Penentuan Jenis Deliming Agent dan Kecepatan Pengadukan dalam Proses Penghilangan Kapur (Deliming) Kulit Liming Ikan Tuna

PENENTUAN JENIS DELIMING AGENT DAN KECEPATAN
PENGADUKAN DALAM PROSES PENGHILANGAN KAPUR
(DELIMING) KULIT LIMING IKAN TUNA

DIMAS HENDRYANTO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Jenis
Deliming Agent dan Kecepatan Pengadukan dalam Proses Penghilangan Kapur
(Deliming) Kulit Liming Ikan Tuna adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Dimas Hendryanto
NIM F34090135

ABSTRAK
DIMAS HENDRYANTO. Penentuan Jenis Deliming Agent dan Kecepatan
Pengadukan dalam Proses Penghilangan Kapur (Deliming) Kulit Liming Ikan
Tuna. Dibimbing oleh ONO SUPARNO.

Deliming merupakan proses penghilangan kapur terikat di dalam kulit
yang dapat mengganggu proses penyamakan dan menurunkan mutu produk yang
dihasilkan. Jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan menjadi faktor yang
mempengaruhi proses deliming yang berlangsung. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh jenis deliming agent, kecepatan pengadukan, dan
interaksinya terhadap mutu kulit hasil deliming. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk menentukan interaksi terbaik dari kedua faktor dalam
menghasilkan respon sesuai dengan yang diharapkan dan mengetahui sifat dari
kulit tersebut. Terdapat empat respon yang diteliti, yaitu penurunan ketebalan, pH,

kadar Ca, dan uji organoleptik. Ketebalan kulit diukur dengan alat thickness
gauge, pH diukur dengan kertas pH, dan kadar Ca dilakukan dengan metode
Atomic Absorption Spectrophotometer. Berdasarkan penelitian ini, jenis deliming
agent, kecepatan pengadukan, dan interaksi keduanya berpengaruh sangat
signifikan pada penurunan ketebalan kulit dan kadar Ca. Jenis deliming agent
berpengaruh sangat signifikan pada nilai pH. Perlakuan deliming terbaik dari
penelitian ini adalah jenis deliming agent NH4Cl dengan kecepatan pengadukan
150 rpm, dengan penurunan ketebalan 13.42%, pH 8.28, kadar Ca 139.31 ppm,
kelenturan yang lentur disetiap sampel, dan tidak berbekas apabila diuji ketahanan
tekan.
Kata Kunci : Amonium Klorida, Deliming, Deliming Agent, Kecepatan
Pengadukan, Kulit Liming Ikan Tuna
ABSTRACT
DIMAS HENDRYANTO. Determination of Deliming Agent Type and Stirring
Speed in Lime Removal (Deliming) in Tuna Limed Pelt. Supervised by ONO
SUPARNO.
Deliming is a removal process of lime in a skin which can disrupt the
process of tanning and lowering quality of leather produced. The type of deliming
agent and stirring speed become the factors affecting the deliming process. The
research intended to know the effects of the type of deliming agent, stirring speed,

and whether these interactions affect the quality of the delimed pelt. Besides that,
this research aimed to know the best interaction of these two factors to produce
expected responses and the characteristics of the pelts. The types of deliming
agents used in this study were NH4Cl, (NH4)2SO4, and H3PO4. Stirring speeds
used were 150, 200, 250 rpm. There were four responses measured, i.e. decrease

of pelt thickness, pH, calcium content, and organoleptic characterictics of the
pelts. The decrease of thickness was measured by thickness gauge; the pH was
measured by pH paper; calsium content was measured by atomic absorption
spectrophotometer. Based on this research, the types of deliming agent, stirring
speed, and interaction of both variables affected highly significantly on the
responses of thickness decrease and calcium content. The type of deliming agent
affected highly significantly on the response of pH. The best treatment in this
study was deliming agent of NH4Cl with stirring speed of 150 rpm. The treatment
resulted delimed pelt with characteristics: thickness decrease of 13.42%, pH of
8.28, calcium content of 139.31 ppm, and good elasticity and pressure strength.
Key words : Ammonium Chloride, Deliming, Deliming agent, Stirring Speed,
Tuna Limed Pelt

PENENTUAN JENIS DELIMING AGENT DAN KECEPATAN

PENGADUKAN DALAM PROSES PENGHILANGAN KAPUR
(DELIMING) KULIT LIMING IKAN TUNA

DIMAS HENDRYANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penentuan Jenis Deliming Agent dan Kecepatan Pengadukan
dalam Proses Penghilangan Kapur (Deliming) Kulit Liming Ikan
Tuna

: Dimas Hendryanto
Nama
: F340901 35
NIM

Disetujui oleh

セM
Prof Dr Ono Suparno. STP, MT
Pembimbing

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Penentuan Jenis Deliming Agent dan Kecepatan Pengadukan
dalam Proses Penghilangan Kapur (Deliming) Kulit Liming Ikan
Tuna
Nama
: Dimas Hendryanto
NIM
: F34090135


Disetujui oleh

Prof Dr Ono Suparno, STP, MT
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan limpahan rahmat-Nya, sehingga penyusunan skripsi berjudul “Penentuan
Jenis Deliming Agent dan Kecepatan Pengadukan dalam Proses Pembuangan
Kapur (Deliming) Kulit Liming Ikan Tuna” berhasil diselesaikan. Tema yang
diangkat dalam penelitian yang dilaksanakan selama Maret sampai Mei 2013 ini

adalah proses penyamakan tahap awal.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada:
1. Prof Dr Ono Suparno, STP, MT, selaku Pembimbing Akademik atas
perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi
2. Dr Ir Moh. Yani, MEng dan Drs Purwoko, MSi, selaku dosen penguji
3. Bapak Ir Moh. Najikh selaku CEO, Bapak Saiful Azis selaku Business
Manager Unit III, Bapak Pebru Yuwono, dan seluruh Staff atas kesediaan dan
bimbingannya selama menjalankan program capstone praktik lapang di PT
Kelola Mina Laut.
4. Ayahanda Paryono Susanto, Ibunda Sugiastuti, adik-adik Rizqi Agustianto
dan Agus Miftah Nur Rizqi beserta keluarga besar atas doa, semangat, dan
kasih sayangnya
5. Keluarga besar TIN 46 atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan
6. Anggi Putra, Erwin Angga Setya Nugraha, dan Ahadian Rakhmadi atas
semangat dan kebersamaan yang telah diberikan
7. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Dimas Hendryanto


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


3

Kulit

3

Penyamakan

4

Liming

4

Deliming

5

METODE


8

Waktu dan Tempat

8

Alat

8

Bahan

8

Metode Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Ketebalan Kulit

11

Nilai pH

12

Kadar Ca

14

Uji Organoleptik

15

Pemilihan Perlakuan Terbaik

15

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1 Hubungan mutu kulit hasil deliming dengan bahan deliming agent

12

DAFTAR GAMBAR
Reaksi pengikatan ion Ca2+ oleh bahan deliming agent
Jaringan kulit sebelum dan setelah disamak (ilustrasi)
Proses pemutusan ikatan S-S pada cistine menjadi cistein
Proses pengikatan ion Ca2+ dalam kolagen kulit
Reaksi pengikatan ion kalsium oleh ion sulfat dan klorida
Proses pembentukan senyawa kalsium sulfat dengan deliming agent
magnesium sulfat
7 Reaksi penetralan proses deliming dengan deliming agent karbon
dioksida
8 Diagram alir proses deliming kulit tuna (modifikasi dari: Purnomo
2002)
9 Hubungan jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan terhadap
penurunan ketebalan
10 Hubungan jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan terhadap
nilai pH
11 Hubungan jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan terhadap
kadar Ca

1
2
3
4
5
6

1
4
5
5
7
7
7
10
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Foto kulit ikan tuna dan hasil preparasi sampel basah
2 Foto alat dan bahan yang digunakan dalam proses deliming
3 Tabel anova respon penurunan ketebalan (α = 1%) dan tabel uji lanjut
Duncan respon penurunan ketebalan
4 Tabel anova respon nilai pH (α = 1%) dan tabel uji lanjut Duncan
respon nilai pH
5 Tabel anova respon kadar Ca (α = 1%) dan tabel uji lanjut Duncan
respon kadar Ca

18
19
20
21
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kulit ikan merupakan salah satu hasil samping proses pengolahan industri
perikanan yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan. Melalui
proses penyamakan, kulit mentah dapat dikonversi menjadi berbagai macam
barang kebutuhan yang lebih berguna dan dapat menunjang kehidupan manusia
sehari-hari.
PT Kelola Mina Laut (KML), Gresik, Jawa Timur, mengolah sebanyak 7
ton ikan tuna per hari. Tidak semua ikan tersebut terkonversi secara sempurna
menjadi produk. Melalui proses pengolahan tersebut dihasilkan juga limbah
berupa kulit sebesar 3.4% (Hastuti 2012). Nilai tersebut setara dengan 238 kg
kulit yang dihasilkan sebagai limbah per harinya di PT KML.
Limbah tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimum. Limbah kulit
hanya dijadikan sebagai bahan baku olahan industri kerupuk kulit. Padahal, kulit
ikan tuna mengandung potensi sangat besar untuk dikembangkan. Oleh karena itu,
diperlukan alternatif pemanfaatan limbah kulit untuk dapat meningkatkan
kegunaan kulit ikan tuna tersebut. Salah satu caranya adalah dengan proses
penyamakan.
Teknik penyamakan kulit dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu
proses pra-penyamakan, penyamakan, dan pasca-penyamakan. Proses prapenyamakan meliputi washing, liming, fleshing, deliming, bating, dan pickling.
Deliming merupakan proses penghilangan kapur yang terikat pada kulit.
Pengkondisian ini sangat diperlukan dalam proses penyamakan. Menurut Zeng
(2011), deliming dapat menurunkan nilai pH pada kulit sehingga mempermudah
proses pengerjaan di tahap selanjutnya. Leafe (1999) juga menambahkan bahwa
kandungan kapur yang masih terdapat pada kulit dapat menyebabkan mutu produk
menjadi terganggu, yang ditunjukkan dengan tekstur yang kaku dan keras, serta
timbul bintik berwarna putih pada produk yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini, jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan
menjadi variabel yang digunakan untuk mengetahui hasil respon terbaik. Jenis
deliming agent yang berbeda akan berpengaruh terhadap daya pengikatan ion
kalsium dalam kapur. Proses reaksi pengikatan ion Ca2+ oleh bahan deliming
agent dapat terlihat pada Gambar 1.
Ca(OH)2 + 2 NH4Cl
Ca(OH)2 + (NH4)2SO4
3 Ca(OH)2 + 2 H3PO4

CaCl2 + 2 NH4OH
CaSO4 + 2NH4OH
Ca3(PO4)2 + 6 H2O

Gambar 1. Reaksi pengikatan ion Ca2+ oleh bahan deliming agent
(Covington 2011a)

Selain jenis deliming agent yang digunakan, kecepatan pengadukan dari
mesin (shaker) juga dapat dijadikan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi

2
tingkat keberhasilan suatu proses. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi
intensitas terjadinya tumbukan pada kulit. Covington (2011b), mengilustrasikan
bahwa proses terjadinya tumbukan dianalogikan sebagai proses pemerasan
terhadap kulit, sehingga akan terjadi dua proses yang simultan, yaitu pemerasan
dan relaksasi. Proses inilah yang dapat menyebabkan deliming agent terpenetrasi
lebih mudah ke dalam kulit. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu formulasi
penggunaan jenis deliming agent dan kondisi proses (kecepatan pengadukan)
terbaik yang diharapkan mampu bekerja secara optimal pada proses deliming kulit
ikan tuna.

Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh jenis deliming agent, kecepatan pengadukan, dan
interaksinya terhadap respon penurunan ketebalan, nilai pH, dan kadar Ca?
2. Perlakuan manakah yang memberikan mutu kulit hasil deliming terbaik dari
respon penurunan ketebalan, nilai pH, dan kadar Ca?
3. Bagaimanakah sifat kulit hasil deliming pada kondisi perlakuan terbaik?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis deliming agent,
kecepatan pengadukan, dan interaksinya terhadap penurunan ketebalan, nilai pH,
dan kadar Ca. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan
perlakuan terbaik dari bahan deliming agent (NH4Cl, (NH4)2SO4, H3PO4) dan
kecepatan pengadukan (150, 200, 250 rpm) terhadap efektivitas pembuangan
kapur pada tahap deliming, serta menentukan karakteristik kulit pada kondisi
tersebut.

Manfaat Penelitian
Penentuan kondisi terbaik dari proses deliming akan mempermudah
pengerjaan pada proses pra-penyamakan selanjutnya (bating). Proses deliming
sangat mempengaruhi mutu elastisitas dan tingkat kekerasan pada produk yang
dihasilkan. Oleh karena itu, kondisi proses terpilih dalam tahap deliming dapat
dijadikan sebagai acuan dalam menyesuaikan antara tingkat kesempurnaan proses
deliming dengan mutu produk yang ingin dicapai.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengolahan limbah kulit ikan tuna yang
dihasilkan pada PT Kelola Mina Laut, Gresik, Jawa Timur. Kulit tuna yang
dijadikan bahan baku berasal dari spesies Thunnus albacore (tuna sirip kuning).
Bagian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah bagian kulit disekitar
perut karena memiliki ketebalan yang hampir seragam. Topik penelitian ini
merupakan lanjutan dari program capstone praktik lapang di tahun sebelumnya.

3
Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi proses persiapan bahan baku,
deliming, dan pengujian kulit hasil deliming. Pengujian terdiri atas uji penurunan
ketebalan, nilai pH, kadar Ca, dan uji organoleptik mutu kulit hasil deliming.
Sebelum mengukur kadar Ca, sampel dipreparasi dengan metode basah.
Faktor yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah jenis deliming agent,
yang terdiri atas NH4Cl, (NH4)2SO4, H3PO4, dan kecepatan pengadukan dengan
taraf 150, 200, dan 250 rpm. Respon yang diukur adalah penurunan ketebalan,
nilai pH, kadar Ca, dan mutu kulit hasil deliming berdasarkan uji organoleptik.

TINJAUAN PUSTAKA
Kulit
Kulit merupakan lapisan terluar dari struktur tubuh makhluk hidup yang
berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh-pengaruh luar, seperti panas, perlakuan
mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu. Struktur kulit hewan
dapat dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis. Berdasarkan struktur
makroskopisnya, kulit hewan dibagi atas beberapa daerah, yakni crupon, kepala
dan leher, ekor dan perut, serta daerah kaki. Tidak semua kulit hewan dapat
dikelompokkan berdasarkan pembagian daerah ini, salah satunya adalah kulit
ikan. Tidak terdapat pembagian daerah yang jelas pada kulit ikan. Kulit ikan
hanya dapat dilihat secara struktur mikroskopisnya saja, yaitu lapisan epidermis,
korium, dan subkutis.
Epidermis adalah lapisan paling luar dari kulit, yang berfungsi sebagai
penghalang antara binatang dengan lingkungannya (Covington 2011a). Lapisan
ini tidak dilengkapi dengan pembuluh darah. Oleh karena itu, terdapat
kecenderungan yang besar bahwa sel-sel paling luar akan menjadi mati dan lepas.
Sel ini akan digantikan oleh sel-sel baru yang dihasilkan dari epidermis bagian
dalam yang sangat giat dalam melakukan pembelahan. Pada kulit ikan, lapisan
epidermis selalu basah karena adanya lendir yang dihasilkan oleh sel-sel yang
terdapat di seluruh tubuhnya.
Korium adalah lapisan setelah epidermis yang tersusun atas tenunan
kolagen. Kolagen inilah yang menjadi bahan utama dalam proses penyamakan.
Dibawahnya, terdapat lapisan subkutis yang terdiri atas tenunan pengikat longgar
yang menghubungkan korium dengan bagian-bagian lain dari tubuh.
Kulit memiliki dua buah gugus fungsi bermuatan yang berbeda jenis, yakni
karboksilat (COO-) dan amino (NH3+). Kedua gugus fungsi tersebut akan aktif
pada kondisi lingkungan berbeda. Gugus fungsi karboksilat akan aktif dalam
suasana asam, sedangkan gugus fungsi amino aktif dalam suasana basa.
Perbedaan ini harus disesuaikan dengan jenis bahan penyamak yang digunakan.
Proses pengikatan tanning agent terhadap gugus fungsi tidak akan terjadi dalam
muatan tidak sesuai, sehingga proses penyamakan tidak akan berlangsung.
Kulit mentah memiliki sifat yang sangat rentan terhadap kerusakan. Oleh
karena itu diperlukan suatu teknik atau seni yang dapat memperbaiki sifat kulit
mentah yang relatif lebih rentan terhadap kerusakan, menjadi kulit samak yang

4
memiliki sifat lebih stabil terhadap perubahan suhu ekstrem, gangguan mekanis,
dan mikroba. Kulit ikan tuna yang digunakan sebagai bahan baku ditunjukkan
pada Lampiran 1.

Penyamakan
Menurut Suparno et al. (2005), penyamakan adalah proses memodifikasi
struktur kolagen, komponen utama kulit, dengan mereaksikannya dengan berbagai
bahan kimia (tanin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan
stabilitas hidrotermal kulit tersebut, sehingga kulit menjadi tahan terhadap
gangguan mikroorganisme. Pada proses penyamakan kulit, jaringan kolagen
distabilkan oleh bahan penyamak (tanning agent) dari sifat asli kulit seperti sifat
kulit yang sangat rentan terhadap pembusukan. Jaringan kolagen ini distabilkan
melalui pembentukan crosslink dengan tanning agent. Proses penstabilan jaringan
kolagen dapat dilihat pada Gambar 2.

Serat-serat pada kulit
Ikatan yang terbentuk selama proses penyamakan

Gambar 2. Jaringan kulit sebelum dan setelah disamak (ilustrasi) (Mann 2000)
Dalam praktiknya, penyamakan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap
pra-penyamakan, penyamakan, dan pasca-penyamakan. Setiap tahapan proses
tersebut terdiri atas bagian-bagian proses yang saling terkait satu sama lain. Prapenyamakan terdiri atas proses washing, liming, fleshing, deliming, bating, dan
pickling. Kegagalan salah satu tahapan proses akan menyebabkan kegagalan
proses yang lain, sehingga mutu produk akhir proses penyamakan tersebut juga
akan menyimpang (Purnomo 2002).

Liming
Liming termasuk ke dalam tahap awal proses penyamakan. Tujuan dari
proses ini adalah melepaskan lapisan epidermis dari kulit dan membuka tenunan
hidrolisa sehingga mempermudah masuknya bahan kimia di proses selanjutnya.

5
Terbukanya tenunan kulit disebabkan oleh terputusnya ikatan S-S pada cistine
menjadi cistein. Reaksi pemutusan ikatan S-S oleh Na2S ditunjukkan pada
Gambar 3.
Na2S + H2O
2NaHS
R – S – S – R + 2HS(cistine)

NaHS + NaOH
2Na+ + 2HS2R – SH + 2S
(cistein)

Gambar 3. Proses pemutusan ikatan S-S pada cistine menjadi cistein (Suparno
2006)
Setelah ikatan S-S terputus, ion hidroksida dan ion Ca2+ dalam kapur
(Ca(OH)2) akan membengkakkan kulit sehingga proses penghilangan lapisan
epidermis dan subkutis menjadi lebih mudah. Hal ini disebabkan karena tingginya
kandungan ion Ca2+ yang terikat dalam struktur kolagen kulit. Semakin tinggi
kadar ion Ca2+ yang terikat, kulit akan semakin membengkak. Proses pengikatan
ion Ca2+ dalam kolagen ditunjukkan pada Gambar 4.

H

H

O

N–C– C
H

R

H

O

N– C–C

+ Ca(OH)2
OH

H

H

R

+ H2O
O – Ca – R

Gambar 4. Proses pengikatan ion Ca2+ dalam kolagen kulit.

Deliming
Deliming adalah proses penghilangan kapur terikat dalam kulit akibat proses
liming yang dilakukan. Proses ini sangat penting untuk menjaga mutu produk
yang dihasilkan (Leafe 1999). Terganggunya mutu produk ditunjukkan dengan
tekstur yang kaku dan keras, serta timbul bintik berwarna putih pada kulit. Proses
deliming dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah jenis deliming
agent yang digunakan serta kecepatan pengadukan (rpm). Menurut Covington
(2011b), perlakuan mekanis (kecepatan pengadukan) pada proses deliming akan
mempengaruhi proses masuknya bahan kimia ke dalam kulit. Kecepatan
pengadukan yang semakin tinggi menyebabkan frekuensi benturan kulit dengan
dinding wadah proses deliming akan semakin sering terjadi, sehingga dapat
membantu deliming agent untuk terpenetrasi ke dalamnya. Akan tetapi, kecepatan
pengadukan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kulit rusak. Oleh karena
itu, diperlukan pengaturan kondisi proses yang baik dari kecepatan pengadukan
selama proses deliming.
Berdasarkan teori asam-basa Arrhenius, akan terjadi pelepasan ion H+ atau
OH- dari suatu senyawa asam atau basa yang dilarutkan dalam air. Mengacu pada

6
teori tersebut, senyawa kapur (Ca(OH)2) akan terurai menjadi ion-ionnya, yakni
Ca2+ dan OH-. Kedua ion ini akan berikatan dengan anion dan kation yang berasal
dari deliming agent yang digunakan. Semakin tinggi ion Ca2+ dan OH- yang
terikat mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kadar kapur pada kulit.
Deliming agent komersial yang biasa digunakan berasal dari kelompok
garam amonium, yakni amonium klorida dan amonium sulfat. Senyawa ini
digunakan karena mampu mengikat kapur lebih mudah, tidak menimbulkan
endapan, dan tidak menjadikan pembengkakan pada kulit. Menurut Vogel (1990),
kalsium klorida (CaCl2), sebagai senyawa hasil pembentukan proses deliming,
memiliki sifat higroskopis tinggi. Oleh karena itu, senyawa tersebut memiliki
kelarutan yang baik di dalam air. Kalsium sulfat (CaSO4) juga memiliki sifat larut
dalam air, tetapi nilai kelarutannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan
kalsium klorida. Berbeda dengan sebelumnya, Ca3(PO4)2 memiliki kelarutan yang
sangat sedikit atau tidak larut dalam air, sehingga Ca3(PO4)2 dalam konsentrasi
yang tinggi akan membentuk endapan pada larutan (Vogel 1990).
Deliming agent terdiri atas beberapa golongan, yakni air, asam kuat, asam
lemah, garam asetat, garam amonium, buffer alternatif, dan karbondioksida.
Pencucian dengan menggunakan air dalam proses deliming akan menurunkan pH
melalui dua mekanisme. Pertama, air dari luar akan mengurangi kandungan ion
hidroksida dalam kulit, kemudian ion hidroksida tersebut akan dinetralkan dengan
ion bikarbonat yang terkandung dalam air tersebut. Dalam mekanisme ini, kulit
diilustrasikan sebagai membran semi permeabel yang memisahkan ion hidroksida
dalam kulit dan ion bikarbonat diluar kulit. Akan tetapi, proses difusi ion
bikarbonat terjadi sangat lambat, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih
banyak untuk mempercepat tercapainya titik keseimbangan.
Beberapa jenis asam kuat dapat dijadikan sebagai bahan yang dapat
berperan sebagai deliming agent. Konsekuensi yang tidak diinginkan adalah
terbentuknya garam yang tidak larut, sehingga dapat mengganggu struktur kulit
dengan membentuk endapan di permukaannya, yang memicu terjadinya limeblast.
Selain itu, penggunaan asam kuat sebagai deliming agent akan menyebabkan nilai
pH menjadi sangat rendah yang memicu terjadinya swelling. Hal ini dapat
dihindari dengan menambahkan larutan elektrolit netral (Covington 2011a). Salah
satu contoh asam kuat yang dapat dijadikan sebagai deliming agent adalah asam
sulfat (H2SO4).
Penggunaan asam lemah dalam proses deliming dapat dianggap sebagai
deliming agent yang memberikan efek lebih baik terhadap kulit dibandingkan
dengan asam kuat. Hal ini disebabkan oleh tidak terjadi penurunan pH yang
terlalu rendah yang dapat menyebabkan swelling. Akan tetapi, anggapan ini belum
tentu sepenuhnya dapat dipercaya, karena asam lemah juga dapat menyebabkan
terjadinya swelling. Hal ini juga dapat dihindari dengan melakukan penambahan
larutan elektrolit netral. Deliming agent dari golongan asam lemah bereaksi lebih
lambat dibandingkan dengan deliming agent yang berasal dari golongan asam
kuat.
Beberapa jenis garam asetat dapat dijadikan sebagai deliming agent, seperti
sodium bikarbonat (NaHCO3). Akan tetapi, senyawa ini tidak digunakan secara
luas dalam industri karena biaya yang tinggi dan kelarutan yang rendah. Sodium
metabisulfit (Na2S2O5), juga sering dilibatkan dalam proses deliming yang
menggunakan garam amonium, tetapi fungsi utamanya adalah utnuk

7
membersihkan residual sulfida setelah proses unhairing. Reaksinya tergolong
rumit, dihasilkan beberapa senyawa sulfida, seperti sulfida dasar, thiosulfate,
S2O32-, dan sulfur oksianion lain. Selama proses deliming pada pH 9, ion sulfida
yang terbentuk adalah HS- (Covington 2011a).
Garam amonium cenderung lebih dipilih penggunaannya karena
menghasilkan kondisi kulit yang dibutuhkan dalam proses bating yang ideal
dengan menggunakan enzim pancreatic. Reaksi deliming sangat cepat karena
seluruh garam amonium dapat ditambahkan sejak awal proses. Selain itu, garam
amonium juga bersifat sangat larut dalam air. Dalam industri, garam amonium
yang sering digunakan adalah amonium sulfat dan amonium klorida. Dengan
adanya ion sulfat dan ion klorida, menyebabkan ion kalsium dapat terikat menjadi
garam larut air. Reaksi pengikatan ion kalsium oleh ion sulfat dan klorida
ditunjukkan pada Gambar 5.
Ca(OH)2 + SO42Ca(OH)2 + Cl-

CaSO4 + 2OHCaCl2 + 2OH-

Gambar 5. Reaksi pengikatan ion kalsium oleh ion sulfat dan klorida
(Covington 2011a)
Salah satu jenis deliming agent lainnya adalah buffer alternatif (magnesium
sulfat). Reaksi yang terjadi selama proses deliming dan bentuk senyawa kalsium
sulfat yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 6.
MgSO4 + 2OH-

Mg(OH)2 + SO42-

Mg2+ + 2OH-

CaSO4 terlarut – kelarutan 2g/L
CaCO3 + SO42-

CaSO4 mengendap
CaSO4 terlarut dalam [Ca(NH3)2]2+

Gambar 6. Proses pembentukan senyawa kalsium sulfat dengan deliming agent
magnesium sulfat (Covington 2011a)
Karbondioksida adalah salah satu jenis deliming agent yang telah
dikembangkan. Dalam prosesnya akan dihasilkan ion hidrogen karbonat yang
dapat menetralkan sifat alkalinitas pada kulit. Reaksi yang terjadi selama proses
deliming ditunjukkan pada Gambar 7.

CO2 + H2O

HCO3- + H+

CO32- + H2O

Gambar 7. Reaksi penetralan proses deliming dengan deliming agent karbon
dioksida (Covington 2011a)

8
Gas karbondioksida larut dalam air, membentuk asam yang dapat
menetralkan sifat alkalinitas pada kulit hasil liming. Hal yang menjadi faktor
pembatas adalah kelarutan asam yang dibatasi, sehingga reaksi berjalan lambat.
Biasanya, proses deliming kulit membutuhkan waktu proses satu sampai dua jam.
Oleh karena itu, dibutuhkan input gas yang berlebih secara cepat ke dalam sistem
untuk memperoleh waktu proses deliming yang sama (Covington 2011a).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan sejak tanggal 11 Maret - 24 Mei
2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kemasan dan Laboratorium
Teknik Kimia, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit ikan
tuna yang berasal dari spesies Thunnus albacore. Bahan baku ini disimpan dan
diawetkan dengan menggunakan garam dan disimpan dalam kondisi beku. Dalam
tahap deliming, bahan yang digunakan adalah deliming agent (NH4Cl, (NH4)2SO4,
H3PO4), degreasing agent 606, HNO3 pekat, asam perklorat, lantan oksida, dan
air. Foto bahan-bahan yang digunakan dalam proses deliming dapat dilihat pada
Lampiran 2.

Alat
Alat yang digunakan selama penelitian adalah neraca analitik, shaker, jar,
pinset, sudip, kertas pH, pisau, talenan, erlenmeyer 250 mL, labu ukur 100 mL,
corong gelas, pipet mohr, pipet volumetrik, tabung ulir, kertas saring, kompor
listrik, dan thickness gauge. Foto alat-alat yang digunakan dalam proses deliming
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam tahap beam house processing
(pra-penyamakan). Tahapannya diawali dengan menyiapakan bahan baku berupa
kulit hasil liming. Tahap ini dilakukan dengan cara mencuci kulit tuna yang telah
diawetkan di bawah air yang mengalir. Setelah bersih, kulit tuna dipotong dengan
ukuran 5x5 cm2. Hasil dari pemotongan tersebut kemudian diukur ketebalannya di
tiga titik dengan menggunakan alat thickness gauge.

9
Dalam menyiapkan kulit hasil liming, sampel direndam dalam larutan yang
terbuat dari bahan Ca(OH)2, Na2S, dan aquades dengan komposisi berturut-turut
adalah 5%, 3%, dan 400%. Sampel diproses di dalam shaker selama 105 menit
dengan kondisi proses suhu ruang dan kecepatan putar 150 rpm. Sampel
kemudian diangkat dan didiamkan pada suhu ruang selama 16 jam 15 menit.
Sebelum masuk ke dalam tahap deliming, sampel harus dicuci dengan air
mengalir untuk menghilangkan sisa bahan dalam kulit sehingga proses liming
dapat terhenti.
Selanjutnya, sampel diproses dalam tahap deliming. Bahan deliming agent
yang menjadi faktor penelitian adalah NH4Cl, (NH4)2SO4, dan H3PO4. Larutan
deliming dibuat dengan komposisi deliming agent sebanyak 1 %, degreasing
agent 0.3%, dan air 200% (modifikasi dari: Wang et al. 2012). Sampel di proses
dalam shaker selama 120 menit pada suhu ruang. Kecepatan pengadukan yang
menjadi taraf penelitian adalah 150, 200, dan 250 rpm. Setelah melalui tahap ini,
sampel dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan larutan deliming
sehingga proses akan terhenti. Tahap selanjutnya, sampel diuji nilai pH dan
ketebalannya di tiga titik.
Tahap terakhir yaitu dengan melakukan preparasi basah untuk analisis kadar
Ca. Proses preparasi diawali dengan memanaskan sampel di dalam erlenmeyer
dengan campuran larutan berupa 30 mL air dan 20 mL asam nitrat (HNO3).
Setelah asap coklat hilang, sampel didinginkan dan ditambahkan 10 mL air dan 2
mL asam perklorat. Pemanasan kemudian dilanjutkan hingga asap coklat hilang.
Larutan sampel selanjutnya disaring ke dalam labu ukur 100 mL dan ditera
dengan menggunakan aquades. Sampel diencerkan sebanyak 10x sebelum diuji
dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Pada tahap
pengenceran, komposisi yang ditambahkan adalah 0.5 mL lantan oksida, 1 mL
larutan sampel, dan 8.5 mL air (Eaton et al. 2005). Gambar 8 menunjukkan
diagram alir proses deliming kulit tuna. Hasil preparasi ditunjukkan pada
Lampiran 1.

10

Kulit ikan tuna

Kulit dicuci dengan aliran air

Kulit dipotong dengan ukuran 5x5 cm2

Ketebalan sampel diukur di tiga titik

Sampel diproses ke dalam tahap liming
(T = 29 – 32 °C , t = 1.75 jam, v = 150 rpm)

Sampel direndam dalam larutan liming
selama 16 jam 15 menit pada suhu ruang

Sampel diproses ke dalam tahap deliming
(T = 29 – 32 °C , t = 2 jam, v = 150, 200, 250 rpm)

Sampel dilakukan pengujian ketebalan, pH,
uji organoleptik

Sampel dipreparasi secara basah

Sampel dilakukan pengujian kadar Ca

Gambar 8. Diagram alir proses deliming kulit tuna (modifikasi dari:
Purnomo 2002)
Respon yang diamati pada penelitian ini meliputi perubahan ketebalan, nilai
pH, dan kadar Ca kulit. Perubahan ketebalan disajikan dalam satuan persen (%).
Setelah melalui proses deliming, kulit akan mengalami pengurangan ketebalan
sehingga nilainya akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tebal kulit pada
tahap liming. Nilai pH diukur setelah melalui tahap deliming kulit tuna.
Pengukuran dilakukan pada kulit. Nilai pH yang sesuai berkisar antara 8 sampai 9
(Colak dan Kilic 2007). Kadar Ca pada kulit diamati dengan menggunakan
metode AAS. Tingginya kadar Ca menunjukkan bahwa terdapat kandungan kapur
yang tinggi pada kulit.
Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis data hasil deliming
kulit tuna adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) tipe RAL dengan
dua kali ulangan. Faktor yang diamati terdiri atas dua faktor yang masing-masing
faktor terdiri atas tiga taraf, yaitu (A) kecepatan pengadukan (150, 200, 250 rpm)
dan (B) jenis deliming agent (NH4Cl, (NH4)2SO4, H3PO4). Model matematika
Split Plot Design dapat dirumuskan sebagai berikut :

11

Yijk     i   ik   j   ij   ijk
dengan : Yijk
µ
αi
βj
(αβ)ij
ik

ijk

= nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j
dan ulangan ke k
= nilai rata-rata yang sesungguhnya (rata-rata populasi)
= pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A
= pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B
= pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari
faktor B
= pengaruh acak dari petak utama yang muncul pada taraf kei dari faktor A dalam ulangan ke-k.
= pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi perlakuan ij.

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis ragam (anova) dan analisis
deskriptif. Apabila hasil analisis ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan
uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketebalan Kulit
Proses liming menyebabkan kulit membengkak. Hal ini disebabkan oleh
liming agent masuk ke dalam lapisan korium kulit sehingga ikatan-ikatan fibril
menjadi terbuka (Colak dan Kilic 2007). Selain terjadi penebalan, tekstur kulit
juga menjadi keras dan kaku. Proses liming menyebabkan kadar kapur di dalam
kulit meningkat, baik yang menempel di permukaan maupun yang terikat di
dalamnya. Tingginya kandungan kapur inilah yang dapat menyebabkan mutu
produk yang dihasilkan menjadi tidak baik, jika tidak dihilangkan dengan proses
deliming.
Kapur yang menempel di permukaan kulit dapat dihilangkan dengan cara
pencucian. Akan tetapi, proses tersebut tidak dapat diterapkan dalam
menghilangkan kapur yang terikat. Kapur terikat hanya dapat dihilangkan dengan
bantuan bahan kimia yang mampu berikatan dengan senyawa kapur tersebut.
Berdasarkan analisis ragam (anova), jenis deliming agent, kecepatan
pengadukan, dan interaksinya memberikan pengaruh sangat signifikan pada α =
1%. Data ini digunakan sebagai acuan dalam melakukan pengujian lanjutan untuk
mengetahui interaksi terbaik dari kedua faktor. Tabel anova dari respon ketebalan
kulit dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa hasil
interaksi dari faktor jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan yang paling
berbeda nyata terdapat pada jenis deliming agent NH4Cl dan kecepatan
pengadukan 150 rpm. Tabel uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Jenis deliming agent NH4Cl memiliki pengaruh yang paling baik di antara
jenis deliming agent lainnya dengan nilai penurunan ketebalan sebesar 13.42%.

12
Hal ini disebabkan oleh NH4Cl tersusun dari ion amonium (NH4+) dan ion klorida
(Cl-). Ion klorida tersebut akan berikatan dengan ion Ca2+ yang berasal dari reaksi
hidrolisis kapur. Terikatnya ion Ca2+ menunjukkan bahwa kandungan kapur
dalam kulit semakin berkurang.
Banyaknya jumlah ikatan yang terbentuk dipengaruhi oleh muatan anion
dari deliming agent. Semakin reaktif sifat suatu ion, proses pengikatan akan lebih
mudah. Sifat reaktif ini ditunjukkan oleh nilai keelektronegatifan dari ion tersebut.
Keelektronegatifan akan semakin besar seiring dengan meningkatnya muatan
anion. (Clark 2013). Deret keelektronegatifan anion dari setiap deliming agent
adalah Cl- >> SO42- >> PO43-. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa
ikatan kimia paling mudah terbentuk pada ion Ca2+ dan ion Cl-.
Ikatan yang terjadi antara ion Ca2+ dan ion Cl- berjenis ikatan ion. Ikatan ion
memiliki sifat ikatan sangat kuat antara ion-ion penyusunnya. Hal ini
menunjukkan bahwa kemungkinan terurainya kembali ion kalsium untuk
membentuk senyawa kapur sangat kecil. Dengan berkurangnya senyawa kapur,
ketebalan kulit akibat pembengkakkan akan menurun. Hubungan antara
penurunan ketebalan kulit dengan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada
Gambar 9.

150 rpm
200 rpm
250 rpm

Gambar 9. Hubungan jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan terhadap
penurunan ketebalan
Menurut Covington (2011b), perlakuan mekanis (kecepatan pengadukan)
memberikan dampak yang baik terhadap proses penyamakan. Akan tetapi,
kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan mutu kulit
menjadi rendah. Berdasarkan penelitian ini, kecepatan pengadukan sebesar 150
rpm memiliki pengaruh yang paling baik diantara lainnya. Hal ini disebabkan oleh
kecepatan pengadukan tersebut masih berada dalam ambang batas maksimal dari
kondisi proses kecepatan pengadukan yang diperkenankan. Kecepatan 200 rpm
dan 250 rpm berada di luar dari ambang batas tersebut, sehingga menghasilkan
penurunan ketebalan yang lebih rendah.
Nilai pH
Pada respon nilai pH, pengaruh yang sangat signifikan pada α = 1% hanya
terjadi pada faktor tunggal jenis deliming agent. Hal ini disebabkan oleh reaksi
kimia akan tetap berlangsung dengan atau tanpa adanya proses pengadukan.

13
Perbedaan hanya akan terjadi pada lama proses reaksi untuk mencapai kondisi
kesetimbangan. Kecepatan pengadukan tidak lagi akan mempengaruhi jalannya
reaksi kimia setelah tercapai kondisi setimbang. Dari penelitian ini, dapat
dikatakan bahwa kondisi kesetimbangan reaksi kimia sudah terbentuk dengan
menggunakan kecepatan pengadukan 150 rpm, sehingga tidak ada perbedaan yang
nyata dari ketiga kecepatan pengadukan yang digunakan (150, 200, 250 rpm).
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis deliming agent NH4Cl berbeda
nyata, dengan tabel anova dan tabel uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran
4. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, NH4Cl dapat dijadikan sebagai
deliming agent. Hal ini didasarkan pada pH campuran yang terbentuk sebesar
8.28. Nilai ini termasuk ke dalam range pH optimum dalam proses deliming,
yakni berkisar antara 8 sampai 9 (Colak dan Kilic 2007). Amonium sulfat juga
menunjukkan pH campuran sebesar 8.56 yang mengindikasikan bahwa senyawa
tersebut dapat digunakan sebagai deliming agent. Asam fosfat tidak baik
digunakan sebagai bahan deliming agent karena menghasilkan pH campuran yang
asam, yakni 5.67. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya swelling.
Perbedaan ini disebabkan oleh sifat dari ketiga jenis deliming agent yang
bereaksi dengan kapur (Ca(OH)2). Amonium klorida dan amonium sulfat
merupakan kelompok garam buffer dari jenis asam yang memiliki kisaran pH
mendekati 7, sedangkan H3PO4 adalah kelompok asam lemah yang memiliki pH 3
sampai 6.
Reaksi antara dua jenis larutan yang memiliki pH yang berbeda akan
menghasilkan pH campuran dari kedua jenis larutan tersebut. Larutan kapur
tergolong ke dalam larutan basa kuat karena memiliki pH 12. Larutan ini apabila
direaksikan dengan larutan buffer dari jenis asam (NH4Cl dan (NH4)2SO4)) akan
memiliki pH lebih dari 7. Akan tetapi kondisi yang tidak sesuai terjadi pada nilai
pH campuran antara kapur dan asam fosfat. Pencampuran antara jenis basa kuat
dan asam lemah seharusnya menghasilkan pH lebih besar dari 7. Pengukuran yang
dilakukan menunjukkan pH campuran bernilai 5.67. Perbedaan ini dipengaruhi
oleh banyaknya jumlah asam fosfat yang ditambahkan.
Hubungan antara pH kulit dengan kecepatan pengadukan dari beberapa
bahan ditunjukkan pada Gambar 10.

Kontrol
150 rpm
200 rpm
250 rpm

Gambar 10. Hubungan jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan terhadap
nilai pH

14
Kadar Ca
Kapur merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk
mengetahui sempurna atau tidaknya proses deliming. Semakin rendah kadar Ca,
menunjukkan bahwa proses deliming berlangsung dengan baik. Ion kalsium
(Ca2+) adalah jenis kation yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis kapur (Ca(OH)2)
yang larut dalam air. Ion tersebut bersifat reaktif dan memiliki kemampuan untuk
berikatan dengan ion lain. Dalam aturannya, kation akan bereaksi dengan anion
untuk membentuk senyawa baru yang bermuatan lebih stabil.
Pada proses deliming, terjadi pertukaran ion Ca2+ dan OH- dengan ion-ion
dari deliming agent yang digunakan. Semakin banyak ion Ca2+ dan OH- yang
terikat, mengindikasikan bahwa kandungan kapur akan semakin berkurang. Hal
ini disebabkan oleh berkurangnya keberadaan ion Ca2+ dan OH- akibat telah
membentuk senyawa baru yang lebih stabil. Hubungan antara kadar Ca dan
kecepatan pengadukan ditunjukkan pada Gambar 11.

Kontrol
150 rpm
200 rpm
250 rpm

Gambar 11. Hubungan jenis deliming agent dan kecepatan pengadukan terhadap
kadar Ca
Pada respon pengukuran kadar Ca, jenis deliming agent, kecepatan
pengadukan, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat signifikan
pada α = 1%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan yang paling
berbeda nyata terdapat pada jenis deliming agent H3PO4 dengan kecepatan
pengadukan sebesar 250 rpm, yakni sebesar 65.21 ppm. Pengukuran ini tidak
sesuai dengan teori yang seharusnya menunjukkan bahwa ikatan antara ion PO43dan ion Ca2+ menghasilkan jumlah ikatan yang paling sedikit karena dipengaruhi
oleh keelektronegatifan yang lebih rendah dibandingkan dengan NH4Cl dan
(NH4)2SO4. Hal ini terjadi akibat swelling pada kulit. Swelling menyebabkan kulit
membengkak dan kaku. Sifat ini disebabkan oleh masih tingginya kandungan
kapur yang terdapat pada kulit. Hal ini berpengaruh terhadap proses preparasi
sampel. Pada proses preparasi sampel secara basah, banyak senyawa kapur yang
belum terurai menjadi ion Ca2+ dan OH-. Faktor ini menyebabkan ion kalsium
tidak terukur secara sempurna dengan menggunakan alat Atomic Absorption
Spectrophotometer, sehingga menunjukkan rendahnya kadar Ca pada kulit. Kadar
Ca yang terbaik terdapat pada jenis deliming agent NH4Cl dengan kecepatan
pengadukan 150 rpm, yakni sebesar 139.31 ppm. Tabel anova dan tabel uji lanjut
Duncan disajikan pada Lampiran 5.

15
Uji Organoleptik
Mutu kulit hasil proses deliming disesuaikan dengan aplikasi
penggunaannya. Perbedaan penggunaan dalam aplikasi produk, menyebabkan
sifat kulit yang dibutuhkan juga berbeda. Sifat kulit yang kaku dan keras
digunakan sebagai bahan pembuatan sol sepatu, sedangkan sifat kulit yang elastis
digunakan sebagai bahan baku pada industri tekstil, aksesoris, tas, dan ikat
pinggang.
Pada penelitian ini, uji organoleptik mutu kulit hasil deliming dinilai
berdasarkan dua faktor, yakni kelenturan dan ketahanan terhadap tekanan.
Pengujian dilakukan secara organoleptik. Berdasarkan hasil penelitian ini, NH4Cl
adalah jenis deliming agent yang memiliki mutu paling baik diantara keduanya.
Hal ini ditunjukkan dari sifat elastisitasnya yang baik dan ketahanan terhadap
tekanan sangat baik. Sifat elastisitas dan ketahanan tekan yang buruk akan
berimplikasi pada kerusakan yang terjadi di permukaan kulit. Hal ini disebabkan
oleh proses swelling pada kulit, yang menyebabkan pembengkakan sehingga
serat-serat kulit menjadi longgar dan mudah rusak. Hubungan antara bahan
deliming agent dengan mutu kulit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan mutu kulit hasil deliming dengan bahan deliming agent
Deliming agent

Mutu Kulit Hasil Deliming
Kelenturan
Ketahanan Tekan
lentur
tidak berbekas
lentur
tidak berbekas
lentur
tidak berbekas

NH4Cl

Kecepatan
Pengadukan (rpm)
150
200
250

(NH4)2SO4

150

lentur

200

lentur

250

lentur

150
200
250

kaku
kaku
kaku

H3PO4

terdapat bekas
tekanan
terdapat bekas
tekanan
terdapat bekas
tekanan
permukaan sobek
permukaan sobek
permukaan sobek

Pemilihan Perlakuan Terbaik
Berdasarkan penelitian ini, perlakuan terbaik terdapat pada jenis deliming
agent NH4Cl dan kecepatan pengadukan 150 rpm. Pemilihan ini didasarkan pada
gabungan hasil dari seluruh parameter yang diuji. Pada kondisi perlakuan ini,
dihasilkan penurunan ketebalan 13.42%, pH 8.23, dan kadar Ca 139.31 ppm. Uji
organoleptik menunjukkan bahwa tidak ada bekas yang ditimbulkan pada kulit
setelah dilakukan uji ketahanan tekan dan kulit memiliki sifat kelenturan yang
lentur di setiap sampelnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Colak dan Kilic (2007), pH sampel kulit yang diuji berkisar antara 8 sampai 9.

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan pengadukan dan jenis
deliming agent serta interaksinya memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
respon penurunan ketabalan, pH, dan kadar Ca. Jenis deliming agent berpengaruh
sangat nyata terhadap ketebalan, pH, dan kadar Ca, yakni menurunkan ketebalan,
menurunkan pH, dan menurunkan kadar Ca. Kecepatan pengadukan berpengaruh
sangat nyata terhadap ketebalan dan kadar Ca, yakni menurunkan ketebalan dan
menurunkan kadar Ca. Interaksi dari kedua faktor berpengaruh sangat nyata pada
ketebalan, pH, dan kadar Ca, yakni menurunkan ketebalan, menurunkan pH, dan
menurunkan kadar Ca.
Dengan mengacu pada hasil dari ketiga respon dan diperkuat dengan data
uji organoleptik, dapat disimpulkan bahwa NH4Cl dan kecepatan pengadukan 150
rpm merupakan hasil perlakuan terbaik dari dua variabel yang digunakan.
Perlakuan tersebut menghasilkan penurunan ketebalan, pH, dan kadar Ca terbaik.
Sifat kulit yang dihasilkan adalah memiliki penurunan ketebalan 13.42 %,
pH 8.28, kadar Ca 139.31 ppm, tidak berbekas apabila diuji ketahanan tekan, dan
kelenturan yang lentur di setiap sampelnya. Sifat tersebut sudah sesuai dengan
mutu kulit hasil deliming yang diharapkan.

Saran
Perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk menentukan konsentrasi dan
jenis deliming agent yang dapat digunakan dalam proses deliming. Selain itu,
perlu adanya penggunaan amonium fosfat sebagai deliming agent untuk
membandingkan mutu kulit hasil deliming yang menggunakan deliming agent
amonium klorida dan amonium sulfat.

DAFTAR PUSTAKA
Clark J. 2013. Electronegativity [Internet]. [diunduh 2013 Jul 29]. Tersedia pada:
http://www.chemguide.co.uk/atoms/bonding/electroneg.html.
Colak SM, Kilic E. 2007. Deliming with Leak Acids : Effects on Leather Quality
and Effluent. Journal of The Society of Leather Tecnologists and Chemists.
92 (3): 120 – 123.
Covington AD. 2011a. Tanning Chemistry The Science of Leather. Northampton
(UK): The Royal Society of Chemistry
Covington AD. 2011b. Prediction in Leather Processing : A Dark Art or a Clear
Possibility? Procter Memorial Lecture. 95 (6):231 – 242.
Eaton AD, Clesceri LS, Rice EW, Greenberg AE. 2005. Standard Method for The
Examination of Water & Waste Water. Washington DC (US): American
Public Health Association.

17
Hastuti TU. 2012. Pemanfaatan Limbah Kulit Tuna sebagai Bahan Baku Gelatin
dan Kerupuk Kulit guna Meningkatkan Nilai Tambah Di PT Kelola Mina
Laut [laporan praktik lapang]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Leafe MK. 1999. Leather Technologists Pocket Book. East Yorkshire (UK): The
Society of Leather Technologists and Chemists.
Mann BR, McMillan MM. 2000. The Chemistry of The Leather Industry.
Christchurch (NZ): GL Bowron & Co. Ltd.
Purnomo E. 2002. Penyamakan Kulit Ikan Pari. Yogyakarta (ID): Kanisius
Suparno O, Covington AD, Evans CS. 2005. Kraft lignin degradation products for
tanning and dyeing of leather. Journal of Chemical Technology and
Biotechnology 80 (1): 44 – 49.
Suparno O. 2006. Teknologi Penyamakan Kulit. Bogor (ID): Teknologi Industri
Pertanian
Vogel AI. 1990. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic
Analysis.. London (UK): Longman Group Limited.
Wang Yanan, Zeng Yunhang, Chai Xiaowei, Liao Xuepin, He Qiang, Shi Bi.
2012. Ammonia Nitrogen in Tannery Wastewater Distribution, Origin and
Prevention. JALCA. 107 (10): 40 – 50.
Zeng Yunhang, Lu Jiahong, Liao Xuepin, He Qiang, Shi Bi. 2011. Non-Ammonia
Deliming Using Sodium Hexametaphosphate and Boric Acid. JALCA. 106
(3): 257 – 263.

18
Lampiran 1. Foto kulit ikan tuna dan hasil preparasi sampel basah

(a) Kulit ikan tuna setelah melalui tahap washing

(b) Kulit ikan tuna dipotong dengan ukuran 5x5 cm2

(c) Hasil preparasi sampel secara basah yang dianalisis dengan metode AAS

19
Lampiran 2. Foto alat dan bahan yang digunakan dalam proses deliming

(a) Bahan proses deliming

(b) Shaker

(c) Thickness gauge

20
Lampiran 3. Tabel anova respon penurunan ketebalan (α = 1%) dan tabel uji
lanjut Duncan respon penurunan ketebalan

Sumber Keragaman

df

SS

MS

F Value

Pr > α

Kecepatan Pengadukan (F1)

2

6.14

3.07

73.38

0.0028*

Galat F1

3

0.13

0.04

0.61

0.63

Jenis Deliming Agent (F2)

2

272.27 136.13 1975.52