Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulasi Ransum
Bahan
Tepung Jagung
Tepung Ikan
Bungkil Kedelai
Dedak
Bungkil Inti Sawit
Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
Batu Kapur
M. Nabati
Total
Protein (%)
EM (Kkal/g)
Serat Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Ca(%)
P(%)

P0
45

10
7
18
14
0
3
3
100
15,87
3311,80
5,73
5,88
2,04
1,10

P1
45
5
7
18

14
5
3
3
100
16,15
3223,2
5,71
5,60
1,94
0,90

P2
45
0
7
18
14
10
3

3
100
16,39
3397,7
5,58
5,49
1,85
0,71

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Skema Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
Limbah ikan gabus pasir basah (kepala‚ isi perut dan tulang ikan)

Dipanaskan (cooking) pada suhu 95-100oC selama 15 sampai 20 menit

dioven pada suhu 60-75oC selama 24 jam

Digrinder (digiling)


Tepung limbah ikan gabus pasir

Tepung siap dijadikan bahan pakan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Analisis ragam Indeks Telur
SK

dB

JK

KT

F hit

Perlakuan
Galat
Total


2
15
17

84.35
508.54
592.90

42.17
33.90

1.24411tn

F tabel
0.05
3.68

0.01
6.36


Lampiran 4. Analisis ragam Hauhg Unit
SK

dB

JK

Perlakuan
Galat
Total

2
15
17

3,33221
10,5118
13,844


KT

F tabel

F hit
0.05
3.68

1,66611 2,37747*
0,70079

0.01
6.36

Lampiran 5. Analisis ragam Tebal Kerabang
F tabel

SK

dB


JK

KT

F hit

Perlakuan
Galat
Total

2
15
17

0,000293
0,002810
0,003104

0,000147

0,000187

0,783122tn

0.05
3.68

0.01
6.36

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Aimyaya.,2008. Cara Membuat Telur Asin.Aimyaya. com. 15 April 2009.
Anggorodi, 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.
Indonesia University Prees, Jakarta.
Bharoto, Kun D. 2001. Cara Beternak Itik. CV Aneka Ilmu. Semarang.
Buckle K.A., Fleet G.H., Edwards R.A., Wooton M., 1987. Ilmu Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta

Dinsa Kesehatan Sleman., 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan
Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman,
Sleman.
Ewing, W. R. 1963. Poultry Nutrition. 5thEd. The Ray Ewing Company. Pasadena,
California.
Gultom, L., 2010. Keanekaragaman dan Distribusi Ikan Dikaitkan dengan Faktor
Fisik dan Kimia Air di Muara Sungai Asahan. Tesis. Universitas Sumatera
Utara, Medan.
IP2TP Jakarta, 2000. Laporan Hasil Kegiatan Gelar Teknologi Penerapan Sistem
Usahatani Itik Petelur dl DKI Jakarta.
Koswara,
S.
2009.
Teknologi
Pengolahan
Telur
(Teori
Praktek).eBookPangan.com. diakses pada tanggal 15 September 2013.

dan


Leeson, S. and J. D. Summers. 2000. Feeding systems for poultry. In M. M.
Theodorou. and J. France (ed). Feeding Systems and Feed Evaluation
Models.CABI Publishing, New York.
Margono,T.,Suryati,D.,Hartinah,S.,2000. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat
Informasi Wanita dalam Pembagunan PDII-LIPI, Jakarta.
Mauldin, J. M. 2002. Maintaining hatching egg quality. In D. D. Bell and D. Weaver
(ed). Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Ed. Springer Science
and Bussines Media Inc, New York.
Meitha., 2008. Telur Makanan Belimpah Gizi. http//mietha. Wordpress.com. 15 april
2009.
Mountney, G. J. 1976. Poultry Products Technology. 2ndEd. #vi Publishing
Company. INC. Westport.
Neisheim, M. N., R.E. Austic and L.E. Card. 1977. Poultry Production. 12thed. Lea
Febriger, Philadelplia.
Rasyaf. 1993. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta

Universitas Sumatera Utara

Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Jhon Wiley & Sons.lnc.
New York.
Rukmiasih. 1994. Pengaruh tingkat protein pakan terhadap produksi dan kualitas
telur itik lokal yang dipelihara secara intensif. Media Peternakan.
17(1) :
1-11.
Sarwono, B. 1995. Pengawetan & Pemanfaatan Telur. Cetakan keempat. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Sinurat, A.P. 2000. Penyusunan ransum ayam buras dan itik. Pelatihan proyek
pengembangan agribisnis peternakan, Dinas Peternakan DKI Jakarta, 20
Juni 2000.
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Gajah Mada University Press
Yogyakarta
Stadellman, W.S. and O.J. Cotterill. 1995. Quality Identification of Shell Egg in: Egg
Science and Techonology. W. J. Stadellman and O.J Cotterill ed. Avi.
Publishing Co.Inc. Wesport, Connecticut.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta
Suharno, B. dan K. Amri. 1995. Beternak Itik Secara Intensif. Penerbit Penebar
Swadaya
Susilorini, E; Sawitri, ME; Muharlien. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman, D.A., Hartadi H., Reksohadiprodjo, S., Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan
UGM, Yogyakarta.
Wahyu, J., 1994. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University .Press, Yogyakarta.
_________., 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wakhid, A., 2013. Beternak Itik. Agromedia, Jakarta.
Wikipedia Indonesia b, 2011. Haugh Unit. http://id,wikipedia.org/wiki/haughunit. 21
Mei 2011.
Winarti, E dan Triyantini., 2005. Peluang Telur Infertil Pada Usaha Penetasan Telur
Itik Sebagai Telur Konsumsi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian,
Bogor. Hal 768-771.
Zeidler, G. 2002a. Shell egg quality and preservation. In D. D. Bell and D. Weaver
(ed). Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Ed. Springer
Science and Bussines Media Inc, New York.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pasar 13, Desa Lama, Dusun 7,
Kecamatan Hamparan Perak. Penelitian ini berlangsung selama 12 minggu dimulai
dari bulan Maret 2015 sampai dengan Juni 2015.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu itik lokal sebanyak 72 ekor, bahan penyusun
ransum terdiri dari jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan,
minyak nabati, bungkil inti sawit, tepung limbah ikan gabus pasir (Butis
amboinensis), top mix, air minum

memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang

diberikan secara ad libitum, rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan
tempat pakan dan minum, vitamin dan suplemen tambahan.

Alat
Alat yang digunakan adalah kandang model panggung sebanyak 18 plot,
masing-masing dengan ukuran panjang 80 cm, lebar 70 cm dan tinggi 50 cm
peralatan kandang terdiri dari 18 unit tempat pakan dan 18 unit tempat minum dan
timbangan salter digital kapasitas 5000 g untuk menimbang bobot badan itik dan
menimbang ransum, alat ukur mikrometer, termometer sebagai pengukur suhu
kandang. Alat pencatat data seperti buku data, kertas grafik, alat tulis dan kalkulator,
alat pembersih kandang berupa sapu, ember, sekop dan hand sprayer, alat lain
berupa plastik, ember dan pisau.

Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 4 ekor
itik petelur. Pada ransum diberikan perlakuan sebagai berikut:
P 0 = Kontrol yaitu ransum dengan 10% tepung ikan komersil.
P 1 = Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir metode pengukusan
sebanyak 5% + tepung ikan komersil 5%
P 2 = Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir metode pengukusan
sebanyak 10%
Dengan susunan sebagai berikut:
P0U2

P2U3

P1U3

P0U3

P2U6

P1U6

P2U1

P1U2

P0U4

P2U5

P1U5

P0U5

P1U4

P0U1

P2U2

P1U1

P0U6

P2U4

Pengacakan Perlakuan dan Ulangan
Model matematik percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap non Faktorial
Yij

= µ + σi + ∑ij

Keterangan :
Yij
µ
σi
∑ij

= Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan
ke-i dan ulangan ke-j
= Nilai tengah umum
= Efek dari perlakuan ke-i
= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
(Hanafiah, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Peubah Yang Diamati
a. Yolk Index atau indeks kuning telur (YI)
Data yolk index atau indeks kuning telur akan diperoleh dengan cara telur
dipecah, kemudian diukur tinggi kuning telur dan diameter kuning telur dan
dimasukkan ke dalam rumus:
YI = Tinggi kuning telur x 100%
Diameter kuning telur
b. Haugh Unit (HU)
Data haugh unit diperoleh dengan cara telur dipecah, kemudian diukur tinggi
putih telur yang kental disekitar kuning telur dan dimasukkan ke dalam rumus:
HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7W0,37)
Keterangan

: H = tinggi putih telur kental
W = berat telur saat pengamatan

c. Tebal Kerabang
Tebal kerabang diukur dengan memecahkan telur dan memisahkan putih,
kuning serta selaput telur, mengukur ketebalan mengunakan micro meter (mm)

Keterangan:
TK
= tebal kerabang
t1
= tebal kerabang bagian tumpul
t2
= tebal kerabang bagian tengah
t3
= tebal kerabang bagian lancip

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanan Penelitian
Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan yaitu sistem panggung, terdiri dari 18 plot, setiap
plot terdapat 4 ekor itik. Kandang harus dilengkapi dengan tempat pakan dan minum
serta alat penerangan.

Pengacakan Itik Petelur
Sebelum itik dimasukkan kedalam kandang yang sudah disediakan, dilakukan
pemilihan secara acak (random) untuk menghindari bias

(galat percobaan) lalu

ditempatkan pada masing-masing plot yang tersedia sebanyak 4 ekor.

Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Pendahuluan

penelitian

dengan menggunakan

tiga

metode,

dimana

diantara tiga metode yang dianalisis, bahan pakan yang terbaik adalah metode
pengukusan. Pembuatan tepung diawali dengan membersihkan limbah ikan gabus
pasir dengan air, kemudian ditiriskan, lalu ikan dikukus selama 15 menit ± 100ºC,
lalu dipress limbah tersebut dan diovenkan dengan suhu 60ºC selama 8 jam. Menurut
Winarno (1995), suhu pemasakan tepung ikan biasanya sekitar 95-100ºC dengan
waktu pemasakan sekitar 20 menit atau dapat dilakukan selama 15-30 menit pada
suhu 97ºC.

Universitas Sumatera Utara

Penyusunan Ransum
Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari jagung, dedak padi,
bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil inti sawit, minyak nabati, tepung limbah ikan
gabus pasir (Butis amboinensis) dan top mix.
Bahan penyusun ransum sebaiknya ditimbang terlebih dahulu sesuai
komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi setiap perlakuan.
Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara manual dan ransum
disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ransum.
Pemeliharaan Itik Petelur
Itik petelur dipelihara dalam kandang perlakuan. Ransum diberikan sesuai
kebutuhan itik petelur dan air minum diberikan secara ad-libitum.
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali, dengan 1 kali pengambilan
telur sebanyak 36 butir. Data yang diamati yaitu yolk indeks, haugh unit, tebal
kerabang dan berat telur.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam dan
besaran F-tabel diperoleh dari tabel F dengan derajat bebas yang sesuai dengan taraf
nyata yang diinginkan. Bila nilai F-hitung > F-tabel pada taraf α = 0,05 dikatakan
perlakuan-perlakuan tersebut berbeda nyata. Apabila F-hitung lebih besar dari Ftabel pada taraf α = 0,01 dikatakan perlakuan-perlakuan tersebut berbeda sangat
nyata. Apabila F-hitung lebih kecil dari F-tabel, H 0 diterima. Berarti pengaruh

Universitas Sumatera Utara

perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Jika semua data telah diperoleh maka
dilakukan uji lanjut yang sesuai.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Kuning Telur (Yolk Indeks)
Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi kuning telur
dengan diameter kuning telur. Indeks kuning telur dapat dihitung dengan
perbandingan tinggi dan

diameter rata-rata kuning telur (Mountney, 1976).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan indeks kuning telur selama penelitian
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan indeks kuning telur itik lokal
Ulangan
Perlakuan
1
2
3
4
P0
0.42
0.43
0.45
0.43
P1
0.42
0.44
0.43
0.44
P2
0.45
0.43
0.44
0.46

5
0.43
0.43
0.44

6
0.43
0.46
0.44

Rata-rata
0.43
0.44
0.44

Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa rataan indeks telur itik
lokal selama penelitian untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 adalah 0.43, 0.44 dan 0.44.
Dari hasil rataan nilai indeks telur dilihat bahwa perlakuan P 2 memiliki rataan
tertinggi yaitu 0.44, kemudian P 1 sebesar 0.44 dan P 0 memiliki rataan nilai indeks
telur yang terendah. Walaupun nilai rataan indeks telur yang berbeda pada setiap
perlakuan namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini berarti
penggunaan tepung limbah ikan gabus pasir level 10% dalam ransum dapat
mensubtitusi penggunaan tepung ikan komersil.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa nilai indeks kuning telur
yang dihasilkan adalah 0,43-0,44. Buckle et al. (1987), menyatakan bahwa telur
segar mempunyai indeks kuning telur berkisar antara 0,33 sampai 0,51. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa subtitusi tepung ikan komersil dengan tepung ikan

Universitas Sumatera Utara

gabus pasir pada pakan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
terhadap indeks kuning telur itik lokal. Hal ini disebabkan karena kandungan protein
pakan dari ketiga perlakuan tidak berbeda nyata yaitu P 0 15,87; P 1 16,15 dan P 2
16,39. Australiananingrum (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan
protein dan lemak dalam ransum akan menyebabkan semakin tinggi nilai indeks
kuning telur. Perbedaan kandungan protein 15,87–16,39 dan kandungan lemak 5,495,88 tidak mempengaruhi nilai indeks kuning telur itik. Protein pakan setiap
perlakuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai indeks kuning telur,
karena protein yang tersusun dalam zat makanan dalam pembentukan membran
vitelin dan khalaza yang berfungsi untuk menjaga kekokohan kuning telur saat
proses pembentukan telur. Konsumsi protein dapat mempengaruhi tinggi yolk
sedangkan indeks yolk dipengaruhi oleh tinggi yolk (Stadellman dan Cotterill, 1995).
Selain protein yang terdapat pada pakan kandungan lemak juga berpengaruh
terhadap terbentuknya kuning telur, karena deposit lemak terdapat pada kuning telur
yang nantinya dapat memberikan kualitas yang baik terhadap indeks kuning telur.
Atik (2010) menjelaskan semakin tinggi kandungan protein dan lemak dalam pakan
maka semakin tinggi indeks kuning telur. Salah satu faktor yang mempengaruhi
indeks kuning telur adalah kandungan nutrisi pakan.
Faktor lain yang menyebabkan telur yang diamati mempunyai kesegaran
yang relatif sama, karena pengukuran indeks kuning telur dari masing-masing
perlakuan dilakukan dalam waktu yang sama yaitu pada hari itu juga, sehingga telur
masih dalam keadaan segar menurut Mountney (1976), telur segar memiliki variasi
nilai indeks kuning telur yang relatif kecil.

Universitas Sumatera Utara

Haugh Unit
Nilai Haugh Unit ialah nilai yang menunjukan sifat keenceran putih telur dan
dapat menentukan tingkatan kualitas dari telur itu. Kekentalan putih telur sangat
berpengaruh terhadap tingkat kualitas suatu telur. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh rataan haugh unit selama penelitian dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Rataan nilai haugh unit telur itik lokal
Ulangan
Perlakuan
1
2
3
4
P0
90.53 90.56 92.11 92.78
P1
92.00 90.91 91.31 92.54
P2
92.47 92.80 91.18 93.04

5
92.12
92.31
93.43

6
91.95
92.91
93.31

Rata-rata
91.68
92.00
92.71

Dari data rataan nilai haugh unit pada Tabel 5 memperlihatkan rataan haugh
unit hasil penelitian untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 berturut-turut adalah 91.68, 92.00
dan 92.71 dengan rataan haugh unit tertinggi pada perlakuan P 2 sebesar 92.71 dan
rataan nilai haugh unit terendah pada perlakuan P 0 sebesar 91.68. Adapun perbedaan
pada rataan nilai haugh unit telur itik lokal dari hasil penelitian tetapi secara statistik
menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini berarti penggunaan tepung
limbah ikan gabus pasir sampai taraf 10% dalam ransum dapat mensubtitusi
penggunaan tepung ikan komersil.
Menurut Mietha (2008), mutu telur juga bisa diukur dengan Haugh unit, yaitu
pengukuran tinggi putih telur kental dan berat telur. Telur segar mempunyai haugh
unit yaitu 100, telur yang baik 72 dan telur yang rusak kurang dari 50. Ini
menunjukan bahwa besarnya haugh unit menunjukkan kesegaran dari telur tersebut
hal ini sesuai dengan pernyataan wikipedia indonesia (2011) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi angka, semakin baik kualitas telur (sega). Menurut Neisheim
(1977), kualitas telur berdasarkan nilai Haugh unit digolongkan menjadi tiga yaitu

Universitas Sumatera Utara

kulitas B dengan nilai 33-60, kualitas A dengan nilai 60-72, dan kualitas AA dengan
nilai 72-100. Berdasarkan rataan data Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa nilai
rataan haugh unit telur yaitu 91.68 sampai dengan 92.71. Telur yang dihasilkan
selama penelitian ini tergolong kualitas AA.
Tidak berbedanya nilai haugh unit untuk semua perlakuan dapat juga
disebabkan kandungan nutrisi dalam ransum perlakuan yang hampir sama. Menurut
Ewing (1966), tebal tipisnya putih telur pada saat ditelurkan dipengaruhi macam
ransum yang dikonsumsi. Faktor lain yaitu disebabkan karena pengamatan dilakukan
pada saat yang sama untuk semua perlakuan yaitu kurang dari 24 jam setelah
dihasilkan. Selain itu umur itik yang digunakan sebagai sumber telur pada penelitian
ini relatif sama.
Tebal Kerabang
Tebal kerabang telur memcerminkan kekuatan dari telur. Tebal kerabang
diukur dengan memecahkan telur dan memisahkan putih, kuning serta selaput telur,
mengukur ketebalan mengunakan micro meter (mm). Rataan tebal kerabang telur
dari berbagai perlakuan pemberian tepung ikan komersil dan tepung ikan gabus pasir
dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan tebal kerabang telur itik lokal
Ulangan
Perlakuan
1
2
3
4
P0
0,42
0,45
0,42
0,46
P1
0,43
0,44
0,45
0,42
P2
0,44
0,45
0,45
0,46

5
0,44
0,44
0,43

6
0,45
0,44
0,45

Rata-rata
0,44
0,44
0,45

Dari data rataan tabel 6 dapat dilihat bahwa tebal kerabang telur itik lokal
yang tertinggi terdapat pada perlakuan P 2 yaitu sebesar 0.45 mm sedangkan tebal
kerabang yang terendah terdapat pada perlakuan P 1 sebesar 0.44. Walaupun terdapat

Universitas Sumatera Utara

perbedaan pada rataan tebal kerabang dari hasil penelitian tetapi secara uji statistik
menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini berarti penggunaan tepung limbah
ikan gabus pasir sampai taraf 10% dalam ransum dapat mensubtitusi penggunaan
tepung ikan komersil.
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), bahwa tebal kerabang secara
normal berkisar antara 0,3-0,5mm, sehingga tebal kerabang yang diperoleh dari hasil
penelitian ini masih termasuk katagori normal. Tabel 8 menunjukkan bahwa tebal
kerabang yang dihasilkan antara 0,44 – 0,45mm.
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa hasil analisis ragam tidak
berpengaruh nyata terhadap tebal kerabang telur. Penggunaan tepung tepung ikan
gabus pasir dengan taraf 0%, 5% dan 10% memperlihatkan hasil yang tidak berbeda
nyata. Kandungan Ca dan P dalam ransum yang hampir sama juga menyebabkan
pembentukan tebal kerabang telur itik lokal tidak berbeda. Hal ini didukung oleh
pernyataan Leeson dan Summers (2000), bahwa faktor nutrisi utama yang
berhubungan dengan kualitas kerabang adalah kalsium, phosfor, dan vitamin D.
Kalsium merupakan nutrien terpenting dalam pembentukan kerabang. Salah satu
faktor yang dapat menyebabkan masalah mutu kerabang telur antara lain makanan.

Universitas Sumatera Utara

Rekapitulasi Data
Rekapitulasi hasil penelitian dari pemenfaatan tepung limbah ikan gabus pasir
dalam ransum terhadap kualitas itik petelur lokal umur dapat dilihat pada tabel 7.
tabel 7. Rekapitulasi data
Peubah

Perlakuan
P0

P1

P2

Indeks Kuning
(Yolk Indeks)

0.43tn

0.44tn

0.44tn

Haugh Unit

91.68tn

92.00tn

92.71tn

Tebal Kerabang

0,44tn

0,44tn

0,45tn

Keterangan: tn = tidak nyata

Berdasarkan tampilan data rekapitulasi hasil penelitian pada tabel 7 dapat
diketahui bahwa nilai indeks kuning telur yang tertinggi terdapat pada perlakuan P 1
dan P 2 (0.44), haugh unit yang tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (92,71) dan
perlakuan yang memiliki ketebalan kerabang tertinggi adalah perlakuan P 2 (0,45).
Berdasarkan hasil rekapitulasi data perlakuan penggunaan tepung limbah ikan gabus
pasir dapat digunakan hingga level 10%, sedangkan interaksi antara penggunaan
tepung ikan komersil dan tepung ikan gabus pasir tidak berpengaruh nyata terhadap
penyusutan indeks kuning telur, haugh unit dan tebal kerabang.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Tepung limbah ikan gabus pasir dapat digunakan untuk mensubtitusi tepung
ikan komersil sebagai campuran di dalam pembuatan ransum dan juga memberikan
pengaruh yang tidak berbeda terhadap indeks telur (yolk indeks), haugh unit dan
tebal kerabang.
Saran
Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir dalam ransum untuk peternak
itik petelur lokal disarankan pada level 10%.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Telur Itik
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi
tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Dari sebutir telur
didapatkan gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap
dan mudah dicerna, termasuk diantaranya telur ayam ras dan telur itik. Secara umum,
telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu : kulit telur atau cangkang (± 11 % dari
berat total telur), putih telur (± 57 % dari berat total telur), dan kuning telur (± 32 %
dari berat total telur).
Telur mempunyai struktur yang sangat khusus dan mengandung zat gizi yang
cukup untuk mengembangkan sel yang telah dibuahi. Komponen pokok dari telur
adalah kulit telur, albumin dan kuning telur (Buckle et al, 1987). Putih telur terdapat
diantara kulit telur. Banyaknya putih telur sekitar 60% dari jumlah seluruh telur.
Bagian putih telur sering disebut albumin, berasal dari kata albus yang artinya putih.
Kuning telur merupakan bagian yang paling penting pada isi telur, pada bagian inilah
terdapat embrio dan tempat tumbuh embrio hewan khususnya pada telur yang
dibuahi. Kuning telur memiliki komposisi yang lengkap dibandingkan putih telur.
Komposisi gizi kuning telur terdiri dari air, protein, karbohidrat, mineral, lemak, dan
vitamin (Sarwono, 1995).
Telur dari berbagai jenis unggas memiliki fungsi yang sama, yaitu

menyediakan kebutuhan hidup mahluk baru. Oleh sebab itu komposisi telur-telur
unggas tersebut hampir sama. Perbedaan komposisi kimia antar spesies terutama
terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya, yang umumnya
dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungannya. Pada umumnya telur

Universitas Sumatera Utara

mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral (Koswara, 2009).
Tabel 1. Komposisi nutrisi telur.
Komposisi

Telur ayam

Telur bebek (Itik)

Kalori (Kal)

162,00

189,00

Protein (g)

12,80

13,10

Lemak (g)

11,50

14,30

Hidrat Arang (g)

0,70

0,80

Kalsium (mg)

54,00

56,00

Fosfor (mg)

180,00

175,00

2,70

2,80

Vitamin A (S.I)

900,00

1230,00

Vitamin B 1 (mg)

0,10

0,18

Air (g)

74,00

70,80

Besi (mg)

Sumber: Aimyaya (2008)

Kualitas Telur Itik
Secara umum, kualitas telur yang baik dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik
sebagai berikut: bentuk telur oval dengan salah satu ujung tumpul dan ujung lainnya
runcing, warna kulit telur hijau kebiruan. Warna ini lebih disukai konsumen terutama
di Indonesia bila dibandingkan dengan telur berkulit putih. Berat telur berkisar antara
60-70 g dan keadaan kulit telur masih utuh dan halus (Suhartono dan Amri, 1995).
Untuk menguji kualitas telur Itik dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
a) penilaian luar yaitu penilaian berdasarkan penampilan luar telur itik (bentuk, berat,
warna dan ada tidaknya kotoran yang menempel di kulit telur),

b) peneropongan

yaitu penilaian terhadap kulit telur menyangkut ketebalan dan keutuhan kulit telur
serta ukuran kantong udara, c) pemecahan adalah penilaian secara langsung untuk
mengetahui kondisi telur itik dimana telur yang baik adalah yang kuning dan

Universitas Sumatera Utara

putihnya meluber dan tipis, d) analisis kimia adalah penilaian yang dimaksud untuk
mengetahui kandungan gizi telur, e) analisis mikrobiologi, yaitu penilaian untuk
mengetahui pencemaran bakteri pada telur, f) uji fungsional yaitu penilaian terhadap
proses kimia atau emulsi kuning telur (Suharno dan Amri,1995).
Haugh unit (HU) adalah ukuran dari kualitas protein telur berdasarkan
ketinggian putih telur (albumin). Tes diperkenalkan oleh Raymond Haugh pada
tahun 1937 dan merupakan ukuran penting kualitas telur dalam industri berikut
langkah langkah lain seperti ketebalan shell dan kekuatan. Telur ditimbang,
kemudian dipecahkan ke permukaan datar dan mikrometer yang digunakan untuk
menentukan tinggi dari tebal albumin (putih telur) yang segar mengelilingi kuning
telur. Semakin tinggi angka HU, semakin baik kualitas telur (segar, telur kualitas
yang lebih tinggi memiliki kulit putih tebal). Meskipun pengukuran menentukan
kandungan protein dan kesegaran telur, tidak mngukur nutrisi penting lainnya seperti
vitamin dan mineral dalam telur (Wikipedia Indonesia, 2011).
Variabel yang mempengaruhi nilai HU adalah tinggi putih telur dan berat
telur. Terdapat korelasi positif antara nilai HU dan tinggi putih telur, yaitu semakin
tinggi putih telur maka nilai HU semakin meningkat (Stadellman, 1995). Mutu telur
juga bisa diukur dengan HU, yaitu pengukuran tinggi putih telur kental dan berat
telur. Telur yang segar mempunyai HU yaitu 100, telur yang baik yaitu 72 dan telur
yang rusak kurang dari 50 (Mietha, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai haugh unit diantaranya adalah umur
unggas dan penyimpanan telur. Semakin lama penyimpanan telur maka nilai haugh
unit akan semakin menurun dan nilai haugh unit akan menurun dengan

Universitas Sumatera Utara

bertambahnya umur unggas (Zeidler, 2002). Tebal tipisnya putih telur pada saat
ditelurkan dipengaruhi macam ransum yang dikonsumsi (Ewing, 1966).
Kualitas telur berdasarkan nilai Haugh unit digolongkan menjadi tiga yaitu
kulitas B dengan nilai 33-60, kualitas A dengan nilai 60-72, dan kualitas AA dengan
nilai 72-100 (Neisheim, 1977).
Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi kuning telur
dengan diameter kuning telur. Indeks kuning telur dapat dihitung dengan
perbandingan tinggi dan diameter rata-rata kuning telur (Mountney, 1976). Bentuk
yolk dinyatakan dengan perbandingan antara antara tinggi dan lebar yolk yang
dinyatakan dengan indeks yolk. Buckle et al. (1987), bahwa telur segar mempunyai
indeks yolk berkisar antara 0,33 sampai 0,51. Indeks yolk yang baik berkisar antara
0,42 sampai 0,40. kemampuan yolk untuk tetap utuh selama pemecahan telur
menunjukkan fungsi kekuatan selaput vitelina, telur segar memiliki variasi nilai
indeks kuning telur yang relatif kecil (Mountney, 1976).
Telur itik secara umum lebih besar dibandingkan dengan telur ayam dan
cangkangnya pun lebih tebal. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbedaan dalam
hal ukuran saluran reproduksi betina (oviduk). Oviduk fungsional pada itik dewasa,
panjang sekitar 45 – 47 cm sedangkan pada ayam 72 cm. Jangka waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan sebutir telur yang sempurna berbeda dengan ayam
yaitu memerlukan waktu 25,4 jam sedangkan pada itik adalah 24 – 24,4 jam
(Srigandono, 1997). Menurut Anggorodi (1985) berat telur dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti genetik, umur, tingkat dewasa kelamin, obat-obatan, penyakit, umur
telur dan kandungan gizi pakan. Ia menambahkan bahwa faktor terpenting dalam
pakan yang mempengaruhi berat telur adalah protein dan asam amino, karena kurang

Universitas Sumatera Utara

lebih 50% dari berat kering telur adalah protein. Penurunan berat telur dapat
disebabkan difisiensi asam amino dan asam linoleat. Berat telur rata-rata itik Tegal
adalah 70-75 gram/butir dan itik Mojopura 60-65 gram/butir (Bharoto, 2001),
sedangkan berat rata-rata telur itik Mojosari adalah 64.5 gram (IP2TP Jakarta, 2000).
Tebal kerabang telur memcerminkan kekuatan dari telur. Menurut Romanoff
dan Romanoff (1963), bahwa tebal kerabang secara normal berkisar antara 0,30,5mm. Kerabang telur sebagaian besar terdiri dari kalsium karbonat, sehingga Ca
merupakan pembentuk kerabang telur. Berat kerabang telur sekitar 0.5 % dari bobot
telur. Semakin meningkat umur, maka semakin rendah kualitas kerabang. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya kemampuan untuk menyerap Ca, sehingga
berkurangnya persediaan Ca dan pengaruh genetik (Wahyu, 1992).
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur
Sistem peternakan itik yang berbeda menyebabkan perbedaan kualitas telur
yang dihasilkan. Pada sistem peternakan intensif, itik dikandangkan dengan segala
kebutuhannya dipenuhi dan dilayani oleh peternak (Rasyaf, 1993). Pemberian pakan
yang terprogram ditambah dengan pemberian vitamin dan suplemen akan sangat
berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan. Pada sistem pemeliharaan
terkurung basah, saat itik dilepas di area kandang maka itik akan mencari
makanannya sendiri yang ada di dalam kolam atau yang dibawa aliran sungai.
Sumber pakan diperoleh dari lingkungan sawah dan sungai berupa serangga, keong,
katak kecil dan sebagainya (Susilorini dkk., 2008). Perbedaan sistem peternakan itik,
tentunya akan menghasilkan kualitas telur yang berbeda.
Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan telur diantaranya adalah suhu,
kelembaban dan mikroorganisme. Kerusakan telur selama penyimpanan biasaya

Universitas Sumatera Utara

ditandai dengan membesarnya kantong udara, pengenceran putih telur dan lemahnya
selaput kuning telur sehingga kuning telur memipih dan pecah, kuning telur menjadi
bercampur dengan putih telur (Winarti dan Triyantini, 2005).
Semakin tinggi kandungan protein dan lemak dalam ransum maka semakin
tinggi indeks yolk. Protein pakan setiap perlakuan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai indeks kuning telur, karena protein yang tersusun dalam zat
makanan dalam pembentukan membran vitelin dan khalaza yang berfungsi untuk
menjaga

kekokohan

kuning

telur

saat

proses

pembentukan

telur

(Australiananingrum, 2005).
Konsumsi protein dapat mempengaruhi tinggi yolk sedangkan indeks yolk
dipengaruhi oleh tinggi yolk (Stadellman dan Cotterill, 1995). semakin tinggi
kandungan protein dan lemak dalam pakan maka semakin tinggi indeks kuning telur.
Salah satu faktor yang mempengaruhi indeks kuning telur adalah kandungan nutrisi
pakan (Atik,2010).
Faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kerabang adalah
kalsium, phosfor, dan vitamin D. Kalsium merupakan nutrien terpenting dalam
pembentukan kerabang. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan masalah mutu
kerabang telur antara lain genetik, umur unggas, suhu lingkungan tinggi, makanan
dan penyakit. Umur unggas berpengaruh pada pembentukan kerabang telur. Umur
unggas yang semakin tua akan mengalami penipisan kerabang karena fungsi
reproduksi unggas tersebut mengalami penurunan akibat bertambahnya umur
(Leeson dan Summers, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut;
Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis
amoinensis. Karakteristik dari ikan gabus pasir yaitu kepala pipih datar, lebar badan
5-5,5 kali lebih pendek dari panjang standart, 6-7 kali lebih pendek dari panjang
total, tidak mempunyai sisik tambahan, interorbital, pipi dan kepala bersisik, tidak
ada sisik antara mata dan tulang mata, gigi pada barisan depan tidak membesar, tipe
ekor membulat (Gultom, 2010).
Ikan gabus pasir banyak terdapat didaerah Sumatera Utara khususnya Medan
Belawan yang berada di Jalan Gabion, Kec. Medan Belawan bertempat TPI (Tempat
Pelelangan Ikan) KUD (Koperasi Unit Desa). Jarak tempuh antara kota Medan
dengan kota Belawan ±25 km dari kota Medan. Daging ikan gabus dimanfaatkan
menjadi bakso dan siomay oleh masyarakat dan juga ikan ini dikirim ke negara
Malaysia untuk dijadikan bahan makanan olahan di negara tersebut. Sedangkan
kepala ikan gabus beserta isi perutnya merupakan limbah ikan, limbah ikan tersebut
dalam satu hari berjumlah 80 kg sampai dengan 100 kg dan dalam seminggu bisa
mencapai 600-700kg limbah ikan gabus.
Tabel 3. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir
Jenis Nutrisi
Kandungan
Gross Energi (K.cal/g)
3,6341a
Kadar air (%)
7,17b
Protein kasar (%)
53,59b
Lemak kasar (%)
4,32b
Bahan kering (%)
92,82b
Abu (%)
21,85b
Kalsium (%)
5,86b
Posfor (%)
0,026b
Sumber: aLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014) dan bLaboratorium
Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2014).

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur
Bahan makanan pada dasarnya mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh
untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi (Tillman et al.. 1991).Berdasarkan
unsur yang dikandung oleh bahan makanan yang perlu disediakan zat-zat nutrisi
yang dibutuhkan ternak.
Pada prinsipnya makanan itik tidak berbeda dengan makanan ayam.
Perbedaan terletak pada kadar protein dalam ransum yang relatif lebih tinggi.
Disamping itu penyediaan air lebih banyak diperhatikan. Itik yang dipelihara secara
intensif atau dikurung, kebutuhan air biasanya disediakan dalam kolam-kolam kecil
yang ditempatkan dekat bak makanan (Wahyu, 2004).
Tabel 2. Kebutuhan gizi itik petelur berbagai umur
Gizi
Stater
Grower
(0-8 minggu)
(9-20 minggu)
Protein Kasar (%)
17-20
15-18
Energi (kkal EM/kg)
3.100
2.700
Metionin (%)
0,37
0,29
Lisin (%)
1,05
0.744
Ca (%)
0,6-1,0
0,6-1,0
P tersedia (%)
0,6
0,6
Sumber : Sinurat (2000)

Layer
(>20 minggu)
17-19
2.700
0,37
1,05
2,90-3,25
0,6

Kebutuhan Air Minum
Ketersediaan air minum dalam kandang pemeliharaan itik juga harus selalu
ada agar itik dapat minum setiap saat. Jumlah air minum yang diberikan disesuaikan
dengan banyak itik. Air yang digunakan harus air bersih diganti setiap hari dan
tempat minum dibersihkan secara rutin, ada baiknya tempat pakan diletak berdekatan
dengan tempat minum agar itik mudah menyelingi kegiatan makan dan minum
(Wakhid, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
`
Latar Belakang
Telur merupakan salah satu produk peternakan yang berasal dari ternak
unggas. Selain itu telur adalah salah satu sumber protein hewani yang banyak yang
disukai masyarakat. Telur mempunyai nilai gizi yang tinggi. Zat-zat gizi yang
dibutuhkan oleh manusia yaitu protein, lemak, vitamin dan mineral terdapat jumlah
yang cukup dari telur.
Kualitas telur dapat diketahui dengan dua cara yaitu kualitas interior dan
kualitas eksterior dari telur itu sendiri. Kualitas interior adalah kondisi dari kuning
telur dan putih telur. Semakin tebal ukuran yolk dan albumen yang kental, maka
grade telur akan semakin tinggi. Grading berdasarkan kualitas eksterior dilakukan
dengan melihat kondisi cangkang telur, yaitu adanya keretakan, kebersihan
permukaan cangkang dan bentuk telur.
Sumber pakan ternak yang sebenarnya bisa diperoleh dengan memanfaatkan
limbah pertanian maupun hewan, karena limbah tersebut semakin meningkat dan
dibiarkan begitu saja. Hal ini selain dapat membuat pemborosan sumber daya yang
ada dan dapat mencemari lingkungan yang disebabkan limbah pertanian dan hewan.
Ikan gabus pasir banyak terdapat didaerah Sumatera Utara khususnya Medan
Belawan yang berada di Jalan Gabion, Kec. Medan Belawan bertempat TPI (Tempat
Pelelangan Ikan) KUD (Koperasi Unit Desa). Daging ikan gabus dimanfaatkan
menjadi bakso dan siomay oleh masyarakat dan juga ikan ini dikirim ke negara
Malaysia untuk dijadikan bahan makanan olahan di negara tersebut. Sedangkan
kepala ikan gabus beserta isi perutnya merupakan limbah ikan, limbah ikan tersebut

Universitas Sumatera Utara

dalam satu hari berjumlah 80 kg sampai dengan 100 kg dan dalam seminggu bisa
mencapai 600-700kg limbah ikan gabus.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
sebagai subtitusi dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35
minggu”.
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir

(Butis

amboinensis) sebagai substitusi tepung ikan dalam ransum terhadap kualitas telur itik
lokal pada umur 35 minggu.
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dapat
mensubstitusi tepung ikan dalam ransum terhadap kualitas telur pada itik lokal umur
35 minggu.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, peternak
itik petelur dan masyarakat tentang pemanfaatan limbah ikan gabus pasir (Butis
amboinensis) sebagai substitusi tepung ikan dalam ransum terhadap itik petelur.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
NOVIKA SARI, 2015: “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
(Butis amboinensis) Dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35
Minggu”,

dibimbing

oleh

ARMYN

HAKIM

DAULAY

dan

R. EDHY MIRWANDHONO.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lama, Kecamatan Hamparan Perak dari
bulan Maret sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam
ransum terhadap haugh unit, indeks kuning telur, dan tebal kerabang telur.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 4 ekor itik
petelur. Perlakuan terdiri dari P 0 (ransum tanpa tepung limbah ikan gabus pasir); P 1
(ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 5%); P 2 (ransum dengan
tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 10%).
Hasil penelitian menunjukan nilai Haug Unit secara berturut turut untuk
perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 91,68; 92,00 dan 92,71. Indeks kuning telur secara
berturut turut untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 0,43; 0,44 dan 0,44. Tebal
Kerabang secara berturut turut untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 0,44; 0,44 dan
0,45. Hasil menunjukan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
nilai Haug Unit, indeks kuning telur dan tebal kerabang. Kesimpulannya adalah
bahwa tepung limbah ikan gabus pasir dapat digunakan dalam ransum hingga level
10%.
Kata kunci: Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir, Kualitas Telur

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
NOVIKA SARI, 2015: “ Utilization of Gabus Pasir (Butis amboinensis)Waste Meal
In Ration Against Egg Quality of Laying Duck 35th Week of Age”, guided by
ARMYN HAKIM DAULAY and R. EDHY MIRWANDHONO.
This research was conducted at Desa Lama Kecamatam Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang from Mart to June 2015. This study aimed to determine the
effect of Gabus Pasir waste meal in the ration on haugh unit, yolk index and
thickness egg shell. The design used in this research is completely randomized design
(CRD) with three treatments and 6 replications, each replication consisted of 4
laying ducks. Treatmen consists of P 0 (feed without Gabus Pasir waste meal); P 1
(feed with Gabus Pasir waste meal as much as 5%); P 2 (Gabus Pasir waste meal as
much as 10%).
The results showed the average of values haugh unit such as 91,68; 92,00
and 92,71, respectivly. Yolk index such as 0,43; 0,44 dan 0,44, respectivly. Thickness
egg shell such as 0,44; 0,44 and 0,45, respectivly. The results showed that the
treatment was not significant effect on haugh unit, yolk index and thickness egg shell.
The conclusion that Gabus Pasir waste meal can be used in ration to the level of
10%.
Keywords: Gabus Pasir waste meal, Egg Quality

Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS PASIR
(Butis amboinensis) SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN
DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR
ITIK LOKAL UMUR 35 MINGGU

SKRIPSI

Oleh :
NOVIKA SARI
110306029

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS PASIR
(Butis amboinensis) SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN
DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR
ITIK LOKAL UMUR 35 MINGGU

Oleh :
NOVIKA SARI
110306029
PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian

Nama
NIM
Program Studi

: Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
(Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan
dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur
35 minggu
: Novika Sari
: 110306029
: Peternakan

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA
Ketua

Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si.
Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal ACC :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
NOVIKA SARI, 2015: “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
(Butis amboinensis) Dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35
Minggu”,

dibimbing

oleh

ARMYN

HAKIM

DAULAY

dan

R. EDHY MIRWANDHONO.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lama, Kecamatan Hamparan Perak dari
bulan Maret sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam
ransum terhadap haugh unit, indeks kuning telur, dan tebal kerabang telur.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 4 ekor itik
petelur. Perlakuan terdiri dari P 0 (ransum tanpa tepung limbah ikan gabus pasir); P 1
(ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 5%); P 2 (ransum dengan
tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 10%).
Hasil penelitian menunjukan nilai Haug Unit secara berturut turut untuk
perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 91,68; 92,00 dan 92,71. Indeks kuning telur secara
berturut turut untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 0,43; 0,44 dan 0,44. Tebal
Kerabang secara berturut turut untuk perlakuan P 0 , P 1 dan P 2 sebesar 0,44; 0,44 dan
0,45. Hasil menunjukan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
nilai Haug Unit, indeks kuning telur dan tebal kerabang. Kesimpulannya adalah
bahwa tepung limbah ikan gabus pasir dapat digunakan dalam ransum hingga level
10%.
Kata kunci: Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir, Kualitas Telur

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
NOVIKA SARI, 2015: “ Utilization of Gabus Pasir (Butis amboinensis)Waste Meal
In Ration Against Egg Quality of Laying Duck 35th Week of Age”, guided by
ARMYN HAKIM DAULAY and R. EDHY MIRWANDHONO.
This research was conducted at Desa Lama Kecamatam Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang from Mart to June 2015. This study aimed to determine the
effect of Gabus Pasir waste meal in the ration on haugh unit, yolk index and
thickness egg shell. The design used in this research is completely randomized design
(CRD) with three treatments and 6 replications, each replication consisted of 4
laying ducks. Treatmen consists of P 0 (feed without Gabus Pasir waste meal); P 1
(feed with Gabus Pasir waste meal as much as 5%); P 2 (Gabus Pasir waste meal as
much as 10%).
The results showed the average of values haugh unit such as 91,68; 92,00
and 92,71, respectivly. Yolk index such as 0,43; 0,44 dan 0,44, respectivly. Thickness
egg shell such as 0,44; 0,44 and 0,45, respectivly. The results showed that the
treatment was not significant effect on haugh unit, yolk index and thickness egg shell.
The conclusion that Gabus Pasir waste meal can be used in ration to the level of
10%.
Keywords: Gabus Pasir waste meal, Egg Quality

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini yang berjudul “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir sebagai subtitusi
Tepung Ikan dalam ransum terhadap Kualitas Telur Itik Lokal umur 35 minggu’’.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua Orang Tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta
memberikan dorongan berupa materil dan spirituil. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Armyn Hakim Daulay selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak R. Edhy Mirwandhono selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dari mulai menetapkan judul,
melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan dikemudian hari. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan dan berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hal.
ABSTRAK .........................................................................................................

i

ABSTRAK ...........................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................

iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL ...............................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

vi

PENDAHULUAN
LatarBelakang .....................................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................................
Kegunaan Penelitian ...........................................................................................
Hipotesa Penelitian .............................................................................................

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Telur Itik ............................................................................................................
Kualitas Telur .....................................................................................................
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur .......................................................
Ikan Gabus Pasir (ButisAmboinensis) .................................................................
Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur ............................................................................
Kebutuhan Air Minum .......................................................................................

3
4
8
9
10
11

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan ......................................................................................................................
Alat .......................................................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................................
Peubah Yang Diamati..... ........................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ...........................................................................................

12
12
13
14
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Indeks Kuning Telur (yolk indeks) .........................................................................
Haugh Unit .............................................................................................................
Tebal Kerabang ......................................................................................................
Rekapitulasi Data ...................................................................................................

18
20
22
23

12

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................................ 25
Saran ....................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 26

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No.

Hal.

1. Komposisi Nutrisi Telur .............................................................................

4

2. Komposisi Nutrisi Tepung Ikan Gabus Pasir .............................................

10

3. Kebutuhan Gizi Itik Petelur Berbagai Umur ..............................................

11

4. Rataan Indeks Kuning Telur Itik Lokal .....................................................

18

5. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Itik Lokal .................................................

20

6. Rataan Tebal Kerabang Telur Itik Lokal ...................................................

21

7. Rekapitulasi Data .......................................................................................

23

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No.
Hal.
1. Formulasi Ransum Itik Petelur ....................................................................... 29
2. Pembuatann Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir .............................................. 30
3. Analisis Ragam Indeks Telur ........................................................................... 31
4. Analisis Ragam Hauhg Unit ............................................................................ 31
5. Analisis Ragam Tebal Kerabang...................................................................... 31

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 3 38

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 10

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 8

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 9

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 1 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 9

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 3