Perubahan Arah Angin dan Kecepatan

pabrik, kenaikan jumlah kendaraan bermotor, dan pembangunan lainnya. 4.2. Perubahan Kelembaban Kelembaban rata-rata tahunan di Jakarta menunjukan adanya penurunan dari tahun ketahun. Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat ketersediaan bahan penguap; air sungai, air danau, air genangan, tanah basah, suhu udara dan perolehan energi. Bila bahan penguap cukup tersedia dan perolehan energi cukup besar suhu dianggap tetap maka nilai kelembaban akan besar. Jumlah penduduk yang banyak akan menghasilkan panas, panas yang dikeluarkan oleh seseorang biasanya mengandung uap air dan juga panas latent yang lembab teori owen. Akan tetapi pengaruhnya sangat kecil sekali terdapap kelembaban udara. Kenaikkan suhu di Jakarta amat berpengaruh terhadap kelembaban udara, semakin tinggi kenaikan suhu pada suatu daerah yang kurang bahang penguap akan menyebabkan semakin berkurangnya kelembaban udara pada daerah tersebut. Perkembangan industri di Jakarta yang setiap tahunnya meningkat secara tak langsung juga akan menghasilkan polusi udara zat pencemar antara lain :debu, NO 2 , SO 2 dan lain-lain. Polusi udara yang semakin besar akan mempengaruhi kelembaban udara. Partikel-partikel debu, NO 2 , dan SO 2 sebenarnya adalah merupakan inti kondensasi, akan tetapi karena tidak didukung adanya bahang penguap yang cukup, maka partikel-partikel tersebut justru semakin kering dan menyerap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban udara. Dari data selama periode tahun 1984-2003, kelembaban udara rata-rata tahunan di Jakarta adalah sebesar 78 yang di himpun dari stasiun Jakarta obs BMG , ini lebih kecil dibanding dengan daerah Cengkareng pinggiran kota yaitu sebesar 84 data dihimpun dari stasiun meteorologi Cengkareng. Kelembaban di kota Jakarta dan dipinggiran kota cengkareng berbeda, hal ini disebabkan karena daerah pinggiran kota Cengkareng lebih banyak tertutup tanaman dan pohon- pohonan, sedangkan didaerah perkotaan hampir tertutup oleh bangunan-bangunan yang mempunyai daya penyerapan terhadap radiasi matahari kecil, serta pemantulan terhadap radiasi matahari besar. Sehingga dapat meningkatkan gas rumah kaca yang kemudian dapat menaikkan suhu udara kota. Dengan naiknya suhu udara ini berarti udara menjadi kering atau sedikit mengandung air kelembaban kecil. Dipinggiran kota lebih banyak menahan air hujan sedangkan didaerah perkotaan limpasan air lebih cepat. Hal ini juga menyebabkan kelembaban udara berbeda. Dan perubahan kelembaban di kota Jakarta bisa di bandingkan dengan kelembaban di Pondok Betung. Kelembaban di Pondok Betung lebih besar dibanding dengan di Jakarta. Rata-rata tahunan kelembaban di Stasiun Pondok Betung adalah sebesar 82 sedangkan di Jakarta sebesar 78 .

4.3. Perubahan Arah Angin dan Kecepatan

Arah dan kecepatan angin permukaan dipengaruhi oleh bentuk dan kekasaran permukaan bumi. Semakin kasar permukaan akan semakin menghambat kecepatan angin dan juga menyebabkan perubahan arah angin. Sehingga dikota banyak terjadi arah angin yang tidak tetap pada setiap saat serta mempertinggi angin turbulensi. Pada umumnya didaerah Jakarta tedapat banyak gedung-gedung yang menjulang tinggi sehingga permukaan lebih kasar dibanding dengan Cengkareng. Gambar 5. Alur terjadinya awan dan sirkulasi udara di Jakarta Di Jakarta angin dengan kecepatan angin maksimum 5 sampai 8 knots sering bertiup, sedangkan kecepatan angin lebih besar dari 10 knots jarang terjadi. Sebaliknya di Cengkareng pinggiran kota angin rata-rata maksimum 36 sampai 48 knots sering terjadi dalam setiap tahunnya. Jadi kecepatan angin di jakarta lebih kecil dari Cengkareng, hal ini disebabkan karena adanya kekasaran permukaan di Jakarta lebih tinggi dari pada di Cengkareng. Stasiun BMG Jakarta observasi yang berada diantara gedung- gedung tinggi menyebabkan kecepatan angin didekat permukaan lebih lemah. Adanya kekasaran permukaan sebagai penghambat kecepatan angin ini tidak hanya berlaku untuk kawasan kota dan desa tetapi untuk semua tempat. Angin yang menuju ke Jakarta yang mulanya mempunyai kecepatan yang besar pengaruh angin laut akan mengalami penurunan kecepatan angin. Sedangkan di Cengkareng arah dan kecepatan angin akan mekecepatan dengan lancar, karena daerah Cengkareng belum begitu banyak berdiri bangunan-bangunan yang menjulang tinggi sehingga kekasaran di Cengkareng lebih kecil dari pada di Jakarta. Kecepatan angin maksimum rata-rata tahunan di Jakarta 6.5 knots lebih kecil di banding dengan di Pondok Betung 14.2 knots. Hal ini karena di pondok betung hambatan atau kekasaran permukaan masih kecil di bandingkan dengan di Jakarta. Akan tetapi kalau di bandingkan dengan di Cengkareng amat jauh dimana kecepatan angin maksimum rata-rata di Stasiun meteorologi Cengkareng adalah sebesar 45 knots. Perlu kita ketahui daerah Cengkareng dan Jakarta adalah sama-sama terletak sejajar dengan daerah pantai utara jawa sehingga dipengaruhi angin pantai angin laut darat. Karena adanya perubahan karakteristik permukaan bumi yang berbeda ini menyebabkan angin pantai yang berhembus ke kota Jakarta mengalami hambatan yang cukup besar sehingga kecepatan angin akan semakin pelan lain halnya dengan di Cengkareng yang bebas hambatan dan masih banyak tanah lapang sehingga angin pantai yang berhembus ke daerah Cengkareng besar. Sedangkan pada daerah Pondok Betung terletak jauh di daratan di belakang Jakarta apabila dilihat dari posisi pantai jadi angin yang berhembus kedaerah Pondok Betung sudah mengalami penurunan kecepatan angin setelah melewati gedung-gedung tinggi di Jakarta. Jadi letak geografislah yang menyebabkan perbedaan kecepatan angin maksimum antara di Cengkareng dengan Pondok Betung dan bukan karena pembangunan di daerah tersebut. 4. 4. Curah Hujan Curah hujan di Jakarta bisa terjadi tidak