Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

Lampiran 2. Skema Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
Limbah ikan gabus pasir basah (kepala‚ isi perut dan tulang ikan)

Dipanaskan (cooking) pada suhu 95-100oC selama 15 sampai 20 menit

dioven pada suhu 60-75oC selama 24 jam

Digrinder (digiling)

Tepung limbah ikan gabus pasir

Tepung siap dijadikan bahan pakan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Analisis ragam produksi telur
SK
dB
JK
KT
Perlakuan

Galat
Total

2
15
17

84.35
508.54
592.90

42.17
33.90

Lampiran 4. Analisis ragam berat telur
SK
dB
JK
KT
Perlakuan

Galat
Total

2
15
17

0.76
5.55
6.31

0.3837
0.3703

Lampiran 5. Analisis ragam konversi ransum
SK
dB
JK
KT
Perlakuan

Galat
Total

2
15
17

1.24
4.25
5.49

0.62519
0.28348

F hit
1.24411tn

F hit
tn


1.03617

F hit
tn

2.19271

F tabel
0.05
3.68

0.01
6.36

F tabel
0.05
3.68

0.01
6.36


F tabel
0.05
3.68

0.01
6.36

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, R., 2006. Pemanfaatan Bungkil Kelapa Sawit Dalam Pakan Juvenil Ikan
Patin Jambal. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
Afrianto, E. dan Liviawaty, E., 2005. Pakan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.
UI Press. Jakarta.
Bharoto, Kun D. 2001. Cara Beternak Itik. CV Aneka Ilmu. Semarang.
Ferket, P.R., and Gernat, A.G., 2006. Factors That Effect Feed Intake of Meat
Birds: A Review. J. Poultry Sci. 5 (10): 905-911.

Gultom, L., 2010. Keanekaragaman dan Distribusi Ikan Dikaitkan dengan Faktor
Fisik dan Kimia Air di Muara Sungai Asahan. Tesis. Universitas Sumatera
Utara, Medan.
HY-LINE INTERNATIONAL. 1986. Hy- Line Variety Brown, Comemercial and
Management Guide. A. publication of Hy- line international, West Des
Moines, Iowa.
INDIAN RIVER INTERNATIONAL. 1988. Broiler Management Guide.
A publication of Indian River International, Nacogdoches, Texas.
IP2TP Jakarta, 2000. Laporan Hasil Kegiatan Gelar Teknologi Penerapan Sistem
Usahatani Itik Petelur dl DKI Jakarta.
IP2TP Jakarta, 2000. Penyusunan Ransum untu Itik Petelur
KETAREN, P.P. dan L.H. PRASETYO. 2002. Pengaruh pemberian pakan
terbatas terhadap produktivitas itik silang Mojosari X Alabio (MA) selama
12 bulan produksi, Balai Penelitian Ternak. Bogor.
. 2002. Karakter Produksi Telur pada Itik Silang Mojosari X Alabio (MA),
Balai Penelitian Ternak. Bogor
. 2002. Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik
Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur 44-67
Minggu, Balai Penelitian Ternak. Bogor
. 2005. Interaksi Antara Bangsa Itik dan Kualitas Ransum Pada Produksi

dan Kualitas Telur Itik Lokal, Balai Penelitian Ternak. Bogor
Lutfi, R., 2001. Pengaruh Pemberian Silase Ikan-Tape Terhadap Penampilan Itik
Lokal. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Universitas Sumatera Utara

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National
Academy of Science. Washington D.C.
Rasyaf. 1993. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta
. 1996. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Kanisius. Yogyakarta.
Septyana, M., 2008. Performa Itik Petelur Lokal Dengan Pemberian Tepung Daun
Katuk (Sauropus ANDROGYNUS(L.)Merr.) Dalam Ransumnya, Institut
Pertanian Bogor. Bogor
SINURAT, A.P. 2000. Penyusunan ransum ayam buras dan itik. Pelatihan proyek
pengembangan agribisnis peternakan, Dinas Peternakan DKI Jakarta, 20
Juni 2000.
Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Stevie, P. K., Wardhani, R., Budi, P.J., 2009. Rancangan Mesin Penggiling
Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan Kapasitas 118,8 Kg/Jam. http//www.

Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan.com
Sudaro, Y., 2000. Ransum Ayam dan Itik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A. D.; H. Hartadi; S. Reksohadiprodjo; S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keenam.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Ketiga Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
Wakhid, A., 2013. Beternak Itik. Agromedia, Jakarta.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Edisi Ketiga. Penerjemah D. Darmadja. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pasar 13, Desa Lama, Dusun 7, Kecamatan
Hamparan Perak. Penelitian ini berlangsung selama 11 minggu dimulai dari bulan
Maret 2015 sampai dengan Juni 2015.


Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu itik lokal sebanyak 72 ekor dengan berat
1.3092±0.0069 Kg, bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak padi,
bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan komersil, minyak nabati, bungkil inti
sawit, tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis); top mix, air minum
memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang diberikan secara ad libitum, rodalon
sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan minum, formalin
40% dan KMnO 4 (Kalium Permanganat) untuk fumigasi kandang, vitamin dan
suplemen tambahan.

Alat
Alat yang digunakan adalah kandang model panggung sebanyak 18 plot,
masing-masing dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 100 cm dan tinggi 60 cm
peralatan kandang terdiri dari 18 unit tempat pakan dan 18 unit tempat minum dan
timbangan salter digital kapasitas 5000 g untuk menimbang bobot badan itik dan
menimbang ransum, termometer sebagai pengukur suhu kandang. Alat pencatat
data seperti buku data, alat tulis dan kalkulator, alat pembersih kandang berupa
sapu, ember dan sekop.


Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari
4 ekor itik petelur. Pada ransum diberikan perlakuan sebagai berikut:
P 0 = Kontrol yaitu ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir metode
pengukusan sebanyak 0% dan tepung ikan komersil sebanyak 10%
P 1 = Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir metode pengukusan
sebanyak 5% + tepung ikan komersil sebanyak 5 %
P 2 = Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir metode pengukusan
sebanyak 10% dan tepung ikan komersil sebanyak 0%
Pengacakan Perlakuan dan Ulangan dengan susunan sebagai berikut:
P0U2

P2U3

P1U3


P0U3

P2U6

P1U6

P2U1

P1U2

P0U4

P2U5

P1U5

P0U5

P1U4

P0U1

P2U2

P1U1

P0U6

P2U4

Model matematik percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap non Faktorial
Yij

= µ + σi + ∑ij

Keterangan :
Yij
µ
σi
∑ij

= Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan
ke-i dan ulangan ke-j
= Nilai tengah umum
= Efek dari perlakuan ke-i
= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
(Hanafiah, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Peubah Yang Diamati

a. Produksi Telur (DDA)
Produksi telur diukur dalam satuan duck day average. Duck day average
merupakan rerata produksi telur harian yang diperoleh dari pembagian jumlah
produksi telur dengan jumlah ternak yang ada pada saat itu dikalikan
dengan 100%.

b. Berat Telur

���� ��� ������� =

Jumlah telur
Jumlah ternak

x 100%

Data berat telur diperoleh dengan cara menimbang setiap telur yang
dihasilkan setiap hari (g/butir).
c. Konversi Ransum
Data konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan jumlah
ransum (gram) yang dikonsumsi dengan rerata berat telur (gram) dengan
perhitungan:
Konversi Ransum =

Konsumsi Ransum
Rerata Berat Telur

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanan Penelitian
Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan yaitu sistem panggung, terdiri atas 18 plot,
setiap plot terdapat 4 ekor itik. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan
minum.
Pengacakan Itik Petelur
Sebelum itik dimasukkan kedalam kandang yang sudah disediakan,
dilakukan

pemilihan

secara

acak

(random)

untuk

menghindari

bias

(galat percobaan) lalu ditempatkan pada masing-masing plot yang tersedia
sebanyak 4 ekor.
Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Pendahuluan penelitian dengan menggunakan tiga metode, dimana
diantara tiga metode yang dianalisis, bahan pakan yang terbaik adalah
metode pengukusan. Pembuatan tepung diawali dengan membersihkan limbah
ikan gabus pasir dengan air, kemudian ditiriskan, lalu ikan dikukus selama
15 menit ± 100ºC, lalu dipress limbah tersebut dan diovenkan dengan suhu 60ºC
selama 8 jam. Menurut Winarno (1995), suhu pemasakan tepung ikan biasanya
sekitar 95-100ºC dengan waktu pemasakan sekitar 20 menit atau dapat dilakukan
selama 15-30 menit pada suhu 97ºC.
Penyusunan Ransum
Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari jagung, dedak padi,
bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil inti sawit, minyak nabati, tepung limbah
ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dan top mix.

Universitas Sumatera Utara

Bahan penyusun ransum ditimbang terlebih dahulu sesuai komposisi
susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi setiap perlakuan. Metode
yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara manual dan ransum
disusun sekali seminggu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ransum.
Pemeliharaan Itik Petelur
Ransum diberikan dua kali sehari sesuai kebutuhan itik petelur dan air
minum diberikan secara ad-libitum.
Pengambilan Data
Pengambilan data setiap hari untuk pengamatan produksi telur, konsumsi
ransum dan berat telur.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam dan
besaran F-tabel diperoleh dari tabel F dengan derajat bebas yang sesuai dengan
taraf nyata yang diinginkan. Bila nilai F-hitung > F-tabel pada taraf α = 0,05
dikatakan perlakuan-perlakuan tersebut berbeda nyata. Apabila F-hitung lebih
besar dari F-tabel pada taraf α = 0,01 dikatakan perlakuan-perlakuan tersebut
berbeda sangat nyata. Apabila F-hitung lebih kecil dari F-tabel, H 0 diterima.
Berarti pengaruh perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Jika semua data telah
diperoleh maka dilakukan uji lanjut yang sesuai.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Telur
Produksi telur adalah rataan produksi telur harian yang diperoleh dari
pembagian jumlah produksi telur dengan jumlah ternak yang ada pada saat itu
dikalikan dengan 100%. Rataan produksi telur dinyatakan dalam % duck day
average (DDA) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan produksi telur selama penelitian (% DDA)
Ulangan
Perlakuan
1
2
3
4
5
P0
P1
P2

6

Rataan
55,87tn

54,55

60,98

50,00

63,64

51,14

54,93

70,08

56,82

54,17

57,58

55,30

57,20

58,52tn

66,67

59,85

64,77

53,03

54,93

67,80

61,17tn

Keterangan: tn = tidak nyata

Berdasarkan tampilan data pada Tabel 4 dapat dilihat rataan produksi telur
hasil penelitian untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 berturut-turut adalah 55,87%;
58,52%; dan 61,17%. Rataan produksi telur hasil penelitian mencapai produksi
tertinggi pada perlakuan P 2 sebesar 61,17% dan terendah pada perlakuan
P 0 sebesar 55,87%. Walaupun terlihat ada kecenderungan bahwa perlakuan
penggunaan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 10% (P 2 ) dalam ransum
menghasilkan persentase telur yang lebih tinggi dari pada perlakuan yang
menggunakan tepung ikan komersil 10% (P 0 ) namun perbedaan tersebut secara
uji statistik tidak nyata (P>0,05). Hal ini berarti pemberian tepung limbah ikan
gabus pasir dalam ransum dapat menggantikan tepung ikan komersil secara
keseluruhan.
Tidak adanya perbedaan angka jumlah produksi telur tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah kandungan protein dalam ransum.

Universitas Sumatera Utara

Prasetyo dan Ketaren (2005) menyatakan bahwa pemberian ransum dengan kadar
protein 20% dapat menghasilkan puncak produksi yang lebih tinggi dari pada
ransum dengan kadar protein rendah 14%. Penyebab lain diduga karena rasio
energi:protein dalam penelitian ini terlalu luas sehingga menyebabkan produksi
tidak optimal. Wahju (1992) menyatakan bahwa dalam penyusunan ransum
protein harus disesuaikan dengan kandungan energinya. Imbangan energi
metabolis (EM) dengan protein (P) dimaksudkan untuk mencapai kebutuhan
protein minimum serta rasion energi dan protein (EM/P). Rasio E : P pada
penelitian ini berkisar antara 199,57-208,68 lebih besar dibandingkan dengan
kisaran ideal rasio energi:protein yaitu 145-160. Dari uraian di atas dapat dilihat
bahwa penggunaan pakan dengan kandungan protein pakan yang rendah dan rasio
energi:protein yang tidak sesuai akan menghasilkan produksi telur yang sedikit
dan persentase produksi telur yang dihasilkan dari perlakuan yang menggunakan
tepung limbah ikan gabus pasir sampai level 10% tidak berbeda nyata (P>0,05)
dengan perlakuan menggunakan tepung ikan komersil 10%.
Berat Telur
Berat telur diperoleh dengan cara menimbang masing-masing telur yang
dihasilkan setiap hari (g/butir). Data hasil pengamatan berat telur selama
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan berat telur selama penelitian (g)
Ulangan
Perlakuan
1
2
3
4
P0
P1
P2

5

6

Rataan

63.45

63.44

64.16

63.69

64.03

63.60

63.73tn

62.93

63.74

64.66

63.55

65.44

64.23

64.09tn

64.09

63.91

63.51

64.81

64.33

64.66

64.22tn

Keterangan: tn = tidak nyata

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tampilan data pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata berat
telur selama penelitian untuk perlakuan P 0 , P 1 , dan P 2 adalah 63,73; 64,09; dan
64,22 g. Dari hasil rataan berat telur yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat
perlakuan P 2 memiliki rataan berat tertinggi yaitu 64,22 g dibandingkan dengan
perlakuan P 0 dan P 1 . Tidak adanya perbedaan pada rataan berat telur dari hasil
penelitian secara uji statistik menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini
berarti penggunaan tepung limbah ikan gabus pasir sampai taraf 10% dalam
ransum dapat menggantikan penggunaan tepung ikan komersil.
Perlakuan P 0 , P 1 , dan P 2 yang diberikan memberikan hasil penelititan
dengan rataan berat telur 63,73-64,22 g, masih lebih kecil jika dibandingkan
dengan berat telur rata-rata hasil penelitian Ketaren dan Prasetyo (1999) yang
menggunakan pakan dengan kadar protein 17,24% dan dalam ransum
menghasilkan telur dengan berat 69,6-74,1 g. Telur yang dihasilkan dari
penelititan ini memiliki rataan berat yang lebih kecil yaitu 63,73-64,22 g. Hal ini
terjadi karena pakan yang diberikan pada penelitian ini memiliki nilai protein
yang lebih rendah yaitu 16,39% dalam ransum. Berdasarkan keterangan diatas
dapat diketahui bahwa kandungan protein pakan yang lebih rendah akan
menghasilkan telur dengan berat yang lebih renda IP2TP (2000) menyatakan
bahwa untuk itik periode bertelur, pemberian pakan dengan kadar protein yang
lebih rendah akan menyebabkan telur yang dihasilkan lebih kecil. Dari uraian
diatas dapat dilihat bahwa penggunaan pakan dengan kandungan protein yang
rendah akan menghasilkan berat telur yang lebih kecil dari pada penggunaan
pakan dengan kandungan protein yang lebih tinggi dan berat telur yang dihasilkan
dari perlakuan yang menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir sampai level

Universitas Sumatera Utara

10% tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan menggunakan tepung ikan
komersil 10%.
Konversi Ransum
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi
pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (berat telur) dalam waktu
yang sama. Konversi ransum adalah indikator teknis yang menggambarkan
tingkat efisiensi penggunaan ransum, semakin rendah angka konversi berarti
semakin efisien. Namun jika konversi ransum tersebut membesar, maka telah
terjadi pemborosan. Rataan konversi ransum selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Rataan konversi ransum selama penelitian berdasarkan berat telur
Ulangan
Perlakuan
Rataan
1
2
3
4
5
6
P0

5,93

5,40

6,64

5,47

6,54

5,90

5,98tn

P1

4,66

5,55

5,85

5,96

6,26

5,66

5,66tn

P2

4,79

5,36

5,12

6,10

5,81

4,83

5,34tn

Keterangan: tn = tidak nyata

Berdasarkan tampilan data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai konversi
pakan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P 0 sebesar 5,98 sedangkan nilai
konversi pakan yang terendah terdapat pada perlakuan P 2 sebesar 5,34, artinya
untuk memperoleh 1 kg telur pada perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 dibutuhkan pakan
sejumlah 5,98; 5,66 dan 5,34 Kg, dan nilai konversi pakan ini berbanding lurus
dengan berat telur yang dihasilkan, semakin berat telur yang dihasilkan maka
semakin rendah nilai konversi pakannya.
Nilai konversi pakan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan
Lutfi (2001) yang menggunakan silase ikan-tape dengan nilai konversi 5,4-14,7

Universitas Sumatera Utara

dan masih lebih baik juga dari hasil penelititan Septyana (2008) yang
menggunakan tepung daun katuk dalam ransumnya yang menghasilkan nilai
konversi 8,8-36,6.
Ketaren dan Prasetyo (2002) melaporkan bahwa efisiensi penggunaan
pakan itik petelur selama empat bulan produksi pertama dapat diperbaiki dari 5,67
menjadi 2,88 dengan memberi pakan bentuk pelet pada tingkat konsumsi pakan
sebanyak 154 g/ekor/hari. Perbaikan efisiensi pakan pelet tersebut kemungkinan
lebih diakibatkan oleh penurunan jumlah pakan yang tercecer, terlihat dari jumlah
konsumsi pakan sebanyak 154 g/ekor/hari yang lebih rendah dari yang dilaporkan
dari penelitian ini yaitu 170 g/ekor/hari.
Rekapitulasi Data
Rekapitulasi hasil penelitian dari pemanfaatan tepung limbah ikan gabus
pasir dalam ransum dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Rekapitulasi produksi telur, berat telur, dan konversi ransum
Perlakuan
Peubah
P0
P1

P2

Produksi Telur (%)

55,87 tn

58,52 tn

61,17 tn

Berat Telur (g)
Konversi Ransum

63,73 tn
5,98 tn

64,09 tn
5,66 tn

64,22 tn
5,34 tn

Keterangan: tn = tidak nyata

Berdasarkan tampilan data pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa produksi telur
yang tertinggi diperoleh dari perlakuan P 2 (61,17%), berat telur yang paling tinggi
diperoleh dari perlakuan P 2 (64,22 g) dan konversi ransum yang paling rendah
diperoleh dari perlakuan P 2 (5,34). Dari hasil rekapitulasi data diatas perlakuan P 2
(penggunaan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 10%) menunjukan
kecendrungan hasil yang lebih baik daripada perlakuan P 0 (penggunaan tepung

Universitas Sumatera Utara

ikan komersil), tapi perbedaan tersebut secara uji statistik menunjukan hasil yang
tidak berbeda nyata disetiap perlakuan. Hal ini berarti penggunaan tepung limbah
ikan gabus pasir sebanyak 10% dapat mensubtitusi tepung ikan komersil dalam
ransum untuk itik dan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi
telur, berat telur dan juga konversi ransum itik.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Tepung limbah ikan gabus pasir dapat digunakan sebagai bahan pakan itik
petelur fase bertelur hingga level 10% dan dapat menggantikan penggunaan
tepung ikan komersil sebagai campuran dalam pembuatan ransum.
Saran
Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir dalam ransum untuk peternak
itik petelur pada fase bertelur disarankan pada level 10%

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur
Bahan pakan yang dipergunakan dalam menyusun ransum pada itik belum
ada aturan bakunya, yang terpenting ransum yang diberikan kandungan
nutriennya dalam ransum sesuai dengan kebutuhan itik (Rasyaf, 1993). Sedangkan
menurut Wahju (1992), bahan makanan untuk ransum itik tidak berbeda dengan
ransum ayam. Ransum dasar dianggap telah memenuhi standar kebutuhan ternak
apabila cukup energi, protein, serta imbangan asam-amino yang tepat
(Rasyaf, 1993).
Standar kebutuhan dan energi dapat dihitung berdasarkan pola konsumsi
ransum per hari (Wahju, 1992). Konsumsi akan meningkat apabila itik diberi
ransum dengan energi rendah dan sebaliknya akan menurun apabila diberi energi
tinggi. Selain protein dan energi, nutrien yang mempengaruhi produktivitas adalah
mineral (NRC, 1994).
Ketaren dan Prasetyo (2002) melaporkan bahwa kebutuhan gizi untuk itik
petelur pada fase pertumbuhan umur 1− 16 minggu cenderung lebih rendah yaitu
sekitar 85− 100% . Selanjutnya dilaporkan bahwa kebutuhan gizi untuk itik
petelur fase produksi 6 bulan pertama cenderung lebih rendah (± 3%) dibanding
kebutuhan gizi pada fase produksi 6 bulan kedua. Dilaporkan bahwa kebutuhan
lisin untuk itik berumur 0−8 minggu adalah 3,25 g/kkal EM dengan tingkat energi
3.100 kkal EM/kg dan 2,75 g/kkal EM dengan tingkat energi 2.700 kkal EM/kg
pakan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Kebutuhan gizi itik petelur
Nutrien
Energi (Kkal ME/Kg)
Protein (%)
Metionin (%)
Lisin (%)
Kalsium (%)
Pospor (%)

Starter
2900
22
0.40
0.90
0.65
0.40

Fase
Grower
3000
16
0.30
0.65
0.60
0.30

Layer
2900
15
0.27
0.60
2.75
-

Sumber : NRC (1994)

Kebutuhan Air Minum
Kebutuhan air minum pada unggas tergantung dari suhu lingkungan,
kelembaban relatif, komposisi ransum, kecepatan pertumbuhan dan efisiensi
penyerapan air oleh ginjal (Ferket dan Gernat, 2006).
Ketersediaan air minum dalam kandang pemeliharaan itik pedaging juga
harus selalu ada agar itik dapat minum setiap saat. Jumlah air minum yang
diberikan disesuaikan dengan banyak itik. Air yang digunakan harus air bersih
diganti setiap hari dan tempat minum dibersihkan secara rutin, ada baiknya tempat
pakan diletak berdekatan dengan tempat minum agar itik mudah menyelingi
kegiatan makan dan minum (Wakhid, 2013).
Kekurangan air dapat menyebabkan gangguan metabolisme tubuh dan bila
kandungan air dalam pakan kurang akan menyebabkan lambatnya pergerakan
makanan dari tembolok (Sudaro, 2000).
Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut;
Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis
amboinensis. Karakteristik dari ikan gabus pasir yaitu kepala pipih datar, lebar
badan 5-5,5 kali lebih pendek dari panjang standart, 6-7 kali lebih pendek dari
panjang total, tidak mempunyai sisik tambahan, interorbital, pipi dan kepala

Universitas Sumatera Utara

bersisik, tidak ada sisik antara mata dan tulang mata, gigi pada barisan depan tidak
membesar, tipe ekor membulat (Gultom, 2010).
Limbah ikan gabus pasir terdiri atas kepala dan isi perut. Limbah ikan
gabus pasir diolah menjadi tepung dengan cara dipanaskan (cooking), dipressing,
dioven dan digrinder menjadi tepung ikan. Tepung ikan mengadung protein yang
tinggi dan dapat meingkatkan produksi dan nilai gizi telur dan daging
(Stevie et al., 2009).
Tabel 2. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir
Jenis Nutrisi
Kandungan
Gross Energi (K.kal/g)
3,7128a
Kadar air (%)
6,75b
Protein kasar (%)
49,36b
Lemak kasar (%)
4,55b
Bahan kering (%)
93,25b
Abu (%)
15,00b
Kalsium (%)
5,86c
Posfor (%)
0,026c
Sumber: aLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2015), bLaboratorium Ilmu Nutrisi
dan Pakan Ternak (2015) cLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014)

Tepung Ikan
Menurut Afifah (2006), menjelaskan bahwa bahan baku pakan yang dapat
mengurangi penggunaan tepung ikan dalam pakan harus memiliki kriteria utama
antara lain kandungan protein yang tinggi sekitar 30-60%, ketersediaan ikan yang
akan dijadikan tepung ikan melimpah dan harga tepung ikan alternatif murah
dibandingkan tepung ikan impor (Afrianto, 2005).
Tabel 3. Komposisi nutrisi tepung ikan komersil lokal
Nutrisi
Gross Energi (K.kal/g)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)

Kandungan
2,2130a
45,7b
6,49b
3c
5,20b

Sumber: aLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014), bLaboratorium Ilmu Nutrisi dan
Pakan Ternak (2014) dan cSNI (1997).

Universitas Sumatera Utara

Produksi Telur
Produksi telur dapat diukur dalam satuan hen-day. Hen-day merupakan
produksi telur dibagi dengan jumlah ternak petelur yang ada pada saat itu, dan
biasanya diukur setiap hari. Masa bertelur dihitung setelah produksi telur
mencapai 5 % hen day (Rasyaf, 1996). Kandungan nutrien yang sesuai dengan
kebutuhan hidup itik dan mendukung produksi telur tergantung pada bahan yang
digunakan untuk membentuk ransum itik tersebut. Penurunan produksi telur dapat
disebabkan karena pemberian asam amino yang rendah (Wahju, 1992).
Itik Indonesia bila dipelihara secara intensif mampu bertelur hingga
300 butir per tahun. Tetapi bila dipelihara secara ekstensif dan dibawa berkelana
kesana kemari maka hanya mampu bertelur 90–120 butir (Rasyaf, 1993). Menurut
Baroto (2001) produksi telur itik Tegal dapat mencapai 200-250 butir per tahun,
itik Mojopura 180-185 butir per tahun, itik Bali 140-200 butir per tahun, itik
Alabio 250-300 butir per tahun dan itik Brati atau Togri 180- 225 butir per tahun,
sedangkan itik Mojosari dapat bertelur 230-250 butir per tahun (IP2TP Jakarta,
2000). Untuk menghasilkan puncak produksi telur yang optimal, menurut
Prasetyo dan Ketaren (2005) pemberian ransum dengan kandungan protein pakan
yang rendah (14%) akan menghasilkan puncak produksi yang lebih rendah
dibandingkan dengan pemberian pakan dengan kandungan protein pakan yang
lebih tinggi (20%), dan juga perlu diperhatikan imbangan energi:protein dalam
pakan ttersebut. Menurut Wahju (1992) imbangan energi:protein dimaksutkan
untuk mencapai kebutuhan protein minimum, dan kisaran idealnya yaitu 145-160.

Universitas Sumatera Utara

Berat Telur
Telur itik secara umum lebih besar dibandingkan dengan telur ayam dan
cangkangnya pun lebih tebal. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbedaan
dalam hal ukuran saluran reproduksi betina (oviduk). Oviduk fungsional pada itik
dewasa, panjang sekitar 45 – 47 cm sedangkan pada ayam 72 cm. Jangka waktu
yang dibutuhkan untuk pembentukan sebutir telur yang sempurna berbeda dengan
ayam yaitu memerlukan waktu 25,4 jam sedangkan pada itik adalah 24 – 24,4 jam
(Srigandono, 1997). Menurut Anggorodi (1985) berat telur dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti genetik, umur, tingkat dewasa kelamin, obat-obatan,
penyakit, umur telur dan kandungan gizi pakan. Ia menambahkan bahwa faktor
terpenting dalam pakan yang mempengaruhi berat telur adalah protein dan asam
amino, karena kurang lebih 50% dari berat kering telur adalah protein. Untuk
menghasilkan telur dengan berat yang optimal diperlukan pakan dengan
kandungan protein pakan yang tinggi, Menurut IP2TP Jakarta (2000) untuk itik
periode bertelur, pemberian pakan dengan kadar protein tinggi (18%) dapat
meningkatkan produksi telur lebih baik dibandingkan pakan dengan kadar protein
rendah.

Pemberian

pakan

dengan

kadar

protein

yang

lebih

rendah

akanmenyebabkan telur yang dihasilkan lebih kecil. Penurunan berat telur dapat
disebabkan defisiensi asam amino dan asam linoleat. Berat telur rata-rata itik
Tegal adalah 70-75 g/butir dan itik Mojopura 60-65 g/butir (Bharoto, 2001),
sedangkan berat rata-rata telur itik Mojosari adalah 64.5 g (IP2TP Jakarta, 2000).
Ketaren dan Prasetyo dalam penelitiannya menggunakan pakan dengan
kandungan protein pakan 17.07% dan menghasilkan telur dengan berat
65,21-66.73 g.

Universitas Sumatera Utara

Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dimakan dalam waktu
tertentu (Wahju, 1992). Pencatatan konsumsi ransum oleh peternak unggas
bertujuan untuk mengatur anggaran pembelian ransum serta menunjukkan
perubahan kesehatan dan produktivitas ternak unggas (Williamson dan Payne,
1993). Konsumsi ransum dapat dihitung dengan cara mengurangi jumlah ransum
yang diberikan dengan jumlah ransum sisa. Data ini dibuat dalam satuan gram
atau kilogram dan lakukan per minggu (Rasyaf, 1996). Tujuan ternak
mengkonsumsi ransum adalah untuk mempertahankan hidup, meningkatkan bobot
badan dan untuk berproduksi (Anggorodi, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum itik adalah kesehatan
itik, kandungan energi dalam ransum, macam bahan pakan, kondisi ransum yang
diberikan, kebutuhan produksi, selera dan metode pemberian pakan yang
digunakan (Rasyaf, 1993). Konsumsi ransum akan meningkat bila diberi ransum
dengan kandungan energi yang rendah dan akan menurun bila diberi ransum
dengan kandungan energi tinggi. Dengan demikian dalam penyusunan ransum
kandungan protein harus disesuaikan dengan kandungan energinya. Unggas
mengkonsumsi ransum terutama untuk memenuhi kebutuhan energinya
(Anggorodi, 1985).
Kelebihan energi dalam ransum terjadi bila perbandingan energi dan
protein,vitamin serta mineral dalam keadaan berlebihan daripada yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan normal, produksi, aktivitas dan untuk memelihara
fungsifungsi vital (Wahju, 1992). Jumlah pemberian ransum sebaiknya
disesuaikan dengan periode pemeliharaan yaitu starter, grower dan layer (masa

Universitas Sumatera Utara

produksi). Williamson dan Payne (1993) merekomendasikan kebutuhan ransum
untuk konsumsi normal itik masa produksi adalah 170 – 227 gram per ekor
per hari.
Konversi Ransum
Konversi ransum erat kaitannya dengan efisiensi penggunaan ransum
selama proses produksi telur dan didefinisikan sebagai perbandingan antara
konsumsi ransum dengan unit berat telur yang dihasilkan (Anggorodi, 1985).
Sedangkan menurut Rasyaf (1993) konversi ransum merupakan pembagian antara
ransum yang dihabiskan untuk produksi telur dengan jumlah produksi telur yang
diperoleh. Semakin kecil angka konversi ransum semakin baik tingkat
konversinya. Konversi ransum dipengaruhi oleh laju perjalanan digesta di dalam
alat pencernaan, bentuk fisik ransum, komposisi ransum dan pengaruh imbangan
nutrien (Anggorodi, 1985).
Efisiensi penggunaan pakan itik petelur yang biasa diukur dengan FCR
masih sangat buruk yaitu berkisar antara 3,2–5,0 dibandingkan dengan ayam ras
petelur

yang

hanya

INTERNATIONAL,

2,4–2,6

1986).

Lutfi

selama
(2001)

setahun
dan

produksi
−LINE(HY

Septyana

(2008)

dalam

penelitiannya melaporkan bahwa nilai konversi yang diperoleh adalah 5,4-14,7
dan 8,8-36,6. Begitu pula FCR itik pedaging/itik jantan yang digemukkan juga
masih sangat buruk yaitu 3,2 – 5,0 jika dibandingkan dengan FCR ayam ras
pedaging yang hanya 2,1 – 2,2 pada umur yang sama 8 minggu (INDIAN RIVER
INTERNATIONAL, 1988). Ketaren dan Prasetyo (2002) melaporkan bahwa
efisiensi penggunaan pakan itik ptelur selama empat bilan produksi pertama dapat

Universitas Sumatera Utara

diperbaiki dari 5,67 menjadi 2,88 dengan memberikan pakan dalam bentuk pellet
pada tingkat konsumsi pakan sebanyak 154 g/ekor/hari.

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ternak itik merupakan penghasil telur yang cukup baik. Hingga saat ini
sebagian besar itik masih dipelihara secara tradisional, yaitu digembalakan
disawah-sawah lepas panen, di rawa atau di kolam. Adanya beberapa kendala
pada sistem pemeliharaan tradisional, seperti semakin sempitnya lahan pertanian,
masa kosong lahan setelah panen semakin singkat dan terbatas serta terdapat
kasus pencemaran air akibat penggunaan pestisida menyebabkan produktivitas
itik menjadi rendah. Oleh karena itu untuk mengatasinya diupayakan
pemeliharaan itik secara intensif. Melalui pemeliharaan secara intensif, itik
dipelihara di kandang sehingga kebutuhan makanan dan minumannya harus
disediakan oleh peternak.
Ransum merupakan salah satu kendala yang dirasakan sebagai beban oleh
para peternak dari sistem peternakan intensif (dikandangkan), terutama
penyediaan bahan ransum yang berkualitas dengan kontinuitas yang terjamin.
Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber
protein dalam ransum dan memberikan peluang yang baik adalah tepung limbah
ikan gabus pasir (Butis amboinensis) yang berasal dari kepala ikan dan isi perut
yang

tidak

termanfaatkan

ditempat

pelelangan

ikan

atau

di

gudang

penyimpanan ikan
Nutrien yang berperan penting dalam produktivitas telur adalah protein.
Pemberian pakan dengan kadar protein yang rendah akan menurunkan produksi,
sedangkan jika diberikan dalam jumlah yang tinggi akan menjadi tidak efisien,
sehingga penggunaan protein dalam pakan harus diformulasi dengan baik. Pakan

Universitas Sumatera Utara

itik petelur yang baik membutuhkan jumlah protein yang cukup dalam pakannya
untuk dapat berproduksi dengan optimal (230-250 butir/tahun). Limbah ikan
gabus pasir (Butis amboinensis) memiliki kandungan nutrisi yang baik dengan
kadar protein kasar 49.36%, sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan itik
untuk berproduksi.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian yang berjudul
“Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai
Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur
35 Minggu”.
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir
(Butis amboinensis) dalam ransum terhadap produksi telur, berat telur, dan
konversi ransum Itik Lokal umur 35 minggu.
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam
ransum dapat mensubtitusi tepung ikan komersil terhadap produksi telur, berat
telur dan konversi ransum Itik Lokal umur 35 minggu.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,
peternak itik petelur dan masyarakat tentang pemanfaatan tepung limbah ikan
gabus pasir (Butis amboinensis) dalam ransum terhadap peformans Itik Petelur.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
INDRA DAT PERDANA TARIGAN, 2015: “Pemanfaatan Tepung Limbah
Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Dalam Ransum Terhadap Peformans
Itik Petelur Umur 35 Minggu”, dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan
TRI HESTI WAHYUNI.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lama Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dari bulan Maret sampai dengan Juni
2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung
limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam ransum terhadap produksi
telur, berat telur, dan konversi ransum itik petelur. Rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan
dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 4 ekor itik petelur. Perlakuan terdiri dari
P 0 (ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0%); P 1 (ransum
dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 5%); P 2 (ransum dengan tepung
limbah ikan gabus pasir sebanyak 10%).
Hasil penelitian menunjukan persentase produksi secara berturut turut
untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 55.87; 58.52 dan 61.17. Berat telur (g)
secara berturut turut untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 63.73; 64.09 dan
64.22. Konversi ransum secara berturut turut untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2
sebesar 5,98; 5,66 dan 5,34. Hasil menunjukan bahwa perlakuan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap produksi telur, berat telur dan konversi
ransum. Kesimpulannya adalah bahwa tpung limbah ikan gabus pasir dapat
digunakan dalam ransum hingga level 10%.
Kata kunci: Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir, Peformans Itik Petelur

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
INDRA DAT PERDANA TARIGAN, 2015: “ Utilization of Waste Fish
Meal Gabus Pasir (Butis amboinensis) In Ration Against Peformance of
Laying Duck Age 35 Weeks”, guided by R. EDHY MIRWANDHONO and
TRI HESTI WAHYUNI.
This research was conducted at Desa Lama Kecamatam Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang from Mart to June 2015. This study aimed to determine
the effect of fish waste cork flour sand (Butis amboinensi) in the ration on duckday, egg mass and conversion laying duck rations. The design used in this
research is completely randomized design (CRD) with three treatments and
6 replications, each replication consisted of 4 laying ducks. Treatmen consists of
P 0 (feed with fish waste cork flour sand as much as 0%); P 1 (feed with fish waste
cork flour sand as much as 5%); P 2 (feed the fish waste cork flour as much as
10%).
The results showed the average of duck-day percentage in consecutive to
treatment P 0 , P 1 and P 2 at 55,87; 58,52 dan 61,17. Egg mass (g) consecutive at
63,73; 64,09 and 64,22. Feed convertion in consecutive at 5,98; 5,66 and 5,34.
The results showed that the treatment was not significant effect on duck-day, egg
mass and feed conversion. The conclusion of this research that the fish wasted
cork flour sand can be used in ration to the level of 10%.
Keywords: Waste Fish Meal Gabus Pasir, Peformance of Laying duck

Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS
PASIR (Butis amboinensis) SEBAGAI SUBSTITUSI
TEPUNG IKAN DALAM RANSUM TERHADAP
PEFORMANS ITIK LOKAL
UMUR 35 MINGGU

SKRIPSI

Oleh :
INDRA DAT PERDANA TARIGAN
110306049

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS
PASIR (Butis amboinensis) SEBAGAI SUBSTITUSI
TEPUNG IKAN DALAM RANSUM TERHADAP
PEFORMANS ITIK LOKAL
UMUR 35 MINGGU

SKRIPSI

Oleh :
INDRA DAT PERDANA TARIGAN
110306049
PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian

Nama
NIM
Program Studi

: Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
(Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan
dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal
Umur 35 Minggu
: Indra Dat Perdana Tarigan
: 110306049
: Peternakan

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si
Ketua

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc
Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal ACC :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
INDRA DAT PERDANA TARIGAN, 2015: “Pemanfaatan Tepung Limbah
Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Dalam Ransum Terhadap Peformans
Itik Petelur Umur 35 Minggu”, dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan
TRI HESTI WAHYUNI.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lama Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dari bulan Maret sampai dengan Juni
2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung
limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam ransum terhadap produksi
telur, berat telur, dan konversi ransum itik petelur. Rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan
dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 4 ekor itik petelur. Perlakuan terdiri dari
P 0 (ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0%); P 1 (ransum
dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 5%); P 2 (ransum dengan tepung
limbah ikan gabus pasir sebanyak 10%).
Hasil penelitian menunjukan persentase produksi secara berturut turut
untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 55.87; 58.52 dan 61.17. Berat telur (g)
secara berturut turut untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 63.73; 64.09 dan
64.22. Konversi ransum secara berturut turut untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2
sebesar 5,98; 5,66 dan 5,34. Hasil menunjukan bahwa perlakuan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap produksi telur, berat telur dan konversi
ransum. Kesimpulannya adalah bahwa tpung limbah ikan gabus pasir dapat
digunakan dalam ransum hingga level 10%.
Kata kunci: Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir, Peformans Itik Petelur

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
INDRA DAT PERDANA TARIGAN, 2015: “ Utilization of Waste Fish
Meal Gabus Pasir (Butis amboinensis) In Ration Against Peformance of
Laying Duck Age 35 Weeks”, guided by R. EDHY MIRWANDHONO and
TRI HESTI WAHYUNI.
This research was conducted at Desa Lama Kecamatam Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang from Mart to June 2015. This study aimed to determine
the effect of fish waste cork flour sand (Butis amboinensi) in the ration on duckday, egg mass and conversion laying duck rations. The design used in this
research is completely randomized design (CRD) with three treatments and
6 replications, each replication consisted of 4 laying ducks. Treatmen consists of
P 0 (feed with fish waste cork flour sand as much as 0%); P 1 (feed with fish waste
cork flour sand as much as 5%); P 2 (feed the fish waste cork flour as much as
10%).
The results showed the average of duck-day percentage in consecutive to
treatment P 0 , P 1 and P 2 at 55,87; 58,52 dan 61,17. Egg mass (g) consecutive at
63,73; 64,09 and 64,22. Feed convertion in consecutive at 5,98; 5,66 and 5,34.
The results showed that the treatment was not significant effect on duck-day, egg
mass and feed conversion. The conclusion of this research that the fish wasted
cork flour sand can be used in ration to the level of 10%.
Keywords: Waste Fish Meal Gabus Pasir, Peformance of Laying duck

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir sebagai
subtitusi Tepung Ikan dalam ransum terhadap Peformans Itik Lokal umur
35 minggu’’.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua Orang Tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta
memberikan dorongan berupa materil dan spirituil. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak R. Edhy Mirwandhono selaku ketua komisi
pembimbing, Ibu Tri Hesti Wahyuni selaku anggota komisi pembimbing dan
kepada Ibu Tati Vidiana Sari selaku pembimbing dilapangan dan juga civitas
akademikan Program Studi Peternakan yang telah memberikan arahan dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan dikemudian hari. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan dan berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT .............................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................................
Hipotesis Penelitian.................................................................................................
Kegunaan Penelitian ...............................................................................................

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur...................................... ..........................................
Kebutuhan Air Minum ............................................................................................
Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) ....................................................................
Tepung Ikan ............................................................................................................
Produksi Telur .........................................................................................................
Berat Telur ..............................................................................................................
Konsumsi Ransum ..................................................................................................
Konversi Ransum ....................................................................................................

3
4
4
5
6
7
8
9

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................
Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................................
Bahan ......................................................................................................................
Alat .......................................................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................................
Peubah yang Diamati .............................................................................................
Pelaksanaan Penelitian..... .......................................................................................
Persiapan Kandang dan Peralatan.... .......................................................................
Pengacakan Itik Petelur ...........................................................................................
Pembutan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) .........................
Penyusunan Ransum..... ..........................................................................................
Pemeliharaan Itik Petelur .... ...................................................................................
Pengambilan Data.... ...............................................................................................
Analisis Data ...........................................................................................................

11
11
11
11
12
13
14
14
14
14
14
15
15
15

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Telur ......................................................................................................... ` 16
Berat Telur .............................................................................................................. 17
Konversi Ransum .................................................................................................... 19
Rekapitulasi Data .................................................................................................... 20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................................. 22
Saran........................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 23
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
Hal.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kebutuhan Gizi Itik Petelur ............................................................................
Komposisi Nutrisi Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir ....................................
Komposisi Nutrisi Tepung Ikan Komersil Lokal ............................................
Rataan Produksi Telur (%DDA) ......................................................................
Rataan Berat Telur (g)......................................................................................
Rataan Konversi Ransum ................................................................................
Rekapitulasi produksi telur, berat telur, dan konversi ransum.........................

4
5
5
16
18
19
20

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No.
Hal.
1. Formulasi Ransum Itik Petelur ....................................................................... 24
2. Pembuatann Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir .............................................. 25
3. Analisis Sidik Ragam Produksi Telur .............................................................. 26
4. Analisis Sidik Ragam Berat Telur ................................................................... 26
5. Analisis Sidik Ragam Konversi Ransum ................................................................. 26

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 5 40

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 10

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 8

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 9

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 1 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 9