Kerangka Teori Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Kendaraan Bermotor Terhadap Perjanjian Kredit Dalam Perusahaan Pembiayaan ( Leasing ) Atas Klaim Dari Tertanggung (Studi Pada Perusahaan Pembiayaan PT. Dipo Star Finance Cabang Medan)

14 PEMBIAYAAN LEASING ATAS KLAIM DARI TERTANGGUNG STUDI PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT. DIPO STAR FINANCE CABANG MEDAN, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa sampai saat ini belum pernah ada penulis lain yang melakukan penelitian dengan judul diatas namun ada beberapa tesis yang membahas tentang asuransi kendaraan bermotor yaitu: Tesis Rismalida Simarsoit 057011077Mkn dengan judul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Studi pada PT.Asuransi Wuwungan Cabang Medan. Adapun Permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah: a. Bagaimana tata cara pelaksanaan klaim asuransi kendaraan bermotor yang terjadi di PT. Asuransi Wuwungan Cabang Medan? b. Bagaimana tuntutan klaim dilakukann seandainya polis hilang? c. Bagaimana penyelesaian klaim jika terjadi sengketa antara perusahaan dengan nasabah? Dengan demikian sampai saat ini penelitian tesis ini benar-benar asli dan bukan hasil karya atau penulisan orang lain.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam perkembangannya, ilmu hukum tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi, karena aktivitas penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. Universitas Sumatera Utara 15 Teori bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta- fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 17 Teori berasal dari kata Theoria dalam bahasa Latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut realitas. Menurut W.J.Neuman, yang pendapatnya dikutip dari Otje Salman dan Anton F. Susanto, menyebutkan bahwa: “Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia ini bekerja” 18 Teori merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah. 19 Menurut M. Solly Lubis, bahwa: “ Teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskan. Suatu penjelasan walau bagaimanapun menyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.” 20 Jadi teori adalah seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga 17 J.J.J.M.Wuisman, Penelitian Ilmu- Ilmu Sosial, Asas- Asas, penyunting : M. Hisyam, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal.203. 18 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal.5. 19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakrta, 1986, hal. 12. 20 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994 hal. 27. Universitas Sumatera Utara 16 menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut. 21 Fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistematiskan penemuan- penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 22 Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 23 Sedangkan kerangka teori pada penelitian hukum sosiologis atau empiris yaitu kerangka teoritis yang didasarkan pada kerangka acuan hukum. Apabila tidak terdapat acuan hukumnya maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi ilmu hukum. Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dan permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka pemikiran atau butir- butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di bidang hukum perasuransian dan pembiayaan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, 21 Maria S.W. Sumardjono, Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal. 12-13 dan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta,1989, hal. 19. 22 M. Solly Lubis I, Op Cit, hal. 17. 23 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, hal.35. Universitas Sumatera Utara 17 yang mungkin disetujui atau tidak disetujui yang merupakan masukan bagi penulis tesis ini. Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah suatu keharusan karena kerangka teori tersebut digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Adapun teori yang dapat dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian ini adalah teori tanggung jawab dari Hans Kelsen, yakni suatu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum. 24 Berdasarkan teori ini, tanggung jawab dilihat dari hubungan para pihak didalam perjanjian, dimana setiap hubungan hukum antara para pihak diawali dengan suatu perikatan atau perjanjian yang berakibat adanya tanggung jawab masing-masing perusahaan asuransi dan perusahaan pembiayaan. Para pihak dianggap wanprestasi apabila dia tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilaksanakan sebagai kewajibannya untuk memenuhi prestasinya. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, atau melakukan sesuatu yang menurut kontrak atau perjanjian tidak boleh dilakukan. Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara. 25 Dalam hubungan hukum para pihak akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang pada akhirnya menimbulkan tanggung jawab masing-masing. 24 Hans Kelsen Alih Bahasa oleh Somardi, General Theory of Law State , Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007, hal. 95. 25 R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Memberikan Kredit Menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta , 1991, hal. 88. Universitas Sumatera Utara 18 Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatannya, dengan demikian bertanggung jawab dalam pengertian hukum berarti adanya keterikatan atau tanggung jawab hukum. Tanggungjawab hukum dimaksudkan sebagai keterikatan terhadap ketentuan ketentuan hukum, dalam hal ini keterikatan antara pihak asuransi kepada lessee di perusahaan pembiayaan. Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatannya, oleh karena itu bertanggung jawab dalam pengertian hukum berarti suatu keterikatan. Dengan demikian tanggung jawab hukum legal responsibility sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan hukum. Bila tanggung jawab hukum hanya dibatasi pada hukum perdata saja maka orang hanya terkait pada ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan hukum diantara mereka. “Tujuan utama dari penerapan prinsip tanggung jawab dalam sistem hukum pada masyarakat primitif adalah untuk memelihara kerukunan antara individu-individu dengan cara penyelesaian yang dapat mencegah terjadinya pembalasan dendam. Namun, pada masyarakat modern ini dasar falsafah dan tujuan utama dari penerapan prinsip tanggung jawab adalah pertimbangan nilai-nilai dan rasa keadilan sosial secara luas baik dilihat dari segi moral maupun dari segi kehidupan sosial”. 26 Jadi segala sesuatu yang ditetapkan dan dilakukan yang akibatnya menyangkut orang banyak harus bisa dipetanggung jawabkan didalamnya mengandung unsur rasa keadilan sosial secara luas baik dilihat dari segi moralitas maupun segi kehidupan sosial. 26 HF Saefullah tanpa tahun, Beberapa Masalah Pokok Tentang Tanggung jawab Pengangkutan Udara, Pusat Penerbitan Universitas LPPM UNISBA, Bandung, hal. 8. Universitas Sumatera Utara 19 Saat ini banyak pemilik kendaraan yang melakukan pembelian kendaraan dengan cara mencicil. Jika terjadi musibah, pemilik kendaraan tetap harus membayar cicilan hingga masa pembayaran usai. Dalam posisi kepemilikan seperti itu, memindahkan risiko menjadi sangat penting dilakukan. Disinilah peran perusahaan asuransi sebagai pengambil alih risiko tersebut, dimana tanggung jawab dari lessee sebagai pemakai kendaraan beralih kepada perusahaan asuransi sebagai pihak yang bertanggung jawab apa bila kendaraan tersebut terkena musibah. Hidup penuh dengan risiko yang terduga maupun tidak terduga, oleh karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi. Beberapa kejadian alam yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan memakan banyak korban, baik korban jiwa maupun harta, seperti mengingatkan kita akan perlunya asuransi. Bagi setiap anggota masyarakat termasuk dalam dunia usaha, risiko untuk mengalami ketidakberuntungan seperti ini selalu ada. Dalam rangka mengatasi kerugian yang timbul, manusia mengembangkan mekanisme yang saat ini kita kenal sebagai asuransi. Perasuransian di Indonesia diatur dalam Bab I Pasal 1 Angka 1 Undang- Undang Nomor 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. 27 Sebelum diundangkannya undang-undang usaha perasuransian, kegiatan perasuransian di Indonesia hanya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan dan Ordonantie op het Levensverzkering bedriff Staatsblad 1941 No 101. Menurut Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1992, yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan 27 Tuti Rastuti, Op.Cit, hal 29 Universitas Sumatera Utara 20 mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. 28 Dalam pasal 246 KUHD Kitab Undang-Undang Hukum Dagang memberikan batasan perjanjian asuransi sebagai berikut; Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. 29 Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung 4 unsur, yaitu: a Pihak tertanggung insured yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur. b Pihak penanggung insure yang berjanji akan membayar sejumlah uang santunan kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu. c Suatu peristiwa accident yang tak terntentu tidak diketahui sebelumnya. 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian 29 Tuti Rastuti, Op.Cit, hal 29 Universitas Sumatera Utara 21 d Kepentingan interest yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tertentu. Perjanjian asuransi diatur dalam KUHD pada Buku 1 Bab IX secara terpencar- pencar mengatur tentang ketentuan umum asuransi, mulai pasal 246 sampai dengan pasal 289 KUHD dan Bab X tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen dan tentang pertanggungan jiwa. Pembuat Undang-undang menyatakan bahwa asuransi termasuk dalam perjanjian untung- untungan kans- overeenkommst dimana dalam perjanjian ini selain asuransi ada bunga cagak hidup dan perjudian vide Pasal 1774 KUHPerdata. Penegasan oleh pasal tersebut selanjutnya dikatakan asuransi diatur dalam pasal KUHD. Kemudian Undang- undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian selanjutnya ditulis UU Nomor 2 Tahun 1992 yang diundangkan pada tanggal 11 Februari 1992 dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1992, melengkapi ketentuan asuransi yang diatur dalam KUHD. Jadi oleh karena asuransi atau pertanggungan itu merupakan suatu perjanjian, maka di dalamnya paling sedikit tersangkut dua pihak. Pihak yang satu adalah pihak yang seharusnya menanggung risikonya sendiri, tetapi kemudian mengalihkannya kepada pihak lain, pihak pertama ini lazim disebut sebagai tertanggung atau dengan kata lain ialah pihak yang potensial mempunyai risiko. Sedangkan pihak yang lain ialah pihak yang bersedia menerima risiko dari pihak pertama dengan menerima suatu pembayaran yang disebut premi. Pihak yang menerima risiko pihak yang satu Universitas Sumatera Utara 22 tersebut lazim disebut sebagai penanggung biasanya perusahaan pertanggungan asuransi. Kewajiban utama penanggung dalam perjanjian asuransi sebenarnya adalah memberi ganti kerugian. Meskipun demikian kewajiban memberi ganti rugi itu merupakan suatu kewajiban bersyarat atas terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang diperjanjikan yang mengakibatkan timbulnya suatu kerugian. Artinya, pelaksanaan kewajiban penanggung itu masih tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang telah diperjanjikan oleh para pihak sebelumnya. Untuk sampai pada suatu keadaan dimana penanggungperusahaan harus benar-benar memberi ganti kerugian harus dipenuhi 3 tiga syarat berikut ini: 30 1. Harus terjadi peristiwa yang tidak tertentu yang diasuransikan. 2. Pihak tertanggung harus menderita kerugian. 3. Ada hubungan sebab akibat antara peristiwa dengan kerugian Apabila suatu kerugian terjadi sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu yang diperjanjikan, maka tentu saja penanggung harus memenuhi kewajibannya untuk memberi ganti kerugian. Meskipun demikian tidak setiap kerugian dan setiap adanya peristiwa selalu berakhir dengan pemenuhan kewajiban penanggung terhadap tertanggung, melainkan harus dalam suatu rangkaian peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat. 30 http:www.datacon.co.idAsuransi-2011 Pengertian Asuransi.html, diakses pada tanggal 24 April 2012 Universitas Sumatera Utara 23 Perusahaan asuransi sebagai penanggung dengan tegas memberikan kriteria dan batasan luasnya proteksi atau jaminan yang diberikannya kepada tertanggung. Kriteria dan batasan tersebut dicantumkan di dalam polis, sesuai dengan jenis asuransi yang bersangkutan. Sehingga setiap polis tercantum jenis peristiwa apa saja yang menjadi tanggung jawab penanggung. Jadi apabila terjadi kerugian yang disebabkan karena peristiwa-peristiwa yang diperjanjikan itulah penanggung akan membayar ganti kerugian. Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak yang membuatnya yang dinamakan perikatan. 31 Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui pengadilan. Dalam hubungan hukum Perusahaan asuransi memiliki tanggung jawab kepada tertanggung dimana secara tidak langsung perusahaan asuransi juga bertanggung jawab kepada pihak lessor perusahaan pembiayaan karena mobil kendaraan milik tertanggung masih di kreditkan ke perusahaan pembiayaan. Pihak lessee tertanggung diwajibkan untuk mengasuransikan kendaraanya sesuai dengan ketentuan dari kontrak perjanjian kredit. 31 Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara 24 Sebagai suatu perjanjian, leasing mempunyai alas hukum yang pokok yaitu asas kebebasan berkontrak. 32 Seperti yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang disebutkan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Setiap orang bebas melakukan perjanjian, asal perjanjian tersebut memenuhi persyaratan-persyaratan mengenai sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. 33 Sepanjang memenuhi syarat seperti yang diatur oleh perundang-undangan, maka leasing berlaku dan ketentuan tentang perikatan seperti yang terdapat dalam buku ketiga KUH Perdata, berlaku juga untuk leasing, namun demikian di samping alas hukum mengenai asas kebebasan berkontrak terdapat beberapa alas hukum lainnya yang lebih bersifat administratif. Istilah perjanjian kredit secara definitif tidak dikenal di dalam UU Perbankan, namun bila ditelaah lebih lanjut mengenai pengertian kredit dalam UU Perbankan tercantum kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam. Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual hubungan yang berdasar pada perjanjian yang berbentuk pinjam-meminjam. 32 Iswi Hariyani, dan R. Serfianto DP, Gebyar Bisnis dengan Cara Leasing.Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hal 115 33 Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara 25 Dari pengertian kredit, dapat ditemukan adanya unsur-unsur dalam kredit antara lain: 1 Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh si penerima kredit dalam jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan. 2 Waktu, yaitu bahwa pemberian kredit dengan pembayaran kembali tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu. 3 Risiko, yaitu bahwa setiap pemberian kredit mempunyai risiko akibat adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pembayaran kembali. Semakin panjang jangka waktu kredit semakin tinggi risiko kredit tersebut. 4 Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun dalam obyek kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan. Kredit pada awalnya lebih merupakan suatu bentuk perjanjian pinjam meminjam yang sebatas hanya terhadap sejumlah uang, namun dalam perkembangannya kredit juga mulai meliputi pembayaran sejumlah uang atas penggunaan atau pembelian suatu barang, terhadap kata penggunaan suatu barang berorintasi pada bentuk kredit pembiayaan untuk kepentingan produksi seperti pada kredit-kredit yang dipraktekkan pada lembaga pembiayaan leasing, sedangkan kredit Universitas Sumatera Utara 26 atas pembelian suatu barang berorintasi pada bentuk kredit pembelian barang yang bersifat konsumtif seperti yang dipraktekkan pada lembaga pembiayaan konsumen. Perjanjian pembiayaan, lahir dari Kepres Nomor.1251KMK.0131988, KPTS Menteri Keuangan Nomor. 1169KMK.01-1991 tentang kegiatan Sewa Guna Usaha leasing. Perjanjian pembiayaan ini antara lain sebagai berikut : a. Perjanjian sewa Guna Usaha; b. Perjanjian Anjak Piutang; c. Perjanjian Modal ventura; d. Perjanjian Kartu kredit; e. Perjanjian pembiayaan konsumen; f. Perjanjian simpanan; g. Perjanjian kredit; h. Perjanjian penitipan; i. Perjanjian bagi hasil. 34 Leasing merupakan suatu “kata atau peristilahan” baru dari bahasa asing yang masuk kedalam bahasa Indonesia, yang sampai sekarang padanannya dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak atau belum ada yang dirasa cocok. Istilah leasing ini sangat menarik karena bertahan dalam nama tersebut tanpa diterjemahkan dalam bahasa setempat, baik di Amerika yang merupakan asal-usul adanya lembaga leasing ini, maupun di negara-negara yang telah mengenal lembaga leasing ini. 35 34 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, 1996, hal.31. 35 Charles Dulles Marpaung, Pemahaman Mendasar Atas Usaha Leasing, Integrita Press, Jakarta 1985, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 27 Secara umum leasing artinya adalah equipment funding, yaitu pembiayaan peralatanbarang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak. 36 Adapun definisi lain dari leasing dapat dikemukakan sebagai berikut Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian No.KEP.122MK IV21974, No.32MSK21974, dan No.30KpbI 1974, menyebutkan bahwa leasing itu adalah “Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaaan tertentu, berdasarkan pembayaran-penbayaran secara berkala, disertai dengan hak pilih optie bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”. Sejak dikeluarkan Keputusan Bersama Tiga Menteri mengenai status hukum leasing di Indonesia, maka para sarjana hukum di Indonesia bertanya-tanya tentang apakah sebenarnya leasing itu bila ditinjau dari segi hukum di Indonesia, sebab selama ini segi-segi ekonomislah yang lebih sering ditonjolkan dalam informasi tehnis yang diberikan oleh pihak- pihak yang bersangkutan, namun aspek yuridisnya belumlah dianalisis secara mendalam. Bertalian dengan sifat hukum perdata dari leasing tampaknya ada dua pendapat yang berlawanan : Pendapat yang pertama menyatakan “Bahwa leasing dalam pengertian yuridis adalah sewa-menyewa”. Sedangkan pendapat yang kedua 36 Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing. Rineka Cipta Jakarta.1994, hal 7. Universitas Sumatera Utara 28 menyatakan, “Bahwa kontrak lease berdasarkan hukum perdata tidak dapat ditetapkan di bawah satu penyebutan nomen 37 Bandingkan dengan ketentuan Pasal 1 huruf a Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169 Tahun 1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha Leasing : “Sewa Guna Usaha Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi Finance lease maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi operating lease untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”. Pada prinsipnya pengertian dari lembaga leasing itu sendiri adalah sama dan harus terdiri dari unsur-unsur pengertian sebagai berikut 38 : a. Pembiayaan perusahaan; b. Penyediaan barang-barang modal; c. Adanya jangka waktu tertentu; d. Pembayaran secara berkala; e. Adanya hak pilih optie; f. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama . Setiap perusahan yang bergerak dalam bidang leasing akan mewajibkan konsumen pihak lessee untuk mendapatkan asuransi atas barang yang sedang dileasingkan, hal ini bukan untuk perlindungan bagi lessee konsumen sebagai pemakai barang atas obyek leasing kendaraan bermotor, tetapi terutama bagi pihak yang menyewakan perusahan leasinglessor sebagai pemilik barang tersebut. 37 Komar Andasasmita, Leasing dan Praktek . Ikatan Notaris Bandung, 1993, hal 77. 38 Amin Widjaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Op.Cit, hal.9. Universitas Sumatera Utara 29 Lembagainstitusi yang mempunyai kemampuan untuk mengambil alih risiko pihak lain ialah lembaga asuransi, dalam hal ini adalah perusahan asuransi.

1. Konsepsi