Prevalensi Trauma Gigi Anterior pada Anak Usia 6-12 Tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. FKG UNPAD: 2, 4-8.

2. Andreasen JO, Andreasen FM, Anderson L. Texbook and color atlas of traumatic injuries to the teeth. 4th ed., Copenhagen: Blackwell Munksgaard, 2007: 229-35. 3. Glendor U. Epidemiology of traumatic dental injuries – a 12 year review of the

literature. Dent Traumatol, 2008; 24: 605-6.

4. Carvalho B, Franca C, Heimer M. Prevalence of dental trauma among 6-7 year old ,children in the city of Recife PE, Brazil. Braz J Oral Sci, 2012;11(1):72-75. 5. Traebert J, Aurelio M, Blank V, Boell RD, Pietruza JA. Prevalence of traumatic

dental injury and assiciated factors among 12-year-old school chilhdren in Florianopolis, Brazil. Dent Traumatology, 2003; 19: 15-18.

6. Martins VM, Sousa RV, Rocha ES, Leite RB, Paiva SM. Dental trauma among Brazilian schoolchildren: prevalence, treatment and associated factors. European Archives of Pediatric Dentistry, 2012;14: 13-5.

7. Patel MC, Sujan SG. The Prevalence of traumatic dental injuries to permanent anterior teeth and its relation with predisposing risk factors among 8-13 years school children of Vadora city: an epidemiological study. Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry, 2012; 30: 123-9.

8. Othman M, Ajloni DDS, Taghreed F. Traumatic dental injuries presenting at the pediatric dental clinic at Prince Rashid Bin Al-Hassan Hospital. Journal of The Royal Medical Service, 2010; 17: 10-15.

9. Nooshen AK, Halima SQ, Anser M, Iram A. Traumatic unjuries of the Permanent Maxillory Incisorsat Dental Department, Pakistan Institute of Medical Science Islamamad: A Retrospective Study. Pakistan Institute of Medical Islamabad, 2008; 20:3.

10.Orlando GG, Alencar AH, Lopes LG. A Retrospective Study of Traumatic Dental Injuries in a Brazilian Dental Urgency Service. Braz Dent J, 2010; 21:2.

11.Glendor U. Aetiology and Risk Factors Related to Traumatic Dental Injuries- a Review of the Literature. Dent Traumatology, 2009; 25: 19-31.


(2)

12.De Costa AM, Maia S, Da cruz GL, Rontani RM. Prevalence of dental trauma among children treated in the Pediatric Dentistry clinic of the state University of Amazonas. RSBO, 2011; 8:425-30.

13.Eva F, Hendrarlin S. Perawatan fraktur kelas tiga ellis pada gigi tetap insisivus sentral atas. Indo J of Dent, 2008; 15 (2): 169-74.

14.Tsukiboshi M. Treatment planning for traumatized teeth. Tokyo: Quintessence Publishing Co, Inc., 2012: 11-5.

15.Skapetis T, Curtis K. Emergency Management of dental trauma. Australasian Emergency Nursing J, 2010; 13: 30-4.

16.Bastone EB, Freer TJ. Epidemiology of Dental Trauma: a review of the literature. Australia Dent J, 2000; 45: 2-9.

17.Malikaew P, Watt RG, Sheiham A. Prevalence and factors associated with traumatic dental injuries to anterior teeth of 11-13 year old children. Community Dent Health, 2006: 4:222-7.

18.Bonini GA, Marcenes W. Trends in the prevalence of traumatic dental injuries in Brazilian preschool children. Dent Traumatology, 2009; 25:594

19.Cameron A, Widmer R. Handbook of pediatric dentistry. 3rd ed., Canberra: Mosby Elsevier, 2008: 95-8.

20.Laskin DM, Daniel M, Al M. Oral and maxillofacial surgery. St. Louis: Mosby, 2002;20: 1182-1185.


(3)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif. Survei deskriptif dilakukan untuk melihat insiden atau prevalensi mengenai penyakit tertentu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 2 SD dari Kecamatan Medan Sunggal dan 2 SD dari Kecamatan Medan Barat.

Proposal penelitian dilakukan September 2014. Waktu survei sekolah dilakukan pada bulan November 2014. Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2014. Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan Desember 2014. Penyusunan dan pembuatan laporan dilakukan pada Juni 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6-12 tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal. Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia 6-12 tahun pada Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal yang telah ditetapkan oleh peneliti. Metode pengambilan sampel dilakukan secara multistage sampling, yaitu terlebih dahulu memilih secara random satu kecamatan lingkar dalam yaitu Medan Area, Medan Polonia, Medan Maimun, Medan Baru, Medan Petisa, Medan Barat, Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Selayang dan satu kecamatan lingkar luar yaitu Medan Tuntungan, medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Tembung, Medan Denai, Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Belawan dari 21 Kecamatan sekotamadya Medan. Selanjutnya dirandom untuk mendapatkan empat SD di masing- masing kecamatan lingkar dalam dan lingkar luar. Dari empat SD tersebut diambil siswa- siswi usia 6-12 tahun sampai memenuhi jumlah besar sampel.


(4)

Kriteria Inklusi dan Ekslusi Sampel a. Kriteria Inklusi

1. Siswa- siswi SD usia 6-12 tahun SD di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal.

2. Siswa- siswi yang bersedia menjadi subyek penelitian. 3. Memiliki minimal satu gigi insisivus permanen

b. Kriteria Eksklusi

1. Siswa- siswi yang tidak kooperatif.

2. Siswa yang tidak mengembalikan inform consent

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jumlah sampel untuk estimasi proporsi. Penggunaan rumus dibawah ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan skala pengukuran kategorikal yaitu skala nominal. Skala nominal tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya sekedar pemberian label.

n = d2

Zα2

.P.Q

=

(0,05)2 1,962.0,50. 0,725

= 557 sampel

Dengan ketentuan : n : jumlah sampel

Zα : deviat baku alfa = 1,96

P : proporsi kategori variabel yang diteliti = 27,56% Q : 1- P = 1- 0,275 = 0,725

d : presisi (0,05)

Presisi penelitian berarti kesalahan penelitian yang masih bisa diterima untuk memprediksi proporsi yang akan diperoleh yaitu 10% karena peneliti ingin mendapatkan hasil penelitian yang lebih tepat. Jadi, besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 557 orang. Maka jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah 612 orang.


(5)

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

1. Klasifikasi trauma gigi permanen anterior yang dapat dilihat secara klinis berupa: fraktur enamel, fraktur enamel-dentin, fraktur mahkota-pulpa, luksasi, avulsi.

2. Usia

3. Jenis kelamin 4. Etiologi trauma

5. Lokasi terjadinya trauma

3.4.2 Definisi Operasional Tabel 1. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Cara ukur Alat ukur Jenis

kelamin

Laki- laki dan perempuan Observasi Kuesioner

Usia Ulang tahun terakhir Wawancara Kuesioner Klasifikasi trauma gigi permanen menurut WHO yang dilihat secara klinis

1. Jaringan keras gigi dan pulpa:

a). Fraktur enamel yang tidak kompleks adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

b). Fraktur enamel-dentin yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa. c). Fraktur mahkota yang kompleks adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

Wawancara dan pemeriksaan kilnis Sonde,kaca mulut dan kuesioner


(6)

2. Kerusakan pada jaringan periodontal:

a). Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga gigi terlihat lebih panjang.

b). Luksasi instrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar yang menyebabkan kerusakan alveolar dan gigi

akan terlihat lebih pendek . c). Avulsi adalah yaitu pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.

Fraktur dengan tambalan adalah fraktur pada anak yang telah dilakukan perawatan tambalan

Trauma gigi permanen anterior

Kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi atau jaringan pendukung karena sebab mekanis pada gigi insisivus sentral, insisivus lateral dan kaninus rahang atas dan rahang bawah.

Pemeriksaan

dengan sonde dan kaca mulut

Etiologi Penyebab dari trauma gigi sulung anterior yang dialami anak, yaitu karena terjatuh,olahraga,kecelakaan


(7)

kendaraan, berkelahi,

physical abused dan lain-lain

(sebutkan). Tindakan

yang dilakukan

tindakan yang dilakukan ketika mengalami trauma gigi

permanen anterior, diantaranya:

dibiarkan saja, dibawa ke dokter umum, dibawa ke dokter gigi (dilakukan perawatan tambalan, dilakukan pencabutan, diikat

dengan gigi sebelahnya /splinting), dilakukan

pengamatan terhadap gigi yang mengalami trauma atau observasi, dan lain-lain (sebutkan).

Wawancara Kuesioner

Lokasi terjadinya trauma

Tempat anak mengalami trauma gigi permanen anterior yaitu : di rumah, di sekolah, di tempat olahraga, di jalan, dan di

tempat lainnya (sebutkan)


(8)

3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilakukan secara survei lapangan dengan mengunjungi subjek penelitian sebanyak 612 murid SD usia 6-12 tahun pada empat SD yaitu SD di Kecamatan Medan Barat dan di Kecamatan Medan Sunggal. Metode pengumpulan data yang akan digunakan peneliti adalah pemeriksaan klinis gigi anterior permanen yang mengalami trauma dan melakukan wawancara dengan bantuan kuesioner.

Adapun tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Peneliti melakukan random satu kecamatan lingkar dalam dan satu kecamatan lingkar luar dari 21 kecamatan di Kota Medan, terpilihlah Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal. Peneliti menentukan empat SD yang akan dijadikan lokasi penelitian dengan menggunakan teknik random, dimana setiap nama sekolah dimasing- masing kecamatan ditulis dikertas dan dipilih salah satu diantaranya.

2. Peneliti mengurus ethical clearance di komisi etik Fakultas Kedokteran USU, setelah mendapatkan surat izin dari komisi etik, peneliti mendatangi setiap lokasi penelitian satu persatu untuk meminta izin dilakukannya penelitian, kemudian peneliti menginformasikan waktu untuk melakukan penelitian kepada pihak sekolah.

3. Pada waktu yang ditentukan, peneliti memberikan surat informed concent kepada masing- masing murid dan juga orang tua dan menginformasikan mengenai penelitian. Siswa yang setuju dijadikan subjek penelitian atas izin orang tuanya juga, maka dilakukan pemeriksaan klinis dan melakukan wawancara pada siswa.

4. Pemeriksaan trauma gigi dilakukan dengan menggunakan kaca mulut datar, sonde tajam setengah lingkaran dan dibantu penerangan dengan cahaya senter. Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang tersedia. Pemeriksaan dilakukan oleh tim yang terdiri atas pemeriksa dan pencatat. Sebelum penelitian dilakukan kalibrasi pada tim untuk menyamakan persepsi agar hasil yang diperoleh akurat.

5. Kuesioner yang telah selesai dapat dikumpul untuk selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.


(9)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah secara komputerisasi yang meliputi :

a) Editing : kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner.

b) Coding : untuk mengubah data yang telah terkumpul ke dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode. Proses pengkodean dilakukan berdasarkan variabel- variabel di dalam penelitian ini.

c) Data entry : mengisi kolom- kolom lembar kode sesuai dengan jawaban masing- masing pertanyaan.

d) Saving : proses penyimpanan data sebelum data diolah atau dianalisis.

e) Tabulasi : merupakan proses menyusun data dalam bentuk tabel, selanjutnya diolah menggunakan bantuan komputer.

f) Cleaning : kegiatan pengetikan kembali data yang sudah dientry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

3.6.2 Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis univariat. Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan setiap variabel penelitian, dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dan dihitung dalam bentuk persentse. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel.


(10)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karateristik Responden

Sampel penelitian ini berjumlah 612 anak usia 6-12 tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal. Pada KecamatanMedan Barat diperoleh 305 anak dan kecamatan Medan Sunggal sebanyak 307 anak. Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian terdiri dari 316 anak laki-laki (51,6%) dan 296 anak perempuan (48,4%). Berdasarkan usia subjek penelitian, pada kelompok usia 6 tahun terdapat 74 anak (12,1%), usia 7 tahun terdapat 82 anak (13,4%), usia 8 tahun terdapat 79 anak (13%), usia 9 tahun terdapat 89 anak (14,5%), usia 10 tahun terdapat 82 anak (13,4%), usia 11 tahun terdapat 99 anak (16,2%), dan usia 12 tahun terdapat 107 anak (17,4%) (tabel 2).

Tabel 2. Distribusi frekuensi karateristik responden anak di kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal.

Karakteristik Responden

Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan 316 296 51,6% 48,4% Usia: 6 tahun 7 tahun 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 74 82 79 89 82 99 107 12,1% 13,4% 13,0% 14,5% 13,4% 16,2% 17,4%


(11)

4.2 Prevalensi Trauma Gigi

Prevalensi anak usia 6-12 tahun yang terkena trauma gigi permanen anterior sebanyak 139 anak (22,71%) dan dengan anal laki-laki 93 anak (15,20%) dan anak perempuan 46 anak (7,51%) anak yang tidak terkena trauma gigi yaitu 473 anak (77,29%) (Tabel 3).

Tabel 3. Prevalensi trauma gigi permanen anterior

Trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi pada anak usia 12 tahun yaitu 31 anak ( 22,30%), dibandingkan dengan anak usia 11 tahun yaitu 26 anak (18,70%), usia 10 tahun 25 anak (17,98%), usia 9 tahun 22 anak (15,82%), usia 8 tahun 16 anak (11,53%), usia 7 tahun 12 anak (8,63%), dan usia 6 tahun 7 anak (5,04%).Penelitian ini menunjukkan bahwa trauma gigi permanen anterior lebih sering terjadi pada anak laki-laki usia 12 tahun yaitu 19 anak (13,66%) dibandingkan dengan anak laki-laki-laki-laki usia 11 tahun yaitu 17 anak (12,23%), usia 10 tahun yaitu 16 anak (11,51%), usia 9 tahun yaitu 17 anak (12,23%), usia 8 tahun yaitu 11 anak (7,91%), usia 7 tahun yaitu 9 anak (6,47%), dan yang paling terendah anak laki-laki usia 6 tahun yaitu 4 anak (2,89%). Siswa perempuan yang paling sering terkena trauma usia 12 tahun yaitu 12 anak (8,64%), dibandingkan dengan anak perempuan usia 10 dan 11 tahun yaitu 9 anak (6,47%), usia 8 dan 9 tahun yaitu masing-masing 5 anak (3,62%) dan yang paling sedikit terkena trauma usia 6dan 7 tahun yaitu masing-masing 3 anak (2,15%) (Tabel 4).

Kelompok Frekuensi Persentase

Trauma gigi Tidak trauma gigi

139 473

22,71% 77,29%

Total 612 100%

Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan

93 46

15,20% 7,51%


(12)

Tabel 4. Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin dan usia

Usia

Trauma

Laki-laki Perempuan Total

6 tahun 7 tahun 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 4 (2,89%) 9 (6,47%) 11 (7,91%) 17 (12,23%) 16 (11,51%) 17 (12,23%) 19 (13,66%) 3 (2,15%) 3 (2,15%) 5 (3,62%) 5 (3,62%) 9 (6,47%) 9 (6,47%) 12 (8,64%) 7 (5,04%) 12 (8,63%) 16 (11,53%) 22 (15,82%) 25 (17,98%) 26 (18,70%) 31 (22,30%)

Total 93 (66,90%) 46 (33,10%) 139 (100%)

Penelitian ini menunjukkan bahwa elemen gigi yang paling sering terkena trauma adalah gigi insisivus sentralis maksila kanan yaitu sebanyak 52 gigi (34,67%) selanjutnya gigi insisivus sentralis maksila kiri sebanyak 22 gigi (14,67%) dan gigi yang paling sedikit terkena trauma yaitu kaninus maksila kanan sebanyak 1 gigi (0,67%). Bagian mandibula gigi yang paling sering terkena trauma adalah gigi insisivus sentralis kanan yaitu sebanyak 18 gigi (12%) lalu diikuti gigi insisivus sentralis kanan sebanyak 12 gigi (8%) sementara gigi yang paling sedikit terkena trauma adalah kaninus kanan sebanyak 2 gigi (1,33%) (Tabel 5).


(13)

Tabel 5. Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan elemen gigi

Berdasarkan etiologi terjadinya trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi dikarenakan terjatuh yaitu sebanyak 49 anak (32,66%), dibandingkan dengan olahraga 36 anak (24%), karena bermain 35 anak (23,34%), berkelahi 19 anak (12,66%), dan yang paling sedikit akibat kecelakaan 11 anak (7,34%) (Tabel 6).

Tabel 6. Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan etiologi.

Etiologi Frekuensi Persentase (%)

Jatuh Olahraga Kecelakaan Berkelahi Bermain Physical Abuse

Makanan Terlalu Keras

49 36 11 19 35 - - 32,66% 24% 7,34% 12,66% 23,34% - -

Total 150 100 %

Berdasarkan lokasi terjadinya trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi disekolah yaitu sebanyak 72 anak (48%) ini lebih banyak terjadi dibandingkan dengan dirumah yaitu sebanyak 54 anak (36%), dijalan sebanyak 13 anak (8,67%) dan yang paling sedikit terjadi di tempat olahraga yaitu 11 anak (7,33%) (Tabel 7).

Elemen gigi Frekuensi Persentase (%)

11 12 13 21 22 23 31 32 33 41 42 43 52 13 1 22 10 3 12 8 2 18 5 4 34,67% 8,66% 0,67% 14,67% 6,67% 2,00% 8,00% 5,33% 1,33% 12,00% 3,33% 2,67%


(14)

Tabel 7. Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan lokasi terjadinya trauma

Lokasi Terjadinya Trauma

Frekuensi Persentase (%) Dirumah

Disekolah

Di tempat olahraga Dijalan Tempat lain 54 72 11 13 - 36% 48 % 7,33% 8,67% -

Total 150 100 %

Trauma gigi permanen anterior paling sering menyebabkan fraktur enamel yaitu sebanyak 77 gigi (51,33%), diikuti fraktur enamel-dentin sebanyak 44 gigi (29,34%), luksasi ekstrusi 5 gigi (3,33%), luksasi intrusi 6 gigi (4%), dan avulsi 2 gigi (1,33%) (Tabel 8).

Tabel 8. Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan klasifikasi traumagigi

Penelitian ini menunjukkan bahwa 120 anak (80%) yang mengalami trauma hanya dibiarkan saja tidak dilakukan perawatan, lalu sebanyak 30 anak (20%) anak dilakukan perawatan penambalan gigi (tabel 9).

Tabel 9. Distribusi trauma gigi permanen anterior berdasarkan perawatan.

Perawatan Kasus Presentase (%)

Dibiarkan saja

Dibawa kedokter umum Dibawa kedoter gigi

• Tambalan • Pencabutan • Splinting Dibawa ke puskesmas

120 - 30 - - - 80% 20% -

Total 150 100%

Klasifikasi Trauma Frekuensi Presentase (%) Fraktur Enamel

Fraktur Enamel-dentin Fraktur Mahkota Kompkes Luksasi Ekstrusi Luksasi Instrusi Avulsi 77 44 16 5 6 2 51,33% 29,34% 10,67% 3,33% 4% 1,33%


(15)

BAB 5 PEMBAHASAN

Trauma gigi anterior sangat sering terjadi pada anak. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prevalensi dari berbagai negara terutama pada gigi permanen. Trauma gigi permanen anterior pada anak dapat menyebab kehilangan gigi secara dini yang berdampak pada kehidupan sosial anak, menganggu fungsi berbicara dan pengunyahan.1,2 Pada penelitian ini riwayat trauma gigi didapat dari hasil wawancara dengan subjek peneliti sehingga didapat sampel sebanyak 612 anak usia 6-12 tahun.

Kecamatan Medan Barat yang diwakili oleh SD Pertiwi dan SDN 060843 dan di kecamatan Medan Sunggal diwakili oleh SD Panca Budi dan SDN 060916 terdapat 22,71% (Tabel 3) anak yang terkena trauma gigi permanen anterior. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Andreasen dan Ravn cit. Glendor sebesar 22% kasus sementara Trabert J, dkk sebesar 18,9% kasus. Hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian Sgan-Cohencit. Glendor, dkk yaitu 29,6% dan Malikew, dkk sebesar 35% kasus. Penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan penelitian V.M. Martin, dkk di Brazil dengan hasil 12,7% kasus. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, dan budaya yang berbeda.2,5,6,17

Pada penelitian ini dijumpai perbedaan prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan anak laki-laki lebih sering terkena trauma dari pada anak perempuan dengan presentase anak laki-laki sebanyak 15,20% dibandingkan dengan anak perempuan 7,51% (Tabel 3). Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Orlando GG, dkk dan Martins VM, dkk yang menyatakan bahwa anak laki-laki sering terkena trauma gigi permanen daripada perempuan. Prevalensi yang lebih tinggi pada anak laki-laki daripada anak perempuan ini dikaitkan dengan perbedaan aktivitas antara anak laki-laki dan perempuan, dimana anak laki-laki lebih aktif dalam bermain dan berolahraga daripada anak perempuan, hal ini dikemukakan oleh Andreasen dan Glendor bahwa anak laki-laki lebih banyak dua kali terkena trauma gigi daripada anak perempuan.2,3,6,10

Penelitian menunjukkan bahwa presentase trauma gigi anterior tertinggi terdapat pada anak usia 12 tahun yaitu sebanyak 22,30% sementara presentase yang terendah terdapat pada anak usia 6 tahun yaitu sebanyak 5,04% (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan penelitian Bonini, dkk dan Cameron A, dkk bahwa yang paling sedikit terkena trauma


(16)

adalah anak usia 6 tahun dan yang teringgi 11 tahun dan 12 tahun. Bastone, dkk menyatakan bahwa frekuensi tertinggi trauma gigi adalah pada usia 9-15 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia 9-15 tahun aktifitas anak sudah mulai meningkat. Pada penelitian ini dijumpai bahwa trauma gigi paling sering pada anak laki-laki adalah usia 12 tahun yaitu sebanyak 19 anak 13,66% (Tabel 4). Pada anak perempuan dijumpai hasil tertinggi adalah usia 12 tahun yaitu sebanyak 12 anak 8,64%. Hasil terendah untuk anak laki-laki dijumpai pada anak usia 6 tahun yaitu sebanyak 4 anak 2,89% dan untuk anak perempuan hasil terendah dijumpai pada anak usia 6 tahun dan 7 tahun yaitu masing-masing 3 anak 2,15%.Tingginya prevalensi pada anak laki-laki usia 12 tahun karena anak lebih aktif bermain, berolahraga dan mereka lebih memiliki banyak aktitas maka resiko terjadinya trauma lebih besar.16,18,19

Hasil penelitian ini mendapatkan jumlah gigi yang terkena trauma adalah sebanyak 150 gigi. Gigi insisivus sentralis maksila kiri merupakan elemen gigi yang paling sering terkena trauma yaitu sebanyak 34,67% (Tabel 5) diikuti insisivus sentralis maksila kiri sebanyak 14,67%, insisivus sentralis maksila kanan sebanyak 14,67% insisivus sentralsi mandibula kiri sebanyak 12,0%. Gigi yang paling sedikit terjadi trauma yaitu kaninus maksila kiri sebanyak 0,67% diikuti kaninus mandibula kanan sebanyak 1,33%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Othman, dkk yang menyatakan bahwa gigi insisivus sentralis atas lebih sering terkena trauma. Gigi insisivus sentralis atas lebih sering terkena trauma sering kali dikaitkan dengan protrusi dan penutup bibir yang tidak adekuat. Keadan ini sering dijumpain peneliti pada beberapa anak yang mengalami trauma pada gigi insisivus sentralis.1,8

Hasil penelitian ini menemukan terjatuh sebagai sebab utama dari trauma gigi permanen anterior yaitu sebanyak 32,66% (Tabel 6), lalu diikuti oleh trauma ketika berolahraga yaitu 24,0%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Glendor bahwa terjatuh merupakan penyebab utama dari trauma gigi. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Patel MC, dkk dan Bastone EB, dkk yang menyatakan terjatuh merupakan penyebab trauma yang paling sering terjadi diikuti oleh kecelakaan dan bermain. Melihat hal tersebut The American Academy of Pediatry Dentistry (AAPD) menganjurkan penggunaan alat pelindung ketikan beraktifitas yang dapat mendistribusikan kekuatan sehingga mencegah terjadinya trauma terhadap gigi, rahang, lidah, bibir, dan pipi yang dikenal sebagan mouthguard. Penyebab lain trauma gigi yaitu bermain, kecelakaan dan kendaraan.2,3,7,15,16


(17)

Trauma gigi yang paling sering terjadi disekolah sebanyak 48% dan dirumah sebanyak 36% (Tabel 7). Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar aktifitas anak berada disekolah maupun dirumah,hal ini sesuai dengan penelitian Glendor, dkk menyatakan lokasi terjadi trauma pada anak sering terjadi disekolah ataupun dirumah setelah itu di jalan, di tempat olahraga dan ditempat umum lainnya, hal ini karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya disekolah dan dirumah daripada dilokasi lainnya hal berbeda dijumpai pada Bastone, dkk menyatakan bahwa trauma gigi permanen paling sering terjadi dirumah maupun disekolah. Tempat lain yang menjadi lokasi terjadinya trauma yaitu di jalan raya dan di tempat olahraga. 3,15,16

Penelitian ini menunjukkan bahwa fraktur enamel merupakan kasus yang paling sering ditemukan yaitu sebanyak 51,33% diikuti oleh fraktur enamel dentin yaitu sebanyak 29,34% kasus, fraktur mahkota kompleks 10,67% kasus, lalu luksasi intrusi sebanyak 4,0% kasus, luksasi ekstrusi sebanyak 3,33% kasus dan terendah avulsi sebanyak 1,33% (Tabel 8). Penelitian ini tidak jauh dengan beda dengan penelitian Patel Mc, dkk yang mendapatkan fraktur enamel sebanyak 46,7% lalu diikuti fraktur enamel-dentin sebanyak 35,45% kasus, fraktur mahkota kompleks sebanyak 12,71% kasus, dan avulsi sebanyak 2,69% kasus. Presentase hasil peneltian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Nooshen Asim Khan dkk di Pakistan yang mendapatkan fraktur enamel sebanyak 14,85% kasus sementara De Costa dkk di Brazil mendapatkan hasil yang lebih rendah yaitu sebanyak 7,6% kasus. Penelitian diatas menunjukkan fraktur enamel merupakan kasus trauma paling sering yang dialami lalu diikuti fraktur enamel-dentin dan fraktur mahkota kompleks.7,9,12

Pada penelitian ini mendapatkan sebanyak 80% (Tabel 9), kasus trauma gigi pada anak yang hanya dibiarkan saja oleh orang tua dan hanya 20% kasus yang dibawa kedokter gigi untuk melakukan penambalan. Banyaknya kasus trauma yang tidak dirawat mungkin disebabkan karena kurangnnya kesadaran akan kesehatan gigi, hal tersebut dapat terjadi karena perawatan trauma gigi yang mahal dan dikarenakan kasus dalam penelitian ini didominasi oleh fraktur enamel yang tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak menganggu kualitas hidup anak maka para orang tua malas untuk memeriksanya kedokter gigi.


(18)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal sebanyak 22,71%.

2. Terdapat perbedaan prevalensi trauma gigi anterior antara laki-laki dan perempuan yaitu anak laki-laki lebih sering terkena trauma 15,20% dibandingkan perempuan 7,51%.

3. Usia paling umum terjadinya trauma gigi anterior pada penelitian ini usia 12 tahun adalah 22,30% anak, lalu usia 11 tahun 18,70% anak, usia 10 tahun 17,98% anak, usia 9 tahun 15,82% anak, usia 8 tahun 11,53% anak, usia 7 tahun 8,63% anak, usia 6 tahun 5,04% anak.

4. Etiologi utama terjadinya trauma gigi yaitu karena jatuh sebanyak 32,66%, dan lokasi yang paling sering terjadi trauma yaitu disekolah sebanyak 48%.

5. Berdasarkan klasifikasi Andreasen yang diadopsi oleh WHO fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur enamel sebanyak 51,33% kasus, lalu fraktur enamel-dentin sebanyak 29,34% kasus, fraktur mahkota kompleks sebanyak 10,67% kasus, luksasi intrusi 4,0% kasus, luksasi ekstrusi 3,33% kasus, dan yang paling sedikit terjadi avulsi 1,33% kasus.

6. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak yang mengalami trauma gigi dapat dilihat dari sebagian besar orangtua pada 80% trauma tersebut yang membiarkan saja tanpa melakukan perawatan apapun terhadap anak yang mengalami trauma gigi.

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada dokter gigi dan tenaga kesehatan masyarakat agar lebih memperhatikan upaya penyuluhan dan edukasi tentang pencegahan terjadinya trauma gigi pada anak dan penanganan trauma serta dampak yang ditimbulkan.

2. Perlunya edukasi kepada orangtua terhadap perawatan segera yang harus dilakukan orangtua apabila anak mengalami trauma gigi permanen karena perawatan tersebut akan mempengaruhi prognosis.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi dan Prevalensi

Trauma gigi merupakan kejadian paling sering terjadi pada anak. Hal ini ditunjukkan dari beberapa survei tentang trauma gigi anak di dunia memperlihatkan angka trauma yang cukup tinggi. Beberapa survei di Brazil menunjukkan sebanyak 27,56% anak yang terkena trauma pada masa gigi permanen. Penelitian Carvalho B, et al pada anak usia 6-7 tahun diperoleh prevalensi trauma gigi sebanyak 9,1% dari 1791 siswa/i yang diperiksa. Trabert J, et al pada anak usia 12 tahun terdapat prevalensi 18,9% terkena trauma gigi dari 307 siswa/i yang diperiksa.Penelitian V.M Martins, et al terdapat 12,7% anak yang terkena trauma berusia 7-14 tahun.Penelitian Patel MC, et al menyatakan 8,79% anak terkena trauma gigi usia 8-13 tahun dari 3708 anak yang diperiksa. Penelitian Othman M, et al pada anak usia 8-10 tahun diperoleh prevalensi 44,74% dari 3705 anak yang diperiksa.2-8

Trauma gigi permanen lebih sering terjadi di luar rumah atau disekolah seperti terjatuh, saat berolah raga, kecelakaan, dan bermain.Penelitian Nooshen Asim Khan, et al dari 336 anak yang terkena trauma gigi sebanyak 66,9% karena terjatuh, sebanyak 11,9% anak karena terkena benda-benda keras, sebanyak 9,2% anak karena kecelakaan, sebanyak 6,2% anak karena kekerasan, dan 5,6% anak karena olahraga.9Menurut Traebert

J, et al terdapat 47,9% anak trauma gigi permanen akibat terjatuh, sebanyak 37,5% anak

akibat olah raga, karena kecelakaan sebanyak 21% anak, karena makanan keras 21% dari 307 anak yang terkena trauma gigi permanen.5Penelitian Orlando GG,et al terdapat 51,71% anak terkena trauma gigi akibat terjatuh, sebanyak 22,9% anak akibat kecelakaan, sebanyak 5,67% akibat kekerasan kidari 847 anak yang terkena trauma gigi permanen.10Penelitian Patel MC, et al menunjukkan sebanyak 43,86% anak yang terkena trauma gigi diakibatkan karena terjatuh, sebanyak 18,71% anak akibat benturan benda, sebanyak 8,26% akibat berolah raga, sebanyak 5,83% akibat kecelakaan, sebanyak 9,2% akibat kekerasan, dan sebanyak 5,21% anak akibat makanan yang terlalu keras dari 326


(20)

anak yang terkena trauma. Perbedaan proporsi dari trauma gigi ini tergantung pada sejumlah faktor yaitu kepadatan penduduk, wilayah, sosial ekonomi, dan lingkungan.2,7

Faktor predisposisi trauma gigi permanen ini antara lain faktor lingkungan, tingkah laku, adanya penyakit atau kecacatan.Penyebab trauma yang lain yaitu trauma langsung dan tidak langsung. Trauma gigi langsung adalah gigi secara langsung terkena benda penyebab trauma seperti saat anak berkelahi atau terjatuh. Sementara trauma gigi tidak langsung adalah gigi secara tidak langsung mengenai benda penyebab trauma seperti benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan tekanan yang besar.11

Trauma gigi juga sering terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas lalu selanjutnya gigi insisivus sentralis rahang bawah. Penelitian Patel MC, et al sebanyak 83% trauma gigi terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas dan pada gigi lnsisivus sentralis rahang bawah 9,05%. Penelitian Othman menyatakan sebanyak 68,7% trauma gigi terjadi pada insisivus sentralis rahang atas dan 15,7% pada gigi insisivus sentralis rahang bawah.7,8,12

Beberapa penelitian trauma gigi yang lebih sering terjadi adalah fraktur enamel lalu diikuti fraktur enamel dentin dan fraktur mahkota kompleks. Penelitian Patel MC, et al dari 409 anak terdapat 46,7% kasus yang terkena fraktur enamel, sebanyak 35,45% kasus fraktur enamel dentin, sebanyak 12, 71% kasus terkena fraktur mahkota kompleks.6 Penelitian De costa AM, et al sebanyak 7,6% kasus mengalami fraktur enamel, sebanyak 2,8% kasus fraktur enamel dentin, sebanyak 1,4% kasus mengalami fraktur kompleks selebihnya mengalami fraktur pada jaringan periodontal.7,12

Prevalensi trauma gigi anak laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki lebih berisiko terkena trauma gigi dibanding anak perempuan. Hal ini disebabkan karena aktifitas anak laki-laki lebih sering terlibat dalam kegiatan fisik seperti berkelahi, berolahraga, dan menggunakan berbagai jenis mainan yang dapat berpotensi menyebabkan trauma gigi. Carvalho B, et al sebanyak 11,2% anak laki- laki terkena trauma gigi sedangkan perempuan 9,1%.4Patel Mc, et al menunjukkan dari 3708 sampel anak yang mengalami trauma pada gigi anterior permanen sebanyak 1867 anak laki laki yang terkena trauma gigi sedangkan anak perempuan sebanyak 1842 anak.7 Orlando GG,

et al sebanyak 72,01% anak laki laki terkena trauma sementara anak perempuan sebanyak

27,99%. Penelitian ini menunjukkan bahwa anak laki-laki cenderung lebih sering terkena trauma daripada anak perempuan. Hal ini berbeda dengan penelitian De costa AM, et al


(21)

yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan ditemukan antaara anak laki-laki dan perempuan.4,7

2.2 Klasifikasi Trauma Gigi

Salah satu klasifikasi yang telah diterima secara internasional adalah klasifikasi Andreasen yang diadopsi WHO. WHO mengklasifikasikan menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung; kerusakan pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut.2,3

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa meliputi beberapa hal yaitu2,3 : a). Retak mahkota adalah fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan

struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.

b). Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

c). Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crownfracture) yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

d). Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

e). Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa. f). Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) adalah fraktur

yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan pulpa.

g). Fraktur akar (root fracture) adalah fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa.


(22)

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung2,3 Kerusakan pada tulang pendukungterdiri atas:

a) Kerusakan soket alveolar yaitu pemadatan dari soket alveolar, pada kondisi ini dijumpai intrusi dan luksasi lateral.

b) Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur tulang alveolar yang meibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau oral dari dinding soket.

c) Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur yang mengenai prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

d) Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau mandibula yang melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar.2,3

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal2,3

Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi menjadi 6 yaitu:

a). Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi.

b). Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

c). Luksasi merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral. Hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

d). Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga mahkota gigi terlihat lebih panjang.

e). Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar sehingga mahkota gigi akan terlihat lebih pendek.


(23)

Gambar 2. Kerusakan pada Jaringan Periodontal1,2

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut2,3

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari 3 bagian yaitu: a). Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh

benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

b). Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

c). Luka abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet.

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma

Anak yang mengalami trauma gigi dan dibawa ke dokter gigi perlu dilakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan luka dan menanyakan keterangan yang berhubungan agar perawatan dapat direncanakan dengan baik.Data-data tentang kesehatan umum maupun kesehatan gigi dan mulut merupakan informasi penting yang dapat mempengaruhi diagnosis dan perawatan. Riwayat kesehatan lengkap harus ditanyakan oleh dokter gigi. Hal ini dapat ditanyakan melalui orangt tuanya.2,13


(24)

Riwayat kesehatan umum yang berhubungan dan dapat mempengaruhi perawatan gigi adalah penyakit jantung, kelainan pembuluh darah, alergi obat-obatan, kelainan syaraf, dan status profilaxis tetanus. Pertanyaan yang terpenting untuk menggali informasi kesehatan gigi dan mulut anakadalah mengenai kapan, dimana, dan bagaimana kecelakaan itu terjadi.2,13

Pemeriksaan pasien yang mengalami trauma terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, dan keluhan pasien, sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografis untuk dapat melihat ukuran pulpa dan jarak garis fraktur, dan kelainan pada jaringan pendukung.2,3,13

Riwayat kesehatan sangat penting untuk pembentukan rencana perawatan dan menentukan prognosis dengan status kesehatan anak secara keseluruhan. Pemeriksaan ekstraoral dilihat apakah ada pembengkakan, memar atau laserasi jaringan lunak yang mungkin dapat menunjukkan kerusakan tulang dan trauma gigi. Pemeriksaan intraoral melihat adanya mobiliti gigi yang mungkin dapat mengetahui adanya fraktur akar, perubahan posisi gigi. Perkusi untuk menunjukkan adanya cedera pada jaringan periapeks seperti fraktur akar.2,3,13

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang berupa radiografi, tes elektrik dan uji termal. Pada fraktur yang dapat terlihat secara klinis yaitu seperti fraktur enamel, fraktur mahkota, avulsi, displacement umumnya dapat ditegakkan hanya dengan riwayat dan pemeriksaan klinis. Kasus fraktur yang diperkirakan terjadi dibagian akar gigi atau tulang alveolus membutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi untuk memastikannya agar dapat melihat kerusakan struktur gigi dengan jelas.Pada proses menegakkan diagnosis, ada baiknya dokter gigi mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak dalam sebuah formulir yang dianjurkan. Rekam medis khusus trauma ini nantinya akan berfungsi sebagai bantuan untuk dokter dalam melakukan perawatan selanjutnya.2,3,13,14

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu dokter gigi dapat menegakkan diagnosis dan dokter gigi dapat mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak dalam sebuah formulir yang dianjurkan. Formulir ini nantinya akan berfungsi sebagai bantuan untuk dokter dalam melakukan perawatan selanjutnya.2,3,14


(25)

2.4 Penanganan Darurat

Prognosa trauma gigi akan menjadi lebih baik jika orang tua dan masyarakat menyadari langkah–langkah pertolongan pertama dan kebutuhan untuk mencari pengobatan segera. Riwayat kesehatan anak, pola tingkah laku anak dan bentuk trauma yang terjadi pada anak harus dipertimbangkan dalam melakukan penanganan darurat untuk menentukan perawatan yang tepat.

Trauma gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan.Tindakan darurat yang harus dilakukan seperti debridement luka, penjahitan, kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak, dan pemberian anti tetanus serum bila ada kemungkinan luka yang didapat sepsis.13,15

Trauma gigi yang hanya mengenai enamel atau hanya menyebabkan retaknya enamel, selain prosedur diagnostik yang lengkap, perawatan dilakukan dengan menghaluskan struktur gigi yang kasar saja dan dikontrol setelah 2 minggu dan 1 bulan setelah terjadi trauma. Trauma gigi yang mengenai enamel dan dentin memerlukan restorasi sementara, atau indirect pulp capping. Trauma gigi yang mengenai pulpa dan saluran akar memerlukan perawatan dengan tujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa. Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping, pulpotomi, ataupun pulpektomi Pada gigi yang mengalami avulsi, penanganan darurat yang dapat dilakukan adalah dengan menyimpan gigi yang avulsi tersebut di dalam cairan susu sebelum kemudian dibawa ke dokter gigi untuk ditanamkan kembali sesegera mungkin. Cairan susu dipilih sebagai media penyimpanan karena dapat membantu mempertahankan vitalitas dari jaringan ligamen periodontal. Susu dianggap lebih baik menjadi media penyimpanan dibanding saliva karena pada saliva terdapat banyak bakteri. Media lain yang juga dapat digunakan untuk penyimpanan adalah cairan saline fisiologis dan albumin telur..13-16


(26)

2.5 Kerangka Teori

Riwayat, pemeriksaan kinis dan diagnosis Perawatan Lanjutan

Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan

Pulpa

Kerusakan pada Tulang

Pendukung Kerusakan pada Jaringan

Periodontal

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga

Mulut Penanganan Darurat dan

Perawatan

Pencegahan trauma gigi

Trauma gigi (Klasifikasi trauma Andreasen yang diadopsi oleh

WHO)

Etiologi Predisposi


(27)

2.6 Kerangka Konsep

Anak usia 6 – 12 tahun

Trauma gigi permanen anterior berdasarkan:

• Klasifikasi trauma gigi Andreasen yang diadopsi WHO.

• Etiologi trauma gigi berdasarkan usia.

• Prevalensi trauma gigi berdasarkan elemen gigi. • Prevalensi trauma gigi

berdasarkan usia. • Prevalensi trauma gigi

berdasarkan jenis kelamin.

• Prevalensi perawatan darurat yang dilakukan.


(28)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma gigi adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu jaringan atau struktur gigi. Trauma gigi anterior sering terjadi pada anak karena motorik anak belum terkoordinasi dengan baik dan anak lebih aktif daripada orang dewasa serta penilaian tentang suatu keadaan belum cukup baik sehingga sering terjatuh saat belajar berjalan, berlari, bermain, dan berolahraga. Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu fungsi bicara, pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi tetap sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan gigi serta rahang. Kehilangan gigi secara dini terutama gigi anterior akan menyebabkan gangguan psikologis pada anak.1 Selain itu trauma gigi permanen anterior juga akan berdampak pada kehidupan sosial seperti anak akan malu kesekolah karena giginya yang patah atau anak akan malas berbicara kepada teman-teman dan orang tuanya. Hal ini juga diutarakan oleh Andreasen yang mengatakan bahwa trauma gigi sangat besar dampak negatif terhadap kualitas hidup anak.2

Trauma gigi merupakan suatu masalah karena frekuensiyang tinggi dan sering terjadi padausia muda ketika pertumbuhan dan perkembangan terjadi dengan sangat pesat.Menurut Glendor pada tahun 2001 di Brazil sebanyak 10,5% anak terkena trauma gigi, sedangkan tahun 2003 di Brazil sebanyak 17,3% anak terkena trauma gigi, pada tahun 2006 di Brazil sebanyak 18,9% dan pada tahun 2007 sebanyak 20,4%. Hal ini menunjukkan bahwa insidensi trauma gigi mengalami peningkatan dari setiap tahunnya.3

Perawatan trauma gigi membutuhkan perawatan yang khusus dan membutuhkan waktu yang lama serta pemeriksaan yang berkala. Berdasarkan penelitian banyak orangtua yang anaknya mengalami trauma tidak langsung membawanya kedokter gigi sehingga hal ini menyebabkan anak tidak langsung mendapatkan perawatan yang tepat.3

Klasifikasi trauma gigi dapat berdasarkan dari beberapa klasifikasi yaitu klasifikasi Andreasen, World Health Organization (WHO), Ellis & Davey dan lain-lain.Peneliti menggunakan klasifikasi Andreasen yang diadopsi oleh WHO untuk mengidentifikasi jenis trauma gigi dikarenakan klasifikasi tersebut dapat menjelaskan


(29)

secara detail kasus trauma gigi. Klasifikasi ini meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada jaringan periodontal, kerusakan pada jaringan tulang pendukung dan kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut.2-4

Berdasarkan penelitian dari berbagai negara frekuensi terjadi trauma gigi terus meningkat. Data mengenai prevalensi trauma gigi di Indonesia khususnya di kota Medan masih sangat sedikit, serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang trauma gigi, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan Umum

1. Berapakah prevalensi trauma gigi anterior pada anak usia 6-12 tahun di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?

2. Bagaimana etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan usia di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?

3. Bagaimana tindakan perawatan yang dilakukan terhadap kasus trauma gigi yang terjadi pada anak usia 6-12 tahun di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?

Rumusan Khusus

1. Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan klasifikasi trauma gigi Andreason yang diadopsi oleh WHO di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?

2. Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan elemen gigi di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?

3. Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?

4. Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan tempat terjadi trauma di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?

5. Bagaimana etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan usia di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?

6. Bagaimanakah perawatan emerjensi yang dilakukan pada kasus trauma gigi anak usia 6-12 tahun berdasarkan usia di SD Medan Barat dan Medan Sunggal?


(30)

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui prevalensi trauma gigi anterior pada anak usia 6-12 tahun di SD Medan Barat dan Medan Sunggal.

2. Untuk mengetahui etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan usia di SD Medan Barat dan Medan Sunggal.

3. Untuk mengetahui tindakan perawatan yang dilakukan terhadap kasus trauma gigi yang terjadi pada anak usia 6-12 tahun di SD Medan Barat dan Medan Sunggal.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan klasifikasi trauma gigi Andreason yang diadopsi oleh WHO di SD Medan Barat dan Medan Sunggal.

2. Untuk mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan elemen gigi di SD Medan Barat dan Medan Sunggal.

3. Untuk mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan jenis kelamin di SD Medan Barat dan Medan Sunggal.

4. Untuk mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan tempat terjadi trauma di SD Medan Barat dan Medan Sunggal.

5. Untuk mengetahui etiologi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun berdasarkan usia di SD Medan Barat dan Medan Sunggal.

6. Untuk mengetahui perawatan emerjensi yang dilakukan pada kasus trauma gigi anak usia 6-12 tahun berdasarkan usia di SD Medan Barat dan Medan Sungga.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah :

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk mengadakan penelitian selanjutnya.

b. Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.


(31)

c. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan gigi untuk merencanakan program penyuluhan kesehatan mengenai trauma gigi pada anak-anak terkait upaya pencegahan dan penanggulangan pendahuluan pada trauma gigi yang harus dilakukan.

d. Sebagai bahan masukan kepada orang tua dan anak mengenai trauma gigi sehingga mereka lebih dapat berhati-hati saat beraktifitas dengan cara melakukan penyuluhan.


(32)

PREVALENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR

PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI KECAMATAN MEDAN

BARAT DAN MEDAN SUNGGAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

AWANDA NAULI SIREGAR NIM : 100600072

Pembimbing:

Ami Angela Harahap drg., Sp.KGA., M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(33)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 01 Juli 2015

Pembimbing: Tanda tangan

Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., M.Sc


(34)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 01 Juli 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA

ANGGOTA : 1. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA


(35)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedoteran Gigi Anak

Tahun 2015

Awanda Nauli Siregar

Prevalensi Trauma Gigi Anterior pada Anak Usia 6-12 Tahun di Kecamatan

Medan Barat dan Medan Sunggal.

xi + 30 halaman

Trauma gigi adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan

olehtindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu jaringan atau struktur

gigi. Penelitian ini dilakukan dilakukan untuk mengetahui besar prevalensi trauma gigi

permanen anterior pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Barat dan Medan

Sunggal.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel 612 anak usia 6-12

tahun yang diambil secara multistage random sampling dari 2 SD di Kecamatan Medan

Barat dan 2 SD di Kecamatan Medan Sunggal. Pemeriksaan rongga mulut serta

wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan hasil yang diperoleh lalu dicatat pada

lembar pemeriksaan. Data yang didapatkan diolah dengan komputer lalu dihitung dalam

bentuk presentase dan disajikan dalam bentuk tabel.

Hasil yang diperoleh sebanyak 22,71% yang terkena trauma dari 612 anak yang

telah diperiksa. Anak laki-laki lebih sering terkena trauma gigi permanen anterior

dibandingkan dengan anak perempuan dengan presentase masing-masing sebesar 15,20%

dan 7,51%. Etiologi trauma gigi permanen anterior tertinggi disebabkan terjatuh 32,66%

dan lokasi yang paling sering terjadinya trauma gigi adalah disekolah 48% kasus.


(36)

yaitu fraktur enamel sebanyak 51,33% kasus diikuti oleh fraktur enamel-dentin sebanyak

29,34% kasus. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak yang mengalami trauma gigi

dapat dilihat dari kebanyakan orangtua yang tidak melakukan perawatan apapun terhadap

anak yang mengalami trauma gigi permanen 80% kasus. Kesimpulan penelitian ini adalah

prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 6-12 tahun termasuk cukup

tinggi sehingga diperlukan perhatian menanggulangi hal tersebut.


(37)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telahmemberikan rahmat dan karunia-Nya sehinggapenulisdapat menyelesaikan penulisan skripsi denganjudul “Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Usia 6-12 Tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal” yang merupakansalahsatu syaratuntukmendapatkangelarSarjanaKedokteran Gigi.

Penulis telah banyak mendapat bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada keluarga, terutama untuk ayahanda Ir. Ali Mukti Siregar dan Ibunda Dra. Mascahaya Daulay, M.Hum. serta adik penulis Puspa Dumasari Siregar atas perhatian, dukungan, dan doa yang telah diberikan selama ini.

Secara khusus penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk untuk membimbing, membantu, serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Yati Roesnawi, drg selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA) serta seluruh staf pengajar dan tenagaadministrasi Departemen IKGA yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Zulfi Amalia B,drgselaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan masukan dalam bidang akademik kepada penulis.

5. Kepala sekolah, pengajar dan seluruh murid SD di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal yang telah berpartisipasi atas penelitian yang dilakukan.

6. Sahabat-sahabat terbaik penulis Rosmi Alvida, Ellin Faradina, Tika, Rezeki, Ica, Tia dan Nurul Yunita atas semangat, dukungan dan bantuan yang telah diberikan hingga penulis menyelesaikan skripsi.

7. Teman-teman seperjuangan di Departemen IKGA Mala, Ridho, Dea, Dewi, Andah dan Sahira sertateman-teman angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu


(38)

persatu yang telah memberikan bantuan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

Penulismenyadaribahwamasihbanyakkekurangan di dalampenulisanskripsiinidanpenulismengharapkan saran dankritik yang

membangununtukmenghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari juga semoga skripsi ini dapat memberikansumbanganilmu yang bergunabagi fakultas dan mahasiswa Kedokteran Gigi.

Medan, Penulis,

(Awanda Nauli Siregar)


(39)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Etiologi dan Prevalensi ... 5

2.2 Klasifikasi Trauma ... 7


(40)

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung ... 8

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal ... 8

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut .... 9

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma ... 9

2.4 Penanganan Darurat... 11

2.5 Kerangka Teori ... 12

2.6 Kerangka Konsep ... 13

BAB 3METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Jenis Penelitian ... 14

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

3.3 Populasi dan Sampel ... 14

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 16

3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 20

BAB 4HASIL PENELITIAN ... 21

4.1 Karakteristik Responden ... 21

4.2 Prevalensi Trauma Gigi ... 22

BAB 5 PEMBAHASAN... 26

BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

6.1 Kesimpulan ... 29

6.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31


(41)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Definisi operasional ... 16

2 Distribusi frekuensi karateristik responden anak di Kecamatan

Medan Barat dan Medan Sunggal ... 21

3 Prevalensi kejadian trauma gigi permanen anterior ... 22

4 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

jenis kelamin dan usia ... 22

5 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

jenis kelamin dan usia ... 23

6 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

elemen gigi ... 24

7 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

etiologi ... 24

8 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

lokasi terjadi trauma ... 25

9 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

klasifikasi ... 25

10 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan


(42)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa ... 8


(43)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar pemeriksaan

2. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian

3. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

4. Surat persetujuan komisi etik

5. Data hasil penelitian


(1)

persatu yang telah memberikan bantuan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

Penulismenyadaribahwamasihbanyakkekurangan di dalampenulisanskripsiinidanpenulismengharapkan saran dankritik yang

membangununtukmenghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari juga semoga skripsi ini dapat memberikansumbanganilmu yang bergunabagi fakultas dan mahasiswa Kedokteran Gigi.

Medan, Penulis,

(Awanda Nauli Siregar)


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Etiologi dan Prevalensi ... 5

2.2 Klasifikasi Trauma ... 7


(3)

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung ... 8

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal ... 8

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut .... 9

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma ... 9

2.4 Penanganan Darurat... 11

2.5 Kerangka Teori ... 12

2.6 Kerangka Konsep ... 13

BAB 3METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Jenis Penelitian ... 14

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

3.3 Populasi dan Sampel ... 14

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 16

3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 20

BAB 4HASIL PENELITIAN ... 21

4.1 Karakteristik Responden ... 21

4.2 Prevalensi Trauma Gigi ... 22

BAB 5 PEMBAHASAN... 26

BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

6.1 Kesimpulan ... 29

6.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Definisi operasional ... 16 2 Distribusi frekuensi karateristik responden anak di Kecamatan

Medan Barat dan Medan Sunggal ... 21 3 Prevalensi kejadian trauma gigi permanen anterior ... 22 4 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

jenis kelamin dan usia ... 22

5 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

jenis kelamin dan usia ... 23

6 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

elemen gigi ... 24

7 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

etiologi ... 24

8 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

lokasi terjadi trauma ... 25

9 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan

klasifikasi ... 25

10 Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa ... 8


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar pemeriksaan

2. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian

3. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

4. Surat persetujuan komisi etik 5. Data hasil penelitian