Sebaran Spasial Logam Berat Pb di Perairan Teluk Banten.

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Wilayah Teluk Banten telah menjadi wilayah berkembang dengan adanya berbagai kegiatan seperti pelabuhan perikanan, perindustrian, dan perhotelan. Beberapa kegiatan seperti aktifitas pelabuhan, khususnya penggunaan pelumas kapal yang mengandung timbal dan industri bahan kimia, kertas dan besi diperkirakan berpotensi menghasilkan limbah yang dapat meningkatkan kadar logam berat berbahaya di perairan seperti timbal atau plumbum (Pb). Pb dapat terakumulasi di dalam tubuh organisme yang hidup di perairan dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama.

Berbagai penelitian pernah dilakukan di perairan Teluk Banten, mulai dari kondisi lingkungan hingga pencemaran oleh logam berat. Kajian mengenai potensi sumber daya alam di Teluk Banten yang dilakukan oleh Astuty dan Diana (2002) menunjukan bahwa sebagian besar penduduknya membudidayakan rumput

laut jenis Kappaphycus alvarezi. Selain itu, hasil tangkapan utama nelayan di

Teluk Banten adalah rajungan (Portunus pelagicus) (Resmiati et al., 2002).

Pemantauan kondisi lingkungan seperti kualitas air dan tingkat pencemaran di Teluk Banten telah dilakukan oleh Bapedal pada tahun 2001

(Bapedal, 2006) menunjukan bahwa konsentrasi chemical oxygen demand (COD)

dan biochemical oxygen demand (BOD), kekeruhan, asam sulfat dan amonia telah

melampaui baku mutu yang ditetapkan oleh KLH (Kementrian Lingkungan Hidup) tahun 1988. Pemantauan mengenai pencemaran telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup tahun 2002 (Bapedal, 2006), hasilnya menunjukan


(2)

adanya pencemaran oleh logam berat kadmium (Cd) yang berkisar antara 0.011

hingga 0.179 mg/l dengan baku mutu Cd ≤ 0.01 mg/l. Selain itu, pemantauan yang

dilakukan oleh Bapedal (2006) menunjukan adanya pencemaran air laut oleh limbah industri dan tumpahan minyak dari kegiatan bongkar muat kapal. Di

samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Rochyatun et al. (2005) menunjukan

bahwa industri dan aktivitas pelabuhan merupakan salah satu sumber peningkapatn Pb di perairan.

Pemanfaatan dari teknologi sistem informasi geografis (SIG) dalam bidang kelautan, salah satunya yaitu pemetaan kualitas perairan menggunakan metode interpolasi IDW. Salah satu penelitian yang menggunakan metode tersebut yaitu pemetaan sedimen tersuspensi yang dilakukan oleh Pramono (2008) dan hasilnya menunjukan bahwa teknik IDW dapat digunakan untuk memetakan parameter kualitas air.

Penelitian di atas menunjukan bahwa kondisi lingkungan perairan telah tercemar sehingga berbahaya bagi potensi sumber daya alam. Di samping itu, analisis data dari pemantauan dilakukan berdasarkan data per stasiun sehingga tidak dapat diketahui sebarannya di perairan. Oleh karena itu, penelitian mengenai sebaran spasial Pb di perairan Teluk Banten perlu dilakukan.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan memetakan sebaran logam berat Pb terlarut dan kualitas air ( kekeruhan, suhu, DO, pH, salinitas dan TDS) secara spasial menggunakan interpolasi IDW.


(3)

3 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 2.1.1. Kondisi Geografis

Teluk Banten adalah sebuah teluk di Propinsi Banten yang terletak di pantai utara Pulau Jawa dan timur Teluk Jakarta. Secara geografis teluk tersebut

terletak pada posisi 05º54’30” –06 º04’00” LS dan 106 º 04’00” –106 º 15’ 00”

BT yaitu kurang lebih 10 km di sebelah utara Kabupaten Serang. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Suprajaka et al. (2010) menunjukan bahwa

perairan Teluk Banten mempunyai luas wilayah lebih kurang 150 km².

Beberapa aliran sungai kecil yang bermuara di Teluk Banten, antara lain Sungai Cibeureun, Sungai Cibanten dan Sungai Cikadueun. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara, di selatan dengan Kecamatan Kasemen dan Kramatwatu dan di timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang

dan Tirtayasa (Gambar 1). Di sebelah utara Teluk Banten berbatasan dengan

Laut Jawa. Pulau yang terletak di perairan tersebut yaitu Pulau Panjang, P. Lima, P. Kambing, P. Kubur, P. Pamujan Besar, P. Pamujan Kecil, P. Tarahan, P. Kalidua, P. Kalisatu, P. Kemanisan dan P. Cikantung.

Kegiatan yang berlangsung di sekitar Teluk Banten meliputi kegiatan transportasi air (Pelabuhan Karangantu dan Bojonegara) dan industri (PT.

Samudera Marine Ship Yard, PT. Krakatau Steel, PT. Angel Situ Tasik Ardi, dan Pabrik Gula Bojonegara). Kegiatan lainnya yaitu bidang perhotelan seperti Hotel Mangkuputra dan Villa Permata Hijau serta bidang budidaya perikanan.


(4)

Sumber peta : Peta Teluk Banten, Skala 1 : 100 000 oleh Bakosurtanal Tahun1997; Peta Administrasi Kabupaten Serang, Skala 1 : 250 000 oleh Bappeda Serang Tahun 2011

Gambar 1. Peta Lokasi Teluk Banten

ë ë ë ë

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

P. Tarahan P. Lima

P. Pamujan Besar P. Kalisatu

P. Kambing P. Kubur

P. Semut

P. Cikantung

P. Kemanisan P. Pamujan Kecil

P. Kalidua P. Panjang Kec. Bojonegara Kec . Kramatwatu Kec. Po ntan g

Kec. Tirtayasa

K ec . Kasemen

Ci Ber eun Ci Ka due n Ci Ba nte

n Ka

li C iru

as

624000 632000 640000

9336000 9336000

9344000 9344000

4 0 4 8 Kilometers

N

E W

S

Legenda :

Daratan ë Pelabuhan Batas Kecamatan

j

Industri Area penelitian Sungai Kedalaman (m) Pulau Sum atera

P ul a u Ja wa Lau t J aw a

Inset : 30 - 40 20 - 30 10 - 20 0 - 10


(5)

2.1.2. Kondisi Hidro-Oseanografi

Kondisi hidro-oseanografi dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti batimetri, angin dan arus. Batimetri atau kontur kedalaman perairan Teluk Banten mengikuti bentuk garis pantai dengan panjang garis pantai 22.5 km, dimana kedalamannya berkisar antara 0 m hingga 30 m dan semakin meningkat hingga 40

m menuju laut lepas yaitu Laut Jawa seperti yang tertera pada Gambar 1

(Bakosutanal, 1997). Angin yang bertiup di Serang-Banten pada bulan

Maret-Agustus didominasi oleh angin yang bertiup dari timur dan tenggara (Gambar 2)

dengan kecepatan 2-3 m/s (BMKG, 2010). Kondisi arus pada bulan September-Januari didominasi oleh arus Timur Laut sedangkan pada bulan Februari-Agustus didominasi oleh arus Barat Laut (BMKG, 2010).

Gambar 2. Windrose pada bulan Maret-Agustus 2010 (Sumber : Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, Jakarta)

Resultant Vector 124 deg - 41%

NORTH

SOUTH

WEST EAST

5% 10%

15% 20%

25%

Kecepatan angin (m/s)

≥ 4.0 3.0 – 4.0 2.0 – 3.0 1.5 – 2.0 1.0 – 1.5 0.5 – 1.0

Utara

Barat

Timur

Selatan

Vektor Resultan 124º - 41%


(6)

2.1.3. Kualitas Air

Warna perairan di pesisir Teluk Banten berwarna hijau, lebih keruh disekitar muara sungai, dan biru tua menuju laut lepas (Bapedal, 2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purbani et al. (2010) menunjukan

bahwa warna perairan di Teluk Banten dipengaruhi oleh masukan dari daratan karena sedimen perairan sebagian besar terdiri dari lanau dan pasir. Selanjutnya kekeruhan yang pada umumnya tinggi di muara sungai karena adanya masukan dari daratan. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh BPSDA tahun 2002

(Bapedal, 2006) menunjukan bahwa kekeruhan di Sungai Cibanten telah melebihi ambang batas yaitu berkisar antara 10-45 NTU di Kasemen dan 13-96 NTU di

Jembatan Ciawi dengan batas baku mutu ≤ 25NTU.

Hasil pengukuran suhu air laut di perairan sekitar Teluk Banten yang dilakukan oleh Departemen Kelautan tahun 2002 (Bapedal, 2006) berkisar antara

30º –32º C. Suhu tersebut dipengaruhi oleh kondisi meteorologi daerah seperti

curah hujan, penguapan, arus serta intensitas radiasi matahari. DO tertinggi di Teluk Banten terjadi pada bulan April (5.70-6.27 ml/l) dan terendah pada bulan Oktober (4.71-5.97 ml/l) (Simanjuntak, 2007).

Salinitas di perairan sekitar Teluk Banten berkisar antara 32-34 ‰.

Salinitas tertinggi terjadi pada bulan Mei-Juni dan terendah terjadi pada bulan Januari-Februari. Hal ini terkait dengan debit air tawar yang masuk ke perairan laut yang sejalan dengan variasi curah hujan (Bapedal, 2006). pH di perairan Teluk Banten berkisar antara 7.85-8.28 yang berarti perairan tersebut tergolong basa.


(7)

2.2. Logam Berat

Logam berat dalam perairan laut dapat ditemukan dalam bentuk terlarut (ion logam berat yang membentuk kompleks dengan senyawa organik maupun anorganik) (Chester, 1993) dan bersifat esensial (dibutuhkan oleh organisme

contohnya zinc (Zn)) maupun non-esensial contohnya Pb (Hutagalung et al.,

1997). Logam berat tersebut bersifat toksik di perairan apabila kadarnya melebihi baku mutu. Selain itu, logam berat yang terserap ke dalam tubuh organisme dapat terakumulasi dan mengakibatkan penyakit maupun kematian bagi organisme akuatik maupun manusia yang mengkonsumsinya.

2.2.1. Timbal (Pb)

Di dalam perairan Pb ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Pb yang terlarut pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi racun bagi organisme akuatik. Sebagian besar masyarakat di sekitar perairan Teluk Banten membudidayakan rumput laut dan tangkapan utama mereka adalah rajungan, sehingga kadar Pb terlarut sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan organisme sekitar. Pb yang terserap ke dalam tubuh organisme akan terakumulasi pada jangka waktu yang lama sehingga akan menghambat

pertumbuhan.

Sumber alami utama Pb yang berasal dari daratan yaitu galena (PbS),

gelesite (PbSO4), dan cerrusite (PbCO3) (Effendi, 2003). Selain itu, Pb dapat

berasal dari atmosfer yaitu melalui pelepasan Pb ke atmosfir meningkat tajam akibat pembakaran minyak dan gas bumi, kemudian jatuh ke laut mengikuti air hujan. Menurut EPA tahun 1973, kadar maksimum Pb dalam air laut sebesar 0.005 ppm (Hutagalun, 1994). Sumber lainnya yaitu kegiatan kapal di pelabuhan


(8)

dan bongkar muat barang yang turut menyumbang Pb. Hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Rochyatun et al. (2005) di perairan Banten menunjukan bahwa

kadar Pb rata-rata adalah 0.006 ppm. Pb mempunyai daya toksitas yang tinggi untuk manusia dan dapat merusak perkembangan otak pada anak-anak,

menyebabkan penyumbatan sel-sel darah merah, anemia dan mempengaruhi anggota tubuh lainnya.

2.2.2. Penyebaran Logam Berat

Logam berat masuk ke perairan melalui tiga proses yaitu pengendapan (mengendap di dasar perairan), adsorpsi (penyerapan Pb terlarut ke dalam partikel tersuspensi), dan absorbsi (penyerapan oleh organisme-organisme perairan) (Bryan, 1976). Setelah berada di perairan logam berat akan menyebar luas dan hal tersebut tergantung dari kondisi perairan seperti pasang surut dan arus. Saat pasang, logam berat akan menyebar lebih luas di perairan karena ketinggian air yang memungkinkan pergerakan air menjadi lebih luas. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Handiani tahun 2004 (Wulandari et al., 2008) menunjukan bahwa

sebaran logam berat yang lebih luas di perairan dengan konsentrasi yang semakin menurun menuju laut lepas.

2.3. Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan suatu analisis dan uraian tentang data secara geografi yang berdasar pada faktor - faktor lingkungan dan hubungan antar variabel di lingkungan (Childs, 2004). Untuk mengolah dan menganalisis data secara spasial tersebut digunakan metode interpolasi dari sistem informasi geografis (SIG).


(9)

2.3.1. Metode Interpolasi

Interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak terukur, sehingga terbentuklah sebaran nilai pada seluruh wilayah. Teknik dalam metode

interpolasi yaitu teknik inverse distance weight (IDW) dan kriging. IDW yaitu

teknik yang menunjukan hasil interpolasi yang lebih mirip dengan data sampel

yang jaraknya lebih dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah

secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Lain halnya dengan

kriging yaitu interpolasi dengan perhitungan secara statistik, sehingga tidak dapat sesuai apabila digunakan dalam analisis spasial (Childs, 2004).

Perbedaan hasil interpolasi IDW dan kriging disajikan pada Gambar 3

yang menunjukan bahwa hasil interpolasi dengan IDW mendekati dengan nilai

minimum dan maksimum data sampel sedangkan kriging menunjukan hasil

interpolasi dengan kisaran rendah. Kekurangan pada metode IDW yaitu nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel.

Gambar 3. Hasil interpolasi total padatan tersuspensi (TSS) dengan metode IDW (a) dan Kriging (b) di Maros, Sulawesi Selatan (Pramono, 2008)


(10)

10 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus tahun 2011 yang meliputi beberapa kegiatan yaitu survei lapang, analisis laboratorium, dan analisis data. Kegiatan lapang mencakup pengambilan contoh air untuk analisis kadar Pb dan kualitas air (kekeruhan, suhu, DO, pH, salinitas dan TDS) pada tanggal 13 Juli 2011 di Teluk Banten, Kabupaten Serang-Provinsi Banten. Pengambilan sampel air dan kualitas air dilakukan di 10 stasiun yang tersebar dari muara Pelabuhan Karangantu menuju laut lepas yang mewakili bagian barat laut, utara,

timur laut, timur (Gambar 4). Kegiatan di laboratorium meliputi ekstraksi contoh

air untuk memisahkan Pb dengan kandungan organik maupun anorganik. Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan selanjutnya analisis kadar Pb terlarut di Laboratorium Analisis Kimia Terpadu, IPB.

Gambar 4. Lokasi stasiun penelitian di perairan Teluk Banten

LS

BT 628400 628800 629200 629600 630000 630400

9 3 3 3 6 0 0 9 3 3 4 0 0 0 9 3 3 4 4 0 0 9 3 3 4 8 0 0 ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 Desa Banten Desa Margaluyu Desa Sawahluhur

Inset :

®

Teluk Banten Karangantu P. Sumatera

Kedalaman (meter)

Legenda

0.9 - 1.4

S. Cibanten Kali Karangantu

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

ë Pelabuhan

Stasiun Garis Pantai

500 250 0 500Meters


(11)

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Pada penelitian ini, alat yang digunakan yaitu GPS (Global Positioning

System) Garmin 76CSx untuk menentukan koordinat stasiun, Van Dorn untuk

mengambil sampel air, water quality checker (Horiba U50) untuk mengukur

kualitas air, alat saring, seperangkat komputer, peralatan ekstraksi laboratorium,

dan analisis logam berat AAS (Atomic Absorption Spectrometry). Bahan yang

digunakan yaitu contoh air laut, bahan kimia, dan peta lokasi.

3.3. Teknik Pengambilan Data 3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan

Lokasi pengambilan contoh menggunakan GPS (Global Positioning

System) dilakukan 10 stasiun, mulai dari di muara Pelabuhan Karangantu hingga

laut lepas. Pelabuhan Karangantu merupakan kawasan dimana kapal–kapal

nelayan beroperasi yang menggunakan minyak pelumas dan bahan bakar minyak yang dapat meningkatkan konsentrasi timbal di perairan. Pada umumnya bahan

bakar minyak mendapat zat tambahan tetraethyl yang mengandung Pb untuk

meningkatkan mutu (Rochyatun et al., 2006). Stasiun pertama dimulai dari muara

Pelabuhan Karangantu dan sungai Karangantu (Stasiun 1), kemudian menuju arah Barat Laut perairan Desa Baten (Stasiun 2 dan 3), di Utara pelabuhan (Stasiun 4,

5, 6 dan 7), kemudian di Timur Laut pelabuhan (Stasiun 8 dan 9) (Gambar 4).

Selanjutnya di Timur pelabuhan (Stasiun 10) yaitu daerah yang mendapatkan pasokan air dari muara Sungai Cibanten. Muara sungai adalah tempat

bermuaranya polutan antropogenik, yaitu bahan pencemar yang berasal dari kegiatan manusia yang didalamnya mengandung logam berat seperti timbal yang merupakan salah satu bahan pencemar toksik (Effendi, 2003).


(12)

3.3.2. Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan contoh air permukaan dilakukan di depan haluan kapal untuk menghindari kontaminasi dari buangan mesin kapal yang diduga mengandung logam berat. Pengambilan contoh air permukaan dilakukan pada kedalaman 1 m, karena perairan tersebut merupakan perairan dangkal dengan kedalaman hanya

berkisar antara 1 hingga 2 meter (Gambar 4). Contoh air diambil dengan

menggunakan water sampler (Van Dorn) yang terbuat dari plastik polivinilklorida

(PVC) untuk menghindari kontaminasi logam berat. Selanjutnyacontoh air

ditampung dalam botol polietilen 1000 ml dan dimasukan ke dalam pendingin (cool box).

Data kualitas air diukur secara in situ dengan menggunakan water quality

checker (Lampiran 1). Alat tersebut mengukur kualitas air yang meliputi suhu,

turbiditas, salinitas, tingkat keasaman (pH) dan oksigen terlarut (Dissolve

Oxigen). Water quality checker terdiri dari probe yang didalamnya terdapat sensor untuk mendeteksi kualitas air, kemudian probe tersebut dimasukan ke dalam air pada kedalaman 1 meter dari permukaan air.

3.4. Analisis Logam Berat Terlarut

Contoh air disaring dengan kertas saring Nucleopore yang berpori-pori

(0.45 µm dengan garis tengah 47 mm) dengan sistem vakum (proses terbuka).

Setelah itu air diawetkan dengan HNO3 (pH < 2.0). Air sampel sebanyak 250 ml

dimasukkan dalam corong pisah teflon (Gambar 5), kemudian diekstraksi dengan

larutan penahan, ammonium pirolidin ditiokarbamat (APDC) dan methyl iso butyl

keton (MIBK). Dalam suasana asam, logam berat yang terkandung di dalam air bereaksi dengan APDC membentuk senyawa kompleks organik yang tidak larut


(13)

dalam fasa air. Penambahan pelarut organik MIBK, senyawa kompleks logam berat-APDC akan larut dalam MIBK yang menghasilkan 2 lapisan yaitu organik

dan anorganik. Lapisan atau fase organik diekstraksi kembali dengan HNO3

pekat, setelah terbentuk menjadi 2 lapisan selanjutnya lapisan yang digunakan kembali adalah lapisan atas dimana senyawa kompleks logam berat masih menyatu dengan MIBK. Kemudian penambahan aquades untuk memisahkan

MIBK dengan senyawa logam berat (Hutagalung et al., 1997).

Gambar 5. Proses ekstraksi contoh air di Laboratorium Produktivitas

Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan-IPB.

Kadar logam berat timbal (Pb) dalam contoh air ditentukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) jenis Varian SpektrAA plus dengan

menggunakan graphite furnace (pembakaran dengan grafit) dengan panjang

gelombang 217 nm di Laboratorium Analisis Kimia Terpadu IPB dengan deteksi limit untuk pengukuran Pb yaitu 0.001 ppm.

3.5. Analisis Spasial Data

Pengolahan data terdiri dari 2 tahapan yang mencakup pengolahan

informasi dengan menggunakan software Ms. Excel untuk (data*.txt) dan analisis

250 ml

Lar. penahan APDC MIBK

Organik Anorganik

(dibuang)

HNO3

pekat

Dibuang

Untuk dianalisis dengan AAS

MIBK Aquades


(14)

data menggunakan software ArcView GIS 3.2 (hasil*.shp), selanjutnya untuk

proses pengolahan data disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses pengolahan data dengan Ms. Excel dan ArcView GIS 3.2

Peta lokasi yang diperoleh dari Bakosurtanal di-digitasi dengan software

ArcView GIS 3.2sehingga diperoleh peta digital yang memiliki koordinat. Peta

tersebut dikombinasikan dengan peta hasil pencitraan dari Google Maps Tahun 2011 dan Peta Administrasi Kabupaten Serang Tahun 2011 untuk mendapatkan peta lokasi yang sesuai. Proses registrasi mencakup proses digitasi kedalaman

perairan, polyline (garis yang terhubung memnbentuk suatu daerah) daratan

Banten, line (garis) sungai, dan pembuatan atribut (pelabuhan, mercusuar dan

industri). Selanjutnya peta digital di-clip dengan polyline (batasan daerah

Salinitas Turbiditas Suhu, pH, TDS

Data parameter fisik-kimia Konsentrasi logam berat

Timbal (Pb) Ms. Excel

Data*.txt

Daratan Banten, sungai dan atribut (Sumber : Bakosurtanal)

ArcView GIS 3.2 Peta Lokasi

Batasan penyebaran Pb (Desa Baten, Margaluyu dan Sawahluhur)

Interpolate Data

IDW Data*.txt

Reclassify

Save as *.shp

Edit kisaran nilai parameter

Layout

Penyebaran secara spasial logam berat (Pb) dan data kualitas air


(15)

penyebaran spasial parameter) agar diperoleh kisaran daratan yang sesuai dengan jangkauan penyebaran logam berat. Hal ini dimaksudkan karena data yang diambil berada pada area Pelabuhan Karangantu, perairan Desa Banten, Margaluyu dan Sawahluhur.

Proses add table dilakukan berdasarkan data yang telah diolah dengan Ms.

Excel data*.txt pada program ArcView GIS 3.2. Selanjutnya proses interpolate

data dengan teknik IDW. Interpolasi dengan IDW digunakan untuk

meng-interpolasi yang mengasumsikan bahwa tiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak. Titik-titik pada radius tertentu dapat digunakan dalam menentukan nilai luaran untuk tiap lokasi.

Ukuran grid yang digunakan dalam interpolasi ini adalah 1 meter untuk masing-masing parameter, hal tersebut dikarenakan jarak rata-rata antar stasiun adalah 500 m, sehingga dengan grid 1 m hasil interpolasi akan lebih mendekati

nilai hasil pengukuran seperti yang tertera pada Gambar 7. Pada gambar tersebut

terlihat perbedaan antara grid 1 m, 10 m, dan 100 m, dimana hasil grid 1 m lebih

mendekati hasil pengukuran. Tahap akhir yaitu layout, dimana kita dapat melihat

sebaran logam berat dan kualitas air dari arah pelabuhan dan sungai menuju laut.

Gambar 7. Hasil interpolasi salinitas dengan teknik IDW grid 1, 10, dan 100 m

Sallinitas (Grid 1 meter) 30.8 - 30.967 30.967 - 31.133 31.133 - 31.3 31.3 - 31.467 31.467 - 31.633 31.633 - 31.8 31.8 - 31.967 31.967 - 32.133 32.133 - 32.3

#

# #

#

Salinitas (G rid 10 meter) 30.8 - 30.967 30.967 - 31.133 31.133 - 31.3 31.3 - 31.467 31.467 - 31.633 31.633 - 31.8 31.8 - 31.967 31.967 - 32.133 32.133 - 32.3

Salinitas (Grid 100 meter) 30.8 - 30.967 30.967 - 31.133 31.133 - 31.3 31.3 - 31.467 31.467 - 31.633 31.633 - 31.8 31.8 - 31.967 31.967 - 32.133 32.133 - 32.3


(16)

16

4.1. Kualitas Air Perairan Teluk Banten

Kekeruhan perairan di wilayah pengamatan berkisar antara 5-30 NTU. Nilai kisaran ini nampak sedikit rendah dari hasil pengamatan sebelumnya di Sungai Cibanten yaitu 10-45 NTU (Bapedal, 2006). Kadar terendah ditemukan di bagian Barat Laut pada Stasiun 3,4 dan 5 dan di Timur pelabuhan pada Stasiun 9

dan 10 yang berkisar antara 5-11 NTU (Gambar 8).

Gambar 8. Sebaran spasial kekeruhan (NTU) di perairan Teluk Banten

saat pengamatan

Kekeruhan semakin meningkat menuju arah daratan (Stasiun 1 dan 2) yang berkisar antara 11-17 NTU. Kekeruhan tertinggi ditemukan pada Stasiun 6 dan 8 yang berkisar antara 23-30 NTU. Secara umum sebaran ini cukup

menunjukkan adanya pengaruh masukan sedimen dari daratan terutama melalui Kali Karangantu. Berdasarkan hasil pengamatan sebelumnya terdapat indikasi bahwa kekeruhan di Teluk Banten umumnya berasal dari batuan aluvial berupa

®

Inset :

Teluk Banten

Legenda

Kekeruhan (NTU) 5 - 11 11 - 17 17 - 23 23 - 30

5 8 9 7 6 3 2 4 1 10 Desa Banten

Desa Margaluyu

Desa Sawahluhur

ë

BT LS

628400 ,000000 628800 ,000000 629200 ,000000 629600 ,000000 630000 ,000000 630400 ,000000

9 3 3 3 6 0 0 ,000000 9 3 3 4 0 0 0 ,000000 9 3 3 4 4 0 0 ,000000 9 3 3 4 8 0 0 ,000000 S. Cibanten

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

Kali Karangantu ë Pelabuhan Stasiun Garis Pantai Karangantu P. Sumatera P. Jawa


(17)

pasir, lempung, dan kerikil (Purbani et al., 2010). Peningkatan kekeruhan menunjukkan adanya proses transpor materi kekeruhan diduga akibat proses hidrodinamika perairan saat pengamatan seperti adanya pengaruh arus pasut dan pengaruh debit air sungai.

Kisaran suhu perairan di wilayah pengamatan berkisar antara 29.5 ºC hingga 31.2 ºC. Suhu terendah terdapat pada Stasiun 1 (awal pengambilan sampel) sebesar 29.5 ºC, kemudian semakin meningkat menuju stasiun yang berada di Timur pelabuhan dan tertinggi ditemukan pada Stasiun 10 (akhir pengambilan sampel) sebesar 31.2 ºC. Perbedaan kisaran suhu ini diduga kurang menunjukkan variabilitas harian suhu perairan, namun lebih berkaitan kondisi perairan dan waktu pengamatan, dimana ada sedikit waktu yang berbeda saat pengamatan di lokasi yang satu dengan lokasi yang lain.

Hasil pengukuran DO yang dilakukan di wilayah pengamatan berkisar antara 5.4-6.8 mg/l. Kadar oksigen terlarut tersebut berfluktuasi mulai dari Stasiun 1 dengan besaran DO 6.4 mg/l dan meningkat hingga 6.8 mg/l pada Stasiun 2 (stasiun yang berada 700 m dari pelabuhan). Kemudian DO terlihat menurun pada Stasiun 3 dengan nilai 6.6 mg/l dan menurun pada Stasiun 10 (5.4 mg/l). Besar DO yang sama juga didapatkan dari hasil penelitian Simanjuntak (2007) di perairan Teluk Banten, dimana kadar oksigen terlarut semakin menurun menuju muara sungai dengan besar DO kurang dari 5.7 mg/liter. Fluktuasi DO tersebut tergantung proses difusi oksigen dari atmosfer ke perairan dan daya larut oksigen di perairan.

Tingkat keasaman (pH) di wilayah pengamatan berkisar 7.3-8.3 (Gambar


(18)

sebelumnya yaitu 7.85-8.28 (Purbani et al., 2010). Nilai pH terendah ditemukan pada stasiun yang berada di Timur pelabuhan (Stasiun 1, 8, 9 dan 10) yang berkisar antara 7.3-7.6, kemudian meningkat hingga 8.3 di bagian Barat pelabuhan (Stasiun 2 dan 3).

Gambar 9. Sebaran spasial derajat keasaman (pH) di perairan Teluk Banten saat pengamatan

Menurunnya nilai pH pada stasiun yang berada di Timur pelabuhan diduga karena masukan air tawar dari Sungai Cibanten yang memiliki pH cenderung bersifat asam dibandingkan dengan air laut bersifat alkalis (basa).

Salinitas terendah di wilayah pengamatan ditemukan di Timur pelabuhan

(Stasiun 9 dan 10) yang berkisar antara 30.8-31.2 ‰ (Gambar 10). Kisaran

salinitas relatif sempit menunjukkan peran sifat air laut lebih dominan daripada masukan air tawar dari aliran sungai. Salinitas tertinggi ditemukan pada bagian Barat (Stasiun 2) dan Utara pelabuhan (Stasiun 7) dengan salinitas yang berkisar

antara 31.9-32.3 ‰.

®

Inset :

Teluk Banten Karangantu

P. Jawa P. Sumatera

7.3 - 7.6 7.6 - 7.9

Legenda

Nilai pH 7.9 – 8.2 8.2 - 8.3

9 3 3 3 6 0 0 , 9 3 3 4 8 0 0

7.35 - 7.48 7.48 - 7.61 7.61 - 7.74 7.74 - 7.87 7.87 - 8 8 - 8.13 8.13 - 8.26 8.26 - 8.39 8.39 - 8.52

BT ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 Desa Margaluyu

628400 628800 629200 629600 630000 630400

Desa Sawahluhur S. Cibanten 9 3 3 4 0 0 0 9 3 3 4 4 0 0 , LS

Desa Banten

Kali Karangantu

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

ë Pelabuhan

Stasiun Garis Pantai


(19)

Gambar 10. Sebaran spasial salinitas (‰) di perairan Teluk Banten saat pengamatan

Padatan terlarut total (Total Dissolve Solid/TDS) yang ditemukan di

perairan berkisar antara 30.9-32.7 g/l (Gambar 11). TDS tertinggi ditemukan di

Barat pelabuhan (Stasiun 2, 3 dan 7) yang berkisar antara 32.1-32.7 g/l. Menurut McNeely tahun 1979 (Effendi, 2003) terdapat hubungan antara nilai TDS dan salinitas yaitu TDS yang berkisar antara 10.001-100 g/l merupakan kawasan dengan tingkat salinitas di perairan asin atau laut. Hal tersebut terlihat dari hasil

pengukuran yaitu salinitas berkisar 30.9-32.3‰ yang merupakan perairan

tergolong asin (Effendi, 2003).

®

Teluk Banten Karangantu Legenda P. Sumatera P. Jawa Inset :

30.8 - 31.2 31.2 - 31.6 31.6 - 31.9 31.9 - 32.3 Salinitas (‰)

LS ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 9 3 3 3 6 0 0 ,0 00 0 00 9 3 3 4 0 0 0 ,0 0 00 0 0 9 3 3 4 4 0 0 ,0 0 0 0 00 9 3 3 4 8 0 0 ,0 0 0 0 00

628800,000000 ,000000

628400,000000 629600,000000 ,000000 ,000000

629200 630000 630400 BT

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

Desa Sawahluhur S. Cibanten

Desa Banten

Kali Karangantu Desa Margaluyu

ë Pelabuhan

Stasiun Garis Pantai


(20)

Gambar 11. Sebaran spasial padatan terlarut total TDS (g/l) di perairan Teluk Banten saat pengamatan

4.2. Kadar PbTerlarut di Perairan Teluk Banten

Penyebaran spasial dari kadar Pb terlarut di wilayah pengamatan berkisar

antara 0.0005 hingga 0.0066 ppm (Gambar 12). Konsentrasi Pb yang berada di

bagian Timur pelabuhan (Stasiun 1, 8, 9 dan 10) yang berkisar antara 0.0005-0.004 ppm. Lain halnya dengan stasiun yang berada di bagian Barat pelabuhan dimana konsentrasinya semakin meningkat dengan semakin jauhnya stasiun dari pelabuhan yaitu berkisar antara 0.004-0.005 ppm (Stasiun 4) dan semakin meningkat 0.006 ppm (Stasiun 2 dan 3) hingga 0.0066 ppm (Stasiun 5, 6, dan 7).

Hasil penelitian di wilayah pengamatan menunjukan bahwa konsentrasi Pb terlarut meningkat menuju Barat pelabuhan dan semakin menurun di bagian Timur Laut pelabuhan. Meningkatnya kadar Pb di bagian Barat diduga karena adanya buangan dari mesin kapal yang beroperasi di bagian Barat. Buangan tersebut mengandung minyak yang pada umumnya mendapat zat tambahan

®

Teluk Banten Karangantu

Legenda

Inset :

TDS ( g/l )

ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 Desa Banten Desa Margaluyu Desa Sawahluhur ,000000 ,000000 ,000000 ,000000 ,000000 ,000000

9 3 3 3 6 0 0 ,0 0 00 0 0 9 3 3 4 0 0 0 ,0 0 0 00 0 9 3 3 4 4 0 0 ,0 00 0 00 9 3 3 4 8 0 0 S. Cibanten

628400 628800 629200 629600 630000 630400 BT LS

32.1 - 32.7 30.9 - 31.5 31.5 – 32.1

P. Jawa P. Sumatera Kali Karangantu ë Pelabuhan Stasiun Garis Pantai

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011


(21)

tetraethyl yang mengandung Pb untuk meningkatkan kualitasnya (Rochyatun et

al., 2006).

Gambar 12. Sebaran spasial kadar Pb terlarut (ppm) di perairan Teluk Banten saat pengamatan

4.3. Sebaran Spasial Kualitas Air dan Pb di Perairan

Hasil pemetaan terhadap paramater kualitas air sebelumnya menunjukkan bahwa penyebaran di wilayah pengamatan cenderung menuju bagian Barat, dimana konsentrasinya rendah di bagian Timur. Rendahnya konsentrasi tersebut dapat diindikasikan dengan melihat karakter dari air yang dapat dibedakan

berdasarkan parameter terukur (pH, TDS, dan salinitas). Karakter air sungai dapat diindikasikan dengan pH, TDS, dan salinitas rendah, dan sebaliknya air laut diindikasikan dengan pH, TDS dan Salinitas relatif tinggi. Proses-proses dinamika pantai dan sungai menghasilkan gradien konsentrasi yang

mencerminkan variasi kekuatan arus pantai dan sungai berbeda menurut musim.

®

Inset :

Teluk Banten Karangantu

Legenda

Konsentrasi Pb (ppm )

0.0005 - 0.004 0.004 - 0.005 0.005 - 0.006

LS ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 Desa Banten Desa Margaluyu Desa Sawahluhur 9 3 3 3 6 0 0 ,0 00 0 00 9 3 3 4 0 0 0 ,0 0 0 0 00 9 3 3 4 4 0 0 ,0 00 0 00 9 3 3 4 8 0 0 ,0 0 0 00 0

500 250 0 500Meters

S. Cibanten

629600 630000,000000 ,000000 Kali Karangantu

P. Sumatera

P. Jawa

0.006 - 0.0066

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

ë Pelabuhan Stasiun Garis Pantai 628400,000000 BT 628800,000000

629200,000000 ,000000


(22)

Hasil pengukuran oleh tim BMKG (2010) pada bulan Maret-Agustus menunjukan bahwa arus di wilayah pengamatan bergerak menuju Barat-Barat Laut. Demikian pula, hasil pengukuran oleh aparat Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu pada bulan Agustus (2011) menunjukan arus di perairan Teluk Banten bergerak dari arah Pelabuhan Karangantu dan muara Sungai Cibanten menuju

Barat Laut yang bergerak dengan kecepatan 1 hingga 3 cm/s (Gambar 13).

Kecepatan arus semakin meningkat di bagian Timur pelabuhan yang bergerak menuju Barat Laut dengan kecepatan hingga 12 cm/s.

Gambar 13. Pola Arus di Perairan Karangantu, Teluk Banten pada bulan Agustus 2011 (Sumber : Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, 2011) Arah arus ini dapat mempengaruhi sebaran termasuk sebaran logam berat misalnya Pb. Massa air laut yang bergerak ke arah barat akan membawa masukan senyawa kimiawi yang berasal sungai ke arah barat khususnya di depan mulut sungai. Kekosongan massa air di depan mulut sungai akan diisi oleh massa air laut yang bergerak dari arah timur yang diduga memiliki konsentrasi Pb rendah, sehingga sebaran konsentrasi Pb nampak lebih rendah di sebelah Timur dan


(23)

Gambar 14 menunjukan pola penggunaan lahan, dimana pada bagian Timur Sungai Cibanten sebagian besar berupa lahan persawahan dan

pertambakan, sebaliknya di bagian Barat teluk sebagian besar berupa pemukiman dan industri. Kegiatan industri ini diperkirakan menjadi sumber potensi Pb. Sumber potensi Pb lainnya kemungkinan berasal dari lalu lintas kapal, dimana sebagian besar aktivitas berada di bagian Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum potensi Pb di wilayah penelitian lebih banyak berada di bagian Barat. Seperti telah ditunjukan pada hasil penelitian yang pernah dilakukan, konsentrasi Pb mencapai 0.006 ppm di bagian Barat yang relatif lebih tinggi dari

bagian Timur dengan konsentrasi <0.001 ppm (Rochyatun et al., 2005).

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa sebaran Pb dan parameter lain sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamika perairan pantai seperti arus dan pengaruh aliran sungai. Pola ini diduga sangat bervariasi sesuai dengan musim yang terjadi di wilayah tersebut. Dengan demikian, kondisi sebaran Pb kemungkinan akan berbeda pada musim barat.


(24)

Gambar 14. Peta penggunaan lahan dan alur kapal di Daerah Banten

ë

ë

ë

ë

Ci B an ten C i K a d u e n

Ci B

ere un N E W S

61 5 00 0 62 0 00 0 62 5 00 0 63 0 00 0 63 5 00 0 64 0 00 0

93 2 50 0 0 93 2 50 0 0

93 3 00 0 0 93 3 00 0 0

93 3 50 0 0 93 3 50 0 0

93 4 00 0 0 93 4 00 0 0

93 4 50 0 0 93 4 50 0 0

Su mb er Peta :

Peta P eng g u naan Lah an B an ten , S kal a 1 : 1 0 0 0 0 0, B ako s urtan al 2 01 0 Peta Ad im in istras i Ban ten , Sk ala 1 : 25 0 00 0 , B ap p eda 2 0 1 1

36 00 0 0

36 00 0 0 45 00 0 0

45 00 0 0 54 00 0 0

54 00 0 0 63 00 0 0

63 00 0 0 72 00 0 0

72 00 0 0 81 00 0 0

81 00 0 0

91 80 0 00 91 80 0 00

92 70 0 00 92 70 0 00

93 60 0 00 93 60 0 00

94 50 0 00 94 50 0 00

95 40 0 00 95 40 0 00

Inset :

2 0 2 4 6 8 10 12 Kilometers

Kedalaman (meter) 30 - 40 20 - 30 10 - 20 0 - 10

Leg enda Sungai Lokasi Penelitian Alur Kapal Industri ë Pelabuhan

Hutan Lahan Kering Kebun Campuran Mangrove Perkebunan Permukiman Rawa Sawah Semak/Belukar Tambak/Empang Tegalan/Ladang Tubuh Air Penggunaan Lahan Atribut

P u la u S um a te r a

Pulau Jaw a Lau t Jaw a


(25)

25 5.1. Kesimpulan

Sebaran Pb di wilayah pengamatan diindikasikan dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamika pantai yang diperkirakan sangat bervariasi dengan musim. Pada saat penelitian, sebaran cenderung bergerak ke arah Barat dan hal ini juga

dicerminkan oleh sebaran parameter pH, TDS dan salinitas. Ketiga parameter ini merupakan karakter dari air sungai yang bercampur dengan air laut sehingga membentuk gradien konsentrasi yang meningkat ke arah barat.

5.2. Saran

Untuk lebih memahami kondisi sebaran senyawa Pb dan indikator kimiawi lainnya di wilayah Teluk Banten, pengamatannya pada musim barat perlu

dilakukan untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap pola senyawa kimiawi, yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemanfaatan dan potensi permasalahan yang mungkin timbul sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang ada dan pengembangannya.


(26)

ADE NOVIA PUTRI

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(27)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

SEBARAN SPASIAL LOGAM BERAT Pb DI PERAIRAN

TELUK BANTEN

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

ADE NOVIA PUTRI C54070033


(28)

© Hak cipta milik Ade Novia Putri, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(29)

ADE NOVIA PUTRI. Sebaran Spasial Logam Berat Pb di Perairan Teluk Banten. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan VINCENTIUS P. SIREGAR. Kualitas perairan di sekitar Teluk Banten telah diindikasikan mengalami penurunan kualitas air. Seiring dengan meningkatnya perkembangan industri, potensi sumber logam berat seperti Pb diperkirakan makin membahayakan. Keberadaan aktivitas manusia, khususnya kegiatan budidaya rumput laut dan rajungan. Penelitian ini bertujuan memetakan dan menganalisis sebaran spasial Pb dan kualitas air yang diharapkan dapat memberikan informasi pola keberadaanya di wilayah tersebut.

Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2011 yang terdiri dari kegiatan lapang dan analisis logam berat di laboratorium. Kegiatan lapang mencakup pengukuran kualitas air dan pengambilan sampel air untuk analisis Pb dilakukan pada 10 stasiun yang menyebar pada arah barat, utara, dan timur dari muara Pelabuhan Karangantu. Sampel air tersebut di ekstrak kemudian dianalisis

menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS) untuk mengetahui kadar

Pb di perairan. Selanjutnya, analisis secara spasial menggunakan metode interpolasi IDW.

Hasil penelitian menunjukan sebaran Pb di wilayah pengamatan sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamika perairan pantai seperti pergerakan arus yang diperkirakan sangat bervariasi dengan musim. Sebaran Pb cenderung menyebar ke arah Barat dan hal ini terlihat juga dari sebaran parameter pH, TDS dan Salinitas. Konsentrasi Pb diperkirakan berasal dari kegiatan yang ada disekitar wilayah pengamatan termasuk kegiatan perkapalan, perindustrian, dan massa air dari sungai Cibanten serta Kali Karangantu.


(30)

ADE NOVIA PUTRI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(31)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi berjudul “Sebaran Spasial Logam Berat Pb di Perairan Teluk

Banten”.

Salah satu logam berat yang berbahaya bagi organisme yaitu Pb karena dapat terakmulasi pada jangka waktu yang lama. Pb tersebut dapat berasal dari buangan limbah industri maupun kegiatan di pelabuhan dan salah satu lokasi yang berpotensi mengalami peningkatan Pb adalah perairan Teluk Banten. Penelitian terhadap sebaran Pb dan kualitas air ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai arah sebaran parameter yang dianalisis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna. Namun demikian, semoga informasi dari penelitian ini akan sangat bermanfaat.

Bogor, Maret 2012


(32)

Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis.

2. Papa dan Mama beserta kakak penulis atas kasih sayang, dukungan semangat

dan do’anya.

3. Dr. Ir. Tri Prartono, M. Sc. dan Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA Selaku

dosen pembimbing skripsi atas saran, kritik, bimbingan dan kesabarannya dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Laboratorium Produktivitas Lingkungan (Departemen Managemen

Sumberdaya Perairan) dan Laboratorium Analisis Kimia Terpadu, IPB atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

5. Dr. Alan Frendy Koropitan, S.Pi., M.Si. Selaku dosen penguji skripsi atas

saran dan kritik dalam penyeleseian skripsi ini.

6. Dr. Henry M. Manik, S. Pi, M. T. selaku Komisi Pendidikan Departemen

ITK.

7. Staf Departemen ITK yang telah membantu dalam hal administrasi selama

penulis menempuh studi di Departemen ITK.

8. Warga ITK, khususnya teman-teman ITK angkatan 44 atas dukungan

semangat dan doanya.

9. Rotaract Buitenzorg dan Rotary Bogor, Die Bruke, Proyek Masa Depan

(PMD), Abadi Childreen Project (ACP), Women International Club (WIC),

serta Lembaga Primagama atas dukungan dan pengalaman yang sangat berharga selama ini.


(33)

x

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Kondisi Umum Teluk Banten ... 3

2.1.1. Kondisi Geografis ... 3

2.1.2. Kondisi Hidro-Oseanografi ... 5

2.1.3. Kualitas Air ... 6 2.2. Logam Berat ... 7

2.2.1. Logam Berat Timbal (Pb) ... 7

2.2.2. Penyebaran Logam Berat ... 8

2.3. Analisis Spasial ... 8

2.3.1. Metode Interpolasi IDW ... 9

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 10

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 12

3.3. Teknik Pengambilan Data ... 12

3.3.1. Penentuan Stasiun ... 12

3.3.2. Prosedur Pengambilan Data ... 13

3.4. Analisis Pb ... 13

3.5. Analisis Spasial Data ... 14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16 4.1. Kualitas Air ... 16 4.2. Kadar Pb Terlarut ... 20

4.3. Sebaran Spasial Kualitas Air dan Pb di Perairan ... 21

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 25 5.1. Kesimpulan ... 25 5.2. Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26


(34)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta lokasi Teluk Banten ... 4

2. Windrose pada bulan Maret-Agustus 2011 ... 5

3. Hasil interpolasi TSS dengan IDW ... 9 4. Lokasi stasiun penelitian ... 10 5. Proses ekstraksi ... 13 6. Proses pengolahan data ... 14 7. Hasil interpolasi dengan IDW ... 15 8. Sebaran spasial kekeruhan ... 16 9. Sebaran spasial pH ... 18 10. Sebaran spasial salinitas ... 19 11. Sebaran spasial TDS ... 20 12. Sebaran spasial Pb ... 21 13. Pola arus di perairan Teluk Banten ... 22 14. Peta penggunaan lahan daerah Banten ... 24


(35)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peralatan yang digunakan saat penelitian ... 28


(36)

1 1.1. Latar Belakang

Wilayah Teluk Banten telah menjadi wilayah berkembang dengan adanya berbagai kegiatan seperti pelabuhan perikanan, perindustrian, dan perhotelan. Beberapa kegiatan seperti aktifitas pelabuhan, khususnya penggunaan pelumas kapal yang mengandung timbal dan industri bahan kimia, kertas dan besi diperkirakan berpotensi menghasilkan limbah yang dapat meningkatkan kadar logam berat berbahaya di perairan seperti timbal atau plumbum (Pb). Pb dapat terakumulasi di dalam tubuh organisme yang hidup di perairan dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama.

Berbagai penelitian pernah dilakukan di perairan Teluk Banten, mulai dari kondisi lingkungan hingga pencemaran oleh logam berat. Kajian mengenai potensi sumber daya alam di Teluk Banten yang dilakukan oleh Astuty dan Diana (2002) menunjukan bahwa sebagian besar penduduknya membudidayakan rumput

laut jenis Kappaphycus alvarezi. Selain itu, hasil tangkapan utama nelayan di

Teluk Banten adalah rajungan (Portunus pelagicus) (Resmiati et al., 2002).

Pemantauan kondisi lingkungan seperti kualitas air dan tingkat pencemaran di Teluk Banten telah dilakukan oleh Bapedal pada tahun 2001

(Bapedal, 2006) menunjukan bahwa konsentrasi chemical oxygen demand (COD)

dan biochemical oxygen demand (BOD), kekeruhan, asam sulfat dan amonia telah

melampaui baku mutu yang ditetapkan oleh KLH (Kementrian Lingkungan Hidup) tahun 1988. Pemantauan mengenai pencemaran telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup tahun 2002 (Bapedal, 2006), hasilnya menunjukan


(37)

adanya pencemaran oleh logam berat kadmium (Cd) yang berkisar antara 0.011

hingga 0.179 mg/l dengan baku mutu Cd ≤ 0.01 mg/l. Selain itu, pemantauan yang

dilakukan oleh Bapedal (2006) menunjukan adanya pencemaran air laut oleh limbah industri dan tumpahan minyak dari kegiatan bongkar muat kapal. Di

samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Rochyatun et al. (2005) menunjukan

bahwa industri dan aktivitas pelabuhan merupakan salah satu sumber peningkapatn Pb di perairan.

Pemanfaatan dari teknologi sistem informasi geografis (SIG) dalam bidang kelautan, salah satunya yaitu pemetaan kualitas perairan menggunakan metode interpolasi IDW. Salah satu penelitian yang menggunakan metode tersebut yaitu pemetaan sedimen tersuspensi yang dilakukan oleh Pramono (2008) dan hasilnya menunjukan bahwa teknik IDW dapat digunakan untuk memetakan parameter kualitas air.

Penelitian di atas menunjukan bahwa kondisi lingkungan perairan telah tercemar sehingga berbahaya bagi potensi sumber daya alam. Di samping itu, analisis data dari pemantauan dilakukan berdasarkan data per stasiun sehingga tidak dapat diketahui sebarannya di perairan. Oleh karena itu, penelitian mengenai sebaran spasial Pb di perairan Teluk Banten perlu dilakukan.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan memetakan sebaran logam berat Pb terlarut dan kualitas air ( kekeruhan, suhu, DO, pH, salinitas dan TDS) secara spasial menggunakan interpolasi IDW.


(38)

3 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 2.1.1. Kondisi Geografis

Teluk Banten adalah sebuah teluk di Propinsi Banten yang terletak di pantai utara Pulau Jawa dan timur Teluk Jakarta. Secara geografis teluk tersebut

terletak pada posisi 05º54’30” –06 º04’00” LS dan 106 º 04’00” –106 º 15’ 00”

BT yaitu kurang lebih 10 km di sebelah utara Kabupaten Serang. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Suprajaka et al. (2010) menunjukan bahwa

perairan Teluk Banten mempunyai luas wilayah lebih kurang 150 km².

Beberapa aliran sungai kecil yang bermuara di Teluk Banten, antara lain Sungai Cibeureun, Sungai Cibanten dan Sungai Cikadueun. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara, di selatan dengan Kecamatan Kasemen dan Kramatwatu dan di timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang

dan Tirtayasa (Gambar 1). Di sebelah utara Teluk Banten berbatasan dengan

Laut Jawa. Pulau yang terletak di perairan tersebut yaitu Pulau Panjang, P. Lima, P. Kambing, P. Kubur, P. Pamujan Besar, P. Pamujan Kecil, P. Tarahan, P. Kalidua, P. Kalisatu, P. Kemanisan dan P. Cikantung.

Kegiatan yang berlangsung di sekitar Teluk Banten meliputi kegiatan transportasi air (Pelabuhan Karangantu dan Bojonegara) dan industri (PT.

Samudera Marine Ship Yard, PT. Krakatau Steel, PT. Angel Situ Tasik Ardi, dan Pabrik Gula Bojonegara). Kegiatan lainnya yaitu bidang perhotelan seperti Hotel Mangkuputra dan Villa Permata Hijau serta bidang budidaya perikanan.


(39)

Sumber peta : Peta Teluk Banten, Skala 1 : 100 000 oleh Bakosurtanal Tahun1997; Peta Administrasi Kabupaten Serang, Skala 1 : 250 000 oleh Bappeda Serang Tahun 2011

Gambar 1. Peta Lokasi Teluk Banten

ë ë ë ë

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

P. Tarahan P. Lima

P. Pamujan Besar P. Kalisatu

P. Kambing P. Kubur

P. Semut

P. Cikantung

P. Kemanisan P. Pamujan Kecil

P. Kalidua P. Panjang Kec. Bojonegara Kec . Kramatwatu Kec. Po ntan g

Kec. Tirtayasa

K ec . Kasemen

Ci Ber eun Ci Ka due n Ci Ba nte

n Ka

li C iru

as

624000 632000 640000

9336000 9336000

9344000 9344000

4 0 4 8 Kilometers

N

E W

S

Legenda :

Daratan ë Pelabuhan Batas Kecamatan

j

Industri Area penelitian Sungai Kedalaman (m) Pulau Sum atera

P ul a u Ja wa Lau t J aw a

Inset : 30 - 40 20 - 30 10 - 20 0 - 10


(40)

2.1.2. Kondisi Hidro-Oseanografi

Kondisi hidro-oseanografi dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti batimetri, angin dan arus. Batimetri atau kontur kedalaman perairan Teluk Banten mengikuti bentuk garis pantai dengan panjang garis pantai 22.5 km, dimana kedalamannya berkisar antara 0 m hingga 30 m dan semakin meningkat hingga 40

m menuju laut lepas yaitu Laut Jawa seperti yang tertera pada Gambar 1

(Bakosutanal, 1997). Angin yang bertiup di Serang-Banten pada bulan

Maret-Agustus didominasi oleh angin yang bertiup dari timur dan tenggara (Gambar 2)

dengan kecepatan 2-3 m/s (BMKG, 2010). Kondisi arus pada bulan September-Januari didominasi oleh arus Timur Laut sedangkan pada bulan Februari-Agustus didominasi oleh arus Barat Laut (BMKG, 2010).

Gambar 2. Windrose pada bulan Maret-Agustus 2010 (Sumber : Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, Jakarta)

Resultant Vector 124 deg - 41%

NORTH

SOUTH

WEST EAST

5% 10%

15% 20%

25%

Kecepatan angin (m/s)

≥ 4.0 3.0 – 4.0 2.0 – 3.0 1.5 – 2.0 1.0 – 1.5 0.5 – 1.0

Utara

Barat

Timur

Selatan

Vektor Resultan 124º - 41%


(41)

2.1.3. Kualitas Air

Warna perairan di pesisir Teluk Banten berwarna hijau, lebih keruh disekitar muara sungai, dan biru tua menuju laut lepas (Bapedal, 2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purbani et al. (2010) menunjukan

bahwa warna perairan di Teluk Banten dipengaruhi oleh masukan dari daratan karena sedimen perairan sebagian besar terdiri dari lanau dan pasir. Selanjutnya kekeruhan yang pada umumnya tinggi di muara sungai karena adanya masukan dari daratan. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh BPSDA tahun 2002

(Bapedal, 2006) menunjukan bahwa kekeruhan di Sungai Cibanten telah melebihi ambang batas yaitu berkisar antara 10-45 NTU di Kasemen dan 13-96 NTU di

Jembatan Ciawi dengan batas baku mutu ≤ 25NTU.

Hasil pengukuran suhu air laut di perairan sekitar Teluk Banten yang dilakukan oleh Departemen Kelautan tahun 2002 (Bapedal, 2006) berkisar antara

30º –32º C. Suhu tersebut dipengaruhi oleh kondisi meteorologi daerah seperti

curah hujan, penguapan, arus serta intensitas radiasi matahari. DO tertinggi di Teluk Banten terjadi pada bulan April (5.70-6.27 ml/l) dan terendah pada bulan Oktober (4.71-5.97 ml/l) (Simanjuntak, 2007).

Salinitas di perairan sekitar Teluk Banten berkisar antara 32-34 ‰.

Salinitas tertinggi terjadi pada bulan Mei-Juni dan terendah terjadi pada bulan Januari-Februari. Hal ini terkait dengan debit air tawar yang masuk ke perairan laut yang sejalan dengan variasi curah hujan (Bapedal, 2006). pH di perairan Teluk Banten berkisar antara 7.85-8.28 yang berarti perairan tersebut tergolong basa.


(42)

2.2. Logam Berat

Logam berat dalam perairan laut dapat ditemukan dalam bentuk terlarut (ion logam berat yang membentuk kompleks dengan senyawa organik maupun anorganik) (Chester, 1993) dan bersifat esensial (dibutuhkan oleh organisme

contohnya zinc (Zn)) maupun non-esensial contohnya Pb (Hutagalung et al.,

1997). Logam berat tersebut bersifat toksik di perairan apabila kadarnya melebihi baku mutu. Selain itu, logam berat yang terserap ke dalam tubuh organisme dapat terakumulasi dan mengakibatkan penyakit maupun kematian bagi organisme akuatik maupun manusia yang mengkonsumsinya.

2.2.1. Timbal (Pb)

Di dalam perairan Pb ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Pb yang terlarut pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi racun bagi organisme akuatik. Sebagian besar masyarakat di sekitar perairan Teluk Banten membudidayakan rumput laut dan tangkapan utama mereka adalah rajungan, sehingga kadar Pb terlarut sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan organisme sekitar. Pb yang terserap ke dalam tubuh organisme akan terakumulasi pada jangka waktu yang lama sehingga akan menghambat

pertumbuhan.

Sumber alami utama Pb yang berasal dari daratan yaitu galena (PbS),

gelesite (PbSO4), dan cerrusite (PbCO3) (Effendi, 2003). Selain itu, Pb dapat

berasal dari atmosfer yaitu melalui pelepasan Pb ke atmosfir meningkat tajam akibat pembakaran minyak dan gas bumi, kemudian jatuh ke laut mengikuti air hujan. Menurut EPA tahun 1973, kadar maksimum Pb dalam air laut sebesar 0.005 ppm (Hutagalun, 1994). Sumber lainnya yaitu kegiatan kapal di pelabuhan


(43)

dan bongkar muat barang yang turut menyumbang Pb. Hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Rochyatun et al. (2005) di perairan Banten menunjukan bahwa

kadar Pb rata-rata adalah 0.006 ppm. Pb mempunyai daya toksitas yang tinggi untuk manusia dan dapat merusak perkembangan otak pada anak-anak,

menyebabkan penyumbatan sel-sel darah merah, anemia dan mempengaruhi anggota tubuh lainnya.

2.2.2. Penyebaran Logam Berat

Logam berat masuk ke perairan melalui tiga proses yaitu pengendapan (mengendap di dasar perairan), adsorpsi (penyerapan Pb terlarut ke dalam partikel tersuspensi), dan absorbsi (penyerapan oleh organisme-organisme perairan) (Bryan, 1976). Setelah berada di perairan logam berat akan menyebar luas dan hal tersebut tergantung dari kondisi perairan seperti pasang surut dan arus. Saat pasang, logam berat akan menyebar lebih luas di perairan karena ketinggian air yang memungkinkan pergerakan air menjadi lebih luas. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Handiani tahun 2004 (Wulandari et al., 2008) menunjukan bahwa

sebaran logam berat yang lebih luas di perairan dengan konsentrasi yang semakin menurun menuju laut lepas.

2.3. Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan suatu analisis dan uraian tentang data secara geografi yang berdasar pada faktor - faktor lingkungan dan hubungan antar variabel di lingkungan (Childs, 2004). Untuk mengolah dan menganalisis data secara spasial tersebut digunakan metode interpolasi dari sistem informasi geografis (SIG).


(44)

2.3.1. Metode Interpolasi

Interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak terukur, sehingga terbentuklah sebaran nilai pada seluruh wilayah. Teknik dalam metode

interpolasi yaitu teknik inverse distance weight (IDW) dan kriging. IDW yaitu

teknik yang menunjukan hasil interpolasi yang lebih mirip dengan data sampel

yang jaraknya lebih dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah

secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Lain halnya dengan

kriging yaitu interpolasi dengan perhitungan secara statistik, sehingga tidak dapat sesuai apabila digunakan dalam analisis spasial (Childs, 2004).

Perbedaan hasil interpolasi IDW dan kriging disajikan pada Gambar 3

yang menunjukan bahwa hasil interpolasi dengan IDW mendekati dengan nilai

minimum dan maksimum data sampel sedangkan kriging menunjukan hasil

interpolasi dengan kisaran rendah. Kekurangan pada metode IDW yaitu nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel.

Gambar 3. Hasil interpolasi total padatan tersuspensi (TSS) dengan metode IDW (a) dan Kriging (b) di Maros, Sulawesi Selatan (Pramono, 2008)


(45)

10 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus tahun 2011 yang meliputi beberapa kegiatan yaitu survei lapang, analisis laboratorium, dan analisis data. Kegiatan lapang mencakup pengambilan contoh air untuk analisis kadar Pb dan kualitas air (kekeruhan, suhu, DO, pH, salinitas dan TDS) pada tanggal 13 Juli 2011 di Teluk Banten, Kabupaten Serang-Provinsi Banten. Pengambilan sampel air dan kualitas air dilakukan di 10 stasiun yang tersebar dari muara Pelabuhan Karangantu menuju laut lepas yang mewakili bagian barat laut, utara,

timur laut, timur (Gambar 4). Kegiatan di laboratorium meliputi ekstraksi contoh

air untuk memisahkan Pb dengan kandungan organik maupun anorganik. Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan selanjutnya analisis kadar Pb terlarut di Laboratorium Analisis Kimia Terpadu, IPB.

Gambar 4. Lokasi stasiun penelitian di perairan Teluk Banten

LS

BT 628400 628800 629200 629600 630000 630400

9 3 3 3 6 0 0 9 3 3 4 0 0 0 9 3 3 4 4 0 0 9 3 3 4 8 0 0 ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 Desa Banten Desa Margaluyu Desa Sawahluhur

Inset :

®

Teluk Banten Karangantu P. Sumatera

Kedalaman (meter)

Legenda

0.9 - 1.4

S. Cibanten Kali Karangantu

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

ë Pelabuhan

Stasiun Garis Pantai

500 250 0 500Meters


(46)

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Pada penelitian ini, alat yang digunakan yaitu GPS (Global Positioning

System) Garmin 76CSx untuk menentukan koordinat stasiun, Van Dorn untuk

mengambil sampel air, water quality checker (Horiba U50) untuk mengukur

kualitas air, alat saring, seperangkat komputer, peralatan ekstraksi laboratorium,

dan analisis logam berat AAS (Atomic Absorption Spectrometry). Bahan yang

digunakan yaitu contoh air laut, bahan kimia, dan peta lokasi.

3.3. Teknik Pengambilan Data 3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan

Lokasi pengambilan contoh menggunakan GPS (Global Positioning

System) dilakukan 10 stasiun, mulai dari di muara Pelabuhan Karangantu hingga

laut lepas. Pelabuhan Karangantu merupakan kawasan dimana kapal–kapal

nelayan beroperasi yang menggunakan minyak pelumas dan bahan bakar minyak yang dapat meningkatkan konsentrasi timbal di perairan. Pada umumnya bahan

bakar minyak mendapat zat tambahan tetraethyl yang mengandung Pb untuk

meningkatkan mutu (Rochyatun et al., 2006). Stasiun pertama dimulai dari muara

Pelabuhan Karangantu dan sungai Karangantu (Stasiun 1), kemudian menuju arah Barat Laut perairan Desa Baten (Stasiun 2 dan 3), di Utara pelabuhan (Stasiun 4,

5, 6 dan 7), kemudian di Timur Laut pelabuhan (Stasiun 8 dan 9) (Gambar 4).

Selanjutnya di Timur pelabuhan (Stasiun 10) yaitu daerah yang mendapatkan pasokan air dari muara Sungai Cibanten. Muara sungai adalah tempat

bermuaranya polutan antropogenik, yaitu bahan pencemar yang berasal dari kegiatan manusia yang didalamnya mengandung logam berat seperti timbal yang merupakan salah satu bahan pencemar toksik (Effendi, 2003).


(47)

3.3.2. Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan contoh air permukaan dilakukan di depan haluan kapal untuk menghindari kontaminasi dari buangan mesin kapal yang diduga mengandung logam berat. Pengambilan contoh air permukaan dilakukan pada kedalaman 1 m, karena perairan tersebut merupakan perairan dangkal dengan kedalaman hanya

berkisar antara 1 hingga 2 meter (Gambar 4). Contoh air diambil dengan

menggunakan water sampler (Van Dorn) yang terbuat dari plastik polivinilklorida

(PVC) untuk menghindari kontaminasi logam berat. Selanjutnyacontoh air

ditampung dalam botol polietilen 1000 ml dan dimasukan ke dalam pendingin (cool box).

Data kualitas air diukur secara in situ dengan menggunakan water quality

checker (Lampiran 1). Alat tersebut mengukur kualitas air yang meliputi suhu,

turbiditas, salinitas, tingkat keasaman (pH) dan oksigen terlarut (Dissolve

Oxigen). Water quality checker terdiri dari probe yang didalamnya terdapat sensor untuk mendeteksi kualitas air, kemudian probe tersebut dimasukan ke dalam air pada kedalaman 1 meter dari permukaan air.

3.4. Analisis Logam Berat Terlarut

Contoh air disaring dengan kertas saring Nucleopore yang berpori-pori

(0.45 µm dengan garis tengah 47 mm) dengan sistem vakum (proses terbuka).

Setelah itu air diawetkan dengan HNO3 (pH < 2.0). Air sampel sebanyak 250 ml

dimasukkan dalam corong pisah teflon (Gambar 5), kemudian diekstraksi dengan

larutan penahan, ammonium pirolidin ditiokarbamat (APDC) dan methyl iso butyl

keton (MIBK). Dalam suasana asam, logam berat yang terkandung di dalam air bereaksi dengan APDC membentuk senyawa kompleks organik yang tidak larut


(48)

dalam fasa air. Penambahan pelarut organik MIBK, senyawa kompleks logam berat-APDC akan larut dalam MIBK yang menghasilkan 2 lapisan yaitu organik

dan anorganik. Lapisan atau fase organik diekstraksi kembali dengan HNO3

pekat, setelah terbentuk menjadi 2 lapisan selanjutnya lapisan yang digunakan kembali adalah lapisan atas dimana senyawa kompleks logam berat masih menyatu dengan MIBK. Kemudian penambahan aquades untuk memisahkan

MIBK dengan senyawa logam berat (Hutagalung et al., 1997).

Gambar 5. Proses ekstraksi contoh air di Laboratorium Produktivitas

Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan-IPB.

Kadar logam berat timbal (Pb) dalam contoh air ditentukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) jenis Varian SpektrAA plus dengan

menggunakan graphite furnace (pembakaran dengan grafit) dengan panjang

gelombang 217 nm di Laboratorium Analisis Kimia Terpadu IPB dengan deteksi limit untuk pengukuran Pb yaitu 0.001 ppm.

3.5. Analisis Spasial Data

Pengolahan data terdiri dari 2 tahapan yang mencakup pengolahan

informasi dengan menggunakan software Ms. Excel untuk (data*.txt) dan analisis

250 ml

Lar. penahan APDC MIBK

Organik Anorganik

(dibuang)

HNO3

pekat

Dibuang

Untuk dianalisis dengan AAS

MIBK Aquades


(49)

data menggunakan software ArcView GIS 3.2 (hasil*.shp), selanjutnya untuk

proses pengolahan data disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses pengolahan data dengan Ms. Excel dan ArcView GIS 3.2

Peta lokasi yang diperoleh dari Bakosurtanal di-digitasi dengan software

ArcView GIS 3.2sehingga diperoleh peta digital yang memiliki koordinat. Peta

tersebut dikombinasikan dengan peta hasil pencitraan dari Google Maps Tahun 2011 dan Peta Administrasi Kabupaten Serang Tahun 2011 untuk mendapatkan peta lokasi yang sesuai. Proses registrasi mencakup proses digitasi kedalaman

perairan, polyline (garis yang terhubung memnbentuk suatu daerah) daratan

Banten, line (garis) sungai, dan pembuatan atribut (pelabuhan, mercusuar dan

industri). Selanjutnya peta digital di-clip dengan polyline (batasan daerah

Salinitas Turbiditas Suhu, pH, TDS

Data parameter fisik-kimia Konsentrasi logam berat

Timbal (Pb) Ms. Excel

Data*.txt

Daratan Banten, sungai dan atribut (Sumber : Bakosurtanal)

ArcView GIS 3.2 Peta Lokasi

Batasan penyebaran Pb (Desa Baten, Margaluyu dan Sawahluhur)

Interpolate Data

IDW Data*.txt

Reclassify

Save as *.shp

Edit kisaran nilai parameter

Layout

Penyebaran secara spasial logam berat (Pb) dan data kualitas air


(50)

penyebaran spasial parameter) agar diperoleh kisaran daratan yang sesuai dengan jangkauan penyebaran logam berat. Hal ini dimaksudkan karena data yang diambil berada pada area Pelabuhan Karangantu, perairan Desa Banten, Margaluyu dan Sawahluhur.

Proses add table dilakukan berdasarkan data yang telah diolah dengan Ms.

Excel data*.txt pada program ArcView GIS 3.2. Selanjutnya proses interpolate

data dengan teknik IDW. Interpolasi dengan IDW digunakan untuk

meng-interpolasi yang mengasumsikan bahwa tiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak. Titik-titik pada radius tertentu dapat digunakan dalam menentukan nilai luaran untuk tiap lokasi.

Ukuran grid yang digunakan dalam interpolasi ini adalah 1 meter untuk masing-masing parameter, hal tersebut dikarenakan jarak rata-rata antar stasiun adalah 500 m, sehingga dengan grid 1 m hasil interpolasi akan lebih mendekati

nilai hasil pengukuran seperti yang tertera pada Gambar 7. Pada gambar tersebut

terlihat perbedaan antara grid 1 m, 10 m, dan 100 m, dimana hasil grid 1 m lebih

mendekati hasil pengukuran. Tahap akhir yaitu layout, dimana kita dapat melihat

sebaran logam berat dan kualitas air dari arah pelabuhan dan sungai menuju laut.

Gambar 7. Hasil interpolasi salinitas dengan teknik IDW grid 1, 10, dan 100 m

Sallinitas (Grid 1 meter) 30.8 - 30.967 30.967 - 31.133 31.133 - 31.3 31.3 - 31.467 31.467 - 31.633 31.633 - 31.8 31.8 - 31.967 31.967 - 32.133 32.133 - 32.3

#

# #

#

Salinitas (G rid 10 meter) 30.8 - 30.967 30.967 - 31.133 31.133 - 31.3 31.3 - 31.467 31.467 - 31.633 31.633 - 31.8 31.8 - 31.967 31.967 - 32.133 32.133 - 32.3

Salinitas (Grid 100 meter) 30.8 - 30.967 30.967 - 31.133 31.133 - 31.3 31.3 - 31.467 31.467 - 31.633 31.633 - 31.8 31.8 - 31.967 31.967 - 32.133 32.133 - 32.3


(51)

16

4.1. Kualitas Air Perairan Teluk Banten

Kekeruhan perairan di wilayah pengamatan berkisar antara 5-30 NTU. Nilai kisaran ini nampak sedikit rendah dari hasil pengamatan sebelumnya di Sungai Cibanten yaitu 10-45 NTU (Bapedal, 2006). Kadar terendah ditemukan di bagian Barat Laut pada Stasiun 3,4 dan 5 dan di Timur pelabuhan pada Stasiun 9

dan 10 yang berkisar antara 5-11 NTU (Gambar 8).

Gambar 8. Sebaran spasial kekeruhan (NTU) di perairan Teluk Banten

saat pengamatan

Kekeruhan semakin meningkat menuju arah daratan (Stasiun 1 dan 2) yang berkisar antara 11-17 NTU. Kekeruhan tertinggi ditemukan pada Stasiun 6 dan 8 yang berkisar antara 23-30 NTU. Secara umum sebaran ini cukup

menunjukkan adanya pengaruh masukan sedimen dari daratan terutama melalui Kali Karangantu. Berdasarkan hasil pengamatan sebelumnya terdapat indikasi bahwa kekeruhan di Teluk Banten umumnya berasal dari batuan aluvial berupa

®

Inset :

Teluk Banten

Legenda

Kekeruhan (NTU) 5 - 11 11 - 17 17 - 23 23 - 30

5 8 9 7 6 3 2 4 1 10 Desa Banten

Desa Margaluyu

Desa Sawahluhur

ë

BT LS

628400 ,000000 628800 ,000000 629200 ,000000 629600 ,000000 630000 ,000000 630400 ,000000

9 3 3 3 6 0 0 ,000000 9 3 3 4 0 0 0 ,000000 9 3 3 4 4 0 0 ,000000 9 3 3 4 8 0 0 ,000000 S. Cibanten

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

Kali Karangantu ë Pelabuhan Stasiun Garis Pantai Karangantu P. Sumatera P. Jawa


(52)

pasir, lempung, dan kerikil (Purbani et al., 2010). Peningkatan kekeruhan menunjukkan adanya proses transpor materi kekeruhan diduga akibat proses hidrodinamika perairan saat pengamatan seperti adanya pengaruh arus pasut dan pengaruh debit air sungai.

Kisaran suhu perairan di wilayah pengamatan berkisar antara 29.5 ºC hingga 31.2 ºC. Suhu terendah terdapat pada Stasiun 1 (awal pengambilan sampel) sebesar 29.5 ºC, kemudian semakin meningkat menuju stasiun yang berada di Timur pelabuhan dan tertinggi ditemukan pada Stasiun 10 (akhir pengambilan sampel) sebesar 31.2 ºC. Perbedaan kisaran suhu ini diduga kurang menunjukkan variabilitas harian suhu perairan, namun lebih berkaitan kondisi perairan dan waktu pengamatan, dimana ada sedikit waktu yang berbeda saat pengamatan di lokasi yang satu dengan lokasi yang lain.

Hasil pengukuran DO yang dilakukan di wilayah pengamatan berkisar antara 5.4-6.8 mg/l. Kadar oksigen terlarut tersebut berfluktuasi mulai dari Stasiun 1 dengan besaran DO 6.4 mg/l dan meningkat hingga 6.8 mg/l pada Stasiun 2 (stasiun yang berada 700 m dari pelabuhan). Kemudian DO terlihat menurun pada Stasiun 3 dengan nilai 6.6 mg/l dan menurun pada Stasiun 10 (5.4 mg/l). Besar DO yang sama juga didapatkan dari hasil penelitian Simanjuntak (2007) di perairan Teluk Banten, dimana kadar oksigen terlarut semakin menurun menuju muara sungai dengan besar DO kurang dari 5.7 mg/liter. Fluktuasi DO tersebut tergantung proses difusi oksigen dari atmosfer ke perairan dan daya larut oksigen di perairan.

Tingkat keasaman (pH) di wilayah pengamatan berkisar 7.3-8.3 (Gambar


(53)

sebelumnya yaitu 7.85-8.28 (Purbani et al., 2010). Nilai pH terendah ditemukan pada stasiun yang berada di Timur pelabuhan (Stasiun 1, 8, 9 dan 10) yang berkisar antara 7.3-7.6, kemudian meningkat hingga 8.3 di bagian Barat pelabuhan (Stasiun 2 dan 3).

Gambar 9. Sebaran spasial derajat keasaman (pH) di perairan Teluk Banten saat pengamatan

Menurunnya nilai pH pada stasiun yang berada di Timur pelabuhan diduga karena masukan air tawar dari Sungai Cibanten yang memiliki pH cenderung bersifat asam dibandingkan dengan air laut bersifat alkalis (basa).

Salinitas terendah di wilayah pengamatan ditemukan di Timur pelabuhan

(Stasiun 9 dan 10) yang berkisar antara 30.8-31.2 ‰ (Gambar 10). Kisaran

salinitas relatif sempit menunjukkan peran sifat air laut lebih dominan daripada masukan air tawar dari aliran sungai. Salinitas tertinggi ditemukan pada bagian Barat (Stasiun 2) dan Utara pelabuhan (Stasiun 7) dengan salinitas yang berkisar

antara 31.9-32.3 ‰.

®

Inset :

Teluk Banten Karangantu

P. Jawa P. Sumatera

7.3 - 7.6 7.6 - 7.9

Legenda

Nilai pH 7.9 – 8.2 8.2 - 8.3

9 3 3 3 6 0 0 , 9 3 3 4 8 0 0

7.35 - 7.48 7.48 - 7.61 7.61 - 7.74 7.74 - 7.87 7.87 - 8 8 - 8.13 8.13 - 8.26 8.26 - 8.39 8.39 - 8.52

BT ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 Desa Margaluyu

628400 628800 629200 629600 630000 630400

Desa Sawahluhur S. Cibanten 9 3 3 4 0 0 0 9 3 3 4 4 0 0 , LS

Desa Banten

Kali Karangantu

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

ë Pelabuhan

Stasiun Garis Pantai


(54)

Gambar 10. Sebaran spasial salinitas (‰) di perairan Teluk Banten saat pengamatan

Padatan terlarut total (Total Dissolve Solid/TDS) yang ditemukan di

perairan berkisar antara 30.9-32.7 g/l (Gambar 11). TDS tertinggi ditemukan di

Barat pelabuhan (Stasiun 2, 3 dan 7) yang berkisar antara 32.1-32.7 g/l. Menurut McNeely tahun 1979 (Effendi, 2003) terdapat hubungan antara nilai TDS dan salinitas yaitu TDS yang berkisar antara 10.001-100 g/l merupakan kawasan dengan tingkat salinitas di perairan asin atau laut. Hal tersebut terlihat dari hasil

pengukuran yaitu salinitas berkisar 30.9-32.3‰ yang merupakan perairan

tergolong asin (Effendi, 2003).

®

Teluk Banten Karangantu Legenda P. Sumatera P. Jawa Inset :

30.8 - 31.2 31.2 - 31.6 31.6 - 31.9 31.9 - 32.3 Salinitas (‰)

LS ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 9 3 3 3 6 0 0 ,0 00 0 00 9 3 3 4 0 0 0 ,0 0 00 0 0 9 3 3 4 4 0 0 ,0 0 0 0 00 9 3 3 4 8 0 0 ,0 0 0 0 00

628800,000000 ,000000

628400,000000 629600,000000 ,000000 ,000000

629200 630000 630400 BT

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

Desa Sawahluhur S. Cibanten

Desa Banten

Kali Karangantu Desa Margaluyu

ë Pelabuhan

Stasiun Garis Pantai


(55)

Gambar 11. Sebaran spasial padatan terlarut total TDS (g/l) di perairan Teluk Banten saat pengamatan

4.2. Kadar PbTerlarut di Perairan Teluk Banten

Penyebaran spasial dari kadar Pb terlarut di wilayah pengamatan berkisar

antara 0.0005 hingga 0.0066 ppm (Gambar 12). Konsentrasi Pb yang berada di

bagian Timur pelabuhan (Stasiun 1, 8, 9 dan 10) yang berkisar antara 0.0005-0.004 ppm. Lain halnya dengan stasiun yang berada di bagian Barat pelabuhan dimana konsentrasinya semakin meningkat dengan semakin jauhnya stasiun dari pelabuhan yaitu berkisar antara 0.004-0.005 ppm (Stasiun 4) dan semakin meningkat 0.006 ppm (Stasiun 2 dan 3) hingga 0.0066 ppm (Stasiun 5, 6, dan 7).

Hasil penelitian di wilayah pengamatan menunjukan bahwa konsentrasi Pb terlarut meningkat menuju Barat pelabuhan dan semakin menurun di bagian Timur Laut pelabuhan. Meningkatnya kadar Pb di bagian Barat diduga karena adanya buangan dari mesin kapal yang beroperasi di bagian Barat. Buangan tersebut mengandung minyak yang pada umumnya mendapat zat tambahan

®

Teluk Banten Karangantu

Legenda

Inset :

TDS ( g/l )

ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 Desa Banten Desa Margaluyu Desa Sawahluhur ,000000 ,000000 ,000000 ,000000 ,000000 ,000000

9 3 3 3 6 0 0 ,0 0 00 0 0 9 3 3 4 0 0 0 ,0 0 0 00 0 9 3 3 4 4 0 0 ,0 00 0 00 9 3 3 4 8 0 0 S. Cibanten

628400 628800 629200 629600 630000 630400 BT LS

32.1 - 32.7 30.9 - 31.5 31.5 – 32.1

P. Jawa P. Sumatera Kali Karangantu ë Pelabuhan Stasiun Garis Pantai

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011


(56)

tetraethyl yang mengandung Pb untuk meningkatkan kualitasnya (Rochyatun et

al., 2006).

Gambar 12. Sebaran spasial kadar Pb terlarut (ppm) di perairan Teluk Banten saat pengamatan

4.3. Sebaran Spasial Kualitas Air dan Pb di Perairan

Hasil pemetaan terhadap paramater kualitas air sebelumnya menunjukkan bahwa penyebaran di wilayah pengamatan cenderung menuju bagian Barat, dimana konsentrasinya rendah di bagian Timur. Rendahnya konsentrasi tersebut dapat diindikasikan dengan melihat karakter dari air yang dapat dibedakan

berdasarkan parameter terukur (pH, TDS, dan salinitas). Karakter air sungai dapat diindikasikan dengan pH, TDS, dan salinitas rendah, dan sebaliknya air laut diindikasikan dengan pH, TDS dan Salinitas relatif tinggi. Proses-proses dinamika pantai dan sungai menghasilkan gradien konsentrasi yang

mencerminkan variasi kekuatan arus pantai dan sungai berbeda menurut musim.

®

Inset :

Teluk Banten Karangantu

Legenda

Konsentrasi Pb (ppm )

0.0005 - 0.004 0.004 - 0.005 0.005 - 0.006

LS ë 8 9 7 6 3 2 5 4 1 10 Desa Banten Desa Margaluyu Desa Sawahluhur 9 3 3 3 6 0 0 ,0 00 0 00 9 3 3 4 0 0 0 ,0 0 0 0 00 9 3 3 4 4 0 0 ,0 00 0 00 9 3 3 4 8 0 0 ,0 0 0 00 0

500 250 0 500Meters

S. Cibanten

629600 630000,000000 ,000000 Kali Karangantu

P. Sumatera

P. Jawa

0.006 - 0.0066

Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011

ë Pelabuhan Stasiun Garis Pantai 628400,000000 BT 628800,000000

629200,000000 ,000000


(57)

Hasil pengukuran oleh tim BMKG (2010) pada bulan Maret-Agustus menunjukan bahwa arus di wilayah pengamatan bergerak menuju Barat-Barat Laut. Demikian pula, hasil pengukuran oleh aparat Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu pada bulan Agustus (2011) menunjukan arus di perairan Teluk Banten bergerak dari arah Pelabuhan Karangantu dan muara Sungai Cibanten menuju

Barat Laut yang bergerak dengan kecepatan 1 hingga 3 cm/s (Gambar 13).

Kecepatan arus semakin meningkat di bagian Timur pelabuhan yang bergerak menuju Barat Laut dengan kecepatan hingga 12 cm/s.

Gambar 13. Pola Arus di Perairan Karangantu, Teluk Banten pada bulan Agustus 2011 (Sumber : Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, 2011) Arah arus ini dapat mempengaruhi sebaran termasuk sebaran logam berat misalnya Pb. Massa air laut yang bergerak ke arah barat akan membawa masukan senyawa kimiawi yang berasal sungai ke arah barat khususnya di depan mulut sungai. Kekosongan massa air di depan mulut sungai akan diisi oleh massa air laut yang bergerak dari arah timur yang diduga memiliki konsentrasi Pb rendah, sehingga sebaran konsentrasi Pb nampak lebih rendah di sebelah Timur dan


(58)

Gambar 14 menunjukan pola penggunaan lahan, dimana pada bagian Timur Sungai Cibanten sebagian besar berupa lahan persawahan dan

pertambakan, sebaliknya di bagian Barat teluk sebagian besar berupa pemukiman dan industri. Kegiatan industri ini diperkirakan menjadi sumber potensi Pb. Sumber potensi Pb lainnya kemungkinan berasal dari lalu lintas kapal, dimana sebagian besar aktivitas berada di bagian Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum potensi Pb di wilayah penelitian lebih banyak berada di bagian Barat. Seperti telah ditunjukan pada hasil penelitian yang pernah dilakukan, konsentrasi Pb mencapai 0.006 ppm di bagian Barat yang relatif lebih tinggi dari

bagian Timur dengan konsentrasi <0.001 ppm (Rochyatun et al., 2005).

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa sebaran Pb dan parameter lain sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamika perairan pantai seperti arus dan pengaruh aliran sungai. Pola ini diduga sangat bervariasi sesuai dengan musim yang terjadi di wilayah tersebut. Dengan demikian, kondisi sebaran Pb kemungkinan akan berbeda pada musim barat.


(1)

26

Astuty, S dan S, Diana. 2002. Budidaya Makroalga Kappaphycus alvarezii di Perairan Pulau Panjang Serta Analisis Ekonominya. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung.

[Bapedal] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Banten. 2006. Tinjauan Masalah dan Penanganan Sumberdaya Air, Hutan dan Wilayah Pesisir dan Laut. In Laporan Tahunan Keadaan Lingkungan. Serang. Banten.

[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Serang. 2011. Peta Administrasi Kabupaten Serang-Banten Skala 1 : 225 000 Tahun 2011. Serang.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Pusat. 2010. Data Angin Perairan Teluk Banten. Jakarta.

[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1997. Peta Teluk Banten Skala 1 : 100.000 Tahun 1997. Jakarta.

Bryan, G.W. 1976. Heavy metals contamination in the sea. In Johnston (Ed). Marine Pollution. New York. 285 h.

Chester, R. 1993. Marine Geochemistry. Unwik Hyman. London.

Childs, C. 2004. Interpolating Surfaces in Arcgis Spacial Analyst. Esri Education Series. Hal:32-35. Diuduh dari:

http://www.esri.com/news/arcuser/0704/files/interpolating/pdf. [diakses: 13 November 2011].

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Hutagalung ,H.P, D. Setiapermana, S.H. Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Hutagalung, H.P. 1994. Kandungan Logam Berat dalam Sedimen di Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Makalah Penunjang Seminar Pemantauan Pencemaran Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

[PPP] Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. 2011. Data Arus dan Pasangsurut di Perairan Banten Tahun 2011. Serang.Banten.

Pramono, H P. 2008. Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan. Forum Geografi, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Vol. 22(1):145-158.

Purbani, D, B. Sekresno, E. Mustikasari, G. Kusumah, T. Solihuddin. 2010. Optimalisasi Data Fisik Perairan untuk Kajian Kelimpahan dan Jenis Ikan di Teluk Banten. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati.


(2)

27

Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Resmiati, T, S. Diana, S. Astuty. 2002. Komposisi Jenis Alat Tangkap yang Beroperasi di Perairan Teluk Banten-Serang. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Rochyatun, E, M.T. Kaisupy, A. Rozak. 2006. Distribusi Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara, Sains. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Vol. 10(1):35-40.

Rochyatun, E, Lestari, A. Rozak. 2005. Kualitas Lingkungan Perairan Banten dan sekitarnya Ditinjau dari Kondisi Logam Berat. Makara, Sains. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Vol. 38:23-46.

Simanjuntak, M. 2007. Variasi Musiman Oksigen Terlarut di Perairan Teluk Banten. Bidang Dinamika Laut. Indonesian Journal of Marine Science. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Vol. 12(3):125-132.

Wulandari, S.Y, B. Yulianto, Sukristiyo. 2008. Pola Sebaran Logam Berat Pb dan Cd di Muara Sungai Babon dan Seringin Semarang. Indonesian Journal of Marine Science. Universitas Diponegoro Semarang. Semarang. Vol. 13(4):203-208.


(3)

28

Lampiran 1. Peralatan yang digunakan saat penelitian

Water sampler (Van Dorn) Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS-7000)

Water quality checker (Horiba U50) Cool box

Botol sampel polietilen GPS (Global Positioning System) Garmin 76CSx

Probe


(4)

29


(5)

28 Stasiun bujur lintang cuaca warna air pH DO

(mg/l) salinitas

TDS

(mg/l) suhu

Kekeruhan (NTU)

Kedalaman (m)

Pb (ppm) 1 106,1658 -6,02418 cerah coklat keruh 7,58 6,8 31,2 31,4 29,52 11,3 1 0,00282 2 106,162 -6,02181 cerah hijau coklat 8,27 6,89 32,3 32,7 30,09 17,9 1,5 0,00541 3 106,1593 -6,02116 cerah hijau keruh 8,30 6,62 31,6 32,1 30,21 11,1 1,35 0,00541 4 106,1647 -6,01987 cerah hijau biru 7,90 5,4 31,2 31,5 30,04 9,71 1,1 0,00481 5 106,1647 -6,0171 mendung hijau 7,92 6,21 31,3 31,7 29,93 4,84 1,15 0,00661 6 106,1068 -6,02029 cerah coklat hijau 7,78 6,56 31,4 31,5 30,19 29,7 1,35 0,00661 7 106,169 -6,0192 cerah

hijau

kecoklatan 7,78 6,32 32,3 32,7 30,3 9,3 1,1 0,00661 8 106,169 -6,02241 cerah hijau keruh 7,35 6,19 31,5 31,4 31,18 26,6 1,2 0,00282 9 106,1725 -6,02119 cerah hijau keruh 7,60 5,9 30,8 31,5 30,47 11,4 1,3 0,00481 10 106,1752 -6,02416 cerah coklat tua 7,60 5,44 30,8 31,8 30,91 6,73 0,85 0,00282


(6)

RINGKASAN

ADE NOVIA PUTRI. Sebaran Spasial Logam Berat Pb di Perairan Teluk Banten. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan VINCENTIUS P. SIREGAR.

Kualitas perairan di sekitar Teluk Banten telah diindikasikan mengalami penurunan kualitas air. Seiring dengan meningkatnya perkembangan industri, potensi sumber logam berat seperti Pb diperkirakan makin membahayakan. Keberadaan aktivitas manusia, khususnya kegiatan budidaya rumput laut dan rajungan. Penelitian ini bertujuan memetakan dan menganalisis sebaran spasial Pb dan kualitas air yang diharapkan dapat memberikan informasi pola keberadaanya di wilayah tersebut.

Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2011 yang terdiri dari kegiatan lapang dan analisis logam berat di laboratorium. Kegiatan lapang mencakup pengukuran kualitas air dan pengambilan sampel air untuk analisis Pb dilakukan pada 10 stasiun yang menyebar pada arah barat, utara, dan timur dari muara Pelabuhan Karangantu. Sampel air tersebut di ekstrak kemudian dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS) untuk mengetahui kadar Pb di perairan. Selanjutnya, analisis secara spasial menggunakan metode interpolasi IDW.

Hasil penelitian menunjukan sebaran Pb di wilayah pengamatan sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamika perairan pantai seperti pergerakan arus yang diperkirakan sangat bervariasi dengan musim. Sebaran Pb cenderung menyebar ke arah Barat dan hal ini terlihat juga dari sebaran parameter pH, TDS dan Salinitas. Konsentrasi Pb diperkirakan berasal dari kegiatan yang ada disekitar wilayah pengamatan termasuk kegiatan perkapalan, perindustrian, dan massa air dari sungai Cibanten serta Kali Karangantu.