Gaya Pengasuhan, Pola Komunikasi, Kelekatan, dan Hubungannya dengan Kepuasan Remaja

 
 
ABSTRACT
SRI WAHYUNI RAHAYU. Parenting Style, Communication Pattern, Attachment, and
Corelation with Adolescence’s Satisfaction. Supervised by DIAH KRISNATUTI.
This research aimed to analyze parenting style, communication pattern
(communication type and time allocation), attachment, and correlation with
adolescence’s satisfaction. The location of this research is in SMP Negeri 1 Dramaga
and adolescence’s house arround Dramaga Subdistrict, Bogor District. This research
used cross sectional design, involved 30 male adolescences, 30 female
adolescences and 60 mothers as participant. The samples choosen by stratified
random sampling. Data was collected through interview using structured
questionnaire. Data was analyzed by descriptive, independent sample t-test, and
Pearson corellation analysis. The result of this research shows that mostly
adolescence have democratic parenting style perception. Almost two-thirds of male
adolescence perceive communication type structural traditionalism, more than twothirds female adolescence and mother perceive family communication types
expresiveness. More than half adolescence and mother have 5-15 minutes each day
for communication each other. The categorize of attachment is high security for all
adolescence and more than three-fourth adolescence’s satisfaction is average. There
was positive significant correlation between parenting style with communication type,
communication type with attachment, and attachment with adolescence’s

satisfaction.
Keywords: adolescence, attachment, communication, mother, parenting style,
satisfaction

ABSTRAK
SRI WAHYUNI RAHAYU. Gaya Pengasuhan, Pola Komunikasi, Kelekatan dan
Hubungannya dengan Kepuasan Remaja. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gaya pengasuhan, pola komunikasi (tipe
dan alokasi waktu komunikasi), kelekatan, dan hubungannya dengan kepuasan
remaja. Lokasi penelitian bertempat di SMP Negeri 1 Dramaga dan rumah para
siswa di sekitar Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah cross sectional study, dengan sampel sebanyak 30
remaja laki-laki, 30 remaja perempuan, beserta 60 ibunya yang dipilih dengan
metode stratified random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara
menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif, uji beda
independent t-test, dan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hampir seluruh remaja berpersepsi bahwa ibu cenderung menggunakan gaya
pengasuhan demokratis. Hampir dua per tiga remaja laki-laki mempersepsikan tipe
komunikasi structural traditionalism, sedangkan lebih dari dua per tiga remaja
perempuan dan ibu mempersepsikan tipe komunikasi family expresiveness. Lebih

dari separuh remaja dan ibu meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara
langsung selama 5-15 menit dalam sehari. Seluruh remaja berada pada kategori
kelekatan high security dan lebih dari tiga per empat remaja berada pada kategori
cukup puas. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya pengasuhan
dengan tipe komunikasi, tipe komunikasi dengan kelekatan, dan kelekatan dengan
kepuasan remaja.
Kata kunci: gaya pengasuhan, ibu, kelekatan, kepuasan , komunikasi , remaja

1
 
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan,
bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM)
sebagai modal penting untuk membangun peradaban dan memajukan suatu
negara. Salah satu aset SDM yang memainkan peranan penting dalam
menentukan maju atau mundurnya suatu bangsa adalah kaum remaja yang
besarnya mencapai 26,8 persen atau sekitar 63 juta jiwa penduduk Indonesia
(BPS 2010).
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa.

Pada tahap ini remaja berada pada kehidupan yang penuh gejolak, perubahan,
dan penyesuaian dalam rangka mencari identitas diri. Masa remaja juga
seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan
ketidakwajaran.

Hal

ini

disebabkan

karena

remaja

banyak

mengalami

perubahan-perubahan baik pada fisik, psikis, dan sosial. Sejalan dengan

perubahan-perubahan yang terjadi, remaja juga dihadapkan pada tugas-tugas
yang berbeda dengan tugas pada masa kanak-kanak. Apabila remaja mampu
menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, maka akan tercapai
kepuasan, dan kebahagian, serta akan menentukan keberhasilan remaja dalam
memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. Namun jika remaja
gagal untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan tersebut, maka perilakuperilaku menyimpang akan dilakukan oleh para remaja seperti yang saat ini
sudah banyak terjadi (Atkinson dan Atkinson 1987).
Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja merupakan dampak dari
adanya perlakuan yang kurang hangat dari lingkungan keluarga dan lingkungan
sosial. Orang tua sebagai tokoh kunci dalam mendidik remaja, memiliki peranan
yang sangat besar, terutama ibu. Ibu merupakan salah satu unsur terpenting
bagi terbentuknya sebuah generasi dan pendidik pertama bagi anak. Hal ini
dikarenakan ibu adalah orang yang paling dekat dan kuat hubungannya dengan
anak. Peran ibu sangat vital untuk perkembangan anaknya, karena ibu
merupakan model yang mudah ditiru, dan juga ibu merupakan sumber informasi,
konsultan serta pendidik yang memberikan pengarahan, dorongan dan
pertimbangan dalam rangka membentuk perilaku anak (Gunarsa dan Gunarsa
2008).

2

 
Peran ibu saat ini menjadi amat berat dalam mengawasi penggunaan
teknologi anaknya. Pada abad 21 ini segala informasi dan teknologi baik dari
televisi, internet, dan handphone bisa dengan mudah didapat. Kemudahan dalam
mengakses informasi ini membuat anak bisa mengakses berbagai informasi baik
yang positif maupun negatif. Jika tidak terawasi, ada kemungkinan anak akan
mengakses informasi yang seharusnya belum boleh dilihat seperti kekerasan dan
seksualitas. Karakteristik remaja yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dapat
membuat remaja mencoba hal-hal yang sebenarnya tidak boleh. Akibatnya,
terjadilah berbagai kenakalan yang dilakukan oleh remaja.
Ibu sebagai pengasuh utama memiliki gaya tersendiri dalam mendidik
remajanya. Menurut Baumrind (1991), gaya pengasuhan orang tua terhadap
remajanya dibagi tiga yaitu otoriter, demokratis, dan permisif. Anak remaja
merupakan anak yang sudah bisa mandiri namun masih perlu bimbingan dari
ibunya. Untuk itu, gaya pengasuhan demokratis sangat cocok untuk mendidik
anak remaja, sebab gaya pengasuhan ini memberikan kebebasan pada remaja
untuk dapat mandiri, namun masih diberi aturan yang telah disepakati bersama.
Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan demokratis cenderung akan
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Selain itu, anak juga akan lebih
sadar untuk mematuhi aturan yang berlaku.

Gaya pengasuhan yang ideal menggunakan pendekatan diskusi dalam
setiap tindakan pengasuhan. Ini menunjukkan bahwa dalam pengasuhan yang
baik terdapat hubungan komunikasi yang baik pula baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang terbentuk bila
hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu dan anak. Dengan adanya
komunikasi dua arah ini, remaja akan terbiasa untuk berani mengungkapkan halhal yang dirasakannya (Gunarsa dan Gunarsa 2008).
Hasil dari interaksi yang terjalin antara ibu dan remaja akan menimbulkan
kelekatan atau ikatan emosi diantara keduanya. Kelekatan yang terjalin antara
ibu dan remaja, sebenarnya merupakan hasil dari kelekatan antara ibu dan anak
ketika masih bayi. Menurut Santrock (2003), kelekatan yang aman antara remaja
dan orang tua dapat membantu remaja dari kecemasan dan kemungkinan
perasaan tertekan atau ketegangan emosi yang berkaitan dengan transisi dari
masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Selain itu, kelekatan antara ibu dan
anak akan mempengaruhi masa depan anak dalam menciptakan rasa aman dan
membentuk dasar yang kuat bagi kesehatan mental yang positif.

3
 
Kelekatan yang sudah terjalin diantara ibu dan anak merupakan salah
satu syarat tercapainya kepuasan hidup pada diri anak. Kepuasan hidup yang

terbentuk pada diri anak merupakan modal penting untuk proses berlangsungnya
kehidupan anak di masa depan, sebab cara anak untuk bisa beradaptasi serta
berkorban demi orang lain tergantung kepuasan hidup yang dirasakannya
(Antaramian et all 2008).
Perumusan Masalah
Remaja merupakan individu yang berusia 12-18 tahun berdasarkan
Hurlock (1980). Masa ini merupakan masa yang penuh dengan kesempatan
untuk dapat berkembang mempersiapkan masa dewasa yang cemerlang, namun
disisi lain masa ini merupakan masa penuh tantangan karena semua perubahan
baik secara fisik maupun psikis terjadi. Kebingungan pun kerap kali timbul dalam
benak remaja mengenai statusnya yang masih berada di pertengahan. Remaja
dianggap sudah besar, namun belum diberikan kebebasan sepenuhnya seperti
orang dewasa.
Masa remaja merupakan masa transisi, sehingga remaja masih
memerlukan bimbingan dan arahan dari orang tuanya, terutama ibu untuk dapat
melewati masa remajanya dengan baik. Jika remaja tidak mendapatkan
pengarahan dengan baik maka akan timbul berbagai kenakalan seperti yang
telah sering terjadi saat ini. Beragam kenakalan remaja ini mendorong para ibu
untuk lebih cerdas dalam mendidik anak. Hasil observasi yang dilakukan oleh
Iyus (2010) pada anak SMP yang bermasalah, diketahui bahwa seluruh

responden mengaku pernah berbohong dan pergi ke luar rumah tanpa pamit.
Hampir seluruh responen (>75%) sering meminum minuman keras, begadang,
dan keluyuran. Lebih dari separuh responden sering berkelahi, mengendarai
motor tanpa SIM, berkebut-kebutan di jalan dan menggunakan narkoba.
Kenakalan

yang

terjadi

pada

remaja

merupakan

ekspresi

dari


ketidakpuasan cara pengasuhan, cara berkomunikasi dan kelekatan yang terjalin
antara orang tua dengan remaja. Ketidakpuasan ini berawal dari adanya
komunikasi yang kurang harmonis antara orang tua dan remaja kemudian
berujung pada kerengangan hubungan diantara keduanya. Terlebih lagi pada
masa remaja, ketertarikan hubungan remaja dengan orang tua cenderung
semakin kecil dibandingkan dengan teman sebayanya (Wood 2007), sehingga
remaja lebih senang menceritakan segala hal mengenai dirinya pada teman
sebayanya. Oleh karena itu penting bagi orang tua menjaga kelekatan dengan

4
 
anaknya sedari kecil agar orang tua tetap dapat mengontrol anaknya dengan
baik sehingga tidak terjerumus pada kenakalan-kenakalan remaja.
Penelitian Puspitawati (2009), mengenai kenakalan remaja menyatakan
bahwa kontribusi peran pengasuhan yang dilakukan oleh ibu mempunyai
keistimewaan yang lebih besar dibandingkan dengan ayah, sebab dalam proses
pengasuhan biasanya interaksi antara ibu dan remaja dalam berkomunikasi lebih
sering terjadi, sehingga kelekatan yang terjalin diantara keduanya lebih besar.
Hal ini terbukti bahwa pengasuhan ibu mempunyai pengaruh yang signifikan
dalam mencegah anaknya dari tindakan kenakalan, baik tipe kenakalan umum

maupun kenakalan kriminal.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang gaya pengasuhan, pola komunikasi, kelekatan, dan hubungannya
dengan kepuasan remaja. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gaya pengasuhan ibu terhadap remaja?
2. Bagaimana pola komunikasi antara ibu dan remaja menurut persepsi
remaja dan ibu?
3. Bagaimana kelekatan yang terjalin antara ibu dan remaja?
4. Bagaimana kepuasan hubungan remaja terhadap ibunya?
5. Bagaimana hubungan antara karakteristik keluarga dan karakteristik
remaja dengan tipe komunikasi?
6. Bagaimana hubungan antara karakteristik ibu, gaya pengasuhan, tipe
komunikasi dan kelekatan dengan kepuasan remaja?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui

gaya


pengasuhan,

pola

komunikasi,

kelekatan,

dan

hubungannya dengan kepuasan remaja.

Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gaya pengasuhan ibu terhadap remaja.
2. Mengidentifikasi pola komunikasi remaja dan ibu yang terdiri dari tipe dan
alokasi waktu komunikasi menurut persepsi remaja dan ibu.
3. Mengidentifikasi kelekatan remaja terhadap ibunya.

5
 
4. Mengidentifikasi kepuasan remaja terhadap ibunya.
5. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan karakteristik
remaja dengan tipe komunikasi.
6. Menganalisis hubungan antara karakteristik ibu, gaya pengasuhan, tipe
komunikasi dan kelekatan dengan kepuasan remaja.

Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana berlatih untuk
meningkatkan kualitas diri dan pengalaman dalam melakukan penelitian
yang berhubungan dengan ilmu yang peneliti kuasai.
2. Bagi para ibu dan anak, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai hubungan interaksi yang baik antara ibu dan anak
untuk mencapai kepuasan dalam berinteraksi.
3. Bagi pengembangan ilmu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan-masukan untuk penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Kepuasan
Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi nilai-nilai
yang berlaku pada dirinya. Menurut Anorog dan Widiyanti (1990) diacu dalam
Hanifa (2005), semakin banyak yang sesuai dengan aspek keinginan individu,
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya, semakin banyak
aspek-aspek yang tidak sesuai dengan keinginan individu, semakin rendah
tingkat kepuasan yang dirasakan. Menurut Worldnet Dictionary dalam Hardiono
(2008), kepuasan merupakan perasaan senang ketika telah berhasil memenuhi
kebutuhan atau keinginan.
Kepuasan hidup juga didefinisikan sebagai penilaian subjektif seseorang
terhadap kualitas hidupnya baik secara keseluruhan atau hanya pada bagian
tertentu saja, serta merupakan kekuatan psikologi yang dapat membantu individu
untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi. Kepuasan hidup merupakan
kualitas dari kehidupan seseorang yang telah teruji secara keseluruhan
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan (Antaramian et all 2008). Menurut
Schrodt, Witt, dan Messermith (2008) kepuasan dalam hubungannya dengan
keluarga adalah pengalaman atau persepsi yang dirasakan seseorang mengenai
kualitas hubungannya dengan keluarga. Tipe komunikasi yang digunakan untuk
berinteraksi dengan anggota keluarga akan mempengaruhi persepsi mengenai
kepuasan hubungan.
Teori whole life satisfaction menyatakan bahwa setiap orang di setiap
tahapan usia dalam hidupnya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Seiring
berubahnya tahapan usia tersebut, maka akan berubah pula tujuan yang
diterapkan dalam kehidupannya. Meskipun dalam setiap tahapan kehidupan
seorang individu memiliki tujuan yang berbeda, namun tetap saja individu
tersebut ingin mencapai semua tujuannya dengan sukses. Kepuasan hidup yang
dirasakan akan tercermin dari seberapa besar individu tersebut mampu
merealisasikan tujuan-tujuannya (Suikkanen 2011).
Terdapat lima aspek yang berpengaruh terhadap kepuasan hidup remaja
dalam hubungan orang tua-anak, yaitu kelekatan, konflik orang tua-anak, gaya
pengasuhan demokratis, kehangatan, dan dukungan orang tua. Remaja yang
mendapatkan kehangatan yang cukup, penerimaan serta dukungan dari orang
tua akan memiliki kepuasan hidup yang tinggi. Sebaliknya, remaja yang banyak

7
 
memiliki konflik dengan orang tuanya akan memiliki kepuasan hidup yang rendah
(Chappel 2011).
Gaya Pengasuhan
Orang tua mempunyai peranan pertama dan utama bagi anak-anaknya
selama anak-anak belum dewasa dan mampu berdiri sendiri. Untuk mengajarkan
remaja pada kedewasaan, orang tua harus memberi contoh yang baik karena
sifat dasar anak-anak adalah suka meniru yang lebih tua atau orang tuanya.
Dalam memberikan pengarahan kepada anak, hendaknya menggunakan cara
demokratis, sebab memungkinkan untuk menghasilkan anak yang percaya diri,
mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi dan disukai banyak orang (Karamoy
2008).
Baumrind (1967) mengemukakan gaya pengasuhan dengan elemen gaya
pendisiplinan (parental disciplinary styles). Menurut Baumrind, gaya pengasuhan
memiliki

dua

komponen

utama,

yaitu

demandingness

(kontrol)

dan

responsiveness (kehangatan). Demandingness adalah kecendrungan untuk
menetapkan peraturan secara ketat dan kontrol yang kuat agar anak berlaku
matang dan dewasa, sedangkan responsiveness merupakan kecendrungan
bersikap hangat dan menerima permintaan serta perasaan anak.
Pada praktek pengasuhan, Baumrind lebih menyoroti segi pelimpahan
kekuasaan antara orang tua dan anak atau gaya pengasuhan dimensi arahan
(disiplin). Gaya pengasuhan dimensi arahan (disiplin) dikelompokkan menjadi 4
(empat) macam gaya pengasuhan orang tua, yaitu authoritarian (otoriter),
authoritative (demokratis), permissive (permisif), dan uninfolved (tak terlibat).
Keempat gaya pengasuhan itu memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri dan masingmasing memberikan efek yang berbeda terhadap tingkah laku anak.
1.

Authoritarian (otoriter)
Gaya pengasuhan otoriter merupakan suatu bentuk pengasuhan orang
tua yang pada umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi dengan
anaknya. Orang tua yang bergaya otoriter menekankan adanya kepatuhan
seorang anak terhadap peraturan yang mereka buat tanpa banyak basabasi, tanpa penjelasan kepada anaknya mengenai sebab dan tujuan
diberlakukannya peraturan tersebut, cenderung menghukum anaknya yang
melanggar peraturan atau menyalahi norma yang berlaku. Orang tua yang
demikian yakin bahwa cara yang keras merupakan cara yang terbaik dalam
mendidik anaknya. Gaya pengasuhan ini menyebabkan seorang anak akan

8
 
kehilangan aktivitas kreatifnya dan akan tumbuh menjadi anak yang tidak
efektif dalam kehidupan dan interaksinya dengan lingkungan sosial
(Santrock 2003).
2. Authoritative (demokratis)
Bentuk perlakuan orang tua saat berinteraksi dengan anaknya dengan
cara melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan
keluarga dan diri anaknya merupakan gaya pengasuhan otoritatif. Orang tua
yang otoritatif bersikap terbuka, fleksibel dan memberikan kesempatan
kepada anaknya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan peraturan
yang rasional (Baumrind 1967). Hal ini menyebabkan orang tua mempunyai
hubungan yang dekat dengan anak-anaknya dan selalu mendorong anaknya
untuk ikut terlibat dalam membuat peraturan dan melaksanakan peraturan
dengan penuh kesadaran.
Orang tua yang memiliki gaya pengasuhan otoritatif bertingkah laku
hangat tetapi tetap tegas (Baumrind 1967). Kebiasaan-kebiasaan demokrasi,
saling menghargai dan menghormati hak-hak orang tua dan anak-anak
ditanamkan dalam keluarga yang otorotatif. Keputusan-keputusan yang
penting akan diputuskan secara bersama-sama walaupun keputusan akhir
seringkali berasa di tangan orang tua. Anak-anak diberi kesempatan untuk
memberikan alasan mengapa mereka ingin memutuskan atau akan
melakukan sesuatu. Apabila alasan-alasan itu masuk akal dan dapat
diterima, maka orang tua yang otoritatif akan memberikan dukungan. Tetapi
jika orang tua tidak menerima, maka orang tua akan menjelaskan alasannya
mengapa dirinya tidak menerima keputusan anaknya tersebut. Orang tua
yang otoritatif selalu berusaha menanamkan nilai-nilai kemandirian dan
pengendalian diri yang tinggi pada anaknya, sekaligus tetap bertanggung
jawab penuh terhadap tingkah laku anak-anaknya. Kebiasaan yang rasional,
berorientasi pada masalah, terlibat dalam perbincangan dan penjelasan
dengan anak-anak, dan memegang teguh tingkah laku yang disiplin selalu
ditanamkan oleh orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan otoritatif.
Santrock (2003) berpendapat bahwa kualitas pola interaksi dan gaya
pengasuhan orang tua yang otoritatif akan memunculkan keberanian,
motivasi,

dan

kemandirian

anak-anaknya

dalam

menghadapi

masa

depannya. Gaya pengasuhan seperti ini dapat mendorong tumbuhnya

9
 
kemampuan sosial, meningkatnya rasa percaya diri, dan tanggung jawab
sosial pada seorang anak.
3.

Permissive (permisif)
Pola-pola perlakuan orang tua saat berinteraksi dengan anaknya
dengan memberikan kelonggaran atau kebebasan kepada anaknya tanpa
kontrol atau pengawasan yang ketat merupakan gaya pengasuhan yang
permisif (Baumrind 1967). Orang tua yang permisif akan memberikan
kebebasan penuh kepada anak-anaknya untuk bertindak sesuai dengan
keinginan anaknya. Orang tua membuat sebuah peraturan tertentu, namun
anak-anak tidak menyetujui atau tidak memamtuhinya, maka orang tua yang
permisif cenderung akan bersikap mengalah dan akan mengikuti kemauan
anak-anaknya.
Ketika anak-anaknya melanggar suatu peraturan di dalam keluarga,
orang tua dengan gaya pengasuhan permisif jarang menghukum anakanaknya, bahkan cenderung berusaha untuk mencari pembenaran terhadap
tingkah laku anaknya yang melanggar peratauran tersebut. Orang tua yang
seperti demikian umumnya membiarkan anak untuk menentukan tingkah
lakunya sendiri. Mereka tidak menggunakan kekuasaan atau wewenangnya
sebagai orang tua dengan tegas saat mengasuh dan membesarkan anaknya
(Baumrind 1967). Akibatnya tingkah laku sosial anak kurang matang,
kadang-kadang menunjukkan tingkah laku agresif, pengendalian dirinya
amat buruk, tidak mampu mengarahkan diri, dan tidak bertanggung jawab
(Santrock 2003).

4.

Uninvolved (tak terlibat)
Gaya pengasuhan tidak terlibat adalah gaya pengasuhan dimana orang
tua tidak mau terlibat dan tidak mau pula pusing-pusing dengan kehidupan
anaknya (Baumrind 1967). Gaya pengasuhan orang tua yang tidak terlibat
lebih berdampak buruk dibandingkan dengan gaya pengasuhan permisif
karena tidak adanya ikatan emosi ditambah dengan penerapan batasan
kabur. Orang tua yang demikian hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan
materi atau fisik saja terhadap anak-anaknya, pemenuhan kebutuhan
immateri atau psikis anaknya terabaikan atau bahkan sama sekali tidak
pernah diperhatikan (Baumrind 1967).

10
 
Pola Komunikasi
Komunikasi didefinisikan sebagai suatu proses simbolik transaksional dan
menciptakan berbagai makna. Simbol dalam komunikasi terdiri dari berbagai
bentuk, yaitu verbal atau kata-kata dan nonverbal seperti ekpresi wajah, kontak
mata, gerakan, postur tubuh, penampilan, dan jarak spasial. Komunikasi
keluarga merupakan suatu simbiosis, proses transaksional menciptakan dan
membagi arti dalam keluarga. Seperti halnya setiap orang yang mempunyai gaya
komunikasi yang berbeda, setiap keluarga pun mempunyai gaya dan pola
komunikasi yang unik dan berbeda. Komunikasi merupakan cara individu untuk
bisa berbagi ide dan perasaannya atau menanggapi ide dan perasaan orang lain.
Dengan adanya komunikasi akan membantu individu untuk mendefinisikan
dirinya sendiri dan cara individu itu bergaul dengan orang lain (Galvin dan
Brommel 2008).
Dalam komunikasi keluarga terdapat proses intersubjektivitas dan
interaktivitas. Intersubjektivitas terkait dengan kemampuan kognitif dalam
menangkap

dan

menerima

pesan

antar

anggota

keluarga,

sedangkan

interaktivitas terkait dengan perilaku keluarga yang membuat bentuk interaksi
dan memelihara unit sosial (Koerner dan Fitzpatrick 2002).

Tipe Komunikasi
Penelitian mengenai komunikasi keluarga telah dilakukan lebih dari tiga
dekade dan dirasakan memiliki banyak manfaat baik bagi kalangan akademisi
maupun praktisi. Komunikasi dalam keluarga menghasilkan berbagai efek. Efek
tersebut yaitu menyangkut gaya konflik, kemampuan berkomunikasi, sosialisasi
anak, kepuasan keluarga, kebiasaan gaya hidup sehat, dan masih banyak lagi
(Burns dan Pearson 2011).
Penelitian mengenai skema komunikasi keluarga merupakan hasil dari
pengembangan dua teori umum yaitu Fitzpatrick (1988) mengenai tipologi
komunikasi pasangan menikah dan Ritchie (1991) mengenai pola komunikasi
keluarga. Kedua peneliti ini setuju bahwa tipe komunikasi pasangan menikah dan
tipe komunikasi antara orangtua – anak menggambarkan skema komunikasi
keluarga. Adanya kesamaan pada kedua penelitian tersebut Fitzpatrik dan
Ritchie

(1994)

dalam

Burns

dan

Pearson

(2011)

menganalisis

dan

mengidentifikasi tiga dimensi berdasarkan pada skema komunikasi pasangan
menikah dan hubungan orang tua – anak. Dimensi ini mewakili bentuk dari family

11
 
communication environment (FCE) atau lingkungan komunikasi keluarga. FCE ini
terdiri dari tiga dimensi yaitu, family expresiveness, structural traditionalism, dan
conflict avoidance.
Dimensi family expresiveness menunjukkan komunikasi keluarga yang
tinggi

dalam

diskusi

dan

mendorong

setiap

anggota

keluarga

untuk

mengeluarkan pendapatnya. Keluarga yang menerapkan tipe komunikasi family
expresiveness lebih sering mendorong anggota keluarganya untuk berdiskusi
mengenai ide dan perasaannya daripada kedua tipe komunikasi lainnya.
Anggota keluarga yang sering menerapkan tipe ini akan memiliki kemampuan
komunikasi yang baik.
Dimensi

structural

traditionalism

menggunakan

pemaksaan

dan

kekuasaan orang tua dalam mengkomunikasikan berbagai hal kepada anaknya.
Keluarga yang menggunakan tipe komunikasi ini cenderung masih memegang
teguh nilai-nilai tradisional dalam kehidupan keluarga dan pernikahan. Tipe
komunikasi

ini

juga

digunakan

untuk

menghindari

topik

yang

tidak

menyenangkan serta untuk menyamakan nilai dan kepercayaan dalam keluarga.
Anggota keluarga structural traditionalism ini hanya memiliki sedikit kemampuan
mengenai komunikasi interpersonal dan lebih rendah dari keluarga yang
menerapkan family expresiveness.
Dimensi yang terakhir adalah conflict avoidance, pada dimensi ini orang
tua sebisa mungkin menghindari konflik dengan anaknya yaitu dengan
menggunakan kekuasaannya. Tidak pernah ada penjelasan bagi setiap masalah
sehingga tidak pernah terselesaikan dengan baik. Dimensi ini merupakan
dimensi dengan level terendah dalam kemampuan komunikasi interpersonal dan
menyelesaikan masalah (Burns dan Pearson 2011).
Alokasi Waktu Komunikasi
Sumber daya waktu adalah sumber daya yang tidak dapat dimasukkan
sebagai sumber daya materi ataupun sumber daya manusia. Biasanya yang
menjadi titik perhatian dari masalah sumber daya waktu adalah penggunaannya
oleh setiap individu yang belum optimal. Hal ini mengingat bahwa konsep waktu
adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dan tidak dapat digantikan,
bersifat terbatas serta dimiliki oleh setiap individu dalam jumlah yang sama yaitu
24 jam dalam sehari (Guharja, et all 1992).
Pemanfaatan waktu antara satu individu dengan individu lainnya berbeda.
Dilihat dari jenis penggunaannya, waktu dibagi dalam empat tipe yaitu :

12
 
1. Waktu produktif atau waktu bekerja
2. Waktu subsisten atau waktu yang digunakan untuk makan, tidur,
perawatan diri dan kesehatan
3. Waktu antara yaitu waktu yang digunakan selama perjalanan ke tempat
kerja (work related time), dan
4. Waktu luang (free time)
Komunikasi sangat dibutuhkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Untuk dapat memenuhi kuantitas dalam komunikasi, orang tua bekerja tetap bisa
menjalin komunikasi secara hangat dengan anak-anak baik melalui telepon
ataupun email. Sebab pada dasarnya anak sangat membutuhkan kedekatan
dengan orang tuanya baik kedekatan fisik, seperti mengobrol, bersenda gurau,
memeluk, mencium, dan mengusap, maupun kedekatan psikis, seperti rasa kasih
sayang dan kehangatan (Chomaria 2011).
Selain komunikasi dengan kuantitas yang cukup, kualitas komunikasi
antara ibu dan anak juga perlu diciptakan agar dapat mencapai hubungan yang
harmonis. Pembagian waktu yang tepat antara pekerjaan dan keluarga perlu
disiasati dengan cermat agar dapat mencapai komunikasi yang berkualitas,
sebab jika ibu lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan maka
sudah pasti anaknya akan terabaikan. Namun tidak ada jaminan pula bagi ibu
yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga untuk dapat melakukan komunikasi
yang berkualitas, jika ibu hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak
memperdulikan anaknya, meskipun secara fisik berada pada tempat yang sama
(Barrazidni 2011).
Orang tua harus memiliki waktu khusus untuk berkomunikasi dengan
anaknya. Akan sangat sulit jika orang tua menggunakan waktu sisa dalam
berkomunikasi dengan anak. Sebab kondisi orang tua harus dalam keadaan
yang prima agar dapat memberikan anak nasehat dan ilmu yang berguna untuk
kehidupannya kelak (Syarbini dan Khusaeri 2012).

Kelekatan
Secara umum kelekatan didefinisikan sebagai ikatan afeksional yang
terbentuk akibat adanya intensitas hubungan yang sering antara anak dengan
figur lekatnya. Salah satu ahli kelekatan yaitu John Bolwby, mencetuskan konsep
mengenai bentuk kelekatan individu saat bayi dan pengaruhnya terhadap
kehidupan individu tersebut di masa depan. Bowlby menyatakan bahwa adanya

13
 
gangguan emosi atau psikologi yang terjadi pada individu saat ini, bisa dilihat
penyebabnya dengan menelusuri hubungan individu tersebut dengan figur
lekatnya di masa kecil. Mary Ainsworth, sebagai ahli kelekatan lainnya
mengklasifikasikan kelekatan individu kedalam dua jenis yaitu secure dan
insecure (ambivalent atau avoidant). Jika Bowlby melakukan penelitian pada
bayi, Ainsworth melakukan penelitian pada anak usia pra sekolah. Peneliti
selanjutnya yang melihat kelekatan saat ini merupakan pengaruh dari kehidupan
masa lalunya dalah Weiss. Penelitian Weiss dilakukan pada anak remaja. Weiss
menyatakan bahwa remaja yang matang dan percaya diri mempunyai orang tua
yang konsisten dan percaya diri dalam mengasuh remajanya. Artinya remaja
mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tuanya (Armsdern dan Greenberg
1987).
Remaja tidak dapat dengan mudahnya keluar dari pengaruh orang tua
menuju kebebasan untuk dapat membuat keputusan sendiri. Seiring dengan
menjadi lebih bebasnya remaja, sebaiknya secara psikologis remaja memiliki
kelekatan yang kuat dengan orang tuanya (Santrock, 2003). Kelekatan
(attachment) adalah pengalaman seseorang dalam hubungan antar pribadi yang
terjadi secara berkesinambungan terhadap figur tertentu yang membentuk suatu
ikatan dan berperan terhadap kualitas dari hubungan tersebut (Utami 2007).
Para ahli teori kelekatan seperti berpendapat bahwa kelekatan yang
aman pada masa bayi adalah pokok bagi perkembangan kecakapan sosial.
Dalam

kelekatan

yang

aman

(secure

attachment),

bayi

menggunakan

pengasuhnya, biasanya ibu sebagai landasan rasa aman untuk memulai
mengeksplorasi lingkungan. Kelekatan yang aman dicirikan sebagai landasan
penting bagi perkembangan psikologis berikutnya pada masa kanak-kanak,
remaja, dan dewasa. Pada kelekatan yang tak aman (insecure attachment), bayi
agak menghindari pengasuhnya, atau menunjukkan perlawanan atau keduanya,
terhadap pengasuhnya. Kelekatan tak aman berkaitan dengan kesulitan
berhubungan dan masalah-masalah perkembangan selanjutnya.
Mengacu pada teori kelekatan sebelumnya, Armsden dan Greenberg
(1987) membuat tiga dimensi mengenai kelekatan antara orang tua dengan
anak.

Dimensi

tersebut

mencakup

kepercayaan

(trust),

komunikasi

(communication), dan pengasingan (alienation). Dimensi kepercayaan (trust)
didefinisikan sebagai perasaan aman dan percaya bahwa orang lain bisa
memenuhi kebutuhannya, serta timbulnya perasaan saling tergantung terhadap

14
 
orang lain. Kepercayaan merupakan salah satu komponen hubungan yang kuat
antara anak dengan figur lekatnya. Rasa percaya ini dibangun oleh pembelajaran
dan pengalaman anak yang positif terhadap figur lekatnya secara konsisten.
Dimensi yang kedua adalah komunikasi (communication). Komunikasi
yang baik antara ibu dan anak akan membantu menciptakan ikatan emosi yang
kuat diantara keduanya. Ikatan tersebut dapat terbentuk dengan adanya
harmonisasi dan timbal balik antara pemberi dan penerima pesan (ibu dan anak).
Untuk menciptakan iklim komunikasi yang bagus dibutuhkan keterbukaan antara
ibu dan anak. Keterbukaan ini merupakan modal penting dalam menjalin
hubungan antara ibu dengan anak remaja, sehingga kemampuan untuk dapat
berkomunikasi secara terbuka harus sudah dilatih sejak dini. Kemampuan untuk
menciptakan komunikasi yang terbuka antara ibu dan anak dipengaruhi oleh rasa
aman diantara keduanya.
Dimensi terakhir dalam kelekatan adalah pengasingan. Pengasingan
diartikan sebagai penghindaran dan penolakan oleh figur lekat dimana kedua hal
tersebut merupakan hal yang sangat mempengaruhi kelekatan anaknya. Ketika
sosok figur lekat menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka hal ini
dapat menciptakan kelekatan yang tidak aman antara anak dengan figur
lekatnya.

Remaja
Masa remaja merupakan transisi dari kanak-kanak menuju dewasa.
Dalam

masa

ini,

remaja

berkembang

ke

arah

kematangan

seksual,

memantapkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga, dan
menghadapi tugas menentukan cara mencari mata pencaharian. Suatu tahap
transisi menuju ke status dewasa mempunyai beberapa keuntungan. Tahap
transisi

memberi

remaja

itu

suatu

masa

yang

lebih

panjang

untuk

mengembangkan berbagai keterampilan serta untuk mempersiapkan masa
depan, tetapi masa itu cenderung menimbulkan masa pertentangan (konflik)
kebimbangan antara ketergantungan dan kemandirian.
Sulit untuk merasakan sepenuhnya kemampuan memenuhi kebutuhan
sendiri jika masih tinggal di rumah atau menerima bantuan keuangan dari orang
tua. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri. Persepsi
mengenai identitas para remaja berkembang secara perlahan-lahan melalui
berbagai identifikasi masa kanak-kanak. Nilai dan standar moral anak-anak

15
 
sebagian besar merupakan nilai dan standar dari orang tuanya. Pada saat
remaja sudah mengenal dunia yang lebih luas nilai-nilai kelompok sebaya
menjadi lebih penting. Jika pandangan orang tua sangat berbeda dengan nilai
teman sebaya serta tokoh penting lain, kemungkinan akan terjadi konflik dan
remaja akan mengalami kebingungan peran (Atkinson,Atkinson 1987).
Agar dapat memperkecil terjadinya konflik antara orang tua dan remaja
dibutuhkan kerjasama antara ayah dan ibu dalam pengasuhan, meskipun pada
kenyataannya tanggung jawab utama pengasuhan berada pada pundak ibu.
Selama ini masyarakat meyakini bahwa ibu merupakan pengasuh utama dalam
membesarkan

anak-anaknya,

sehingga

apabila

terjadi

gangguan

pada

perkembangan anaknya maka masyarakat akan dengan mudah menyalahkan
ibu, meskipun sebenarnya hal itu bukan merupakan faktor utama. Ibu
membutuhkan pengetahuan yang luas agar dapat mendidik anak remajanya
dengan tepat. Remaja tidak suka dikekang, namun remaja juga tidak ingin
dibiarkan begitu saja. Oleh sebab itu ibu harus mengetahui kapan remaja butuh
diatur dan butuh dilepas (Santrock 2003).
Disisi lain tugas dan tanggung jawab ibu di rumah tidak hanya sekedar
mengasuh anak-anaknya melainkan harus juga mengerjakan pekerjaan rumah
tangga seperti memasak, mencuci dan merapikan rumah. Untuk itu adalah
keputusan yang bijak jika ayah dan ibu secara seimbang berbagi tanggung jawab
dalam membesarkan anak (Santrock 2003).

KERANGKA PEMIKIRAN
Masa remaja merupakan proses transisi menuju kedewasaan. Pada
masa ini, individu akan mengalami berbagai perubahan dan berkembang ke arah
kematangan baik fisik maupun psikis. Tahap transisi ini, juga memberikan
kesempatan bagi remaja untuk mengembangkan berbagai keterampilan serta
untuk mempersiapkan masa depan (Atkinson 1987), sebab remaja merupakan
generasi penerus yang akan melanjutkan pembangunan negara. Selain itu masa
remaja cenderung dihubungkan dengan pertentangan dan konflik terutama
dengan orang tua.
Konflik

antara

orang

tua

dan

remaja

terjadi

karena

adanya

kesalahpahaman (missunderstanding) diantara keduanya. Kesalahpahaman
terjadi akibat kurangnya komunikasi antara remaja dan orang tua. Seringnya
konflik yang terjadi akan membawa pengaruh yang tidak baik bagi hubungan
antara orang tua dan remaja.
Orang tua sebagai bagian dari keluarga memiliki peranan penting dalam
mendidik remaja, terutama ibu. Interaksi antara ibu dan anak merupakan
interaksi sosial pertama yang terjadi dalam kehidupan anak, kemudian meluas
dengan ayah dan anggota keluarga lain (Puspitawati dan Herawati 2009).
Proses interaksi antara ibu dan remaja akan menimbulkan persepsi, baik
dari ibu ataupun remaja mengenai kepuasan hubungan yang telah terjalin. Saat
kepuasan hubungan dirasakan oleh remaja, maka remaja akan tumbuh dan
berkembang sesuai dengan masanya dan akan menghasilkan remaja-remaja
yang berkualitas. Kualitas remaja dapat dilihat dari perilaku yang baik serta
berbagai prestasi yang dihasilkan.
Menciptakan

remaja

yang

berkualitas

tentunya

dipengaruhi

oleh

lingkungan keluarga yang mendukung serta kualitas pendidiknya (ibu). Kualitas
seorang ibu dapat menentukan penerapan gaya pengasuhan, tipe komunikasi
yang digunakan, kelekatan yang terbentuk serta kepuasan remaja. Remaja yang
merasa puas terhadap hubungannya dengan ibu, berkaitan erat dengan gaya
pengasuhan dan tipe komunikasi yang dilakukan ibu serta kualitas kelekatan
yang terbentuk.
 

17
 
Karakteristik
Keluarga :
- Besar Keluarga
- Pendapatan keluarga

 
Karakteristik
Remaja :
- Usia
 
- Jenis Kelamin

Karakteristik Ibu :
- Usia
- Pendidikan
- Pekerjaan

                                                                                                                              
 
Gaya Pengasuhan
 
 
Tipe Komunikasi
 
 
Kelekatan
 
 
Kepuasan Remaja
 
 
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
 
 

18
 

METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian

ini

merupakan

penelitian

interaksi

keluarga

yang

memfokuskan pada interaksi antara ibu dengan anak. Desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengamatan yang
dilakukan pada satu waktu tertentu. Lokasi penelitian bertempat di SMP Negeri 1
Dramaga dan rumah para siswa di sekitar Kecamatan Dramaga, Bogor, Jawa
Barat.

Pemilihan

lokasi

penelitian

dilakukan

secara

purposive

dengan

pertimbangan bahwa SMP Negeri 1 Dramaga tergolong sekolah yang memiliki
banyak prestasi, sehingga ingin diketahui hubungan antara kualitas siswa
dengan kepuasan dalam berhubungan dengan ibunya. Waktu penelitian
termasuk persiapan, pengumpulan data, pengolahan, dan analisis data serta
penulisan laporan mulai dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai Februari
2012.
Teknik Penarikan Contoh
Populasi penelitian ini adalah remaja kelas delapan dan masih tinggal
serumah serta diasuh oleh ibunya. Jumlah kelas delapan di SMP Negeri 1
Dramaga ini terdiri dari sembilan kelas, yaitu kelas 8.1 sampai dengan 8.9. Dari
sembilan kelas ini dipilih secara acak dua kelas yang akan dijadikan sampel
penelitian yaitu kelas 8.4 dan 8.6. Jumlah siswa kelas 8.4 dan 8.6 adalah 82
siswa yang terdiri dari 35 siswa laki-laki dan 47 siswa perempuan. Dari jumlah
siswa ini, diambil contoh secara acak sebanyak 60 responden yang terdiri dari 30
laki-laki dan 30 perempuan, serta 60 orang ibunya. Selanjutnya dilakukan
wawancara terhadap 60 responden terpilih di sekolah sedangkan ibunya
diwawancarai di rumah.
Bogor

Purpossive

SMP Negeri 1
Dramaga

Purposive

Siswa kelas 8
(9 kelas)

Purposive

Siswa kelas 8.4 dan 8.6
n=82

30 siswa laki-laki

30 siswa perempuan

Gambar 2. Metode Pengambilan Contoh

Simple Random

Stratified Random

19
 
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data
primer dikumpulkan melalui kuesioner yang diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji
coba kuesioner dilakukan sebelum penelitian untuk mengetahui reliabilitas alat
ukur. Setelah dilakukan uji coba reliabilitas dan validitas kuesioner didapatkan
hasil sebagai berikut: nilai Cronbach alpha untuk alat ukur gaya pengasuhan
sebesar 0,601, nilai Cronbach alpha untuk alat ukur kelekatan sebesar 0,684,
dan

nilai Cronbach alpha untuk alat ukur kepuasan remaja terhadap ibunya

sebesar 0,698.
Data primer diperoleh langsung dari kuesioner yang ditanyakan kepada
keluarga yang memiliki ibu dan anak usia remaja. Data primer yang akan
diperoleh dengan bantuan kuesioner, meliputi karakteristik keluarga, karakteristik
ibu, karakteristik remaja, gaya pengasuhan, tipe komunikasi dalam keluarga,
kelekatan dan kepuasan). Data sekunder yang diperoleh adalah data
karakteristik sekolah dan data jumlah murid kelas delapan SMP Negeri 1
Dramaga (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Jenis Data
Primer

Sekunder

Variabel
Karakteristik Keluarga :
1. Besar Keluarga
2. Pendapatan
Keluarga
Karakteristik Ibu :
1. Pendidikan
2. Usia
3. Pekerjaan
Karakteristik Anak:
1. Usia
2. Jenis Kelamin

Skala Data

Kategori Data

Rasio
Rasio

BKKBN 1998
Garis Kemiskinan Kabupaten
Bogor BPS (2010)

Ordinal
Rasio
Nominal

Pendidikan terakhir
Hurlock (1980)
Pekerjaan Utama

Rasio
Nominal

Hurlock (1980)
Laki-laki, Perempuan

Gaya Pengasuhan

Ordinal

Penelitian Wulandari (2009)

Pola Komunikasi:
1. Tipe komunikasi
2. Alokasi waktu

Ordinal
Rasio

Kelekatan

Ordinal

Kepuasan Hubungan

Ordinal

Burns dan Pearson (2011)
Armsden dan Greenberg
(1987)
Tidak puas, cukup puas,puas

Karakteristik

Sekolah

SMP Negeri 1 Dramaga
dan Jumlah Siswa Kelas
8

Rasio

Data sekolah SMP Negeri 1
Dramaga

20
 
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer
yang sesuai. Data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, coding,
scoring, entry, cleaning, dan analyzing. Pengolahan dan analisis data dilakukan
secara deskriptif dengan melakukan tabulasi data dan analisis inferensia dengan
melakukan uji hubungan antar variabel.

Pengolahan Data
Pada

kuesioner

terdapat

data

mengenai

karakteristik

keluarga,

karakteristik ibu, karakteristik remaja, gaya pengasuhan, tipe komunikasi, alokasi
waktu komunikasi, kelekatan, dan kepuasan. Berikut merupakan pengolahan
data yang dilakukan pada setiap variabel:
Karakteristik keluarga terdiri atas besar keluarga dan pendapatan per
kapita. Data besar keluarga dikelompokan berdasarkan data BKKBN (1998),
yaitu keluarga kecil (≤4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥8 orang). Data
pendapatan per kapita keluarga diperoleh dari pendapatan keluarga setiap bulan
dibagi dengan jumlah tanggungan dalam keluarga. Pendapatan per kapita per
bulan dikelompokkan menjadi empat berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten
Bogor BPS (2010), yaitu kurang dari Rp 197.319, Rp 197 .319- Rp 394.638, Rp
394.639 – Rp. 591.957, dan lebih dari Rp. 591.957.
Karakteristik

ibu

terdiri

atas

usia,

pekerjaan,

dan

pendidikan.

Berdasarkan Hurlock (1980), usia ibu dibagi menjadi tiga kategori, yaitu dewasa
muda (18-40 tahun), dewasa tengah (41-60 tahun), dan dewasa tua (>60 tahun).
Tingkat pendidikan ibu diukur berdasarkan pendidikan formal terakhir yang
pernah diikuti ibu, yaitu (1) Tidak sekolah, (2) Tamat SD/sederajat, (3)
SMP/sederajat, (4) SMA/ sederajat, (5) Diploma dan (6) Perguruan Tinggi. Jenis
pekerjaan ibu merupakan pekerjaan utama yang dilakukan ibu untuk menghidupi
keluarga, yaitu (1) PNS, (2) ABRI/TNI/Polisi, (3) Wiraswasta, (4) Karyawan
swasta, (5) Pensiunan, (6) Buruh, (7) Ibu rumah tangga dan (8) Lainnya dengan
menyebutkan pekerjaan yang tidak terdapat dalam daftar kuesioner.
Karakteristik remaja terdiri dari usia dan jenis kelamin. Usia remaja
tergolong remaja awal (Hurlock 1980), yaitu 13 tahun, 14 tahun, dan 15 tahun.
Jenis kelamin dibedakan menjadi (1) laki-laki, (2) perempuan.
Kuesioner gaya pengasuhan dikembangkan dari Wulandari (2009) yang
terdiri dari gaya pengasuhan otoriter, permisif, dan demokratis. Gaya
pengasuhan otoriter terdiri dari 7 pernyataan, gaya pengasuhan permisif terdiri

21
 
dari 8 pernyataan, dan gaya pengasuhan demokratis terdiri dari 8 pernyataan.
Gaya pengasuhan merupakan pernyataan tertutup dengan skala likert (1= tidak
pernah mengalami gaya pengasuhan seperti yang dinyatakan dalam kuesioner
sampai 4= sangat sering mengalami gaya pengasuhan yang dinyatakan dalam
kuesioner). Penilaian terhadap data persepsi gaya pengasuhan, yaitu semakin
tinggi persentase dari skor yang diperoleh pada suatu gaya pengasuhan tertentu
maka semakin ibu menerapkan gaya pengasuhan tersebut. Penentuan gaya
pengasuhan paling dominan yang diterapkan, didasarkan pada jawaban dari
masing-masing pertanyaan yang kemudian masing-masing dijumlahkan dan
dibagi dengan jumlah skor maksimal pada masing-masing jenis pengasuhan
dimensi arahan (otoriter, permisif, demokratis), kemudian dipersentasekan dan
dikategorikan.
Pola komunikasi terdiri atas tipe komunikasi dan alokasi waktu
komunikasi antara remaja dan ibu. Tipe komunikasi terdiri atas tipe family
expresiveness, structural traditionalism, dan conflict avoidance (Burns dan
Pearson 2011). Tipe interaksi terdiri dari 25 item kegiatan yang sering dilakukan
oleh anak remaja. Semua kegiatan ini ditanyakan baik pada remaja maupun ibu
mengenai cara ibu mengkomunikasikan semua kegiatan tersebut dengan
menggunakan skala (1= diabaikan, 2=paksaan, 3=diskusi). Skor total dari semua
kegiatan kemudian dikategorikan ke dalam tiga tipe komunikasi tersebut, yaitu
family expresivness (51-75), structural traditionalism (26-50), dan conflict
avoidance

(0-25).

Alokasi waktu komunikasi antara ibu dan remaja, terdiri dari jumlah
waktu yang diluangkan oleh remaja dan ibu untuk berkomunikasi dalam sehari.
Informasi mengenai alokasi waktu untuk berkomunikasi diperoleh dengan cara di
recall kemudian diperoleh data rincian kegiatan dalam sehari baik remaja
maupun ibu beserta waktunya. Jumlah waktu yang sering digunakan untuk
berkomunikasi antara remaja dan ibu dibagi ke dalam empat kategori, yaitu: 5-15
menit, 16-30 menit, 31-45 menit, dan 46-60 menit.
Kelekatan diukur dengan menggunakan kuesioner dari Armsden dan
Greenberg (1987) yang berjudul Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA)
yang terdiri atas tiga dimensi, yaitu kepercayaan, komunikasi, dan pengasingan.
Kuesioner kelekatan ini terdiri dari 25 pernyataan tertutup dengan skala likert
(1=sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= ragu-ragu, 4= setuju, dan 5= sangat
setuju). Hasil skor total tiap dimensi dikategorikan menjadi rendah, sedang dan
tinggi. Penetapan kategori rendah, sedang, dan tinggi pada tiap dimensi

22
 
berbeda-beda. Dimensi kepercayaan (Rendah: 10-23, Sedang: 24-37, Tinggi: 3850), dimensi komunikasi (Rendah: 9-21, Sedang: 22-33, Tinggi: 34-45), dan
dimensi Pengasingan (Rendah: 6-14, Sedang: 15-22, Tinggi: 23-30). Selanjutnya
hasil pengkategorian dibagi menjadi dua tipe kelekatan yaitu high security (skor
dimensi kepercayaan dan dimensi komunikasi minimal sedang dan skor dimensi
pengasingan kurang) dan low security (skor dimensi pengasingan minimal
sedang dan skor dimensi kepercayaan serta dimensi komunikasi kurang).
Kepuasan terdiri dari 10 item pernyataan yang dirumuskan sendiri serta
diukur dengan dengan menggunakan skala likert (1=sangat tidak setuju, 2= tidak
setuju, 3= ragu-ragu, 4= setuju, dan 5= sangat setuju). Hasilnya dijumlahkan dan
dibuat persentase kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu tidak puas
(80%).

Analisis Data
Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis
inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik keluarga,
karakteristik ibu, karakteristik remaja, gaya pengasuhan, tipe komunikasi antara
ibu dan remaja, alokasi waktu komunikasi ibu dan remaja, kelekatan, dan
kepuasan remaja terhadap ibu.
Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara
karakteristik

keluarga,

karakteristik

ibu

dan

karakteristik

remaja,

gaya

pengasuhan, tipe komunikasi antara ibu dan remaja, kelekatan dan kepuasan.
Koefisien korelasi Pearson dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
n ∑xy – (∑x) (∑y)
rxy =√[n ∑x – (∑x)2] [n ∑y2 – (∑y)2]
2

Keterangan :
x= variabel pertama
y= variabel kedua
n= jumlah data

Dilakukan pula uji beda independent sample t-test untuk mengetahui
perbedaan gaya pengasuhan, tipe komunikasi, kelekatan, dan kepuasan
berdasarkan jenis kelamin. Selain itu, uji beda independent sample t-test ini
digunakan untuk mengetahui perbedaan persepsi komunikasi antara ibu dan
remaja per jenis kegiatan. Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

23
 

X1 - X2
t = (n1 – 1)s21 +(n2 – 1)s22 1 + 1


n1 + n 2 – 2

Keterangan :
X1 = Rata- rata variabel 1
X2 = Rata- rata variabel 2
n = Jumlah data
t = Koefisien uji beda

n1 n2

24
 
Definisi Operasional
Contoh adalah ibu dan anak remaja kelas 8 yang bersekolah di SMP Negeri 1
Dramaga.
Karakteristik Remaja adalah ciri-ciri khas remaja yang diteliti meliputi usia dan
jenis kelamin.
Karakteristik Ibu adalah ciri-ciri khas ibu yang diteliti meliputi usia, pendidikan,
dan pekerjaan.
Karakteristik Keluarga adalah keadaan keluarga yang meliputi besar keluarga
dan pendapatan keluarga.
Besar Keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam
satu rumah, dikelompokkan menjadi kecil (< 4 orang), sedang (5-7
orang), dan besar (≥ 7 orang).
Pendapatan Keluarga adalah jumlah pendapatan anggota keluarga yang
dinyatakan dalam rupiah per bulan.
Pendidikan Ibu adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh
ibu contoh, meliputi sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Pekerjaan Ibu adalah jenis pekerjaan yang ditekuni ibu (pekerjaan tetap).
Gaya Pengasuhan adalah bentuk-bentuk perlakuan ibu ketika berinteraksi
dengan remaja yang mencakup tiga aspek gaya pengasuhan, yaitu
otoriter, permisif, dan demokratis.
Pola Komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara remaja dan ibu
dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang terdiri dari tipe
komunikasi (famili expressiveness, structural traditionalism, dan conflict
avoidance) dan alokasi waktu komunikasi antara remaja dan ibu (jumlah
waktu untuk berkomunikasi antara ibu dan remaja per hari).
Kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk oleh remaja terhadap ibunya
dan dikembangkan melalui interaksi antara ibu dan remaja yang meliputi
tiga dimensi, yaitu kepercayaan, komunikasi dan pengasingan.
Kepuasan Remaja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang dirasakan oleh remaja terhadap hubungannya
dengan ibu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah yang dijadikan lokasi penelitian adalah SMP Negeri 1 Dramaga
yang terletak tepat di belakang kampus IP