Studi Kinerja Membran Polisulfon dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar (Studies of Polysulfone Membrane Performance Doped Titanium Oxide (TiO2) for Polluted Water Filtration).

(1)

STU

PE

UDI KINE

ENDOPIN

IN

ERJA ME

NG TITAN

FILTRA

ZAH

SEKOLA

NSTITUT

EMBRAN

NIUM DI

ASI AIR T

HROUL A

AH PASC

T PERTA

BOGO

2012

N POLISU

IOKSIDA

TERCEM

ATHIYAH

CASARJA

ANIAN BO

OR

2

ULFON D

A (TIO

2

)

U

MAR

H

ANA

OGOR

DENGAN

UNTUK


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini menyatakan bahwa tesis Studi Kinerja Membran Polisulfon dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2012

Zahroul Athiyah NIM G751090121


(4)

(5)

ABSTRACT

ZAHROUL ATHIYAH. Studi Kinerja Membran Polisulfon dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar (Studies of Polysulfone Membrane Performance Doped Titanium Oxide (TiO2) for Polluted Water

Filtration). Under supervision of KIAGUS DAHLAN and SUPRIHATIN.

Fresh water is an important requirement for human. Fresh water becomes a serious problem if it is contaminated by toxic pollutants. An alternative method for water purification is membrane filtration. Polysulfone are well known in excellent chemical resistance, good thermal stability, and mechanical properties. The research was conducted in biophysics Laboratory, IPB Bogor from January to December 2011. This research consisted of two stages. The first stage was study of the membrane synthesis. The second stage was studies of membrane characteristics. Membrane synthesis was prepared by phase inversion method. Membrane characterization was determined by flux test with cross-flow method, mechanical properties, ion conductivity, morphological analysis by SEM, and filtered water analysis. Fluxes of polysulfone membrane doped TiO2 are similar. TiO2 doping resulted in positively effect at mechanical properties. Polysulfone membrane doped with 10% w/w TiO2 has resulted in the better mechanical properties. In term of resulting water filtration, polysulfone membrane doped TiO2 decreased the turbidity to level 2 NTU, and color of <5 TCU. The Polysulfone membrane decreased some parameters of water quality such as turbidity, color, mangan, nitrite, cuprum and iron.


(6)

(7)

RINGKASAN

ZAHROUL ATHIYAH. Studi Kinerja Membran Polisulfon dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar. Dibawah bimbingan KIAGUS DAHLAN dan SUPRIHATIN.

Air bersih merupakan kebutuhan esensial bagi manusia untuk menopang kelangsungan hidupnya. Namun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia dan pesatnya perkembangan industri, jumlah kebutuhan air bersih meningkat tajam tanpa didukung kenaikan jumlah sumber air yang memadai. Pencemaran air oleh limbah industri dan masyarakat juga semakin menambah masalah kekurangan air bersih.

Metode Penyaringan air dapat digunakan untuk memenuhi standar air bersih seperti kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis, sehingga ketika dikonsumsi dan digunakan tidak menimbulkan efek samping. Metode pengelolaan air antara lain filter pasir, karbon aktif, dan membran polisulfon.

Membran polisulfon digabungkan dengan TiO2 diharapkan dapat mengikat-logam yang berbahaya, menyaring zat-zat residu kimia yang terdapat di dalam air tercemar dapat merusak lingkungan sehingga air yang tercemar bisa kembali normal dan dapat dipergunakan oleh makhluk hidup.

Proses pembersihan air dengan membran filtrasi dan TiO2 telah dilakukan, mulai dari pembuatan membran dengan doping TiO2, kemudian karakterisasinya. Pada penelitian ini penulis mencoba merancang dan menganalisis sistem filtrasi membran dalam skala laboratorium dengan modus cros flow filtration. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana hasil sintesis membran polisulfon yang telah didoping dengan TiO2, dan hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah filtrasi.

Hasil Foto SEM menunjukkan substruktur membran yang terbentuk terlihat seperti bunga karang dengan rongga-rongga kecil takberaturan dan asimetris. Terbentuknya rongga yang menyerupai bunga karang ini disebabkan karena laju pelepasan pelarut dan penetrasi non-pelarut ke lapisan polimer adalah berimbang.

Nilai fluks dengan umpan air aquades diambil dari nilai akhir operasi filtrasi selama 15 menit. Membran polisulfon murni (PST 0%) mempunyai nilai fluks 431 L/m2Jam. Membran polisulfon yang didoping TiO2 3% b/b (PST 3%) mempunyai nilai fluks 554 L/m2jam. Membran polisulfon yang didoping TiO2 10% (PST 10%) mempunyai nilai fluks 223 L/m2jam. Data-data tersebut menunjukkan bahwa membran yang didoping TIO2 mempunyai nilai fluks yang tidak berbeda. Berdasarkan data analisis anova pada lampiran 5, pendopingan TiO2 pada sintesis membran polisulfon tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai fluks filtrasi air aquades.

Fluks air menunjukkan sedikit penurunan pada dua menit pertama waktu operasi. Ini merupakan ciri khas fluks dari tiap membran ketika baru dialirkan permeat. Hal ini diduga dapat terjadi akibat perubahan struktur dalam membran akibat penembusan air. Setelah beberapa lama, fluks akan mulai konstan.

Uji kekuatan mekanik membran dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat membran menahan tekanan dan tarikan. Membran dengan kekuatan mekanik


(8)

lebih tinggi, akan lebih tahan lama saat proses filtrasi, khususnya pada tekanan operasi yang besar. Membran polisulfon murni lebih mudah robek ketika diberikan gaya tarik maupun gaya tekan dibandingkan membran dengan pendoping TiO2 1% b/b. Kecenderungan ini terlihat hingga penambahan TiO2 10% b/b.

Membran Polisulfon dengan pendoping TiO2 10% b/b memilki kuat tekan tertinggi yaitu 5,98 N, sedangkan membran yang memiliki kuat tekan terendah adalah membran tanpa pendoping TiO2 yaitu 2,6 N. Membran dengan pendoping TiO2 10% b/b juga memiliki kuat tarik sebesar 4,46 N dan membran tanpa pendoping TiO2 memiliki nilai kuat tarik yang kecil yaitu 2,29 N. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penambahan TiO2 pada membran berpengaruh positif terhadap kekuatan fisik membran tersebut.

Hasil konduktansi membran menunjukkan seberapa besar membran mampu meloloskan ion yang melewatinya. nilai ini dipengaruhi oleh geometri pori membran, wilayah dimana ion dapat melakukan proses mobilitas. Konduktansi berbanding lurus dengan suhu elektrolit, semakin tinggi suhu, semakin besar mobilitas ion elektrolit melewati pori, sehingga semakin besar pula nilai konduktansi yang terukur.

Membran Polisulfon dengan pendoping TiO2 0%, TiO2 1%, 2%,dan 3% b/b pada suhu 270

C berturut-turut memiliki konduktansi membran sebesar 69.82, mS, 69.34 mS, 68.54 mS dan 65.43 mS. konduktansi ini tidak berbeda nyata. kemudian nilai konduktansi meningkat dengan penambahan TiO2 7% sampai dengan 10% b/b. Nilai ini meningkat dikarenakan pori-pori membran yang membesar dan karena pertambahan TiO2 membran semakin konduktif. Hasil pengukuran porositas membran yang terukur dalam skala nano. Ukuran ini merupakan rata-rata seluruh ukuran pada pori membran yang ada. Jenis pori-pori sari membran hasil sintesis dengan teknik inverse fasa adalah pori-pori-pori-pori asimetris. Dari hasil pengukuran rata-rata ukuran diameter membran antara 1 nanometer hingga 1.3 nanometer.

Kualitas air ditentukan beberapa parameter, diantaranya parameter biologi, parameter kimiawi, parameter fisika, dan parameter radioaktif. Dalam penelitian ini, hasil filtrasi akan dibandingkan dengan beberapa parameter standar kualitas air bersih sesuai dengan Kepmenkes 416/Permenkes/IX/1990.

Parameter fisik yang penting untuk memenuhi standar air bersih mencakup kekeruhan, warna dan suhu. Kekeruhan merupakan karakteristik yang terlihat pertama kali saat mengukur kualitas air. Air tampak keruh, jika dalam air tersebut terdapat partikel-partikel koloid. Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan mengukur transmisi cahaya menggunakan sumber cahaya standar. Uji tersebut sangat berguna dalam penentuan kualitas air dalam pengolahan air bersih. Membran polisulfon dapat menurunkan nilai kekeruhan hingga 2 NTU. Bahkan air sungai yang disaring dengan membran polisulfon yang didoping TiO2 3% mampu menurunkan nilai kekeruhan dari 33 NTU menjadi dibawah 1 NTU. Sedangkan persyaratan air bersih menurut Kepmenkes 416/Permenkes/IX/1990 adalah 5 NTU.

Selain kekeruhan, parameter penting air minum adalah warna. Warna air dipengaruhi salah satunya hasil dari suspensi koloid. Selain itu Warna dapat juga dihasilkan dari bahan-bahan terlarut, misalnya bahan organik. Beberapa limbah industri dapat menyebabkan perubahan warna yang mencolok dan jika tidak


(9)

ditangani dengan tepat dapat berkontribusi terhadap wama air yang digunakan sebagai air baku dalam instalasi pengolahan air bersih / air minum. Membran polisulfon murni maupun yang didoping TiO2 dapat menurunkan dari warna air dari 5 TCU menjadi lebih kecil dari 5 TCU.

Membran polisulfon dengan doping TiO2 3% mampu menurunkan kandungan besi pada air sungai dari 0.22 mg/L menjadi 0.04 mg/L dan kandungan nitrit dari 0.11 mg/L menjadi 0.02 mg/L, sedangkan nilai Mangan dan Tembaga tidak berubah secara signifikan.


(10)

(11)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

   


(12)

(13)

STUDI KINERJA MEMBRAN POLISULFON DENGAN

PENDOPING TITANIUM DIOKSIDA (TIO

2

)

UNTUK

FILTRASI AIR TERCEMAR

ZAHROUL ATHIYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Akhiruddin Maddu, M.Sc


(15)

Judul Tesis : Studi Kinerja Membran Polisulfon dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar Nama : Zahroul Athiyah

NIM : G751090121 Program Studi : Biofisika

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana

Tanggal Ujian: Februari 201 Tanggal Lulus:

Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc

Ketua 

Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng

Anggota 

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si


(16)

(17)

Kupersembahkan karya ini kepada ...

Keluargaku tercinta.

Terima kasih untuk cinta kasih, pengorbanan,

dan doa tulus kalian, yang telah mengantarku


(18)

(19)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur hanyalah kepada Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penelitian yang berjudul ”Studi Kinerja Membran Polisulfon dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar” ini dapat terlaksana dengan baik. Dalam proses penelitian hingga terangkumnya tesis ini, cukup banyak hambatan yang dijumpai, sehingga disadari karya ini tidak dapat tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.

Terima kasih kepada Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng., yang telah memberi bimbingan dan ilmu yang sangat berharga kepada penulis, juga kepada Dr. Ir. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si, atas kesediannya menjadi penguji luar komisi dalam Ujian Sidang Tesis penulis. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada keluargaku tercinta, atas limpahan kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan moril dan materi yang penulis terima.

Penghargaan dan terima kasih kepada Departemen Pendidikan Nasional atas program Beasiswa Unggulan, Dr. Akhiruddin Maddu,S.Si, M.Si, Dr. Irzaman, M.Si atas segala bantuan sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan di Program Studi Biofisika IPB.

Terima kasih kepada para dosen dalam lingkup departemen Fisika dan Biofisika IPB, atas ilmu berharga yang telah penulis peroleh; seluruh sahabat di Biofisika angkatan 2009, atas kebersamaan, semangat, dan kenangan indah selama menempuh pendidikan bersama; rekanku Rani Chahyani, SSi dan adik-adik tim membran, untuk segala bantuan selama penelitian; kawan-kawan Biofisika 2008, 2010,2011 serta adik-adik Fisika 42, 43, dan 44, atas dukungan dan kebersamaannya.

Disadari bahwa kodrat kita sebagai manusia biasa, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT., sehingga dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran, guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tesis ini dapat memberikan faedah bagi semua pihak.

Bogor, Oktober 2012 Zahroul Athiyah


(20)

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 12 April 1985 dari keluarga Bapak Toha dan Ibu Siti Hafsah sebagai anak kelima dari lima bersaudara.

Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Tanjungkalang VI Ngronnggot Nganjuk. Tahun 2000 penulis lulus dari MTs Negeri 1 Tanjungtani Nganjuk dan melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tanjunganom Nganjuk. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Penulis menyelesaikan studi strata satu (S1) pada Januari 2008, dan melanjutkan studi strata dua (S2) pada Agustus 2009. Penulis masuk pada program Studi Biofisika Sekolah Pascasarjana IPB, dengan bantuan dana dari Kementerian Pendidikan Nasional, melalui program Beasiswa Unggulan.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Biofisika penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Kinerja Membran Polisulfon dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar dibawah bimbingan Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng.


(22)

(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... xxiii DAFTAR GAMBAR ... xxv DAFTAR TABEL ... xxvii DAFTAR LAMPIRAN ... xxix I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Filtrasi ... 5 2.2 Membran ... 5 2.3 Polisulfon ... 9 2.4 Titanium dioksida ... 11 2.5 Permeabilitas ... 11 2.6 Pembuatan Membran ... 13 2.7 Konduktivitas membran ... 14

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat ... 17 3.2 Bahan dan Alat ... 17 3.2.1 Tahapan Penelitian ... 17 3.2.2 Pembuatan Membran ... 18 3.2.3 Proses filtrasi ... 19 3.2.4 Karakterisasi Membran ... 21 3.3 Rancangan Percobaan ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sintesis Membran Polisulfon ... 25 4.2 Fluks ... 26

4.3 Kuat Mekanik ... 29 4.4 Konduktansi dan Porositas ... 32 4.5 Morfologi Membran ... 34 4.6 Kualitas Air Hasil Filtrasi ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN ... 45


(24)

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rentang teknik pemisahan dengan membran dibandingkan dengan teknik lain (Reynold 1996) ... 8 2. Struktur kimia polisulfon (Seader dan Ernest 1998) ... 10 3. Kurva perubahan fluks membran terhadap waktu (Mulder 1991) .. 12 4. Gejala fouling ... 13 5. Proses Sintesis dan karakterisasi membran polisulfon didoping

TiO2 ... 18 6. Alat uji filtrasi sistem crossflow (A) skema aliran, (B) alat uji

fluks tipe cross-flow, (C) modul membran ... 20 7. Pengukuran kuat mekanik membran; (a) kuat tekan, (b) kuat

tarik ... 23 8. Grafik fluks membran polisulfon didoping dengan TIO2

terhadap waktu operasi dengan rata-rata tekanan transmembran 2 psi ... 27 9. Grafik fluks membran polisulfon didoping dengan TIO2

terhadap waktu operasi dengan rata-rata tekanan transmembran 5 psi. ... 28 10.Grafik uji tekan membran polisulfon didoping dengan TiO2 ... 29 11.Grafik uji tarik membran polisulfon didoping dengan TiO2 ... 30 12.Perbandingan kekuatan mekanik tiap membran ... 31 13.Grafik hubungan antara temperatur dan konduktansi membran

PST 7% ... 32 14.Foto SEM morfologi membran ; A. membran PST 7% dan B

membran PST 10% ... 35 15.Foto SEM morfologi membran, A. membran polisulfon murni,

B. PST 1%, C. PST 7%, D. PST 10%, E. PST 7% penampang sisi aktif membran, F. PST penampang sisi pasif membran, G. PST 10% penampang sisi aktif membran, H. PST 10% penampang sisi pasif membran ... 36


(26)

(27)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perbandingan berbagai teknik membran ... 7 2 Ukuran diameter pori membran polisulfon yang didoping

dengan TiO2 ... 33 3 Konduktansi membran polisulfon yang didoping dengan

TiO2. ... 33 4 Kualitas hasil filtrasi membran polisulfon murni dan

membran polisulfon didoping dengan titanium oksida

dengan pretreatment karbon aktif ... 38 5 Kualitas hasil filtrasi membran polisulfon murni dan


(28)

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Data fluks air membran ... 45

2

Kurva hubungan konduktansi membran terhadap suhu ... 57

3

Alat dan bahan penelitian ... 61

4

Skema pengukuran kuat tekan membran ... 63


(30)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertambahan kepadatan penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan esensial manusia. Krisis air misalnya, permasalahan ini dapat terjadi jika pengelolaan sistem pengelolaan air buruk, dan pemakaian air yang tidak efisien.

Metode Penyaringan air dapat digunakan untuk memenuhi standar air bersih seperti kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis, sehingga ketika dikonsumsi dan digunakan tidak menimbulkan efek samping. Misalnya metode filter pasir, karbon aktif, dan membran polisulfon.

Proses penyaringan air dan limbah secara konvensional telah diakui dapat membuang beberapa bahan kimia dan kontaminasi mikroorganisme. Bagaimanapun keefektifan proses tersebut ada batasnya. Batas-batasnya dalam dua dekade ini antara lain ada beberapa tantangan. Pertama meningkatnya pengetahuan tentang konsekuensi polusi air, sehingga menghasilkan peraturan tentang level terendah kontaminasi yang ditolerir. Faktor kedua, semakin berkurangnya sumberdaya air bersih dan kecepatan peningkatan jumlah penduduk, dan perkebangan industri. Dengan demikian penggunaan hasil daur ulang air limbah industri menjadi salah satu masalah yang kritis. Disinilah teknologi pengelolaan tingkat tinggi dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair dan membuang komponen berbahaya yang tidak dapat dilakukan oleh pengelolaan konvensional.

Teknologi Membran telah berkembang dengan pesatnya dalam beberapa dekade ini. Teknologi membran memiliki berbagai keunggulan dan terbukti baik secara teknik maupun ekonomi, sehingga sering kali digunakan dalam proses-proses pemisahan maupun pemurnian. Teknologi ini mampu membuang kontaminan dan menjanjikan untuk diaplikasikan dalam pengelolaan air tercemar. Teknologi membran yang telah banyak digunakan yaitu teknik nanofiltrasi (NF), Ultrafiltrasi (UF) dan Reverse Osmosis (RO). Membran-membran tersebut berdasarkan fungsinya masing-masing sesuai dengan ukuran pori-porinya.

Membran-membran polimer yang telah kita kenal diantaranya polikarbonat, polivinilidin-flourida (PVDN), politetraflouroetilen (PTFE),


(31)

 

polipropilen (PP), ester-selulosa, poliamida, polisulfone, poliakrilonitril, polieterketon dan jenis membran polimer lainnya, dimana masing-masing membran mempunyai fungsi dan keunggulan masing-masing.

Membran polisulfon didoping dengan logam TiO2 untuk pengelolaan air, diharapkan dengan penambahan TiO2 tersebut meningkatkan kekuatan fisik membran sehingga membran tidak mudah terdekomposisi, meningkatkan hidropilitas sehingga fluks meningkat. Membran polisulfon digabungkan dengan TiO2 untuk mengikat-logam yang berbahaya, menyaring zat-zat residu kimia yang merusak lingkungan sehingga air yang tercemar bisa kembali normal dan dapat dipergunakan oleh makhluk hidup. Dalam Chang (2000) melakukan penelitian dengan melewatkan air limbah di dalam media kaca yang dilapisi dengan TiO2 serta diberi paparan cahaya UV dapat membunuh 100% bakteri yang terkandung dalam air limbah tersebut.

TiO2 ketika dianalisis dengan SEM memperlihatkan ukuran partikel dalam dalam orde puluhan nanometer. Hal ini menjadi keunikan tersendiri, ketika bahan kimia dan fisika baru yang ditambahkan mempunyai ukuran lebih kecil dan semakin kecil hingga berukuran nanometer. Dari sini diharapkan semakin tinggi luas permukaan akan memberikan keuntungan tersendiri, dimana terdapat interaksi interface yang berakibat kuatnya material tersebut. Logam TiO2 dapat berupa nanokristal dengan fase anatase dan tingkat kristalisasinya sangat tinggi.

Pada penelitian ini, air umpan yang digunakan adalah air sungai cisadane. Hasil pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai lintas di Jawa Barat ini, oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, bahwa air sungai cisadane tidak memenuhi kriteria baku mutu air kelas II sebagai air baku, karena tingginya kandungan koli tinja. Parameter lain yang tidak memenuhi kriteria adalah kadar DO, BOD, sampah padat di badan sungai semakin meningkat, rusaknya bantaran sungai akibat galian golongan C, semakin berkurangnya volume air, sangat tingginya jumlah bakteri koliform, dan fenol.

Pembuatan membran nanoteknologi adalah kunci utama dalam penelitian ini. Membran polisulfon akan digabungkan dengan TiO2 diharapkan mampu meningkatkan kualitas fisik membran dan hasil saringannya.


(32)

 

Selain itu perlakuan dan metode filtrasi pada membran akan dikembangkan sehingga lebih efisien dan berdaya guna lebih tinggi. Variasi maupun perlakuan akan diarahkan pada perlakuan fisis yang dapat menyaring zat-zat residu kimia yang merusak lingkungan sehingga air yang tercemar bisa kembali normal dan dapat dipergunakan oleh makhluk hidup.

1.2 Rumusan Masalah

Proses pembersihan air dengan membran filtrasi dan TiO2 telah dilakukan, mulai dari pembuatan membran dengan doping TiO2, kemudian karakterisasinya. Pada penelitian ini penulis mencoba merancang dan menganalisis system filtrasi membran dalam skala laboratorium dengan modus cros flow filtration.

Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana hasil sintesis membran polisulfon yang telah didoping dengan TiO2, dan hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah filtrasi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mensintesis dan mengkarakterisasi membran polisulfon dengan pendoping TiO2.

2. Mengetahui karakteristik mekanik dan mengetahui kinerja membran polisulfon dengan pendoping TiO2 untuk filtrasi air dengan mengukur kualitas air sebelum dan sesudah filtrasi.

1.4 Hipotesis

1. Pendopingan membran polisulfon dengan TiO2 pada konsentrasi tertentu, akan mempengaruhi karakteristik fisik dan mekanik membran.

2. Pendopingan membran polisulfon dengan TiO2 mempengaruhi hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah filtrasi.


(33)

 

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif dalam pembuatan membran proses pemurnian air yang lebih baik, serta dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya, yang berkaitan dengan bidang ini. Dengan penelitian dan pengembangan teknologi lebih lanjut, hasil riset ini diharapkan dapat diaplikasikan langsung pada masyarakat dan bidang industri, guna mengatasi masalah kekurangan air bersih.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Filtrasi

Proses yang terjadi pada unit filter adalah penyaringan (filtrasi). Filtrasi merupakan proses alami yang terjadi di dalam tanah, yaitu air tanah melewati media berbutir dalam tanah dan terjadi proses penyaringan. Dengan meniru proses alam ini, dikembangkan rekayasa dalam bentuk unit filter. Tujuan filtrasi adalah untuk menghilangkan partikel yang tersuspensi dan koloidal dengan cara menyaringnya dengan media filter (Scott dan Hughes 1996). Selain itu, filtrasi dapat menghilangkan bakteri secara efektif dan juga membantu penyisihan warna, rasa, bau, besi dan mangan.

Berbagai jenis mekanisme filtrasi, antara lain filtrasi tradisional menggunakan filter pasir cepat. Mekanismenya adalah mechanical straining, yaitu tertangkapnya partikel oleh media filter karena ukuran partikel lebih besar daripada ukuran pori-pori media, sedangkan mekanisme filtrasi dalam filter pasir lambat adalah proses biologis. Filtrasi dengan membran ditujukan untuk menyaring bahan berukuran molekuler dan ionik. Proses yang terjadi selama penyaringan pada filtrasi ini memerlukan driving force, seperti perbedaan konsentrasi, potensial listrik, perbedaan tekanan, dan sebagainya. TiO2 merupakan nanomaterial yang resisten terhadap bakteri.

2.2 Membran

Penggunaan membran dalam pengolahan air bertujuan untuk pemisahan substansi dari larutan. Membran mampu menyaring partikel dalam larutan yang tidak nampak oleh mata telanjang, bahkan membran mikrofiltrasi dapat menahan yeast (3 hingga 12 mikron) dan mikrofiltrasi yang lebih kecil dapat menahan bakteri terkecil (Mulder 1996).

Membran dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis semipermeabel diantara dua fasa yang berbeda karakter, fasa pertama adalah feed atau larutan pengumpan dan fasa kedua adalah permeate atau hasil pemisahan, disamping itu juga menghasilkan retentat sebagai hasil residu dala proses filtrasi (Mallevialle et al. 1996). Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau


(35)

 

lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran berfungsi sebagai penghalang (Barrier) tipis yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder 1996).

Berbagai jenis membran telah banyak dikembangkan untuk berbagai kebutuhan industri dan bidang lainnya, terutama membran sintetik. Keunggulan yang diperoleh dengan teknologi membran antara lain energi yang dibutuhkan cukup rendah, penggunaannya dapat kontinue, perangkatnya dapat digabungkan dengan peralatan lain, serta mampu memisahkan zat-zat yang sensitif terhadap perubahan temperatur.

Berdasarkan eksistensinya membran terdiri dari membran alami dan membran sintetik. Membran alami adalah membran pada sistem dan proses kehidupan makhluk hidup. Komponen utama membran alami adalah lemak dan protein. Sedangkan membran sintetik adalah membran buatan, yang dapat terbuat dari bahan alami (biomembran) atau bahan non alami. Membran buatan digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengujian sifat-sifat membran biologi dan juga untuk kepentingan industri. Teknologi membran buatan banyak dimanfaatkan untuk industri kimia dan bahan makanan.

Berdasarkan bentuk membrannya terdiri dari membran simetri dan asimetri. Membran simetri memiliki struktur pori yang homogan dan relatif sama, ketebalannya antara 10-200 µm. Sedangkan membran asimetri memiliki ukuran dan kerapatan yang tidak sama. Membran jenis ini memiliki dua lapis yaitu lapisan kulit yang tipis dan rapat (skin lover) dengan ketebalan < 0,5 µm serta lapisan pendukung yang berpori dengan ketebalan 50-200 µm (Mallevialle et al. 1996).

Berdasarkan kelistrikannya membran terdiri atas membran bermuatan tetap dan membran bermuatan netral. Membran bermuatan tetap dapat dilalui oleh ion-ion tertentu. Membran bermuatan tetap yang hanya dapat dilalui oleh kation saja disebut membran penukar kation (MPK), sedangkan jika hanya dilalui anion saja disebut membran penukar anion (MPA). Selain kedua membran tersebut ada juga membran yang merupakan gabungan keduanya yang disebut Double Fixed Charge Membrane. Membran bermuatan tetap ini dapat digunakan dalam proses


(36)

 

industri, seperti proses elektrolisis, fuel sell, dan berbagai proses filtrasi. Membran bermuatan netral banyak digunakan dalam aplikasi bidang-bidang sains dan teknologi. Membran netral terdiri dari polimer yang tidak mengikat ion-ion tetap. Membran netral juga dapat bersifat selektif terhadap larutan-larutan kimiawi. Selektivitas membran ditentukan oleh unsur-unsur penyusun (monomer), ukuran kimia, ukuran pori-pori, daya tahan terhadap tekanan dan suhu, resistivitas dan konduktivitas serta karakteristik kelistrikan yang lainnya (Baker 2004).

Berdasarkan gradien tekanan sebagai daya dorongnya dan permeabilitasnya, Mulder (1996) membran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Mikrofiltrasi (MF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 bar dan batasan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar. b. Ultrafiltrasi (UF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5

bar dan batasan permeabilitasnya adalah 10-50 L/m2.jam.bar.

c. Nanofiltrasi. Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 1,4-12 L//m2.jam.bar

d. Reverse osmosis (RO). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 10-100 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 0,005-1,4 L/m2.jam.bar

Tabel 1 Perbandingan berbagai teknik membran Teknik

Membran

Air umpan Ukuran Pori Gaya Dorong Tujuan Penyisihan

Mikrofiltrasi Dari filter 0.1-2 µ (umumnya 0.45µ)

Tekanan > 10 psi (> 0.7 kg/cm2)

Bakteri menyerupai partikel tak larut , bahan koloid

Ultrafiltrasi Dari filter 0.002-0.1µ

(umumnya 0.01µ)

Tekanan > 20 psi (> 1.4 kg/cm2)

Senyawa berukuran molekuler, termasuk mikroorganisme Elektrodialisis TDS 500 –

8000 mg/l

< 1 nm Arus DC 0.27-0.36

kW/lb garam) Ion garam Reverse Osmosis TDS 100-36000 mg/l

< 1 nm Tekanan > 200 psi

(> 14 kg/cm2)

Ion garam dan bahan koloid


(37)

 

Gambar 1 Rentang teknik pemisahan dengan membran dibandingkan dengan teknik lain (Reynold 1996).

Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan membran dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu membran berpori (porous membrane), membran tidak berpori (non porous membrane) dan membran cair (carrier membrane) Mulder (1996).

ƒ Membran berpori

Prinsip pemisahan membran berpori adalah didasarkan pada perbedaan ukuran partikel dan ukuran pori membran. Ukuran pori membran berperan penting dalam pemisahan. Membran jenis ini biasanya digunakan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan nanofiltrasi.

ƒ Membran tidak berpori

Pada membran tidak berpori prinsip pemisahannya didasarkan apda perbedaaan kelarutan dan kemampuan berdifusi. Sifat intrinsik polimer membran mempengaruhi tingkat selektifitas dan permeabilitas. Membran jenis ini digunakan untuk proses pemisahan gas, pervaporasi dan diálisis.


(38)

 

ƒ Membran Carrier

Pada membran ini prinsip pemisahannya tidak ditentukan oleh membran itu sendiri, tetapi ditentukan oleh sifat molekul pembawa spesifik. Molekul pembawa (carrier) berada di dalam membran dan dapat bergerak jika dilarutkan dalam cairan. Carrier harus menunjukan afinitas yang Sangat spesifik terhadap statu komponen pada umpan sehingga diperoleh selektifitas tinggi. Selain itu permselektifitas komponen sangat tergantung pada spesifikasi bahan pembawa tersebut. Komponen yang dapat dipisahkan dapat berupa cair atau gas, ionik dan non ionik.

2.3 Polisulfon

Polisulfon merupakan polimer yang mengandung sulfur yang dihasilkan dari sintesa subtitusi aromatik nukleofilik antara aromatik halida dengan garam bisfenol. Polimer ini bersifat hidrofobik karena mempunyai gugus aromatik pada struktur kimianya dan memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah namun masih bisa larut dalam beberapa pelarut polar (Kesting 1993) . Kekuatan dan stabilitas polisulfon dipengaruhi oleh grup sulfon dan struktur sikloliniernya.

Polisulfon merupakan polimer yang banyak dipakai pada membran ultrafiltrasi. Unit pengulangannya adalah difenil sulfon. Gugus –SO2 dalam polimer polisulfon (PSf) cukup stabil disebabkan gaya tarik elektronik teresonansi antar gugus-gugus aromatik. Molekul-molekul oksigen dengan 2 pasang elektron tak berpasangan didonorkan untuk membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan solut atau pelarut (Wenten 1999).

Ulangan cincin fenilena menciptakan halangan sterik terhadap rotasi molekul dalam molekul dan gaya tarik sistem elektron teresonansi antara molekul yang berdekatan. Keduanya memberi kontribusi terhadap derajat mobilitas molekul tinggi, rigiditas yang tinggi, creep resistance (ketahanan melar), stabilitas dimensional dan temperatur defleksi termal. Gugus fenil eter dan fenil sulfon mempunyai stabilitas termal dan oksidatif yang tinggi, menghasilkan stabilitas temperatur tinggi yang tahan lama selama penggunaan (Cheryan 1986).


(39)

10 

 

Gambar 2 Struktur kimia polisulfon (Seader dan Ernest 1998)

Menurut Muhammad Romli, Suprihatin dan Nastiti Siswi Indrasti (2008) menyatakan bahwa polimer polisulfon sebagai material dasar memiliki gugus sulfon yang merupakan sink untuk elektron-elektron, sehingga menjadikannya tahan terhadap pengaruh termal maupun oksidasi. Gugus eter pada tulang belakangnya yang memberikan sifat fleksibel, serta gugus alkil yang dapat menaikkan permeabilitas.

Dasar pemilihan polisulfon sebagai membran ultrafiltrasi adalah sebagai berikut:

a. Resistansi kimia tinggi, tidak diserang oleh asam mineral, alkali dan garam. b. Batasan temperatur lebar, khususnya temperatur sampai 75oC - 125oC dapat

digunakan.

c. Toleransi pH yang lebar, PSf dapat secara kontinu dilakukan pada pH 1-13, hal ini memberikan keuntungan untuk tujuan pembersihan.

d. Tahan terhadap klorin, kebanyakan perusahaan menggunakan klorin sampai konsentrasi 20 ppm untuk tujuan sanitasi jangka pendek dan biasanya sampai 50 ppm untuk sanitasi jangka panjang.

e. Membrannya mudah difabrikasi dengan berbagai konfigurasi.

f. Kisaran pori-pori yang luas yang biasa dipakai untuk aplikasi UF, kisaran antara 10A-200A atau dengan MWCO 100-500 kD.

Kelemahan utama PSf hanya terbatas pada tekanan yang rendah 100 psi untuk membran flat dan 25 psi (1,7 atm) untuk membran hollow fiber dan tendensi fouling yang lebih tinggi dibanding membran hidrofilik.

Menurut Radiman (2002), polisulfon merupakan salah satu jenis polimer yang banyak digunakan dalam teknologi membran karena memiliki kestabilan kimia dan termal yang cukup baik. Polisulfon cenderung bersifat hidrofobik sehingga permeabilitasnya untuk sistem larutan air tidak terlalu baik. Polisulfon bersifat hidrofobik karena mempunyai gugus aromatik pada struktur kimianya dan


(40)

11 

 

memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah tetapi masih bisa larut dalam pelarut polar. Keuntungan dari penggunaan polisulfon, diantaranya tahan terhadap panas, kaku dan transparan, stabil antara pH 1.5 – 13.0, tidak larut atau rusak oleh asam-asam encer atau alkali, dan mempunyai kekuatan tarik yang baik (Sembiring 2005).

2.4 Titanium dioksida (TiO2)

Titanium dioksida merupakan senyawa yang tersusun atas ion Ti4+ dan O2 dala konfigurasi oktahedron. Tiga acam bentuk kristalnya yang telah dikenal yaitu anatase, rutil dan brokit. Akan tetapi hanya bentuk anatase dan rutil yang dapat diamati di alam, sedangkan brokit sulit diamati karea tidak stabil. Bentuk kristal anatase diamati terjasi pada pemanasan bubuk TiO2 mulai dari suhu 1200C dan sempurna pada 5000C. Pada suhu 7000C mulai terbentuk kristal rutil (Prihasa 2009).

Titanium dioksida juga merupakan bahan material aktif dengan ukuran nano yang memiliki beberapa keunggulan yakni resistasi terhadap bakteri yang tinggi dan bersifat sangat hidrofilik. Penambahan TiO2 dilakukan dala bentuk serbuk. Penambahan TiO2 tersebut meningkatkan kekuatan fisik membran sehingga membran tidak mudah terdekomposisi, meningkatkan hidrofilisitas sehingga fluks meningkat.

Titanium oksida merupakan bentuk oksida dari senyawa titanium, titanium murni tidak terdapat di alam, tetapi berasal dari biji ilmette. Senyawa ini dapat digunakan sebagai alat treatment air dengan cara melewatkan air yang tercemar pada permukaan yang dilapisi dengan senyawa ini. Disamping itu titanium dapat digunakan sebagai sensor oksigen dan anti mikrobiologi (pembunuh kuman) dengan bantuan sinar UV (Chang 1994). Manfaat TiO2 banyak sekali, diantaranya sebagai pigmen, sunscreen, cat tembok, obat salep, pasta gigi dan lain lain.

2.5 Permeabilitas

Brocks (1983) menjelaskan tentang kinerja (performance) membran dipengaruhi oleh bahan dasar membran dan bagaimana proses pembuatannya.


(41)

12 

 

Parameter utama yang sering digunakan dala penilaian kinerja membran filtrasi adalah fluks atau koefisien permeabilitas dan rejeksi atau perselektivitas.

Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu spesi atau konstituen menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volum permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong, dalam hal ini berupa tekanan. Secara sistimatis fluks dirumuskan sebagai berikut:

t A

V J

× = dimana:

J = Fluks (L/m2.jam) V = Volum permeat (ml)

A = Luas permukaan membran (m2) t = Waktu (jam)

Suatu membran dikatakan efektif dan efisien jika membran tersebut mempunyai nilai fluks yang tinggi. Masalah yang timbul ketika membran digunakan adalah adanya penurunan nilai fluks terhadap waktu. Hal itu ditunjukkan pada gambar 3.

Fluks

Waktu Gambar 3 Kurva perubahan fluks membran terhadap waktu (Mulder 1991)

Faktor-faktor yang mempengaruhi fluks antara lain, konsentrasi umpan, tekanan transmembran, laju alir, dan turbulensi dalam saluran umpan. Konsentrasi umpan yang semakin tinggi menyebabkan penurunan fluks hingga nol, sedangkan tekanan transmembran menurut Henry (1988) tidak selalu berbanding lurus dengan fluks, semakin tinggi tekanan transmembran awalnya akan meningkat,


(42)

 

hingga flu dan turbul Pe fouling. F membran. permukaan dalamnya Fo terjadi ak membran fouling da dan lain se

2.6 Pemb

Me dengan be Metode s keramik, film. Pros temperatu disebut po

uks akan rel lesi umpan enurunan n Fouling pa Fouling te n membran . ouling pada kibat adany dan mene apat diketah ebagainya. uatan Mem enurut Bro erbagai cara sintering ad

gelas, sehi ses penggab ur tinggi, s

ori-pori. latif konstan akan mengh ilai fluks ada membra rjadi akibat n dan me

membran s ya moleku empati pori hui dari pen

Gam mbran ocks (1983) a, diantarany dalah prose ingga partik bungan dila sehingga ak

n pada peni hasilkan flu dalam pro an sangat t adanya mo nempati po

sangat ulit ul-molekul i-pori mem nurunan nila

mbar 4 Geja

) pembuata ya sintering es penggab kel secara akukan deng kan terbent ingkatan tek uks yang tin

ses filtrasi sulit dihin olekul-mole ori-pori m dihindari da yang terak mbran dan

ai fluks, per

ala fouling

an membran g, inversi fa bungan part bersama-sa gan bantuan tuk ruang-kanan. Peni ggi pula dipengaru ndari dalam ekul yang te

embran da

alam proses kumulasi p menyumbat rubahan nil n sintesis asa, strechin tikel-partike am bergabu n penambah ruang anta ingkatan laj

uhi oleh ad m proses fi erakumulasi an tersumb

s filtrasi. H pada permu

tnya. Feno ai kondukti

dapat dilak ng, dan leac el kaku, se ung memb han tekanan ar partikel 13  ju alir danya filtrasi i pada bat di Hal ini ukaan omena ivitas, kukan ching. eperti entuk n dan yang


(43)

14 

 

Metode inversi fasa merupakan metode yang banyak digunakan dalam pembuatan membran. Proses pembuatanannya dengan cara, menyebarkan larutan yang berisi zat terlarut dan pelarut sehingga membentuk lapisan tipis. Selanjutnya dilakukan proses koagulasi sehingga pelarut menguap dan terbentuklah pori-pori. Metode streching atau peregangan cocok dilakukan pada bahan baku berupa plastik tak berpori, seperti tefflon dan lembaran polipropilen. Prose peregangan dilakukan ke segala arah sehingga terbentuk pori-pori pada film. Sedangkan metode leaching dilakukan pada campuran dua jenis bahan diman salah satu bahan dibuat membran dengan inversi fasa sedangan bahan yang lain dibuat dengan metode peregangan.

2.7 Konduktansi Membran

Konduktansi merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu bahan untuk membawa arus listrik. Sifat ini muncul karena adanya interaksi antara ion dengan membran. Konduktansi sangat penting dalam proses pemisahan pada membran karena dapat menentukan geometri dan dimensi pori. Besarnya konduktansi membran (G) dapat diperoleh dengan pendekatan persamaan:

G = n Gp (1)

dengan n adalah jumlah pori membran, dan Gp adalah konduktansi tiap pori

(asumsi pori-pori identik). Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi nilai Gp, di

antaranya faktor geometri pori, konsentrasi pori, dan mobilitas ionnya. Dengan asumsi bahwa ion di dalam suatu medium dielektrik akan mengalami interaksi elektrostatik dengan membran.

Sebuah ion dengan radius d dan muatan zq (di mana z adalah bilangan valensi ion dan q adalah muatan ion), dalam suatu medium yang luasnya tak berhingga dengan konstanta dielektrik ε, akan memiliki energi diri U yang besarnya adalah:

U = z2 q2 / 8 πεo εmd (2)

Nilai energi diri ion akan berubah bagi ion yang mediumnya memiliki konstanta dielektrik tak seragam. Energi diri ion tersebut pun akan berubah tergantung kepada di mana ion tersebut berada. Oleha karena itu nilai ini sangat


(44)

15 

 

bergantung pada konstanta dielektrik (ε). Nilai U akan naik secara teratur sesuai dengan banyaknya ion yang melewati suatu daerah dengan konstanta dielektrik ε lebih rendah. Konstanta dielektrik membran lebih kecil (biasanya εm = 3)

dibanding konstanta dielektrik pelarut (air, εs= 78.5).

Ion yang melewati membran dapat menyebabkan adanya perubahan energi diri sebesar ΔU, sebagai akibat interaksi medan listrik dengan konstanta dielektrik membran (εm), yang tergantung pada seberapa dekatnya ion pada membran.

Perubahan energi diri ΔU dapat ditentukan melalui :

ΔU = z2 q2α / 4 πεoεm b (3)

Dengan z adalah bilangan valensi ion, q adalah muatan ion, α merupakan nilai yang bergantung pada konstanta geometri dan dielektrik, εo adalah konstanta

resapan, dan b adalah jari-jari pori membran.

Peningkatan energi diri ΔU akan mempengaruhi konsentrasi ionik yang ada di dalam membran. Secara energetika, kenaikan energi diri kurang baik untuk ion yang berada dalam pori-pori membran yang rapat, dengan konstanta dielektrik rendah. Jika C adalah konsentrasi ion di pusat membran, Co adalah konsentrasi ion

pada jarak yang jauh dari membran, G adalah konduktansi di pusat membran, Go adalah konduktansi yang berjarak jauh dari membran, dengan konstanta Boltzman k dan suhu T, maka koefisien partisi γ dapat dihitung dengan menggunakan statistik Boltzman:

γ = C/ Co = G/ Go = exp (-ΔU / k T) (4)

Pada elektrolit dengan konsentrasi kation P dan anion N, serta valensi zp dan zn,

dan dengan co adalah kekuatan ionik larutan, maka:

zp P = zn N = co (5)

Untuk membran dengan ukuran pori lebih besar dari panjang Debye dan dengan medan listrik konstan, maka besarnya nilai konduktansi untuk tiap pori Gp

terhadap ion yang mengalir adalah:

L T k b D z D z C q

Gp p p p n n n

2 0

2

)

( γ + γ π

= (6)

dengan :

(

zp q mbRT

)

p α πε ε

γ 2 2 0

4 exp −


(45)

16 

 

(

zn q mbRT

)

n α πε ε

γ 2 2 0

4 exp −

=   (8)

Di mana b adalah jari-jari pori membran, L adalah ketebalan membran, K adalah konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K), T merupakan suhu dalam Kelvin, dan R adalah konstanta molar gas (8.314 J/mol K).

Dari persamaan (6) dapat diamati bahwa ada kebergantungan dari Gp

terhadap temperatur, dan menunjukkan hubungan yang linear. Pada suhu yang tinggi, nilai G akan semakin besar, ini berarti pula bahwa pergerakan ion juga lebih besar. Di samping itu, koefisien partisi γ juga akan membesar, dengan demikian energi diri ΔU akibat interaksi medan magnet juga meningkat. Dengan menganggap konduktansi untuk tiap pori (Gp) adalah sama, maka jumlah pori n

dapat diketahui melalui persamaan (1), dan mekanisme transpor pun dapat diketahui (Smith et al. 1992).


(46)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Desember 2011. Pembuatan dan karakterisasi membran dilakukan di Laboratorium Biofisika, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Karakteristik morfologi membran, dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku pembuatan membran adalah aquades, titanium dioksida (TiO2), polisulfon (Aldrich), pelarut N,N-dimethylacetamide (DMAc) (Sigma Aldrich), dan air destilasi sebagai koagulan.

Plat kaca, batang silinder kaca, dan selotip digunakan sebagai media pencetakan membran. Alat preparasi sampel lain di antaranya adalah gelas beker, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu takar, cawan petri, pipet tetes, kertas saring, hot plate stirrer, magnetic stirrer, ultrasonic processor (Cole Parmer). Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah neraca analitis, mikrometer, jangka sorong, mistar, stopwatch, dan termometer.

Konduktivitas listrik membran diukur dengan LCRmeter Hioki 3532-50 Hi-Tester 1 KHz. Analisis struktur morfologi dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) JEOL JSM-6063 LA untuk membran. Karakteristik fluks dan kuat mekanik membran diuji dengan alat uji fluks tipe cross-flow dan sensor gaya PASCO CI-6746 dengan ScienceWorkshop® 750 Interface.

3.2.1 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan dapat diilustrasikan dengan diagram alir pada Gambar 5. Tahapan penelitian mulai dari penelusuran literatur, proses pembuatan membran polisulfon yang didoping dengan variasi persentase TiO2, karakterisasi membran, dan analisis data.


(47)

18  

Tahapan karakterisasi membran meliputi beberapa uji, yaitu uji sifat dan kinerja membran dan uji hasil saringan membran. Uji sifat dan kinerja membran dilakukan dengan mengukur nilai fluks, kuat mekanik, dan konduktivitas membran. Uji hasil saringan meliputi parameter fisik dan kimiawi air.

Gambar 5 Proses sintesis dan karakterisasi membran polisulfon didoping dengan TiO2

3.2.2 Pembuatan Membran

Pembuatan membran dilakukan dengan teknik inversi fasa. Metode inversi fasa, menurut Mulder (1996) merupakan proses pengubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi fasa padatan. Dengan kata lain pada metode ini, polimer akan ditransformasi dari cairan menjadi padatan atau yang biasa disebut sebagai solidifikasi. Proses pemadatan ini diawali dengan transisi dari fasa cair satu ke fasa dua cairan. Pada tahapan berikutnya salah satu fasa cair tersebut akan memadat sehingga terbentuk matriks padat.

Bahan utama pembuatan membran ini ádalah polimer polisulfon, menurut Mulder (1996) membran ultrafiltrasi yang berasal dari polisulfon sekitar 15% b/b dan pada penelitian sebelumnya didapatkan bahwa membran dengan polisulfon

Penelusuran literatur dan persiapan alat dan bahan

Pembuatan membran polisulfon doping TiO2 (0%, 1%, 2%, 3%, 7%, dan 10%)

1. Proses pelarutan (inkubasi, pengadukan, sonikasi 2. Pembentukan lembaran membran

Proses filtrasi beroperasi dengan tekanan transmembran (2.5 psi dan 5 psi)

Karakterisasi Fluks, kekuatan mekanik, konduktivitas, foto morfologi dengan SEM, dan kualitas air


(48)

19  

terlarut 12 % b/b yang didoping TiO2 mempunyai struktur yang terbaik. Polisulfon dipilih karena merupakan polimer sintetik yang memiliki keunggulan sifat kestabilannya. Bahan dasar polisulfon dicampurkan dengan pelarut DMAc. Pelarut ini dipillih karena sifat pelarutnya yang tinggi, tidak mudah menguap dan stabil pada suhu yang relatif luas. Pelarut ini bersifat toksik dan berbahaya bagi janin, mudah terbakar dan mudah diserap oleh kulit.

Tahapan pembuatan membran yaitu:

1. Pelarutan atau homogenase polimer polisulfon dengan komposisi 12 % b/b dan penambahan bahan aditif pendoping TiO2 dengan variasi tanpa doping sebagai kontrol, 1% b/b, 2% b/b, 3% b/b, 7% b/b dan 10% b/b ke dalam pelarut DMAc. Proses pelarutan dilakukan dengan diinkubasi selama 24 jam, lalu dilanjutkan dengan pengadukan dengan stirer selama 1 jam, kemudian dilakukan sonikasi dengan ultrasonic procesor selama 1 jam. Membran-membran yang terbentuk antara lain:

a. Membran polisulfon murni tanpa pendoping TiO2 (PST 0%) b. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 1% b/b (PST 1%) c. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 2% b/b (PST 2%) d. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 3% b/b (PST 3%) e. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 7% b/b (PST 7%) f. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 10% b/b (PST 10%) 2. Pembentukan film membran dilakukan dengan menuangkan polimer diatas

kaca untuk membuat lembaran polimer yang dikenal dengan tahapan casting solution. Acuan ketebalan yang digunakan adalah ketebalan basah yaitu tebal selotip yang berkisar 0.05 mm. Selanjutnya direndam didalam bak koagulasi yang berisi air aquades yang berfungsi sebagai anti pelarut (non-solvent) dari polimer tersebut. Di dalam bak koagulasi akan terjadi presipitasi yang disebabkan terjadinya pertukaran antara pelarut (DMAc) dan anti pelarut (aquades).

3.2.3 Proses Filtrasi

Umpan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain air aquades dan air sungai. Air sungai yang diambil dari sungai Cisadanemelalui tahap pre treatment


(49)

20  

terlebih dahulu, yaitu dengan membubuhkan bubuk karbon aktif pada air sungai tersebut, dan diaduk secara merata agar terjadi kontak, kemudian baru diendapkan.

Proses penyaringan umpan terlihat pada Gambar 6. Tahapan penyaringan yang pertama mengalirkan larutan umpan yang telah disiapkan dalam labu. Larutan-larutan ini dialirkan ke modul membran dengan menggunakan pompa. Aliran dari pompa menuju membran dilengkapi dengan katup untuk mengatur laju alir dan tekanan operasi. Pada aliran retentat dipasang suatu katup untuk mengatur tekanan.

Gambar 6 Pengujian fluks membran dengan metode cross flow; (a) skema aliran, (b) alat uji fluks tipe cross-flow, (c) modul membran

Pengukuran fluks permeat dilakukan dengan jalan menampung permeat hasil filtrasi pada suatu gelas ukur dalam selang waktu tertentu. Lama penyaringan aquades yaitu 15 menit dan diukur volumenya dalam interval 30 detik, sedangkan penyaringan air sungai selama 60 menit.

Pengukuran kualitas air menggunakan sampel air sungai sebelum dan setelah filtrasi. Sampel air sebelum dan setelah filtrasi dikarakterisasi dengan parameter kimia dan fisika. Parameter fisik meliputi bau, warna dengan metode spektrofotometer UV-Vis, turbiditas dengan turbidimeter, dan suhu. Parameter kimia meliputi besi, mangan, tembaga, dan nitrit yang diukur dengan metode spektrofotometer. Data hasil pemeriksaan beberapa parameter tersebut akan

(a)

(b)


(50)

21  

dibandingkan dengan standar kualitas air bersih sesuai dengan Kepmenkes 416/Permenkes/IX/1990.

3.2.4 Karakterisasi Membran a. Fluks Membran

Ukuran kecepatan suatu spesi tertentu untuk melalui membran disebut sebagai permeabilitas membran. Permeabilitas dinyatakan sebagai aliran fluks permeat melewati membran tiap satu satuan waktu. Nilai fluks membran dapat diperoleh dengan persamaan berikut (Kertesz et al. 2009):

dt dV A

J = 1 (11) Di mana J merupakan nilai fluks (L/m2.jam), V adalah volume permeat (L), A adalah luas area filtrasi membran (m2), dan t adalah waktu (jam).

Uji fluks dilakukan dengan metode cross flow (Gambar 6). Pada metode ini, umpan mengalir melalui suatu membran, di mana hanya sebagian umpan yang melewati membran untuk menghasilkan permeat, sedangkan aliran pelarut atau cairan pembawa akan melewati permukaan membran, sehingga larutan, koloid, dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran akan terus terbawa menjadi aliran balik (Li et al. 2008). Pengujian fluks dilakukan dengan bahan filtrat air destilasi. Air pada wadah umpan dipompa dengan tekanan transmembran 2.5 psi. Pertambahan volume air yang tersaring oleh membran diukur setiap 30 detik selama 15 menit.

b. Konduktansi dan Porositas

Penentuan konduktansi dan porositas membran didasarkan pada metode yang dilakukan oleh Smith et al. (1992), dengan beberapa modifikasi pada alat dan proses pengukuran. Konduktansi diukur pada suatu media chamber, dengan mengalirkan larutan elektrolit NaCl melewati membran. Bagian lapisan aktif membran dihadapkan pada larutan NaCl dengan molaritas lebih tinggi yakni 1 M dan sisi lainnya dengan larutan NaCl 0.1 M, di mana aliran ion mengalir dari molaritas tinggi ke rendah. Besarnya aliran ion melalui membran diukur sebagai nilai konduktansi, menggunakan LCRmeter yang dihubungkan dengan 2 buah


(51)

22  

elektroda AgCl pada kedua sisi membran. Pengukuran dilakukan pada arus AC dengan frekuensi 1 kHz dan tegangan masukan 1 V. Nilai konduktansi (G) diukur dengan variasi suhu larutan (T) 30 - 50 oC. Untuk memanaskan larutan NaCl, chamber diletakkan pada waterbath kaca berisi air, yang dipanaskan dengan pemanas listrik. Pertambahan nilai konduktansi terhadap kenaikan suhu diplotkan dalam kurva ln G terhadap 1/T. Kemiringan atau gradien kurva digunakan untuk menentukan perubahan energi diri membran dan jari-jari pori membran.

Perubahan energi diri (ΔU) membran ditentukan dengan persamaan berikut:

ΔU = B k (12)

Di mana B adalah gradien dari grafik hubungan konduktansi (ln G) terhadap suhu (1/T), dan k adalah nilai konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K). Dengan mengetahui nilai energi diri, maka dapat diperoleh ukuran jari-jari pori membran:

U q z b

mΔ

=

ε ε π

α

0 2 2

4 (13)

Keterangan:

b = Jari-jari pori membran (m)

z = Bilangan valensi ion (untuk NaCl = 1) q = Muatan ion (1.6 x 10-19 C)

e = Konstanta geometri dan dielektrik (pendekatan 0.2)

eo = Permitivitas ruang hampa/konstanta resapan (8.85 x 10-12 F/m) em = Konstanta dielektrik membran (3-4)

c. Analisis Morfologi

Analisis membran dengan SEM dilakukan untuk mengamati struktur morfologi permukaan dan penampang lintang membran. Foto SEM dilakukan pada tiga bagian membran, yaitu pada penampang atas dan bawah dengan perbesaran 10 000 kali, serta penampang samping dengan perbesaran 500 kali.

d. Kuat Mekanik

Pengukuran kuat mekanik meliputi kuat tekan dan tarik membran, menggunakan sensor gaya. Sampel membran yang diuji memiliki luasan 3x2 cm.


(52)

23  

Membran ditekan atau ditarik hingga robek dengan sensor gaya (Gambar 7). Sensor diintegrasikan langsung dengan komputer, sehingga data pengukuran ketika gaya diberikan dapat langsung terbaca melalui software sensor.

Gambar 7 Pengukuran kuat mekanik membran; (a) kuat tekan, (b) kuat tarik

3.3 Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap tiap sampel umpan yang berbeda. Dua faktor yang mempengaruhi respon membran, yaitu variasi pendoping TiO2 0% sebagai kontrol, 1% b/b, 2% b/b, 3% b/b, 7% b/b dan 10% b/b, sedangkan faktor kedua adalah kondisi pengoperasian filtrasi pada berbagai tekanan transmembran 2,5 psi dan 5 psi dengan 3 ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan tiap sampel umpan. Umpan yang akan dilewatkan antara lain air aquades sebagai kontrol dan air sungai Cisadane untuk mengkaji kinerja membran yang berhubungan dengan kualitas air. Sehingga total satuan percobaan adalah 72 satuan percobaan.

Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut:

ijk j i ijk

Y =

μ

+

α

+

β

+

ε

Keterangan:

ijk

Y = Nilai pengamatan pada perlakuan taraf ke-i (pendoping TiO2 0%, 1%, 2%, 3%, 7% dan 10%) dan ke-j (2.5psi dan 5psi) µ = Rataan umum

i

α = Pengaruh perlakuan taraf ke-i (pendoping TiO2 0%, 1%, 2%, 3%, 7% dan 10%)


(53)

24  

j

β = Perlakuan taraf ke-j (2.5 psi dan 5 psi)

ijk

ε = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-F pada taraf 5%. Apabila didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%. Analisis data ini dilakukan dengan bantuan program Statistical Analysis System.


(54)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sintesis Membran Polisulfon

Sintesis membran membutuhkan bahan-bahan utama diantaranya polimer, pelarut dan non pelarut. Polimer yang digunakan adalah polisulfon yang diperoleh dari Aldrich Chemical Company, inc. USA. Sedangkan DMAc yang digunakan (Sigma Aldrich) dengan densitas 0.937 bersifat beracun dan higroskopis. Non pelarut yang digunakan adalah aquades.

Membran pada penelitian ini menggunakan teknik inversi fasa. Teknik ini merupakan teknik yang banyak digunakan dalam pembuatan membran polimer. Teknik ini membutuhkan tiga komponen yaitu polimer, pelarut, dan non pelarut. Polisulfon dengan 12% b/b sebagai polimer dan doping TiO2 dengan variasi persentase dilarutkan ke dalam DMAc sebagai pelarut sehingga didapatkan larutan yang homogen. Larutan homogen yang terbentuk dibentuk menjadi lapisan tipis dan dikoagulasikan dalam nonpelarut (Aquades). Mekanisme pemisahan cepat akan terjadi bila DMAc digunakan sebagai pelarut dan Aquades sebagai non pelarut.

Lembaran membran tipis yang terbentuk memiliki dua lapisan, yaitu lapisan penyangga (pasif) dan lapisan aktif. Pelarut DMAc akan berdifusi keluar membran sehingga terbentuk lapisan aktif dengan pori-pori kecil pada permukaan atas membran.

Secara fisik, membran polisulfon murni tanpa dan dengan TiO2 terlihat berwarna putih, konsentrasi pendopingan yang lebih tinggi menyebabkan membran lebih kaku. Pada lapisan aktif terlihat lebih mengkilap karena jumlah pori-pori yang padat dibandingkan dengan sisi pasif yang terlihat lebih buram.

Teknik inversi fasa pada prinsipnya merupakan perubahan fasa cair menjadi fasa padat dalam kondisi terkendali. Fasa padat menghasilkan membran dengan dua lapisan, yaitu lapisan aktif dan lapisan penyangga. Romli et al. (2006) menyatakan bahwa saat pembentukan fase padat membran, pelarut DMAc berdifusi keluar membran sehingga terbentuk lapisan tipis pada permukaan atas membran.


(55)

26  

Membran hasil pencetakan disimpan dalam kondisi terendam aquades. Karena jika membran disimpan dalam kondisi kering dapat terjadi kerusakan struktur dan perubahan morfologi sehingga tidak dapat lagi digunakan dalam filtrasi. Membran yang kering akan mengalami kerusakan bagian dalam, karena pelarut di bagian dalam membran memuai, sehingga terjadi kerusakan dalam komposisi membran. Kelembaban membran adalah faktor penting yang harus dijaga agar struktur membran tidak rusak. Oleh karena itu, membran sebaiknya selalu disimpan dalam lingkungan bersuhu rendah.

4.2 Fluks

Beberapa hal yang mempengaruhi kinerja membran dalam proses filtrasi dapat ditentukan dengan mengukur parameter fluks atau kecepatan permeat melewati membran. Brocks (1983) menyebutkan bahwa kinerja membran dalam pemisahan terutama dipengaruhi oleh karakteristik membran yang digunakan, selain itu juga dipengaruhi oleh desain proses dan aspek teknik kimianya. Karakteristiik membran dipengaruhi oleh jenis bahan pembuat dan proses pembuatan membran tersebut. Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran filtrasi adalah fluks. Fluks digunakan untuk mengetahui efektifitas permeabilitas membran terhadap aliran permeat. Fluks air dinyatakan sebagai aliran fluks permeat melewati membran tiap satu satuan waktu (Kertesz et al. 2009).

Nilai fluks dengan umpan air aquades diambil dari nilai akhir operasi filtrasi selama 15 menit. Fluks air ditampilkan pada Gambar 8. Membran polisulfon murni (PST 0%) mempunyai nilai fluks 431 L/m2Jam. Membran polisulfon yang didoping TiO2 3% b/b (PST 3%) mempunyai nilai fluks 554 L/m2jam. Membran polisulfon yang didoping TiO2 10% (PST 10%) mempunyai nilai fluks 223 L/m2jam. Data-data tersebut menunjukkan bahwa membran yang di doping TIO2 mempunyai nilai fluks yang tidak berbeda. Berdasarkan data analisis anova pada lampiran 5, pendopingan TiO2 pada sintesis membran polisulfon tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai fluks filtrasi air aquades.


(56)

27  

Penelitian Jeon (2006) mengungkapkan bahwa membran yang didoping dengan TIO2, dari persentase doping 5% hingga 10% mempunyai nilai derajat pengikatan air yang sama. Derajat pengikatan air mulai turun ketika membran didoping dengan doping TiO2 lebih besar dari 10%, nilai derajat pengikatan air dapat semakin menurun disebabkan karena sulitnya absorpsi elektrolit ke dalam pori-pori dan dikarenakan adanya pertambahan agregasi TiO2.

Gambar 8 Fluks membran polisulfon didoping dengan TiO2 terhadap waktu operasi dengan tekanan transmembran 2.5 psi.

Gambar 9 jika dibandingkan dengan Gambar 8, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan fluks yang tajam ketika kondisi operasi tekanan transmembran ditingkatkan dari 2.5 psi menjadi 5 psi. Membran polisulfon 0% TiO2 mempunyai fluks 431 L/m2jam setelah dinaikkan tekanan operasi, nilai fluks menjadi 488 L/m2jam.

Gambar 9 menunjukkan pula bahwa semakin tinggi penambahan TiO2 dengan kondisi operasi tekanan transmembran 5 psi akan semakin tinggi pula fluksnya. Nilai kecenderungan ini berbeda ketika tekanan transmembran 2.5 psi. hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi TiO2 yang ditambahkan akan meningkatkan agregrasi.

Peningkatan agregrasi ini disebabkan karena TiO2 yang ditambahkan tidak terdispersi dengan baik saat homogenisasi dan pelarutan antara polisulfon dengan DMAc. Pembuatan membran copolimer poly(etilen oksida-co-etilen karbonat)

0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 0,035 0,040 0,045 0,050

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Fluks

 

(L/m

2s)

Waktu Operasi (sekon)

PST 0% PST 10% PST 7% PST 3% PST 2% PST 1%


(57)

28  

P(EO-EC) yang didoping dengan TIO2, Jeon (2006) pelarut yang digunakan adalah Aseton dan Trietanol Amin (TEA) sebagai non pelarut dikarenakan TiO2 akan terdispersi sempurna menjadi partikel-partikel lebih kecil.

Gambar 9 Fluks membran polisulfon didoping dengan TiO2 terhadap waktu operasi dengan tekanan transmembran 5 psi.

Seluruh fluks air pada penelitian ini menunjukkan sedikit penurunan pada dua menit pertama waktu operasi. Ini merupakan ciri khas fluks dari tiap membran ketika baru dialirkan permeat. Hal ini diduga dapat terjadi akibat perubahan struktur dalam membran akibat penembusan air. Setelah beberapa lama, fluks akan mulai konstan jika fouling atau penyumbatan pori membran tidak terjadi. Fouling dapat terjadi pada semua proses filtrasi membran.

Penurunan fluks membran pada awal operasi disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya tekanan transmembran, perubahan struktur membrane, pembentukan gel dan polarisasi konsentrasi. penurunan nilai fluks air disebabkan juga oleh adanya kompaksi membran. Kompaksi membran merupakan perubahan mekanik pada struktur membran polimer dengan adanya tekanan, akibatnya semakin tinggi tekanan yang dikenakan terhadap membran maka kompaksi membran akan semakin cepat (Mulder 1996). Ketika terjadi kompaksi, struktur membran menjadi lebih kompak dan pori-pori membran merapat sehingga menyebabkan penurunan nilai fluks air.

0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 0,080

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Fluks

 

(L/m

2s)

Waktu Operasi (sekon)

PST 0% PST 10%

PST 7% PST 3%


(58)

29  

Penurunan fluks dapat juga disebabkan oleh terbentuk gel. Gel terbentuk dari molekul-molekul yang tertahan oleh membran pada permukaan membran. Polarisasi konsentrasi terjadi akibat meningkatnya konsentrasi larutan umpan di sekitar permukaan membran (Mulder 1996). Jika keadaaan ini terjadi, membran dapat mengalami penyumbatan dan jumlah permeat yang dihasilkan akan berkurang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi fluks adalah jumlah dan ukuran pori membran, serta kecepatan aliran dan konsentrasi larutan umpan. Semakin besar ukuran pori membran, fluksnya akan semakin tinggi. Semakin tinggi kecepatan aliran umpan, dan semakin rendah konsentrasi larutan umpan, maka fluks juga akan semakin tinggi (Romli et al. 2006).

4.3 Kuat Mekanik

Kekuatan mekanik secara umum digunakan menentukan sifat mekanik dari membran. Membran berpori berfungsi sebagai matriks polimer, sehingga sifat mekanik sangat penting untuk mengetahui kekuatan dari bahan tersebut. Uji kekuatan mekanik membran dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat membran menahan tekanan dan tarikan. Membran dengan kekuatan mekanik tinggi, akan lebih tahan lama saat proses filtrasi, khususnya pada tekanan operasi yang besar.

Gambar 10 Uji tekan membran polisulfon didoping TiO2 dengan ukuran 3x2 cm2

‐1 0 1 2 3 4 5 6 7

0 10 20 30 40 50 60

Gaya

 

(N)

Waktu operasi (sekon)

PST 10% PST 7% PST 3% PST 1% PST 0% PST 2%


(59)

30  

Gambar 10 menunjukkan bahwa membran PST 10% memilki kuat tekan tertinggi yaitu 5.98 N, sedangkan membran yang memiliki kuat tekan terendah adalah membran tanpa pendoping TiO2 yaitu 2.6 N. Gambar 11 menunjukkan membran dengan pendoping TiO2 10% memiliki kuat tarik sebesar 4.46 N dan membran tanpa pendoping TiO2 memiliki nilai kuat tarik yang kecil yaitu 2.29 N. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penambahan TiO2 pada membran berpengaruh terhadap kekuatan membran tersebut. Secara teknis, membran yang didoping dengan TiO2, material terlarut dalam sejumlah pelarut yang sama, lebih banyak dari pada membran yang tanpa pendoping. Berat total cetakan membran adalah sama, dengan komposisi polimer 12 % b/b dan TiO2 ditambahkan semakin banyak (1 %, 2%, 3%, 7%, dan 10%) maka jumlah pelarut akan semakin sedikit % b/b. Sehingga membran dengan pendoping TiO2 akan lebih kental dibandingkan membran polisulfon murni.

Gambar 10 menunjukkan pula bahwa membran PST 10% membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk robek karena mendapat gaya tertentu dibandingkan dengan membran tanpa pendoping TiO2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa membran yang didoping dengan TiO2 mulai dari 1%, 2%, 3%, 7% dan 10 % memiliki nilai kuat tekan semakin tinggi dengan semakin bertambahnya % yang ditambahkan TiO2.

Gambar 11 Uji tarik membran polisulfon didoping dengan TiO2 dengan ukuran 3x2 cm2

‐1 0 1 2 3 4 5 6

0 20 40 60 80 100

Gaya

 

(N)

Waktu operasi (sekon)

1% 10% 7% 3% 2% 0%


(60)

  Ga ketika dib Penambah pengaruh sama deng didukung pada titik ke kondis “nol”. Tet berlaku da kembali k Ke TiO2 men terhadap s Suprihatin polisulfon untuk elek mekanik

Gamb

ambar 12 t berikan gaya

han doping yang nyata gan bertam

oleh sifat A, kemudia si semula (t

tapi bila beb an terdapat ke kondisi se

ekuatan mem ningkat. Se

sifat kekua n dan Nas n sebagai m ktron-elektr

membran a 0 1 2 3 4 5 6 P Gaya   (N)

bar 12 Perba

terlihat jela a tarik mau TiO2 hing a. Gaya tar mbahnya do keelastisan an bebanny tepatnya ha ban ditarik t perubahan emula dikat mbran dan ehingga pen atan mekani stiti Siswi material das ron, Sedang akibat pena PST 0%

PST 1

2,6 2,72

2,29 3

Jenis mem

andingan ke

as bahwa m upun gaya te

gga 10% b rik yang di oping TiO2 n bahan. Bi ya dihilangk ampir kemb sampai mel n permanen takan benda sifat keelas nambahan ik tekan m

Indrasti sar memilik gkan Jeon ( ambahan T 1% PST 2%

2 3,13

3,6

4,27

mbran polisulf

ekuatan mek

membran PS ekan diband b/b pada m

iterima mem hingga 10% la sebuah b kan, maka b

ali ke kond lewati titik

dari bahan a yang bersi

stisan memb TiO2 dapat membran. M (2006) me ki gugus su (2006) men TiO2 ini dik

PST 3% P 4,24

5

3,78

fon dengan pe

Gaya tekan Gaya tarik

kanik tiap m

ST 0% leb dingkan me membran tid mbran hing % b/b. Kua bahan diber bahan terseb disi semula) A, hukum H n, artinya b

fat plastik ( bran yang d t memberik Menurut Mu

enyatakan ulfon yang nyebutkan p karenakan a PST 7%

PST 

5,55 5,9

4,06

ersentase TiO

membran

ih mudah r embran PST dak membe gga robek r at tarik bias

ri beban sa but akan kem

) yaitu rega Hooke tidak benda yang

(Giancoli 19 didoping de kan efek p uhammad R bahwa po merupakan peningkatan adanya inte 10% 98 4,6 O2 31 robek T 1%. erikan relatif sanya ampai mbali angan k lagi tidak 991). engan positif Romli, olimer n sink n sifat eraksi


(61)

 

antara kar adalah me Ch TIO2 den TIO2 dapa rentang ca antara dir kinerja su

4.4 Kond

Ko hal penen ditentukan meningkat tinggi pul energi kin konduktan Gamba Ko mampu m konduktiv

rbonat dan g embran P (E hen dan M gan elemen at meningk ahaya tamp rinya denga atubahan an

duktansi da

onduktansi m ntuan geom n dengan m

t. Semakin la. Smith netik menin nsi pun mem

ar 13 Hubun

onduktansi meloloskan vitas dipeng ‐2,1 ‐2 ‐1,9 ‐1,8 ‐1,7 ‐1,6 ‐1,5 0,00305 ln   G   (Siemens) gugus karbo EO-EC)). Mao (2007)

n lain dapat katkan sens pak. Nanom an lingkung ntara TIO2 d

an Porosita

membran sa metri dan d mengukur k tinggi suhu (1992) men ngkat sehin mbesar. ngan antara membran n ion yan

garuhi oleh 0,0031 oksil dengan menyebutk merubah si sitifitas kom material TIO gannya, hal dengan bah as angat pentin dimensi po konduktans u larutan aka

nyebutkan ngga perger temperatur juga men ng melewa h geometri 0,00315 0

n TIO2 (mem

kan bahwa ifat elektron mponen org O2 memilik l ini dapat

an dasarnya

ng dalam ka ori membra i dengan v an kondukta bahwa ken rakan ion l

r dan konduk

nunjukkan atinya. Ses pori memb 0,0032 0,0 mbran yang penambah nik dan opti ganic atau ki sifat men menyebabk a. arakterisasi an. Konduk variasi suhu ansi membr naikan suh lebih cepat ktansi mem seberapa suai Persa bran, wilay y = ‐183

R² =

0325 0,003

g digunakan

an nanoma iknya. Selai anorganik ntransfer m kan pening

membran d ktansi mem u yang sem ran akan sem hu menyeba

t, sehingga

mbran PST 7

besar mem amaan 3, yah di man

31,x + 4,053 = 0,998

33 0,00335

1 / T (K‐1)

32 n Jeon aterial in itu, pada muatan gkatan dalam mbran makin makin abkan nilai 7% mbran nilai a ion 5


(62)

33  

dapat melakukan proses mobilitas. Konduktansi berbanding lurus dengan suhu elektrolit, di mana semakin tinggi suhu, semakin besar mobilitas ion elektrolit melewati pori, sehingga semakin besar pula nilai konduktansi yang terukur.

Gambar 13 menunjukkan hubungan linear antara konduktansi dan perubahan suhu kemudian diplotkan ke dalam kurva. Perihitungan menggunakan persamaan matematis terkait, kemiringan kurva linear ini dapat digunakan untuk menentukan perubahan energi diri ion ΔU, dengan nilai tersebut kita dapat memperoleh ukuran jari-jari pori membran yang dilewati ion. Besarnya nilai energi diri ion berarti energi yang diperlukan ion untuk melewati pori-pori membran berdasarkan ukuran pori-pori membran tersebut. Semakin besar nilai energi diri berarti ukuran pori membran kecil.

Tabel 2 Ukuran diameter pori membran polisulfon yang didoping dengan TiO2. Jenis Membran  diameter pori membrane (nm) 

PST 0%  1.104 

PST 1%  1.29 

PST 2%  1.34 

PST 3%  1.236 

PST 7%  1.21 

PST 10%  1.174 

Tabel 2 menunjukkan ukuran diameter pori-pori membran yang terukuran dalam skala nano. Ukuran ini merupakan rata-rata seluruh ukuran pada pori-pori membran yang ada. Jenis pori-pori sari membran hasil sintesis dengan teknik inverse fasa adalah pori-pori asimetris (Romli et al, 2006). Dari hasil pengukuran rata-rata ukuran diameter membran antara 1 nanometer hingga 1.3 nanometer.

Tabel 3 Konduktansi membran polisulfon yang didoping dengan TiO2. Jenis Membran  Konduktivitas ion (mS) pada suhu 

270C  400C  500C  PST 0%  69.82  89.69  110.61  PST 1%  69.34  86.15  102.74  PST 2%  68.54  84.76  102.23  PST 3%  65.43  83.38  100.28  PST 7%  129.78  166.35  198.77  PST 10%  145.89  184.97  224.84 


(63)

34  

Tabel 3 menunjukkan nilai konduktansi membran PST 0% pada suhu 270C sebesar 69.82 mS, relatif sama dengan konduktansi membran PST TiO2 1%, 2%,dan 3% berturut-turut 69.34 mS, 68.54 mS dan 65.43 mS. Pada penambahan TiO2 7% b/b dan 10 % b/b nilai konduktansi meningkat. Hal ini dikarenakan TiO2 bersifat lebih konduktif dibandingkan dengan polimer polisulfon murni. Pada dasarnya, penambahan nanomaterial TiO2 dapat meningkatkan konduktivitas ion dikarenakan adanya transfer muatan antara TiO2 dan lingkungannya (Chen dan Mao 2007). Sedangkan dalam Jeon (2006) yang menyebutkan bahwa konduktansi ion dari suatu polimer akan meningkat ketika TiO2 ditambahkan dan akan menurun jika ditambahkan semakin banyak, hal ini dikarenakan terjadinya agregrasi nanopartikel pada pori-pori membran.

Hasil perhitungan ukuran pori-pori membran antara parameter konduktivitas listrik membran dan hasil foto morfologi membran dengan bantuan SEM (Scanning Electron Microscopy) tidak dapat dibandingan. Pengujian konduktivitas listrik diaplikasikan untuk mengetahui perbedaan diameter pori-pori membran sebelum dan setelah digunakan untuk menyaring permeat.

Natrium klorida sebagai larutan dalam pengujian kondutivitas membran akan melewati setiap membran berdasarkan gradient konsentrasi. Molekul-molekul Natrium klorida melewati setiap pori-pori membran mulai dari pori-pori yang terbesar hingga pori-pori terkecil dan akan terukur nilai Energi diri (∆U). Energi diri yang terukur adalah energi diri rata-rata dari seluruh pori-pori asimetris yang terbentuk. Sehingga terlihat pada pori-pori hasil pengukuran konduktifitas berukuran skala nanometer.

Hasil foto morfologi pori-pori dengan SEM, terlihat hanya penampang permukaan luar, bukan mekanisme suatu larutan melewati pori-pori membran. Hasil pengukuran SEM telah terlihat ukuran pori-pori membran polisulfon yang didoping TiO2 adalah berukuran diatas satu mikron.

4.5 Morfologi Membran

Distribusi pori suatu membran dapat ditentukan dengan menggunakan mikroskop elektron atau SEM. Hasil foto SEM membran dari permukaan


(64)

35  

membran berpori dengan perbedaan konsentrasi TiO2 disajikan pada Gambar 14 dan Gambar 15.

A

B

Gambar 14 Foto SEM morfologi membran penampang melintang; A. membran PST 7% dan B membran PST 10%


(65)

Gambar 1 1%, C. PS membran

 

15 Foto SE ST 7%, D. P n, G. PST 10

A

E

G

EM morfolo PST 10%, E 0% penamp

ogi membra E. PST 7% pang sisi ak

an penampa penampang ktif membran

ang atas, A. g sisi aktif m

n, H. PST 1

B

D

F

H

. membran membran, F 10% penamp

B

D

F

H

polisulfon . PST penam pang sisi pa

36

murni, B. mpang sisi asif membra

PST pasif an.


(66)

37  

Substruktur membran yang terlihat pada Gambar 14, terlihat seperti bunga karang dengan rongga-rongga kecil takberaturan dan asimetris. Terbentuknya rongga yang menyerupai bunga karang ini disebabkan karena laju pelepasan pelarut dan penetrasi non-pelarut kedalam lapisan polimer adalah berimbang. Jika kecepatan penetrasi non-pelarut lebih cepat maka akan didapatkan membran berbentuk menjari. Laju kecepatan pelepasan pelarut juga dipengaruhi viskositas polimer yang akan dicetak menjadi membran. Gambar 14 menunjukkan bahwa membran polisulfon dengan TiO2 7% b/b lebih berongga (gambar A) dibandingkan membran polisulfon didoping dengan TiO2 10% b/b (gambar B) yang lebih padat.

Gambar 15 menunjukkan ukuran pori-pori dan penyebaran TiO2. Membran polisulfon murni (gambar A) menunjukkan pori-pori membran yang teratur, penambahan nanopartikel TiO2 (gambar B, C dan D) menyebabkan permukaan membran menjadi kasar. Nanopartikel TiO2 tersebar dan beragregrasi di permukaan membran dan didalam membran.

Ukuran diameter pori membran (gambar A, B, C, dan D dengan perbesaran 3000 X) terhitung mulai dari ukuran 1 µm sampai dengan 2 µm. Gambar permukaan membran polisulfon dengan pendoping TiO2 7 dan 10% b/b dengan perbesaran sampai 10.000x, Ukuran diameter pori membran dari yang terkecil 0.5 µm sampai pori-pori yang besar 3 µm. Pori-pori besar pada gambar E, F, G dan H terlihat dengan jelas nanopartikel TiO2 yang tersebar di permukaan membran dan terdapat agregrasi didalam pori membran.

4.6 Kualitas Air Hasil Filtrasi

Kualitas air ditentukan beberapa parameter, parameter biologi, parameter kimiawi, parameter radioaktif, dan parameter fisika. Dalam penelitian ini, hasil filtrasi akan dibandingkan dengan standar kualitas air bersih sesuai dengan Kepmenkes 416/Permenkes/IX/1990.

Parameter fisik yang penting untuk memenuhi standar air bersih mencakup kekeruhan, warna dan suhu. Kekeruhan merupakan karakteristik yang terlihat pertama kali saat mengukur kualitas air. Air tampak keruh, jika dalam air tersebut terdapat partikel-partikel koloid. Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan mengukur transmisi cahaya menggunakan sumber cahaya standar. Uji tersebut


(67)

38  

sangat berguna dalam penentuan kualitas air dalam pengolahan air bersih. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4, membran polisulfon dapat menurunkan nilai kekeruhan hingga 2 NTU.

Kualitas air hasil filtrasi membran PST 3% mampu menurunkan nilai kekeruhan dari 33 NTU menjadi dibawah 1 NTU. Persyaratan air bersih menurut Kepmenkes 416/Permenkes/IX/1990 adalah 5 NTU. Dalam Ahn (1999) mengungkapkan bahwa membran mikrofiltrasi dapat menurunkan kekeruhan air hingga dapat digunakan sebagai air baku. Hal ini menunjukkan bahwa membran dengan pendoping TiO2 mampu menurunkan kekeruhan air mentah.

Warna adalah parameter pertama yang dapat dinilai dari air baku. Warna air dipengaruhi salah satunya hasil dari suspensi koloid. Selain itu Warna dapat juga dihasilkan dari bahan-bahan terlarut, misalnya bahan organik. Beberapa limbah industri dapat menyebabkan perubahan warna yang mencolok dan jika tidak ditangani dengan tepat dapat berkontribusi terhadap wama air badan air penerima yang digunakan sebagai air baku dalam instalasi pengolahan air bersih / air minum. Tabel 3 menunjukkan membran polisulfon murni maupun membrane yang didoping TiO2 dapat menurunkan dari warna air dari 5 TCU menjadi lebih kecil dari 5 TCU.

Tabel 4 Kualitas hasil filtrasi membran polisulfon murni dan membran polisulfon didoping dengan TiO2 dengan pretreatment karbon aktif.

Parameter Satuan Permenkes

Air Sungai

Perlakuan (pre-treatment arang aktif)

arang PST 0%

PST 3%

PST 10% Fisika

Kekeruhan NTU 25 33 2 3 17 2

Warna Skala TCU 50 5 5 <5 <5 <5

Suhu C 27±3 25 25 25 25 25

Kimia

Besi (Fe) mg/L 1 0.22 0.05 <0.05 <0.05 0.26 Mangan (Mn) mg/L 0.5 <0.25 <0.25 <0.5 <0.5 <0.5

Nitrit mg/L 1 0.11 <0.02 <0.02 0.05 <0.02 Tembaga (Cu) mg/L 2 <0.2 <0.2 <0.2 <0.2 <0.2

Parameter kimia meliputi kandungan besi, mangan, nitrit dan tembaga pada tabel 3 dan 4 menunjukkan membran polisulfon murni maupun membran


(1)

57  

Lampiran 2 Kurva hubungan konduktansi membran terhadap suhu

1. Membran Polisulfon Murni

2. Membran Polisulfon di dadah TIO2 1%

y = ‐2121,x + 4,415 R² = 0,987 y = ‐1972,x + 3,846

R² = 0,998 y = ‐1928,x + 3,750

R² = 0,997

‐2,8 ‐2,7 ‐2,6 ‐2,5 ‐2,4 ‐2,3 ‐2,2 ‐2,1 ‐2

0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

ln

 

G

 

(Siemens)

1/T (K‐1)

U1 U2 U3

y = ‐1707x + 3,025 R² = 0,987 y = ‐1684,x + 2,924

R² = 0,998 y = ‐1754,x + 3,133

R² = 0,998

‐2,8 ‐2,7 ‐2,6 ‐2,5 ‐2,4 ‐2,3 ‐2,2 ‐2,1 ‐2

0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

ln   G   (Si e mens)

1/T (K‐1)

U1

U2


(2)

 

3. Membran Polisulfon di dadah TIO2 2%

4. Membran Polisulfon di dadah TIO2 3%

y = ‐1679,x + 2,909 R² = 0,990 y = ‐1732,x + 3,076

R² = 0,995

y = ‐1550,x + 2,542 R² = 0,993

‐2,8 ‐2,7 ‐2,6 ‐2,5 ‐2,4 ‐2,3 ‐2,2 ‐2,1 ‐2

0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

ln

 

G

 

(Siemens)

1/T (K‐1)

U1

U2

U3

y = ‐1745,x + 3,204 R² = 0,997 y = ‐1753,x + 3,26

R² = 0,994

y = ‐1875,x + 3,510 R² = 0,997

‐2,8 ‐2,7 ‐2,6 ‐2,5 ‐2,4 ‐2,3 ‐2,2 ‐2,1 ‐2

0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

ln

 

G

 

(Siemens)

1/T (K‐1)

U1

U2


(3)

59  

5. Membran Polisulfon di dadah TIO2 7%

6. Membran Polisulfon di dadah TIO2 10%

y = ‐1955,x + 4,415 R² = 0,993 y = ‐1768,x + 3,866

R² = 0,999

y = ‐1770,x + 3,879 R² = 0,999

‐2,2 ‐2,1 ‐2 ‐1,9 ‐1,8 ‐1,7 ‐1,6 ‐1,5

0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

ln

 

G

 

(Siemens)

1/T (K‐1)

U1

U2

U3

y = ‐2069,x + 4,951 R² = 0,998 y = ‐1684,x + 3,729

R² = 0,988 y = ‐1959x + 4,509

R² = 0,996

‐2,2 ‐2 ‐1,8 ‐1,6 ‐1,4 ‐1,2 ‐1

0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

ln

 

G

 

(Siemens)

1/T (K‐1)

U1

U2


(4)

61

 

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)

Keterangan gambar: (a) tabung Erlenmeyer, gelas ukur, corong, pipet, cawan petri, sudip, aquades, backer glass, kaca, (b) hotplat

stirrer (Wise-Stir MHD 200), (c) neraca analitik, (d) DMAc, TiO2, Polisulfon, (e) Polisulfon, (f) TiO2, (g)

ultrasonic processor. (h) rangkaian alat untuk pengukuran konduktansi


(5)

63 

 

Lampiran 4 Skema pengukuran kuat tekan membran Keterangan:

1. Sensor gaya

2. Membran

3. Tempat sampel

4. Komputer

3


(6)

Lampiran 5 Tabel Sidik Ragam

1. Fluks membran polisulfon dengan pendoping TiO2 pada tekanan operasi 2.5 psi

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah

Kuadrat

Kuadrat tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 5 33360.76 6672.15 2.27 0.1343

Galat 9 26408.83 2934.31

Umum 14 59769.6

Kk = 24.78%

Uji Lanjut Jarak Berganda Duncan (DMRT) Pengaruh pendoping TiO2 terhadap nilai fluks

membran polisulfon pada tekanan operasi 2.5 psi

Perlakuan Nilai tengah

PST 0% 215.67ab

PST 1% 166.50ab

PST 2% 262.67ab

PST 3% 277.00a

PST 7% 194.50ab

PST 10% 145.50b

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji DMRT (uji jarak berganda Duncan)

2. Fluks membran polisulfon dengan pendoping TiO2 pada tekanan operasi 5 psi

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah

Kuadrat

Kuadrat tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 5 580177.77 116035.55 27.58 <.0001

Galat 9 50480.00 4206.66

Umum 14 630657.77

Kk = 24.78%

Tabel Uji Lanjut Jarak Berganda Duncan (DMRT) Pengaruh pendoping TiO2 terhadap nilai

fluks membran polisulfon pada tekanan operasi 5 psi

Perlakuan Nilai tengah

PST 0% 231.33b

PST 1% 298.00b

PST 2% 262.67b

PST 3% 321.00b

PST 7% 645.67a

PST 10% 695.33a

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji DMRT (uji jarak berganda Duncan)