Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

TINJAUAN PUSTAKA

Telur Itik
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi
tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Dari sebutir telur
didapatkan gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap
dan mudah dicerna, termasuk diantaranya telur ayam ras dan telur itik. Secara umum,
telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu : kulit telur atau cangkang (± 11 % dari
berat total telur), putih telur (± 57 % dari berat total telur), dan kuning telur (± 32 %
dari berat total telur).
Telur mempunyai struktur yang sangat khusus dan mengandung zat gizi yang
cukup untuk mengembangkan sel yang telah dibuahi. Komponen pokok dari telur
adalah kulit telur, albumin dan kuning telur (Buckle et al, 1987). Putih telur terdapat
diantara kulit telur. Banyaknya putih telur sekitar 60% dari jumlah seluruh telur.
Bagian putih telur sering disebut albumin, berasal dari kata albus yang artinya putih.
Kuning telur merupakan bagian yang paling penting pada isi telur, pada bagian inilah
terdapat embrio dan tempat tumbuh embrio hewan khususnya pada telur yang
dibuahi. Kuning telur memiliki komposisi yang lengkap dibandingkan putih telur.
Komposisi gizi kuning telur terdiri dari air, protein, karbohidrat, mineral, lemak, dan
vitamin (Sarwono, 1995).
Telur dari berbagai jenis unggas memiliki fungsi yang sama, yaitu


menyediakan kebutuhan hidup mahluk baru. Oleh sebab itu komposisi telur-telur
unggas tersebut hampir sama. Perbedaan komposisi kimia antar spesies terutama
terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya, yang umumnya
dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungannya. Pada umumnya telur

Universitas Sumatera Utara

mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral (Koswara, 2009).
Tabel 1. Komposisi nutrisi telur.
Komposisi

Telur ayam

Telur bebek (Itik)

Kalori (Kal)

162,00


189,00

Protein (g)

12,80

13,10

Lemak (g)

11,50

14,30

Hidrat Arang (g)

0,70

0,80


Kalsium (mg)

54,00

56,00

Fosfor (mg)

180,00

175,00

2,70

2,80

Vitamin A (S.I)

900,00


1230,00

Vitamin B 1 (mg)

0,10

0,18

Air (g)

74,00

70,80

Besi (mg)

Sumber: Aimyaya (2008)

Kualitas Telur Itik

Secara umum, kualitas telur yang baik dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik
sebagai berikut: bentuk telur oval dengan salah satu ujung tumpul dan ujung lainnya
runcing, warna kulit telur hijau kebiruan. Warna ini lebih disukai konsumen terutama
di Indonesia bila dibandingkan dengan telur berkulit putih. Berat telur berkisar antara
60-70 g dan keadaan kulit telur masih utuh dan halus (Suhartono dan Amri, 1995).
Untuk menguji kualitas telur Itik dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
a) penilaian luar yaitu penilaian berdasarkan penampilan luar telur itik (bentuk, berat,
warna dan ada tidaknya kotoran yang menempel di kulit telur),

b) peneropongan

yaitu penilaian terhadap kulit telur menyangkut ketebalan dan keutuhan kulit telur
serta ukuran kantong udara, c) pemecahan adalah penilaian secara langsung untuk
mengetahui kondisi telur itik dimana telur yang baik adalah yang kuning dan

Universitas Sumatera Utara

putihnya meluber dan tipis, d) analisis kimia adalah penilaian yang dimaksud untuk
mengetahui kandungan gizi telur, e) analisis mikrobiologi, yaitu penilaian untuk
mengetahui pencemaran bakteri pada telur, f) uji fungsional yaitu penilaian terhadap

proses kimia atau emulsi kuning telur (Suharno dan Amri,1995).
Haugh unit (HU) adalah ukuran dari kualitas protein telur berdasarkan
ketinggian putih telur (albumin). Tes diperkenalkan oleh Raymond Haugh pada
tahun 1937 dan merupakan ukuran penting kualitas telur dalam industri berikut
langkah langkah lain seperti ketebalan shell dan kekuatan. Telur ditimbang,
kemudian dipecahkan ke permukaan datar dan mikrometer yang digunakan untuk
menentukan tinggi dari tebal albumin (putih telur) yang segar mengelilingi kuning
telur. Semakin tinggi angka HU, semakin baik kualitas telur (segar, telur kualitas
yang lebih tinggi memiliki kulit putih tebal). Meskipun pengukuran menentukan
kandungan protein dan kesegaran telur, tidak mngukur nutrisi penting lainnya seperti
vitamin dan mineral dalam telur (Wikipedia Indonesia, 2011).
Variabel yang mempengaruhi nilai HU adalah tinggi putih telur dan berat
telur. Terdapat korelasi positif antara nilai HU dan tinggi putih telur, yaitu semakin
tinggi putih telur maka nilai HU semakin meningkat (Stadellman, 1995). Mutu telur
juga bisa diukur dengan HU, yaitu pengukuran tinggi putih telur kental dan berat
telur. Telur yang segar mempunyai HU yaitu 100, telur yang baik yaitu 72 dan telur
yang rusak kurang dari 50 (Mietha, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai haugh unit diantaranya adalah umur
unggas dan penyimpanan telur. Semakin lama penyimpanan telur maka nilai haugh
unit akan semakin menurun dan nilai haugh unit akan menurun dengan


Universitas Sumatera Utara

bertambahnya umur unggas (Zeidler, 2002). Tebal tipisnya putih telur pada saat
ditelurkan dipengaruhi macam ransum yang dikonsumsi (Ewing, 1966).
Kualitas telur berdasarkan nilai Haugh unit digolongkan menjadi tiga yaitu
kulitas B dengan nilai 33-60, kualitas A dengan nilai 60-72, dan kualitas AA dengan
nilai 72-100 (Neisheim, 1977).
Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi kuning telur
dengan diameter kuning telur. Indeks kuning telur dapat dihitung dengan
perbandingan tinggi dan diameter rata-rata kuning telur (Mountney, 1976). Bentuk
yolk dinyatakan dengan perbandingan antara antara tinggi dan lebar yolk yang
dinyatakan dengan indeks yolk. Buckle et al. (1987), bahwa telur segar mempunyai
indeks yolk berkisar antara 0,33 sampai 0,51. Indeks yolk yang baik berkisar antara
0,42 sampai 0,40. kemampuan yolk untuk tetap utuh selama pemecahan telur
menunjukkan fungsi kekuatan selaput vitelina, telur segar memiliki variasi nilai
indeks kuning telur yang relatif kecil (Mountney, 1976).
Telur itik secara umum lebih besar dibandingkan dengan telur ayam dan
cangkangnya pun lebih tebal. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbedaan dalam
hal ukuran saluran reproduksi betina (oviduk). Oviduk fungsional pada itik dewasa,

panjang sekitar 45 – 47 cm sedangkan pada ayam 72 cm. Jangka waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan sebutir telur yang sempurna berbeda dengan ayam
yaitu memerlukan waktu 25,4 jam sedangkan pada itik adalah 24 – 24,4 jam
(Srigandono, 1997). Menurut Anggorodi (1985) berat telur dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti genetik, umur, tingkat dewasa kelamin, obat-obatan, penyakit, umur
telur dan kandungan gizi pakan. Ia menambahkan bahwa faktor terpenting dalam
pakan yang mempengaruhi berat telur adalah protein dan asam amino, karena kurang

Universitas Sumatera Utara

lebih 50% dari berat kering telur adalah protein. Penurunan berat telur dapat
disebabkan difisiensi asam amino dan asam linoleat. Berat telur rata-rata itik Tegal
adalah 70-75 gram/butir dan itik Mojopura 60-65 gram/butir (Bharoto, 2001),
sedangkan berat rata-rata telur itik Mojosari adalah 64.5 gram (IP2TP Jakarta, 2000).
Tebal kerabang telur memcerminkan kekuatan dari telur. Menurut Romanoff
dan Romanoff (1963), bahwa tebal kerabang secara normal berkisar antara 0,30,5mm. Kerabang telur sebagaian besar terdiri dari kalsium karbonat, sehingga Ca
merupakan pembentuk kerabang telur. Berat kerabang telur sekitar 0.5 % dari bobot
telur. Semakin meningkat umur, maka semakin rendah kualitas kerabang. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya kemampuan untuk menyerap Ca, sehingga
berkurangnya persediaan Ca dan pengaruh genetik (Wahyu, 1992).
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur

Sistem peternakan itik yang berbeda menyebabkan perbedaan kualitas telur
yang dihasilkan. Pada sistem peternakan intensif, itik dikandangkan dengan segala
kebutuhannya dipenuhi dan dilayani oleh peternak (Rasyaf, 1993). Pemberian pakan
yang terprogram ditambah dengan pemberian vitamin dan suplemen akan sangat
berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan. Pada sistem pemeliharaan
terkurung basah, saat itik dilepas di area kandang maka itik akan mencari
makanannya sendiri yang ada di dalam kolam atau yang dibawa aliran sungai.
Sumber pakan diperoleh dari lingkungan sawah dan sungai berupa serangga, keong,
katak kecil dan sebagainya (Susilorini dkk., 2008). Perbedaan sistem peternakan itik,
tentunya akan menghasilkan kualitas telur yang berbeda.
Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan telur diantaranya adalah suhu,
kelembaban dan mikroorganisme. Kerusakan telur selama penyimpanan biasaya

Universitas Sumatera Utara

ditandai dengan membesarnya kantong udara, pengenceran putih telur dan lemahnya
selaput kuning telur sehingga kuning telur memipih dan pecah, kuning telur menjadi
bercampur dengan putih telur (Winarti dan Triyantini, 2005).
Semakin tinggi kandungan protein dan lemak dalam ransum maka semakin
tinggi indeks yolk. Protein pakan setiap perlakuan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi nilai indeks kuning telur, karena protein yang tersusun dalam zat
makanan dalam pembentukan membran vitelin dan khalaza yang berfungsi untuk
menjaga

kekokohan

kuning

telur

saat

proses

pembentukan

telur

(Australiananingrum, 2005).
Konsumsi protein dapat mempengaruhi tinggi yolk sedangkan indeks yolk

dipengaruhi oleh tinggi yolk (Stadellman dan Cotterill, 1995). semakin tinggi
kandungan protein dan lemak dalam pakan maka semakin tinggi indeks kuning telur.
Salah satu faktor yang mempengaruhi indeks kuning telur adalah kandungan nutrisi
pakan (Atik,2010).
Faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kerabang adalah
kalsium, phosfor, dan vitamin D. Kalsium merupakan nutrien terpenting dalam
pembentukan kerabang. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan masalah mutu
kerabang telur antara lain genetik, umur unggas, suhu lingkungan tinggi, makanan
dan penyakit. Umur unggas berpengaruh pada pembentukan kerabang telur. Umur
unggas yang semakin tua akan mengalami penipisan kerabang karena fungsi
reproduksi unggas tersebut mengalami penurunan akibat bertambahnya umur
(Leeson dan Summers, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut;
Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis
amoinensis. Karakteristik dari ikan gabus pasir yaitu kepala pipih datar, lebar badan
5-5,5 kali lebih pendek dari panjang standart, 6-7 kali lebih pendek dari panjang
total, tidak mempunyai sisik tambahan, interorbital, pipi dan kepala bersisik, tidak
ada sisik antara mata dan tulang mata, gigi pada barisan depan tidak membesar, tipe
ekor membulat (Gultom, 2010).
Ikan gabus pasir banyak terdapat didaerah Sumatera Utara khususnya Medan
Belawan yang berada di Jalan Gabion, Kec. Medan Belawan bertempat TPI (Tempat
Pelelangan Ikan) KUD (Koperasi Unit Desa). Jarak tempuh antara kota Medan
dengan kota Belawan ±25 km dari kota Medan. Daging ikan gabus dimanfaatkan
menjadi bakso dan siomay oleh masyarakat dan juga ikan ini dikirim ke negara
Malaysia untuk dijadikan bahan makanan olahan di negara tersebut. Sedangkan
kepala ikan gabus beserta isi perutnya merupakan limbah ikan, limbah ikan tersebut
dalam satu hari berjumlah 80 kg sampai dengan 100 kg dan dalam seminggu bisa
mencapai 600-700kg limbah ikan gabus.
Tabel 3. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir
Jenis Nutrisi
Kandungan
Gross Energi (K.cal/g)
3,6341a
Kadar air (%)
7,17b
Protein kasar (%)
53,59b
Lemak kasar (%)
4,32b
Bahan kering (%)
92,82b
Abu (%)
21,85b
Kalsium (%)
5,86b
Posfor (%)
0,026b
Sumber: aLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014) dan bLaboratorium
Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2014).

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur
Bahan makanan pada dasarnya mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh
untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi (Tillman et al.. 1991).Berdasarkan
unsur yang dikandung oleh bahan makanan yang perlu disediakan zat-zat nutrisi
yang dibutuhkan ternak.
Pada prinsipnya makanan itik tidak berbeda dengan makanan ayam.
Perbedaan terletak pada kadar protein dalam ransum yang relatif lebih tinggi.
Disamping itu penyediaan air lebih banyak diperhatikan. Itik yang dipelihara secara
intensif atau dikurung, kebutuhan air biasanya disediakan dalam kolam-kolam kecil
yang ditempatkan dekat bak makanan (Wahyu, 2004).
Tabel 2. Kebutuhan gizi itik petelur berbagai umur
Gizi
Stater
Grower
(0-8 minggu)
(9-20 minggu)
Protein Kasar (%)
17-20
15-18
Energi (kkal EM/kg)
3.100
2.700
Metionin (%)
0,37
0,29
Lisin (%)
1,05
0.744
Ca (%)
0,6-1,0
0,6-1,0
P tersedia (%)
0,6
0,6
Sumber : Sinurat (2000)

Layer
(>20 minggu)
17-19
2.700
0,37
1,05
2,90-3,25
0,6

Kebutuhan Air Minum
Ketersediaan air minum dalam kandang pemeliharaan itik juga harus selalu
ada agar itik dapat minum setiap saat. Jumlah air minum yang diberikan disesuaikan
dengan banyak itik. Air yang digunakan harus air bersih diganti setiap hari dan
tempat minum dibersihkan secara rutin, ada baiknya tempat pakan diletak berdekatan
dengan tempat minum agar itik mudah menyelingi kegiatan makan dan minum
(Wakhid, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 3 38

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 5 40

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 10

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu

0 0 8

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 9

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 1 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Itik Lokal Umur 35 minggu

0 0 3