ini dihapusdipindah ke
bab ketentuan pidana. FPAN
mengusulkan Pe a
aha kata dikenakan
se elu frasa apa ila ada iat, dst.. FPKB menyatakan
Poi di pasal i i, yaitu ter yata telah tercover
di Pasal ‘UU i i ta pa ayat, yaitu elakuka . Melakukan adalah hal eksplisit, dan nyata
.Frase apabila ada niat
adalah e u juk pada ilayah di luar ja gkaua hukum. Hukum hanya berdasar gerak gerik yang indrawi.
iat tidak terja gkau oleh pa a i dra. FPKS menyatakan ketentuan ayat ini perlu Disesuaikan
dengan perubahan ayat 1. FHanura abstain terhadap ketentuan ayat ini.
2.1.8. Pasal 16 A