Evaluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium pada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda
EVALUASI KOMPONEN SERAT HASIL BIOFERMENTASI
PELEPAH SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN
Phanerochaetae chrysosporium PADA DOSIS INOKULAN DAN
LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA
SHINTA CITRA WARDANI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Komponen
Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan
Phanerochaetae chrysosporium pada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang
Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Shinta Citra Wardani
D24090062
iv
ABSTRAK
SHINTA CITRA WARDANI. Evaluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi
Pelepah Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium
pada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Dibimbing oleh ERIKA
B. LACONI dan AFNUR IMSYA.
Pelepah sawit merupakan hasil samping perkebunan kelapa sawit yang
memiliki kandungan serat tinggi, sehingga bila digunakan sebagai pakan dapat
menurunkan kecernaan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah
melakukan biofermentasi menggunakan Phanerochaetae chrysosporium.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji interaksi antara dosis inokulan dengan
lama fermentasi pelepah sawit oleh P. chrysosporium terhadap pH, aw, serta
komponen serat. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola
faktorial (3x3). Faktor pertama adalah dosis inokulan: 105 CFU ml-1, 106CFU ml-1,
dan 107 CFU ml-1, faktor kedua adalah lama fermentasi: 10, 15, dan 20 hari. Hasil
menunjukkan terjadi interaksi antara dosis inokulan dan lama fermentasi terhadap
komponen serat, tetapi tidak terjadi interaksi terhadap nilai pH dan aw pelepah
sawit. Kombinasi dosis inokulan 107 CFU ml-1 dengan lama fermentasi 10 hari
dapat menurunkan kandungan NDF, ADF, hemiselulosa, lignin, dan selulosa
pelepah sawit.
Kata kunci: dosis inokulan, komponen serat, lama fermentasi, pelepah sawit,
Phanerochaetae chrysosporium
ABSTRACT
SHINTA CITRA WARDANI. The Evaluation of Fiber Components of Oil Palm
Frond (Elaeis guineensis Jacq.) Biofermented with Phanerochaetae
chrysosporium in Different Inoculant Dose and Length of Fermentation.
Supervised by ERIKA B. LACONI and AFNUR IMSYA.
Oil palm frond (OPF) is a crop residue which containing high fiber, so that
if it is used as animal feed, it can decrease the digestibility. Biofermentation with
Phanerochaetae chrysosporium is a way to solve this problem. This research
aimed to evaluate the interaction between inoculant dose and the length of
fermentation with P. chrysosporium on pH, water activity (aw), and fiber
components. This research used factorial completely randomized design (3x3).
The first factor was inoculant doses: 105 CFU ml-1, 106 CFU ml-1, and 107 CFU
ml-1, while the length of fermentations (10, 15, 20 days) as a second factor. The
results showed that there ware interaction between two factors to fiber
components, but interaction was not detected between two factors to pH and aw.
Combination of 107 CFU ml-1 inoculant dose with 10 days fermentation were the
most effective to decrease NDF, ADF, hemicelluloses, lignin, and cellulose of
OPF.
Keywords: fiber components, inoculant dose, length of fermentation, palm frond,
Phanerochaetae chrysosporium
EVALUASI KOMPONEN SERAT HASIL BIOFERMENTASI
PELEPAH SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN
Phanerochaetae chrysosporium PADA DOSIS INOKULAN DAN
LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA
SHINTA CITRA WARDANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vi
'-,-","L-";t"-
1Vama
NIM
セ@
E..-aluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit
fEla eis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium
ada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda
: Shinta Citra Wardani
: D24090062
Disetujui oleh
Prof Dr r Erika B Laconi MS
embimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
al ennana, M Sc Agr
Ketua Departemen
;-0 1'.
Tanggal Lulus: (
Lセ
L@ セ@
)
Judul Skripsi : Evaluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium
pada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda
Nama
: Shinta Citra Wardani
NIM
: D24090062
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Erika B Laconi, MS
Pembimbing I
Afnur Imsya, SPt, MP
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penulis menyusun skripsi
yang berjudul Evaluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium pada Dosis
Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan sejak Oktober 2012 sampai Januari 2013. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini berdasarkan pada keinginan penulis untuk menggali potensi
hasil samping perkebunan kelapa sawit yaitu pelepah sawit sebagai salah satu
alternatif pakan ternak. Hal tersebut dilakukan penulis karena penulis melihat
adanya keterbatasan pemenuhan kebutuhan pakan ternak yang berasal dari hijauan
pakan, sedangkan luas perkebunan kelapa sawit semakin tahun semakin
meningkat. Pelepah sawit memiliki kendala dalam pemanfaatannya karena
memiliki kandungan serat yang tinggi, sehingga perlu dilakukan fermentasi
menggunakan kapang P. chrysosporium agar pelepah sawit dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa
mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi,
wawasan maupun sesuatu yang dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan dan semoga kekurangan yang terdapat pada tulisan ini dapat
diperbaiki dalam tulisan selanjutnya.
Bogor, Agustus 2013
Shinta Citra Wardani
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 2
Bahan Penelitian
2
Peralatan Penelitian .............................................................................................. 2
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 2
Prosedur Percobaan .............................................................................................. 3
Persiapan Media Pelepah Sawit ....................................................................... 3
Pembuatan Media PDB
3
Proses Pengenceran .......................................................................................... 3
Proses Inkubasi Kapang
3
Proses Fermentasi
4
Peubah yang Diamati
5
Perubahan Derajat Keasaman (pH) ............................................................. 5
Perubahan Aktivitas Air (aw) ...................................................................... 5
Perubahan Kandungan Serat ....................................................................... 5
Analisis Data ....................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
Derajat Keasaman (pH)........................................................................................ 6
Aktivitas Air (aw) ................................................................................................. 7
Komponen Serat................................................................................................... 8
NDF
8
ADF
9
Hemiselulosa
10
Lignin
11
Selulosa.....................................................................................................
12
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 13
Simpulan ............................................................................................................ 13
Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH
24
24
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nilai pH dan aw pelepah sawit penelitian sebelum fermentasi
Nilai pH pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P. chrysosporium
Nilai aw pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P. chrysosporium
Kandungan serat pelepah sawit penelitian sebelum fermentasi (100%
bahan kering)
Kandungan NDF pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
Kandungan ADF pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
Kandungan hemiselulosa pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
Kandungan lignin pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
Kandungan selulosa pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
6
7
8
8
9
10
10
11
12
DAFTAR GAMBAR
1 Pelepah sawit sebelum fermentasi (a) dan setelah fermentasi (b) dengan
P. chrysosporium
4
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam nilai pH substrat
2 Hasil analisis ragam nilai aw substrat
3 Hasil analisis ragam kandungan NDF substrat
4 Hasil analisis ragam kandungan ADF substrat
5 Hasil analisis ragam kandungan hemiselulosa substrat
6 Hasil analisis ragam kandungan lignin substrat
7 Hasil analisis ragam kandungan selulosa substrat
17
17
18
19
20
21
22
xii
1
PENDAHULUAN
Ketersediaan pakan merupakan salah satu kendala dalam dunia peternakan
karena lahan pertanian di Indonesia semakin lama semakin berkurang. Semakin
berkurangnya lahan pertanian di Indonesia membuat kebutuhan pakan yang
berasal dari lahan pertanian menjadi terbatas. Sebagian besar lahan pertanian telah
beralih fungsi menjadi berbagai bentuk seperti lahan perkebunan. Luas areal
perkebunan setiap tahun meningkat terutama luas perkebunan kelapa sawit. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan data dari Ditjenbun (2010) bahwa luas areal
perkebunan kelapa sawit pada tahun 2005 mencapai 5 453 817 ha dan luas areal
tersebut terus meningkat sepanjang tahun hingga mencapai 8 385 394 ha pada
tahun 2010.
Luas perkebunan kelapa sawit yang semakin meningkat setiap tahunnya
membuat hasil samping yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit akan terus
meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemanfaatan bahan pakan nonkonvensional hasil samping perkebunan kelapa sawit. Salah satu hasil samping
perkebunan kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah
pelepah sawit. Setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan sekitar 22 buah
pelepah sawit per tahun (Pahan 2007). Satu pelepah setelah dikupas untuk pakan
ternak beratnya mencapai 7 kg. Pada luas perkebunan kelapa sawit 487 146 ha
dan rata-rata memiliki 22 pelepah tiap pohonnya, berarti terdapat 7 kg x 138 x 22
x 487 146 = 10 352 826 792 kg pelepah/tahun (Sisriyenni dan Soetopo 2004).
Pelepah sawit memiliki kandungan nutrient dalam bahan kering sebagai berikut
Neutral Detergent Fiber (NDF) 78.05%; Acid Detergent Fiber (ADF) 56.93%;
hemiselulosa 21.12%; selulosa 27.94%; dan lignin 16.94% (Imsya dan Palupi
2009).
Pelepah sawit memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Kendala dalam pemanfaatan pelepah sawit sebagai pakan
diantaranya tingginya kandungan serat yang dapat menurunkan tingkat kecernaan.
Menurut Sharma dan Arora (2010), keberadaan serat dan lignin yang tinggi
bertindak sebagai penghalang proses perombakan polisakarida dinding sel oleh
mikroba rumen sehingga dapat menurunkan kecernaan. Kandungan serat seperti
NDF, ADF, dan lignin yang tinggi dalam pelepah sawit dapat diturunkan dengan
melakukan fermentasi menggunakan kapang Phanerochaetae chrysosporium.
Penggunaan kapang P. chrysosporium pada fermentasi pelepah sawit
memberikan keuntungan khususnya dalam mendegradasi ikatan lignoselulosa.
Kapang P. chrysosporium dapat mensekresikan enzim lignin peroxidase (LiP),
manganese peroxidase (MnP), dan laccase yang bertindak langsung dalam
mendegradasi lignin (Ramirez et al. 2010), sehingga kapang ini memiliki
kemampuan dalam mendegradasi lignoselulosa secara selektif dibandingkan
dengan mikroorganisme yang lain (Cameron et al. 2000; Toumela et al. 2002).
Perlakuan biofermentasi tersebut dilakukan dengan harapan agar ikatan
lignoselulosa dapat terpecahkan sehingga komponen serat berupa selulosa dan
hemiselulosa yang terikat pada ikatan lignoselulosa tersebut dapat dimanfaatkan
oleh mikroba rumen sebagai sumber energi. Kandungan NDF, ADF, dan lignin
yang semakin rendah dalam suatu bahan pakan dapat meningkatkan nilai
kecernaan bahan pakan tersebut bagi ternak (Imsya dan Palupi 2009). Perlakuan
2
secara biologis akan lebih efisien dan efektif dengan konsep zero waste dan harga
yang relatif lebih murah. Perlakuan secara biologi dapat meningkatkan nilai gizi
pakan dan kecernaan (Okano et al. 2009).
Nelson dan Suparjo (2011) menyebutkan bahwa fermentasi kulit buah
kakao dengan P. chrysosporium mampu menurunkan kandungan lignin sebesar
38.61% pada fermentasi 10 hari. Jaelani (2007) menyebutkan bahwa fermentasi
bungkil inti sawit dengan kapang Trichoderma reesei dapat meningkatkan protein
kasar, ADF dan NDF, namun terjadi penurunan kandungan hemiselulosa pada
dosis kapang 106 CFU ml-1. Fermentasi bungkil inti sawit dan onggok dengan
Trichoderma harzianum dapat menurunkan fraksi serat ADF, selulosa, dan lignin
pada dosis inokulum 5% dengan jumlah koloni kapang 2.6x106 CFU ml-1 dan
lama fermentasi 8 hari (Indariyanti 2011). Informasi mengenai kombinasi dosis
inokulan P. chrysosporium dan lama fermentasi yang efektif untuk menurunkan
kandungan lignin pelepah sawit saat ini masih belum tersedia. Hal ini perlu diteliti
untuk mengkaji kemampuan kapang P. chrysosporium dalam proses
biofermentasi pelepah sawit, sehingga dapat diketahui kondisi optimum kapang P.
chrysosporium dalam menurunkan kandungan lignin dalam pelepah sawit.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji interaksi antara dosis inokulan
dengan lama fermentasi pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium terhadap
derajat keasaman (pH), aktivitas air (aw), serta komponen serat.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumber
informasi mengenai pemanfaatan hasil samping perkebunan kelapa sawit yaitu
pelepah sawit sebagai salah satu alternatif pakan ternak, sehingga kebutuhan
pakan ternak tidak hanya bergantung pada hijauan pakan ternak. Selain itu,
diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pengolahan pakan guna
menurunkan kandungan lignin yang terdapat pada bahan pakan sehingga mudah
dicerna oleh ternak. Manfaat lainnya yaitu dapat digunakan sebagai acuan untuk
pengolahan komoditi hasil samping perkebunan yang memiliki kandungan lignin
cukup tinggi.
METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah sawit yang
diperoleh dari kebun kelapa sawit Cikabayan IPB. Mikroorganisme yang
digunakan adalah kapang P. chrysosporium yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA ITB Bandung. Bahan lain yang digunakan
adalah kentang, aquades, dan dextrose.
Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin giling, autoclave,
timbangan, oven, shaker rotator, hotplate stirer, gelas piala, tabung reaksi, tabung
hungate, labu erlenmeyer, kapas, alumunium foil, pembakar spirtus, rak
3
fermentasi, vortex, counting chamber, aw meter merk Novasina MS-1, dan pH
meter merk Hanna Hi 8520.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan
untuk menganalisa fraksi serat dengan metode Van Soest, Laboratorium
Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi untuk melaksanakan fermentasi,
Laboratorium Pakan Terpadu untuk mengukur parameter pH, dan Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak untuk mengukur parameter aw, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012
sampai Januari 2013.
Prosedur Percobaan
Persiapan Media Pelepah Sawit
Pelepah sawit diambil dari pohon kelapa sawit yang telah mengalami
pemangkasan minimal satu kali. Pelepah sawit diambil kemudian dikupas kulitnya
(Gambar 1.a) dan dipotong sepanjang 2 cm. Selanjutnya dijemur hingga kering
kemudian digiling kasar pada skala 5 mesh dan digunakan sebagai media
fermentasi.
Pembuatan Media Potato Dextrose Broth (PDB)
Kentang 200g dipotong dadu kemudian ditambahkan ke dalam 1 liter
aquades dan dipanaskan dengan hotplate stirer selama 1 jam. Setelah itu disaring
dan ditambah aquades lagi hingga mencapai 1 liter. Selanjutnya ditambahkan 2g
dextrose dan diaduk hingga rata.
Proses Pengenceran
Kultur murni kapang P. chrysoporium diremajakan ke dalam media Potato
Dextrose Agar (PDA) selama 4 hari pada suhu 30o C. Kapang P. chrysosporium
yang berasal dari biakan murni PDA diencerkan dengan menggunakan aquades
steril sebanyak 10 ml dan dikocok dengan vortex hingga homogen, sehingga
diperoleh pengenceran 108 CFU ml-1. Setelah itu, diambil sebanyak 1 ml dari
pengenceran 108 CFU ml-1 dan dimasukkan ke dalam 9 ml NaCl fisiologis,
sehingga diperoleh pengenceran 107 CFU ml-1. Seterusnya dilakukan perlakuan
yang sama hingga diperoleh pengenceran 106 CFU ml-1. Selanjutnya diencerkan
ke dalam aquades 100 ml sehingga diperoleh 104 CFU ml-1. Hasil pengenceran
kemudian dipipet sebanyak masing-masing 7.5 ml, 10 ml, dan 12.5 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung hungate.
Proses Inkubasi Kapang
Media PBD yang telah dibuat kemudian diambil menggunakan pipet
masing-masing sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam 27 buah labu
4
erlenmeyer. Labu erlenmeyer ditutup dengan kapas dan alumunium foil kemudian
disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121o C, tekanan 15 psi, selama 15 menit.
Setelah disterilisasi kemudian media didinginkan. Hasil pengenceran masingmasing 7.5 ml, 10 ml, dan 12.5 ml kemudian dihomogenkan menggunakan vortex
dan diinokulasi ke dalam media PDB yang telah didinginkan. Selanjutnya
diinkubasi menggunakan shaker rotator dengan kecepatan 100 rpm selama 3 hari.
Setelah itu, miselia (gumpalan spora) berbentuk bolus dipisahkan menggunakan
vortex untuk mendapatkan suspensi yang homogen. Selanjutnya, dilakukan
penghitungan jumlah spora kapang P. chrysosporium menggunakan counting
chamber. Hasil pengenceran 7.5 ml memiliki jumlah spora 105 CFU ml-1, 10 ml
memiliki jumlah spora 106 CFU ml-1, dan 12.5 ml memiliki jumlah spora 107 CFU
ml-1. Jumlah spora 105 CFU ml-1, 106 CFU ml-1, dan 107 CFU ml-1 digunakan
sebagai perlakuan dosis inokulan dalam fermentasi pelepah sawit.
Rumus jumlah spora kapang P. chrysosporum :
Keterangan : C
Fp
1
0.1
0.0625
16
5
= jumlah spora yang dihitung
= faktor pengencer
= jumlah sampel yang diambil (ml)
= ketebalan counting chamber (mm)
= luas kotak terkecil (mm)
= jumlah kotak kecil dalam kotak besar
= jumlah kotak yang diamati
Proses Fermentasi
Pelepah sawit yang telah digiling kemudian ditimbang dan masing-masing
sebanyak 15g dimasukkan ke dalam 27 buah erlenmeyer. Selanjutnya disterilisasi
dalam autoclave pada suhu 121o C, tekanan 15 psi selama 15 menit dan
selanjutnya didinginkan. Media PDB yang telah diinkubasi selama 3 hari
kemudian ditanam ke dalam pelepah yang telah disterilisasi. Setelah itu, proses
fermentasi pelepah kelapa sawit dilakukan selama 10 hari, 15 hari, dan 20 hari
(Gambar 1.b).
a
b
Gambar 1 Pelepah sawit sebelum fermentasi (a) dan setelah fermentasi (b)
dengan P. chrysosporium
5
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) diukur pada saat panen yaitu pada fermentasi 10
hari, 15 hari, dan 20 hari. Pelepah sawit hasil fermentasi dikeluarkan dari
erlenmeyer dan diaduk rata. Setelah itu, pelepah sawit hasil fermentasi
ditimbang sebanyak 1g dan ditambah aquades 10 ml kemudian didiamkan
selama 1 jam. Setelah 1 jam, dilakukan penyaringan untuk memisahkan antara
pelepah sawit dengan air rendamannya. Air rendaman tersebut diukur dengan
menggunakan pH meter untuk diketahui nilai pH dari fermentasi tersebut.
Pengukuran pH dilakukan secara duplo.
2. Perubahan Aktivitas Air (aw)
Aktivitas air diukur pada saat panen yaitu pada fermentasi 10 hari, 15
hari, dan 20 hari. Pelepah sawit tersebut dikeluarkan dari erlenmeyer,
kemudian dimasukkan ke dalam wadah kecil-kecil hingga semua bagian
wadah tertutup. Wadah tersebut dimasukkan ke dalam aw meter dan aw meter
akan membaca nilai aw yang terjadi selama proses fermentasi. Pengukuran aw
dilakukan secara duplo.
3. Perubahan Kandungan Serat
Perubahan kandungan serat sebelum dan sesudah fermentasi dilakukan
sesuai dengan analisa Van Soest (1996). Kandungan serat yang diamati adalah
NDF, ADF, hemiselulosa, lignin, dan selulosa. Kandungan serat diukur
setelah proses fermentasi berakhir yaitu pada fermentasi 10 hari, 15 hari, dan
20 hari. Pelepah sawit yang akan dianalisis dikeringkan dahulu selama 1 hari
pada oven dengan suhu 60o C. Setelah kering, pelepah sawit hasil fermentasi
dianalisis kandungan seratnya.
Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial (3x3) dengan kedua faktor sebagai perlakuan. Faktor A adalah dosis
inokulan kapang P. chrysosporium yaitu 105 CFU ml-1, 106 CFU ml-1, dan 107
CFU ml-1 sedangkan faktor B adalah waktu fermentasi kapang P. chrysosporium
yaitu 10 hari, 15 hari, dan 20 hari. Data dianalisis menggunakan program SAS
9.13 untuk analisa sidik ragam (ANOVA) dan bila berbeda nyata diuji lanjut
dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie 1991).
Model matematik dari rancangan yang digunakan adalah:
Yijk = + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan
= Nilai tengah populasi
6
αi
βj
(αβ)ij
εijk
= Pengaruh pelepah kelapa sawit ke-i dari faktor A
= Pengaruh pelepah kelapa sawit ke-j dari faktor B
= Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari
faktor B
= Komponen galat oleh faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan
ulangan ke-k
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biofermentasi merupakan cara pengolahan bahan pakan dengan fermentasi
menggunakan mikroba. Proses fermentasi diawali dengan pemecahan polisakarida
atau karbohidrat menjadi gula sederhana (Rahayu dan Nurwitri 2012). Pengolahan
bahan pakan secara biofermentasi diharapkan dapat memecah ikatan lignoselulosa
dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh kapang P. chrysosporium sehingga
bahan pakan dapat dimanfaatkan oleh ternak serta dapat meningkatkan nilai gizi
dalam bahan pakan tersebut. Nilai pH dan aw merupakan faktor yang penting
untuk melihat pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi. Nilai pH
dan aw pelepah sawit penelitian sebelum fermentasi terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai pH dan aw pelepah sawit penelitian sebelum fermentasi
Parameter
Nilai*
5.97
0.874
pH
aw
*Laboratorium Pakan Terpadu dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor (2012).
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu konsentrasi ion hidrogen pada
suatu medium atau pelarut. Menurut Rahayu dan Nurwitri (2012), pH merupakan
suatu kondisi (asam atau basa) yang berpengaruh sangat besar terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu mikroba. Apabila suatu mikroba
tumbuh di pH yang sesuai dengan syarat tumbuhnya, maka mikroba tersebut dapat
berkembang biak dengan maksimal. Kapang P. chrysosporium dapat tumbuh
dengan maksimal pada pH 4-7 (Fadilah et al. 2008).
Berdasarkan analisis statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa faktor dosis
inokulan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH fermentasi,
sedangkan pada faktor lama fermentasi memberikan pengaruh nyata menurunkan
nilai pH fermentasi (P
PELEPAH SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN
Phanerochaetae chrysosporium PADA DOSIS INOKULAN DAN
LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA
SHINTA CITRA WARDANI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Komponen
Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan
Phanerochaetae chrysosporium pada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang
Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Shinta Citra Wardani
D24090062
iv
ABSTRAK
SHINTA CITRA WARDANI. Evaluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi
Pelepah Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium
pada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Dibimbing oleh ERIKA
B. LACONI dan AFNUR IMSYA.
Pelepah sawit merupakan hasil samping perkebunan kelapa sawit yang
memiliki kandungan serat tinggi, sehingga bila digunakan sebagai pakan dapat
menurunkan kecernaan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah
melakukan biofermentasi menggunakan Phanerochaetae chrysosporium.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji interaksi antara dosis inokulan dengan
lama fermentasi pelepah sawit oleh P. chrysosporium terhadap pH, aw, serta
komponen serat. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola
faktorial (3x3). Faktor pertama adalah dosis inokulan: 105 CFU ml-1, 106CFU ml-1,
dan 107 CFU ml-1, faktor kedua adalah lama fermentasi: 10, 15, dan 20 hari. Hasil
menunjukkan terjadi interaksi antara dosis inokulan dan lama fermentasi terhadap
komponen serat, tetapi tidak terjadi interaksi terhadap nilai pH dan aw pelepah
sawit. Kombinasi dosis inokulan 107 CFU ml-1 dengan lama fermentasi 10 hari
dapat menurunkan kandungan NDF, ADF, hemiselulosa, lignin, dan selulosa
pelepah sawit.
Kata kunci: dosis inokulan, komponen serat, lama fermentasi, pelepah sawit,
Phanerochaetae chrysosporium
ABSTRACT
SHINTA CITRA WARDANI. The Evaluation of Fiber Components of Oil Palm
Frond (Elaeis guineensis Jacq.) Biofermented with Phanerochaetae
chrysosporium in Different Inoculant Dose and Length of Fermentation.
Supervised by ERIKA B. LACONI and AFNUR IMSYA.
Oil palm frond (OPF) is a crop residue which containing high fiber, so that
if it is used as animal feed, it can decrease the digestibility. Biofermentation with
Phanerochaetae chrysosporium is a way to solve this problem. This research
aimed to evaluate the interaction between inoculant dose and the length of
fermentation with P. chrysosporium on pH, water activity (aw), and fiber
components. This research used factorial completely randomized design (3x3).
The first factor was inoculant doses: 105 CFU ml-1, 106 CFU ml-1, and 107 CFU
ml-1, while the length of fermentations (10, 15, 20 days) as a second factor. The
results showed that there ware interaction between two factors to fiber
components, but interaction was not detected between two factors to pH and aw.
Combination of 107 CFU ml-1 inoculant dose with 10 days fermentation were the
most effective to decrease NDF, ADF, hemicelluloses, lignin, and cellulose of
OPF.
Keywords: fiber components, inoculant dose, length of fermentation, palm frond,
Phanerochaetae chrysosporium
EVALUASI KOMPONEN SERAT HASIL BIOFERMENTASI
PELEPAH SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN
Phanerochaetae chrysosporium PADA DOSIS INOKULAN DAN
LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA
SHINTA CITRA WARDANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vi
'-,-","L-";t"-
1Vama
NIM
セ@
E..-aluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit
fEla eis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium
ada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda
: Shinta Citra Wardani
: D24090062
Disetujui oleh
Prof Dr r Erika B Laconi MS
embimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
al ennana, M Sc Agr
Ketua Departemen
;-0 1'.
Tanggal Lulus: (
Lセ
L@ セ@
)
Judul Skripsi : Evaluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium
pada Dosis Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda
Nama
: Shinta Citra Wardani
NIM
: D24090062
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Erika B Laconi, MS
Pembimbing I
Afnur Imsya, SPt, MP
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penulis menyusun skripsi
yang berjudul Evaluasi Komponen Serat Hasil Biofermentasi Pelepah Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dengan Phanerochaetae chrysosporium pada Dosis
Inokulan dan Lama Fermentasi yang Berbeda berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan sejak Oktober 2012 sampai Januari 2013. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini berdasarkan pada keinginan penulis untuk menggali potensi
hasil samping perkebunan kelapa sawit yaitu pelepah sawit sebagai salah satu
alternatif pakan ternak. Hal tersebut dilakukan penulis karena penulis melihat
adanya keterbatasan pemenuhan kebutuhan pakan ternak yang berasal dari hijauan
pakan, sedangkan luas perkebunan kelapa sawit semakin tahun semakin
meningkat. Pelepah sawit memiliki kendala dalam pemanfaatannya karena
memiliki kandungan serat yang tinggi, sehingga perlu dilakukan fermentasi
menggunakan kapang P. chrysosporium agar pelepah sawit dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa
mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi,
wawasan maupun sesuatu yang dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan dan semoga kekurangan yang terdapat pada tulisan ini dapat
diperbaiki dalam tulisan selanjutnya.
Bogor, Agustus 2013
Shinta Citra Wardani
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 2
Bahan Penelitian
2
Peralatan Penelitian .............................................................................................. 2
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 2
Prosedur Percobaan .............................................................................................. 3
Persiapan Media Pelepah Sawit ....................................................................... 3
Pembuatan Media PDB
3
Proses Pengenceran .......................................................................................... 3
Proses Inkubasi Kapang
3
Proses Fermentasi
4
Peubah yang Diamati
5
Perubahan Derajat Keasaman (pH) ............................................................. 5
Perubahan Aktivitas Air (aw) ...................................................................... 5
Perubahan Kandungan Serat ....................................................................... 5
Analisis Data ....................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
Derajat Keasaman (pH)........................................................................................ 6
Aktivitas Air (aw) ................................................................................................. 7
Komponen Serat................................................................................................... 8
NDF
8
ADF
9
Hemiselulosa
10
Lignin
11
Selulosa.....................................................................................................
12
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 13
Simpulan ............................................................................................................ 13
Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH
24
24
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nilai pH dan aw pelepah sawit penelitian sebelum fermentasi
Nilai pH pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P. chrysosporium
Nilai aw pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P. chrysosporium
Kandungan serat pelepah sawit penelitian sebelum fermentasi (100%
bahan kering)
Kandungan NDF pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
Kandungan ADF pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
Kandungan hemiselulosa pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
Kandungan lignin pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
Kandungan selulosa pelepah sawit setelah biofermentasi dengan P.
chrysosporium (100% bahan kering)
6
7
8
8
9
10
10
11
12
DAFTAR GAMBAR
1 Pelepah sawit sebelum fermentasi (a) dan setelah fermentasi (b) dengan
P. chrysosporium
4
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam nilai pH substrat
2 Hasil analisis ragam nilai aw substrat
3 Hasil analisis ragam kandungan NDF substrat
4 Hasil analisis ragam kandungan ADF substrat
5 Hasil analisis ragam kandungan hemiselulosa substrat
6 Hasil analisis ragam kandungan lignin substrat
7 Hasil analisis ragam kandungan selulosa substrat
17
17
18
19
20
21
22
xii
1
PENDAHULUAN
Ketersediaan pakan merupakan salah satu kendala dalam dunia peternakan
karena lahan pertanian di Indonesia semakin lama semakin berkurang. Semakin
berkurangnya lahan pertanian di Indonesia membuat kebutuhan pakan yang
berasal dari lahan pertanian menjadi terbatas. Sebagian besar lahan pertanian telah
beralih fungsi menjadi berbagai bentuk seperti lahan perkebunan. Luas areal
perkebunan setiap tahun meningkat terutama luas perkebunan kelapa sawit. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan data dari Ditjenbun (2010) bahwa luas areal
perkebunan kelapa sawit pada tahun 2005 mencapai 5 453 817 ha dan luas areal
tersebut terus meningkat sepanjang tahun hingga mencapai 8 385 394 ha pada
tahun 2010.
Luas perkebunan kelapa sawit yang semakin meningkat setiap tahunnya
membuat hasil samping yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit akan terus
meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemanfaatan bahan pakan nonkonvensional hasil samping perkebunan kelapa sawit. Salah satu hasil samping
perkebunan kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah
pelepah sawit. Setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan sekitar 22 buah
pelepah sawit per tahun (Pahan 2007). Satu pelepah setelah dikupas untuk pakan
ternak beratnya mencapai 7 kg. Pada luas perkebunan kelapa sawit 487 146 ha
dan rata-rata memiliki 22 pelepah tiap pohonnya, berarti terdapat 7 kg x 138 x 22
x 487 146 = 10 352 826 792 kg pelepah/tahun (Sisriyenni dan Soetopo 2004).
Pelepah sawit memiliki kandungan nutrient dalam bahan kering sebagai berikut
Neutral Detergent Fiber (NDF) 78.05%; Acid Detergent Fiber (ADF) 56.93%;
hemiselulosa 21.12%; selulosa 27.94%; dan lignin 16.94% (Imsya dan Palupi
2009).
Pelepah sawit memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Kendala dalam pemanfaatan pelepah sawit sebagai pakan
diantaranya tingginya kandungan serat yang dapat menurunkan tingkat kecernaan.
Menurut Sharma dan Arora (2010), keberadaan serat dan lignin yang tinggi
bertindak sebagai penghalang proses perombakan polisakarida dinding sel oleh
mikroba rumen sehingga dapat menurunkan kecernaan. Kandungan serat seperti
NDF, ADF, dan lignin yang tinggi dalam pelepah sawit dapat diturunkan dengan
melakukan fermentasi menggunakan kapang Phanerochaetae chrysosporium.
Penggunaan kapang P. chrysosporium pada fermentasi pelepah sawit
memberikan keuntungan khususnya dalam mendegradasi ikatan lignoselulosa.
Kapang P. chrysosporium dapat mensekresikan enzim lignin peroxidase (LiP),
manganese peroxidase (MnP), dan laccase yang bertindak langsung dalam
mendegradasi lignin (Ramirez et al. 2010), sehingga kapang ini memiliki
kemampuan dalam mendegradasi lignoselulosa secara selektif dibandingkan
dengan mikroorganisme yang lain (Cameron et al. 2000; Toumela et al. 2002).
Perlakuan biofermentasi tersebut dilakukan dengan harapan agar ikatan
lignoselulosa dapat terpecahkan sehingga komponen serat berupa selulosa dan
hemiselulosa yang terikat pada ikatan lignoselulosa tersebut dapat dimanfaatkan
oleh mikroba rumen sebagai sumber energi. Kandungan NDF, ADF, dan lignin
yang semakin rendah dalam suatu bahan pakan dapat meningkatkan nilai
kecernaan bahan pakan tersebut bagi ternak (Imsya dan Palupi 2009). Perlakuan
2
secara biologis akan lebih efisien dan efektif dengan konsep zero waste dan harga
yang relatif lebih murah. Perlakuan secara biologi dapat meningkatkan nilai gizi
pakan dan kecernaan (Okano et al. 2009).
Nelson dan Suparjo (2011) menyebutkan bahwa fermentasi kulit buah
kakao dengan P. chrysosporium mampu menurunkan kandungan lignin sebesar
38.61% pada fermentasi 10 hari. Jaelani (2007) menyebutkan bahwa fermentasi
bungkil inti sawit dengan kapang Trichoderma reesei dapat meningkatkan protein
kasar, ADF dan NDF, namun terjadi penurunan kandungan hemiselulosa pada
dosis kapang 106 CFU ml-1. Fermentasi bungkil inti sawit dan onggok dengan
Trichoderma harzianum dapat menurunkan fraksi serat ADF, selulosa, dan lignin
pada dosis inokulum 5% dengan jumlah koloni kapang 2.6x106 CFU ml-1 dan
lama fermentasi 8 hari (Indariyanti 2011). Informasi mengenai kombinasi dosis
inokulan P. chrysosporium dan lama fermentasi yang efektif untuk menurunkan
kandungan lignin pelepah sawit saat ini masih belum tersedia. Hal ini perlu diteliti
untuk mengkaji kemampuan kapang P. chrysosporium dalam proses
biofermentasi pelepah sawit, sehingga dapat diketahui kondisi optimum kapang P.
chrysosporium dalam menurunkan kandungan lignin dalam pelepah sawit.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji interaksi antara dosis inokulan
dengan lama fermentasi pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium terhadap
derajat keasaman (pH), aktivitas air (aw), serta komponen serat.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumber
informasi mengenai pemanfaatan hasil samping perkebunan kelapa sawit yaitu
pelepah sawit sebagai salah satu alternatif pakan ternak, sehingga kebutuhan
pakan ternak tidak hanya bergantung pada hijauan pakan ternak. Selain itu,
diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pengolahan pakan guna
menurunkan kandungan lignin yang terdapat pada bahan pakan sehingga mudah
dicerna oleh ternak. Manfaat lainnya yaitu dapat digunakan sebagai acuan untuk
pengolahan komoditi hasil samping perkebunan yang memiliki kandungan lignin
cukup tinggi.
METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah sawit yang
diperoleh dari kebun kelapa sawit Cikabayan IPB. Mikroorganisme yang
digunakan adalah kapang P. chrysosporium yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA ITB Bandung. Bahan lain yang digunakan
adalah kentang, aquades, dan dextrose.
Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin giling, autoclave,
timbangan, oven, shaker rotator, hotplate stirer, gelas piala, tabung reaksi, tabung
hungate, labu erlenmeyer, kapas, alumunium foil, pembakar spirtus, rak
3
fermentasi, vortex, counting chamber, aw meter merk Novasina MS-1, dan pH
meter merk Hanna Hi 8520.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan
untuk menganalisa fraksi serat dengan metode Van Soest, Laboratorium
Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi untuk melaksanakan fermentasi,
Laboratorium Pakan Terpadu untuk mengukur parameter pH, dan Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak untuk mengukur parameter aw, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012
sampai Januari 2013.
Prosedur Percobaan
Persiapan Media Pelepah Sawit
Pelepah sawit diambil dari pohon kelapa sawit yang telah mengalami
pemangkasan minimal satu kali. Pelepah sawit diambil kemudian dikupas kulitnya
(Gambar 1.a) dan dipotong sepanjang 2 cm. Selanjutnya dijemur hingga kering
kemudian digiling kasar pada skala 5 mesh dan digunakan sebagai media
fermentasi.
Pembuatan Media Potato Dextrose Broth (PDB)
Kentang 200g dipotong dadu kemudian ditambahkan ke dalam 1 liter
aquades dan dipanaskan dengan hotplate stirer selama 1 jam. Setelah itu disaring
dan ditambah aquades lagi hingga mencapai 1 liter. Selanjutnya ditambahkan 2g
dextrose dan diaduk hingga rata.
Proses Pengenceran
Kultur murni kapang P. chrysoporium diremajakan ke dalam media Potato
Dextrose Agar (PDA) selama 4 hari pada suhu 30o C. Kapang P. chrysosporium
yang berasal dari biakan murni PDA diencerkan dengan menggunakan aquades
steril sebanyak 10 ml dan dikocok dengan vortex hingga homogen, sehingga
diperoleh pengenceran 108 CFU ml-1. Setelah itu, diambil sebanyak 1 ml dari
pengenceran 108 CFU ml-1 dan dimasukkan ke dalam 9 ml NaCl fisiologis,
sehingga diperoleh pengenceran 107 CFU ml-1. Seterusnya dilakukan perlakuan
yang sama hingga diperoleh pengenceran 106 CFU ml-1. Selanjutnya diencerkan
ke dalam aquades 100 ml sehingga diperoleh 104 CFU ml-1. Hasil pengenceran
kemudian dipipet sebanyak masing-masing 7.5 ml, 10 ml, dan 12.5 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung hungate.
Proses Inkubasi Kapang
Media PBD yang telah dibuat kemudian diambil menggunakan pipet
masing-masing sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam 27 buah labu
4
erlenmeyer. Labu erlenmeyer ditutup dengan kapas dan alumunium foil kemudian
disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121o C, tekanan 15 psi, selama 15 menit.
Setelah disterilisasi kemudian media didinginkan. Hasil pengenceran masingmasing 7.5 ml, 10 ml, dan 12.5 ml kemudian dihomogenkan menggunakan vortex
dan diinokulasi ke dalam media PDB yang telah didinginkan. Selanjutnya
diinkubasi menggunakan shaker rotator dengan kecepatan 100 rpm selama 3 hari.
Setelah itu, miselia (gumpalan spora) berbentuk bolus dipisahkan menggunakan
vortex untuk mendapatkan suspensi yang homogen. Selanjutnya, dilakukan
penghitungan jumlah spora kapang P. chrysosporium menggunakan counting
chamber. Hasil pengenceran 7.5 ml memiliki jumlah spora 105 CFU ml-1, 10 ml
memiliki jumlah spora 106 CFU ml-1, dan 12.5 ml memiliki jumlah spora 107 CFU
ml-1. Jumlah spora 105 CFU ml-1, 106 CFU ml-1, dan 107 CFU ml-1 digunakan
sebagai perlakuan dosis inokulan dalam fermentasi pelepah sawit.
Rumus jumlah spora kapang P. chrysosporum :
Keterangan : C
Fp
1
0.1
0.0625
16
5
= jumlah spora yang dihitung
= faktor pengencer
= jumlah sampel yang diambil (ml)
= ketebalan counting chamber (mm)
= luas kotak terkecil (mm)
= jumlah kotak kecil dalam kotak besar
= jumlah kotak yang diamati
Proses Fermentasi
Pelepah sawit yang telah digiling kemudian ditimbang dan masing-masing
sebanyak 15g dimasukkan ke dalam 27 buah erlenmeyer. Selanjutnya disterilisasi
dalam autoclave pada suhu 121o C, tekanan 15 psi selama 15 menit dan
selanjutnya didinginkan. Media PDB yang telah diinkubasi selama 3 hari
kemudian ditanam ke dalam pelepah yang telah disterilisasi. Setelah itu, proses
fermentasi pelepah kelapa sawit dilakukan selama 10 hari, 15 hari, dan 20 hari
(Gambar 1.b).
a
b
Gambar 1 Pelepah sawit sebelum fermentasi (a) dan setelah fermentasi (b)
dengan P. chrysosporium
5
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) diukur pada saat panen yaitu pada fermentasi 10
hari, 15 hari, dan 20 hari. Pelepah sawit hasil fermentasi dikeluarkan dari
erlenmeyer dan diaduk rata. Setelah itu, pelepah sawit hasil fermentasi
ditimbang sebanyak 1g dan ditambah aquades 10 ml kemudian didiamkan
selama 1 jam. Setelah 1 jam, dilakukan penyaringan untuk memisahkan antara
pelepah sawit dengan air rendamannya. Air rendaman tersebut diukur dengan
menggunakan pH meter untuk diketahui nilai pH dari fermentasi tersebut.
Pengukuran pH dilakukan secara duplo.
2. Perubahan Aktivitas Air (aw)
Aktivitas air diukur pada saat panen yaitu pada fermentasi 10 hari, 15
hari, dan 20 hari. Pelepah sawit tersebut dikeluarkan dari erlenmeyer,
kemudian dimasukkan ke dalam wadah kecil-kecil hingga semua bagian
wadah tertutup. Wadah tersebut dimasukkan ke dalam aw meter dan aw meter
akan membaca nilai aw yang terjadi selama proses fermentasi. Pengukuran aw
dilakukan secara duplo.
3. Perubahan Kandungan Serat
Perubahan kandungan serat sebelum dan sesudah fermentasi dilakukan
sesuai dengan analisa Van Soest (1996). Kandungan serat yang diamati adalah
NDF, ADF, hemiselulosa, lignin, dan selulosa. Kandungan serat diukur
setelah proses fermentasi berakhir yaitu pada fermentasi 10 hari, 15 hari, dan
20 hari. Pelepah sawit yang akan dianalisis dikeringkan dahulu selama 1 hari
pada oven dengan suhu 60o C. Setelah kering, pelepah sawit hasil fermentasi
dianalisis kandungan seratnya.
Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial (3x3) dengan kedua faktor sebagai perlakuan. Faktor A adalah dosis
inokulan kapang P. chrysosporium yaitu 105 CFU ml-1, 106 CFU ml-1, dan 107
CFU ml-1 sedangkan faktor B adalah waktu fermentasi kapang P. chrysosporium
yaitu 10 hari, 15 hari, dan 20 hari. Data dianalisis menggunakan program SAS
9.13 untuk analisa sidik ragam (ANOVA) dan bila berbeda nyata diuji lanjut
dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie 1991).
Model matematik dari rancangan yang digunakan adalah:
Yijk = + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan
= Nilai tengah populasi
6
αi
βj
(αβ)ij
εijk
= Pengaruh pelepah kelapa sawit ke-i dari faktor A
= Pengaruh pelepah kelapa sawit ke-j dari faktor B
= Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari
faktor B
= Komponen galat oleh faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan
ulangan ke-k
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biofermentasi merupakan cara pengolahan bahan pakan dengan fermentasi
menggunakan mikroba. Proses fermentasi diawali dengan pemecahan polisakarida
atau karbohidrat menjadi gula sederhana (Rahayu dan Nurwitri 2012). Pengolahan
bahan pakan secara biofermentasi diharapkan dapat memecah ikatan lignoselulosa
dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh kapang P. chrysosporium sehingga
bahan pakan dapat dimanfaatkan oleh ternak serta dapat meningkatkan nilai gizi
dalam bahan pakan tersebut. Nilai pH dan aw merupakan faktor yang penting
untuk melihat pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi. Nilai pH
dan aw pelepah sawit penelitian sebelum fermentasi terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai pH dan aw pelepah sawit penelitian sebelum fermentasi
Parameter
Nilai*
5.97
0.874
pH
aw
*Laboratorium Pakan Terpadu dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor (2012).
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu konsentrasi ion hidrogen pada
suatu medium atau pelarut. Menurut Rahayu dan Nurwitri (2012), pH merupakan
suatu kondisi (asam atau basa) yang berpengaruh sangat besar terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu mikroba. Apabila suatu mikroba
tumbuh di pH yang sesuai dengan syarat tumbuhnya, maka mikroba tersebut dapat
berkembang biak dengan maksimal. Kapang P. chrysosporium dapat tumbuh
dengan maksimal pada pH 4-7 (Fadilah et al. 2008).
Berdasarkan analisis statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa faktor dosis
inokulan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH fermentasi,
sedangkan pada faktor lama fermentasi memberikan pengaruh nyata menurunkan
nilai pH fermentasi (P