Analisis Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Pertumbuhan Produksi Sektor Industri dan Perekonomian Indonesia

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI HARGA MINYAK
DUNIA TERHADAP PERTUMBUHAN PRODUKSI SEKTOR
INDUSTRI DAN PEREKONOMIAN INDONESIA

VINI NOVIA WALDINI MUHAM

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Pertumbuhan Produksi Industri dan
Perekonomian Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Vini Novia Waldini Muham
NIM H14090011

RINGKASAN
Kenaikan pada harga minyak dunia merupakan hambatan yang sangat serius dalam
pertumbuhan ekonomi sektoral, khususnya sektor industri yang menggunakan minyak
sebagai input produksinya. Kenaikan pada harga minyak juga berhubungan erat dengan
kondisi perekonomian nasional. Kenaikan pada harga minyak dunia akan sangat
memengaruhi pertumbuhan produksi sektor industri karena kenaikan pada harga minyak akan
mendorong sektor industri untuk mengurangi volume produksinya. Penurunan pada output
sektor industri akan mempengaruhi pertumbuhan pada sektor industri. Selain itu, penurunan
output sektor industri akan memengaruhi output nasional karena pangsa sektor industri relatif
dominan dalam pembentukan PDB Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh fluktuasi harga minyak dunia terhadap pertumbuhan produksi sektor
industri dan perekonomian Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada periode 2003 sampai
dengan 2012 dengan menggunakan metode VAR ( Vector Autoreggresive Model) sebagai
alat analisisnya, serta menggunakan lima variabel, yaitu harga minyak dunia, pertumbuhan
produksi sektor industri, kontribusi sektor industri terhadap PDB, Gross Domestic Product

(GDP), dan nilai tukar riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka panjang
fluktuasi pada harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan produksi
industri Indonesia yang menunjukkan bahwa sektor industri sudah dapat menyesuaikan jika
terjadi kenaikan harga minyak dalam jangka panjang, sementara dalam jangka pendek
berpengaruh negatif. Selain itu fluktuasi pada harga minyak juga diketahui berpengaruh
positif pada GDP Indonesia dalam jangka panjang.

ABSTRACT
VINI NOVIA WALDINI MUHAM. Analysis of World Oil Price Fluctuation on Industrial
Production Growth and Indonesian Economy. Supervised by SRI HARTOYO.
The increase in world oil prices is a very serious obstacle to economic growth sectors,
particularly the industrial sector that uses oil as a production input. The increase in oil
prices is also closely related to the condition of the national economy. The purpose of this
study are to analyze the effect of fluctuation in world oil prices on industrial production
growth and the economy of Indonesia. The research was done in the period 2003 to 2012
using the VAR (Vector Autoreggresive Model) as a tool of analysis, and use five variables;
oil prices, industrial production growth, industrial share to GDP, Gross Domestic Product
(GDP), and the real exchange rate. The results showed that long-term fluctuation in world oil
prices has a positive effect on the growth of Indonesia's industrial production, because the
industrial sector has been able to adjust itself if there is an increase in oil prices in the long

term, while in the short-term has negative effect. Besides that, fluctuation in the price of oil is
also known to influence the Indonesian GDP positively in the long run.
Keywords: oil price, VAR, Industrial Production

ABSTRAK
VINI NOVIA WALDINI MUHAM. Analisis Pengaruh Fluktuasi Harga
Minyak Dunia Terhadap Pertumbuhan Produksi Sektor Industri dan
Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh SRI HARTOYO.
Kenaikan pada harga minyak dunia merupakan hambatan yang sangat serius
dalam pertumbuhan ekonomi sektoral, khususnya sektor industri yang
menggunakan minyak sebagai input produksinya. Kenaikan pada harga minyak
juga berhubungan erat dengan kondisi perekonomian nasional. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisis pengaruh fluktuasi harga minyak dunia terhadap
pertumbuhan produksi sektor industri dan perekonomian Indonesia. Penelitian ini
dilakukan pada periode 2003 sampai dengan 2012 dengan menggunakan metode
VAR ( Vector Autoreggresive Model) sebagai alat analisisnya, serta menggunakan
lima variabel, yaitu harga minyak dunia, pertumbuhan produksi sektor industri,
kontribusi sektor industri terhadap PDB, Gross Domestic Product (GDP), dan
nilai tukar riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka panjang
fluktuasi pada harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

produksi industri Indonesia yang menunjukkan bahwa sektor industri sudah dapat
menyesuaikan jika terjadi kenaikan harga minyak dalam jangka panjang,
sementara dalam jangka pendek berpengaruh negatif. Selain itu fluktuasi pada
harga minyak juga diketahui berpengaruh positif pada GDP Indonesia dalam
jangka panjang.
Kata kunci: Harga minyak, VAR, produksi industri

ABSTRACT
VINI NOVIA WALDINI MUHAM. Analysis of World Oil Price Fluctuation on
Industrial Production Growth and Indonesian Economy. Supervised by SRI
HARTOYO.
The increase in world oil prices is a very serious obstacle to economic
growth sectors, particularly the industrial sector that uses oil as a production
input. The increase in oil prices is also closely related to the condition of the
national economy. The purpose of this study are to analyze the effect of
fluctuation in world oil prices on industrial production growth and the economy
of Indonesia. The research was done in the period 2003 to 2012 using the VAR
(Vector Autoreggresive Model) as a tool of analysis, and use five variables; oil
prices, industrial production growth, industrial share to GDP, Gross Domestic
Product (GDP), and the real exchange rate. The results showed that long-term

fluctuation in world oil prices has a positive effect on the growth of Indonesia's
industrial production, because the industrial sector has been able to adjust itself if
there is an increase in oil prices in the long term, while in the short-term has
negative effect. Besides that, fluctuation in the price of oil is also known to
influence the Indonesian GDP positively in the long run.
Keywords: oil price, VAR, Industrial Production

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI HARGA MINYAK
DUNIA TERHADAP PERTUMBUHAN PRODUKSI SEKTOR
INDUSTRI DAN PEREKONOMIAN INDONESIA

VINI NOVIA WALDINI MUHAM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Pertumbuhan
Produksi Sektor Industri dan Perekonomian Indonesia
Nama
: Vini Novia Waldini Muham
NIM
: H14090011

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Hartoyo
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah mengenai
harga minyak dunia, dengan judul Analisis Pengaruh Fluktuasi Harga Minyak
Dunia Terhadap Pertumbuhan Produksi Sektor Industri dan Perekonomian
Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sri Hartoyo selaku dosen
pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan masukan serta arahan
dalam penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
orang tua penulis yaitu, Abdy Muham dan Marhaini Kaban, abang penulis yaitu,
Eprim Muham dan Mikael Muham, serta saudara kembar penulis yaitu, Vici
Muham atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya selama ini. Tak lupa
kepada Irene Susylawaty, Bagas Purnama, dan Siska teman satu bimbingan dan
seperjuangan, Vera, Tesa, Meilani, Rachma, Anindya, Yusi, Wewe, Bagastari,
Echy, Nikko sahabat yang selalu membantu, Nella, Maslina, Merlyn, Manda, dan
juga teman-teman IE lainnya serta pihak-pihak yang mendukung, memotivasi,

serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Vini Novia Waldini Muham

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA


4

Teori Produksi

4

Teori Pertumbuhan Ekonomi

5

METODE

6

Jenis dan Sumber Data

6

Model Penelitian


6

Metode Analisis dan Pengolahan Data

7

GAMBARAN UMUM
Sejarah dan Perkembangan Perminyakan Indonesia

9
9

Perkembangan Pertumbuhan Produksi Industri Indonesia

12

Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Pembentukan PDB

13

Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia

14

Perkembangan Nilai Tukar Riil Rupiah (Real Exchange Rate) di Indonesia

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Hasil Pengujian Data

18

Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)

19

Analisis Impulse Response Function (IRF)

25

Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

27

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

57

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Data dan Sumber Data yang Digunakan
PDB Sektor Industri Pengolahan Atas Dasar Harga Konstan 2000
Hasil Estimasi VECM IPG
Hasil Estimasi VECM IS
Hasil Estimasi VECM GDP
Hasil Estimasi VECM RER

7
1
21
22
23
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Perkembangan Statistik Energi Indonesia, 2000-2011
Perkembangan Harga Minyak Dunia, 2003-2012
Perkembangan Pertumbuhan Produksi Industri Indonesia
Perkembangan PDB Indonesia
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Respon Produksi Industri dan Perekonomian Indonesia
Terhadap Guncangan Harga Minyak Dunia
7 FEVD Pertumbuhan Produksi Industri
8 FEVD Kontribusi Sektor Industri Terhadap PDB
9 FEVD Gross Domestic Product (GDP)
10 FEVD Harga Minyak Dunia
11 FEVD Nilai Tukar Riil

11
12
13
15
16
26
28
29
30
31
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Uji Stasioneritas (Unit Root Test)
Uji Stabilitas VAR
Uji Lag Optimal
Uji Kointegrasi
Uji Kausalitas Granger
Hasil Estimasi VECM
Impulse Response Function (IRF)
Variance Decomposition

35
37
38
38
39
39
41
42

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi penting bagi manusia
dalam menjalankan aktivitas kehidupannya. Saat ini minyak bumi menjadi
indikator utama dalam aktivitas ekonomi suatu negara, baik negara maju maupun
negara berkembang. Semakin berkembang dan maju suatu negara, maka
permintaan akan minyak bumi juga semakin tinggi. Peranan minyak bumi sangat
penting karena digunakan oleh individu dalam kegiatan sehari-hari, juga
digunakan dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Bahan bakar minyak juga
digunakan sebagai input dalam suatu proses produksi oleh perusahaan dan
digunakan untuk konsumsi di tingkat rumah tangga.
Dalam beberapa tahun terakhir ini harga minyak dunia terus mengalami
pergerakan yang fluktuatif. Hal ini tidak lepas karena adanya krisis finansial
global yang terjadi pada tahun 2008 sehingga memengaruhi tingkat harga minyak
dunia. Pentingnya minyak bumi sebagai input produksi menyebabkan fluktuasi
harga minyak bumi sangat sensitif terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Harga minyak dunia mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun
2000, harga minyak dunia menyentuh angka 27.23 US Dollar per barrel. Pada
akhir tahun 2004, harga minyak dunia kembali menembus harga tertinggi di level
46.87 US Dollar per barrel. Pada pertengahan 2008, harga minyak sudah
menyentuh angka 132.55 US Dollar per barrel. Ini merupakan harga minyak dunia
tertinggi yang pernah terjadi sepanjang sejarah (OPEC 2012).
Kenaikan harga minyak dunia dapat terjadi karena beberapa hal. Kondisi
geopolitik merupakan faktor utama penyebab kenaikan harga minyak dunia dalam
satu tahun terakhir. Gejolak yang terjadi di Libya menyebabkan terganggunya
produksi minyak sehingga menghambat pasokan ke sejumlah negara berkurang,
terutama Eropa. Akibat berkurangnya pasokan, harga minyak terus meningkat dari
80 US Dollar per barrel pada akhir 2010 menjadi 110 US Dollar per barrel. Dari
sisi permintaan, permintaan akan minyak dunia terus meningkat karena tingkat
pertumbuhan ekonomi dan penduduk dunia yang juga semakin tinggi. Hal ini
disebabkan karena kebutuhan energi untuk memutar roda perekonomian semakin
tinggi dan dalam proses produksinya banyak menggunakan minyak sebagai bahan
bakar. Menurut Badan Energi Dunia (EIA), kebutuhan minyak dunia mengalami
kenaikan sebesar 24% pada tahun 2001 sampai tahun 2012. Konsumsi terbesar
terjadi karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi di negara Cina, India,
Amerika, dan Jepang. Selain itu, faktor-faktor lain yang juga memengaruhi
fluktuasi harga minyak dunia antara lain faktor alam (bencana) dan ketersediaan
pasokan (Roubini dan Setser 2004).
Sebagai sumber utama energi dunia, fluktuasi harga minyak dunia akan
sangat memengaruhi perkembangan ekonomi global. Indonesia sebagai negara
dengan sistem perekonomian terbuka tentu akan terpengaruh dengan fluktuasi
harga minyak dunia. Perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan
dan penurunan harga minyak dunia, baik dari sisi fiskal maupun dari sisi
makroekonomi. Kenaikan harga minyak dunia yang drastis akan menambah beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena bertambahnya

2

pengeluaran pemerintah untuk subsidi bahan bakar minyak. Kebijakan subsidi
bahan bakar yang dilakukan pemerintah bertujuan agar masyarakat dapat
memperoleh bahan bakar dengan harga yang lebih murah. Hal ini dilakukan
karena bahan bakar minyak merupakan komoditas yang sangat vital dalam suatu
kegiatan ekonomi serta dapat menyebabkan kenaikan harga pada bidang lainnya
(Aprilta 2011).
Kenaikan harga minyak mentah juga berpengaruh pada ketahanan energi,
terutama minyak bumi. Ketahanan energi selalu menjadi isu politik dan menjadi
salah satu perhatian negara. Kenaikan harga minyak juga memiliki efek yang
besar terhadap perekonomian negara pengimpor minyak yang mengonsumsinya
dengan proporsi yang relatif tinggi dari pendapatan. Bagi negara yang bergantung
pada minyak bumi akan sangat sulit menurunkan konsumsi minyak jika terjadi
kenaikan harga ( Purwanti 2011).
Kenaikan harga minyak dunia di dalam negeri ditandai dengan kenaikan
pada harga bahan bakar minyak (BBM), seperti premium, solar, dan minyak
tanah. Pada tahun 2005, pemerintah menaikkan harga bahan bakar untuk jenis
premium dan solar masing-masing yaitu Rp4 500 per liter dan Rp4 300 per liter
dengan harga sebelumnya masing-masing Rp2 400 per liter dan Rp2 100 per liter
(Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral 2010).
Dari sisi penawaran, kenaikan harga minyak dunia berdampak pada
meningkatnya biaya produksi bagi perusahaan-perusahaan yang menggunakan
minyak sebagai bahan baku produksinya. Kenaikan harga bahan baku produksi
pada akhirnya dapat menurunkan tingkat output pada perusahaan tersebut. Hal ini
akan merugikan konsumen karena peningkatan biaya produksi tersebut
dibebankan kepada konsumen dengan meningkatkan harga jual produksinya. Jika
kenaikan harga ini berakibat pada kenaikan semua harga komoditi seperti harga
sandang, pangan, dan lain-lain serta berlangsung terus-menerus maka hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya inflasi. Sementara itu, dari sisi rumah tangga
kenaikan harga minyak bumi cenderung menurunkan daya beli masyarakat,
khususnya yang berpendapatan tetap (Olomola dan Adejumo 2006).
Kenaikan harga minyak dunia berhubungan erat dengan kondisi
perekonomian negara terutama inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi
yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian
bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris
menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan
masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi yang pada
akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi (BI 2010).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis
mencoba untuk meneliti pengaruh fluktuasi harga minyak dunia terhadap sektor
industri pengolahan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Perumusan Masalah
Salah satu penggerak perekonomian saat ini adalah minyak dunia. Kenaikan
harga minyak dunia dapat memengaruhi perekonomian Indonesia. Dampak

3

kenaikan harga minyak ini bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil pada
umumnya, tetapi juga akan dirasakan oleh pelaku usaha di sektor riil.
Dunia industri yang banyak menggunakan minyak sebagai input produksi,
akan terpengaruh oleh kenaikan tersebut dari sisi biaya produksinya. Kenaikan
pada harga minyak dunia akan sangat memengaruhi pertumbuhan produksi sektor
industri karena kenaikan pada harga minyak akan mendorong sektor industri
untuk mengurangi volume produksinya. Penurunan pada output sektor industri
akan mempengaruhi pertumbuhan pada sektor industri. Selain itu, penurunan
output sektor industri akan memengaruhi output nasional karena pangsa sektor
industri relatif dominan dalam pembentukan PDB Indonesia (Asmara, et al 2011).
Fluktuasi pada harga minyak dunia juga memberikan dampak besar pada
kondisi makroekonomi Indonesia sebagai negara pengimpor minyak. Adanya
kenaikan harga minyak dunia menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan dana
yang lebih besar untuk mengimpor minyak. Akibatnya, harga minyak domestik
ikut naik sehingga menyebabkan pemerintah harus mengurangi subsidinya
terhadap bahan bakar minyak.
Pengurangan subsidi pada bahan bakar minyak menyebabkan kenaikan pada
biaya transportasi dan distribusi pada hasil produksi. Akibatnya, harga barangbarang domestik ikut mengalami kenaikan. Kenaikan pada harga barang dan jasa
menyebabkan daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap menurun sehingga
permintaan dan konsumsi agregat mengalami penurunan. Kondisi ini
menyebabkan output nasional mengalami penurunan dan memengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia, sebab konsumsi merupakan salah satu penyusun
produk domestik (Aprilta 2011).
Indonesia yang menjadi negara net importir minyak sejak tahun 2004 tentu
akan sangat terpengaruh dengan adanya guncangan pada harga minyak dunia.
Adanya kenaikan harga minyak dunia membuat Indonesia harus mengeluarkan
biaya yang lebih besar untuk mendapatkan bahan bakar sehingga hal ini dapat
mempengaruhi aktivitas ekonomi Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang akan diangkat dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh dari fluktuasi harga minyak dunia
terhadap pertumbuhan produksi sektor industri di Indonesia dan kontribusi sektor
industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, serta pengaruhnya
terhadap kondisi makroekonomi Indonesia terutama PDB dan nilai tukar.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari
fluktuasi harga minyak dunia terhadap pertumbuhan produksi sektor industri
pengolahan di Indonesia dan kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia.
Pengaruh ini dilihat dengan menggunakan metode VAR/VECM. Hal ini
disebabkan karena minyak merupakan sumber energi utama yang digunakan
sebagai input dalam proses produksi. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis
fluktuasi harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia yang dilihat dari
beberapa variabel makroekonomi seperti output nasional (PDB) dan nilai tukar riil
(real exchange rate) rupiah terhadap dollar Amerika dengan menggunakan

4

metode yang sama. Penelitian menggunakadan data sekunder periode 2003
sampai dengan tahun 2012.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain dapat
memperoleh informasi mengenai dampak fluktuasi harga minyak dunia terhadap
pertumbuhan produksi sektor industri dan kondisi makroekonomi Indonesia dan
menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan tentang
minyak di Indonesia serta menjadi literatur bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah negara Indonesia dengan menggunakan
data time series bulanan dari bulan Januari tahun 2003 sampai dengan bulan
Desember tahun 2012. Analisis pada penelitian ini difokuskan pada dampak
fluktuasi harga minyak dunia terhadap sektor industri dan kondisi makroekonomi
di Indonesia. Sektor industri yang digunakan dalam penelitian ini adalah industri
besar dan menengah.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Produksi
Konsep fungsi produksi berkaitan dengan hubungan fisik antara input
(masukan) dengan ouput (keluaran) yang dapat dihasilkan. Fungsi produksi
sebuah perusahaan untuk sebuah barang tertentu memperlihatkan jumlah
maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi
alternatif antara modal (K) dan tenaga kerja (L) (Nicholson, W 1991).
Fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut:
Q = f(K, L, M,...),

(1.1)

dimana Q merupakan keluaran perusahaan untuk satu barang tertentu selama satu
periode, K merupakan penggunaan mesin (modal), L merupakan tenaga kerja, M
merupakan bahan baku yang digunakan, serta variabel-variabel lain yang
memengaruhi proses produksi.
Perusahaan biasanya melakukan perubahan ataupun variasi dalam
menggunakan proporsi input untuk menghasilkan suatu output tertentu. Hal ini
mengakibatkan adanya berbagai macam kemungkinan kombinasi antara input dan
output, antara input dengan input, serta diantara output, dimana input-input dapat
saling menggantikan (substitusi) dalam memproduksi suatu output tertentu.
Dengan meningkatkan ataupun mengurangi penggunaan input, maka produsen
dapat meningkatkan atau mengurangi outputnya.

5

Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro dan Smith (2006), teori pertumbuhan ekonomi Rostow
menjelaskan bahwa negara-negara maju seluruhnya telah melampaui tahapan
“tinggal landas menuju pertumbuhan ekonomi berkesinambungan yang
berlangsung secara otomatis”. Sedangkan negara-negara yang sedang berkembang
atau yang masih terbelakang, pada umumnya masih berada dalm tahapan
masyarakat tradisional atau tahapan kedua, yakni tahapan penyusunan kerangka
dasar tinggal landas. Selanjutnya, hanya tinggal merumuskan serangkaian aturan
pembangunan untuk tinggal landas, mereka akan segera bergerak menuju ke
proses pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkesinambungan.
Teori pertumbuhan Harrod-Domar menyatakan bahwa setiap penambahan
stok modal melalui investasi masyarakat akan meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk menghasilkan output.
ΔY
Y

=

s
k

(1.2)

Persamaan diatas merupakan persamaan dari teori pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (ΔY/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh tabungan
nasional (s) dan rasio modal-output nasional (k). Model ini menyarankan bahwa
setiap perekonomian pada dasarnya harus senantiasa mencadangkan atau
menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau
menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang
telah susut atau rusak. Namun, untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan
investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal
(capital stock).
Model pertumbuhan ekonomi selanjutnya adalah model pertumbuhan Solow
yang merupakan pengembangan dari model Harrod-Domar dengan menambahkan
faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen
ketiga, yakni teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation).
Dalam bentuk yang lebih formal, model pertumbuhan neoklasik Solow
memakai fungsi produksi agregat standar, yakni:
Y = f( K, L, E )

(1.3)

di mana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal
manusia, L adalah tenaga kerja, dan E adalah teknologi. Model pertumbuhan
Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal
(tabungan), angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam
perekonomian. Variabel teknologi (E), ditambah sebagai faktor eksternal dalam
teori Solow. Dengan adanya kemajuan teknologi, model Solow menjelaskan
kenaikan yang berkelanjutan dalam standar hidup masyarakat (Mankiw 2007).

6

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang
dikumpulkan berupa data bulanan yang dimulai dari periode Januari 2003 hingga
Desember 2012. Data yang digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),
OPEC, Asian Development Bank (ADB), dan sumber lainnya. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini dirangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Data dan sumber data yang digunakan
Variabel
Harga Minyak Mentah Dunia
Produk Domestik Bruto
Pertumbuhan Nilai Tukar Riil
Pertumbuhan Produksi Industri
Kontribusi
Sektor
Industri
Terhadap PDB

Notasi
OP
GDP
RER
IPG

Satuan
US$/barel
Miliar Rupiah
%
%

SumberData
OPEC
BPS
ADB
ADB

IS

%

BPS

Model Penelitian
Adapun model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Ln_OPt = α0 + ∑
Ln_OPt-i + ∑
Ln_GDPt-i + ∑
IPGt-i + ∑

ISt-i +
REERt-i + i
Ln_OPt-i + ∑
Ln_GDPt-i + ∑
IPGt-i + ∑
IPGt
= α1 + ∑
ISt-i + ∑
REERt-i + i
ISt
= α2 + ∑
Ln_OPt-i + ∑
Ln_GDPt-i + ∑
IPGt-i + ∑
ISt-i + ∑
REERt-i + i
Ln_GDPt = α3 + ∑
Ln_OPt-i + ∑
Ln_GDPt-i + ∑
IPGt-i + ∑
ISt-i + ∑
REERt-i + i
REERt = α4 + ∑
Ln_OPt-i + ∑
Ln_GDPt-i + ∑
IPGt-i + ∑
ISt-i + ∑
REERt-i + i
Dimana :
LN_OP
LN_GDP
IPG
IS
REER
π, , , θ,
ɛi

= Harga Minyak Dunia (US$ / barel)
= Produk Domestik Bruto (miliar rupiah)
= Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan (%)
= Kontribusi Sektor Industri terhadap PDB (%)
= Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Rupiah (%)
= masing-masing merupakan parameter Ln_OP, Ln_GDP, IPG, IS,
dan RER
= error

7

Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
bulanan dari tahun 2003 sampai dengan 2012. Khusus untuk variabel Gross
Domestic Bruto (GDP) hanya tersedia dalam bentuk kuartalan, untuk itu
dilakukan interpolasi dengan menggunakan E Views 6.0 untuk mengubah data
kuartalan menjadi data bulanan. Selanjutnya, variabel GDP dan harga minyak
dunia (OP) masing-masing dibagi dengan CPI (Consumer Price Index) untuk
mendapatkan nilai riil nya dan juga dinyatakan dalam bentuk logaritma natural,
kecuali variabel pertumbuhan produksi industri, kontribusi sektor industri
terhadap PDB, dan pertumbuhan nilai tukar riil yang dinyatakan dalam bentuk
persentase. Hal ini dilakukan untuk memudahkan analisis, karena baik dalam
impulse response maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam
standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase.
.
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector
Autoregressions (VAR) yang kemudian dilanjutkan dengan metode Vector Error
Correction Model (VECM). Penggunaan persamaan VAR sebagai alat analisa
memudahkan pemecahan masalah dalam perekonomian karena kemampuannya
dalam deskripsi data, peramalan, inferensi struktural, dan analisa kebijakan
Model VAR diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli Ekonometrika,
Christopher Sims pada tahun 1980, sebagai pendekatan alternatif model terhadap
model persamaan ganda dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori
yang bertujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik (Hadiati
2010). Sims berpendapat bahwa jika terdapat hubungan simultan antar variabel
yang diamati, maka variabel-variabel tersebut harus diperlakukan sama sehingga
tidak ada lagi variabel endogen dan eksogen. Berawal dari pemikiran inilah Sims
memperkenalkan konsep VAR yang ternyata juga menjawab tantangan kesulitan
yang ditemui akibat model struktural yang tidak harus mengacu pada teori
melainkan hanya perlu menentukan variabel yang saling berinteraksi dan
diperlukan.
VAR adalah model apriopri terhadap teori ekonomi. Namun demikian
model ini sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel
ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi dimana terjadi saling ketergantungan antar
variabel dalam ekonomi. Model ini juga menjadi dasar munculnya metode
kointegrasi Johansen yang sangat baik dalam menjelaskan perilaku variabel dalam
perekonomian (Pasaribu dalam Apriani 2007). VAR merupakan sebuah npersamaan (n-equation) dengan n-variabel (n-variable), dimana masing-masing
variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, serta nilai saat ini dan masa
lampaunya (current and past values).
Enders (2004) mengemukakan bahwa bentuk sistem VAR standar (reducedform) yang digunakan secara luas atau umum pada saat ini berasal dari bentuk
sistem VAR primitif yang memiliki sejumlah kelemahan. Metode VAR
menganggap bahwa semua variabel adalah endogen. Dalam kasus dua variabel
(yt) dan (zt), nilai sekarang (yt) dipengaruhi oleh nilai sekarang dan nilai masa lalu
(zt), sedangkan nilai sekarang (zt) dipengaruhi oleh nilai sekarang dan nilai masa
lalu (yt). Adapun persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders 2004):

8

Yt = A0 + A1yt-1 + A2yt-2 + ... + Apyt-p + et

(1.4)

di mana :
Yt = vektor berukuran (n.1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam sebuah
model VAR
A0 = vektor intersep berukuran (n.1)
A1 = matriks koefisien / parameter berukuran (n.n) untuk setiap i – 1,2,...,p
et = vektor error berukuran (n.1)
Model VAR dalam bentuk standar diatas jika dituliskan dalam bentuk
persamaan bivariate adalah sebagai berikut:
yt = α10 + α 11yt-1 + α 12zt-1 +
zt = α20 + α 21 yt-1 + α 22zt-1 +

(1.5)
(1.6)

1t
2t

atau dalam bentuk notasi matriks VAR adalah sebagai berikut :
Yt
Zt

=

a10
a20

+

a11a12

yt-1

a21a22

zt-1

+

e1t
e2t

(1.7)

Spesifikasi model VAR meliputi pemilihan variabel yang sesuai dengan
teori ekonomi yang relevan dan sesuai dengan pemilihan lag yang digunakan
dalam model. Dalam pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan
kriteria informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz
Information Criterion (SC) maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ).
Alat analisa yang disediakan oleh VAR dilakukan melalui empat macam
penggunaan, yakni Forecasting, Impulse Response Function (IRF), Forecast
Error Variance Decomposition (FEVD), dan Granger Causality Test. Forecasting
merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan
memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Sementara, Impulse
Response Function (IRF) melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel
akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD) merupakan prediksi kontribusi presentase varians setiap
variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Sedangkan, Granger
Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antarvariabel
(Firdaus 2011).
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengumpulkan semua data yang relevan dengan penelitian ini dan melakukan uji
stasioneritas pada data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Apabila seluruh data bersifat stasioner pada
level, maka kita dapat langsung melakukan estimasi VAR terhadap data tersebut.
Apabila berdasarkan hasil uji ADF data yang ada tidak stasioner atau dengan kata
lain mengandung akar unit (unit root) pada tingkat level, maka harus dilakukan
penarikan diferensial sampai data stasioner pada tingkat first difference atau
second difference. Selanjutnya, kita menentukan panjang lag optimal dengan

9

menggunakan informasi schwarz information criterion (SC) dan melakukan uji
kointegrasi dengan pendekatan Johansen dengan melihat nilai trace statistic.
Langkah terakhir adalah melakukan estimasi VECM jika terdapat persamaan yang
terkointegrasi.
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi (Enders 2007). Restriksi
tambahan ini harus diiberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner
pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi
restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Spesifikasi VECM
merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen
ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan data
jangka pendeknya yang dinamis. Terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai
koreksi kesalahan (error correction), karena apabila terjadi deviasi terhadap
keseimbangan jangka panjang maka akan dikoreksi melalui penyesuaian parsial
jangka pendek secara bertahap.

GAMBARAN UMUM
Sejarah dan Perkembangan Perminyakan Indonesia
Minyak bumi mulai dikenal oleh bangsa Indonesia mulai abad
pertengahan. Awal sejarah perkembangan ekspolorasi dan eksploitasi migas
secara modern di Indonesia ditandai saat dilakukan pengeboran pertama pada
tahun 1871, yaitu Desa Maja, Majalengka, Jawa Barat, oleh pengusaha Belanda
bernama Jan Reerink. Akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan
dan akhirnya sumur pengeborannya ditutup.
Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun
1883, yaitu di lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di daerah Pangkalan
Brandan oleh seorang berkewarganegaraan Belanda yang bernama A.G.Zeijlker.
Penemuan ini kemudian disusul oleh penemuan lain yaitu di Telaga Tunggal.
Penemuan lapangan Telaga Said oleh Zeijlker menjadi modal pertama suatu
perusahaan minyak yang kini dikenal sebagai Shell.
Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 perusahaan asing yang beroperasi
di Indonesia. Pada tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai masuk ke
Indonesia. Perusahaan yang pertama kali dibentuk adalah perusahaan N.V.
Standard Vacuum Petroleum Maatschappij atau disingkat dengan SVPM.
Perusahaan ini mempunyai cabang di Sumatera Selatan dengan nama
N.V.N.K.P.M (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maastschappij) yang sesudah
perang kemerdekaan berubah menjadi PT. Stanvac Indonesia. Untuk menghadapi
perusahaan Amerika, pemerintah Belanda mendirikan perusahaan gabungan
antara pemerintah dengan B.P.M, yaitu Nederlandsch Indische Aardolie
Maatscappij. Dalam perkembangan berikutnya setelah perang dunia ke-2,
perusahaan ini berubah menjadi PT. Permindo dan pada tahun 1968 berganti nama
menjadi PT.Pertamina.
Sejak saat itu minyak bumi merupakan salah satu sumber pendapatan yang
digunakan untuk pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat dari produksi
minyak Indonesia yang terus mengalami peningkatan. Dalam beberapa dekade,
produksi minyak dunia menunjukkan angka yang meningkat setiap tahunnya.

10

Berdasarkan data dari U.S EIS (United States Energy Information and
Administration 2012), produksi minyak mentah dunia tercatat sebesar 65 370 ribu
barrel per hari pada tahun 1990, kemudian naik menjadi 74 796 ribu barrel per
hari pada tahun 2000, 81 391 ribu barrel per hari pada tahun 2005, dan terus naik
mencapai 83 576 ribu barrel per hari pada tahun 2010. Konsumsi terhadap minyak
dunia juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Konsumsi minyak mentah
dunia pada tahun 2000 tercatat sejumlah 76 597 ribu barrel per hari dan terus
meningkat dalam dua belas tahun terakhir mencapai 88 034 ribu barrel per hari
pada tahun 2011.
Indonesia pada awalnya merupakan salah satu negara penghasil minyak
bumi terbesar di dunia dan tergabung menjadi anggota OPEC. Produksi minyak
bumi di Indonesia diawali pada sekitar abad ke 19 dengan adanya pemboran
minyak di daerah Jawa Barat. Besarnya produksi minyak bumi pada saat itu
tercatat baru sebanyak 2 ribu barrel per hari. Namun, pada tahun-tahun berikutnya
produksi minyak bumi Indonesia terus mengalami peningkatan hingga pada tahun
1920.
Pada tahun 1977 produksi minyak Indonesia mencapai tingkat produksi
tertinggi yaitu mencapai lebih dari 600 juta barrel atau sebesar 1 686.2 ribu barrel
per hari. Hingga tahun 1980an, minyak bumi menjadi sektor andalan Indonesia
dalam menghasilkan devisa negara dengan memberikan sumbangan terhadap nilai
ekspor Indonesia sebesar 70%. Hal tersebut membuat perekonomian Indonesia
sangat bertumpu pada komoditas minyak.
Selanjutnya hingga kurun waktu 1990an hingga 2000, produksi minyak
bumi Indonesia menunjukkan tren penurunan. Berdasarkan data yang ada tercatat
produksi minyak mentah Indonesia pada tahun 1990 sebesar 1 462 ribu barrel per
hari, kemudian turun menjadi 1 428 ribu barrel per hari pada tahun 2000, dan
terus menurun menjadi 942 barrel per hari pada tahun 2011 (U.S Energy
Information and Energy 2012). Cadangan terbukti minyak Indonesia saat ini
hanya 4.03 miliar barrel atau berada di peringkat 27 dunia. Penurunan produksi
minyak bumi ini disebabkan karena industri minyak yang telah berlangsung lebih
dari seratus tahun dan sifatnya yang tidak terbarukan sehingga produksinya turun
secara alamiah (Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral 2012).
Berbeda dengan produksi minyak bumi Indonesia yang setiap tahun
mengalami penurunan, sebaliknya konsumsi minyak mentah Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada awal tahun 2000 dan akhir tahun 2011,
konsumsi minyak mentah di Indonesia meningkat dari 1 037 ribu barrel per hari
menjadi 1 430 ribu barrel per hari. Peningkatan konsumsi minyak bumi diprediksi
karena meningkatnya kebutuhan akan energi, terutama untuk sektor transportasi,
industri, listrik, dan rumah tangga serta meningkatnya jumlah penduduk Indonesia
(U.S Energy Information and Energy 2012).

11

Ribu Barel per Hari

2000
1500
1000
500
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tahun

Produksi Minyak Bumi (ribu barrel/ hari)
Konsumsi Minyak Bumi (ribu barrel/ hari)
Sumber: U.S Energy Information and Energy, 2012 (diolah)

Gambar 1 Perkembangan statistik energi Indonesia, 2000-2011
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia sangat bergantung
dengan pasokan minyak dunia. Tingginya kebutuhan akan konsumsi minyak
dunia membuat Indonesia membuat Indonesia harus melakukan impor minyak
karena produksi minyak bumi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan
energi dalam negeri yang meningkat setiap tahunnya. Akibatnya, sejak tahun 2004
hingga sekarang Indonesia beralih menjadi net importir minyak dan resmi keluar
dari OPEC pada tahun 2009. Keluarnya Indonesia dari OPEC juga disebabkan
karena tidak adanya tujuan yang sama dengan OPEC.
Berdasarkan data IFS, harga minyak dalam sepuluh tahun terakhir
cenderung mengalami beberapa kali kenaikan dan penurunan seperti terlihat pada
Gambar 4. Selama tahun 2003, harga minyak naik dari 29.05 US Dollar per barel
menjadi 32.52 US Dollar per barel pada akhir 2004. Pada pertengahan 2005, harga
minyak menyentuh angka 51.11 US Dollar per barel. Pada pertengahan tahun
2006, harga minyak kembali menembus harga tertinggi di level 62.58 US Dollar
per barel dan di akhir tahun 2007 menyentuh 86.61 US Dollar per barel. Pada
pertengahan 2008, harga minyak sudah menyentuh angka 126.3 US Dollar per
barel dan merupakan harga minyak tertinggi dalam sejarah. Kemudian pada awal
2009 kembali turun drastis menjadi 36.15 US Dollar per barel, namun kemudian
kembali terus mengalami kenaikan dan menyentuh angka 89.20 US Dollar per
barel pada akhir tahun 2012.

12

Dollar per Barel

150
100
50

Jan-03
Jul
Jan-04
Jul
Jan-05
Jul
Jan-06
Jul
Jan-07
Jul
Jan-08
Jul
Jan-09
Jul
Jan-10
Jul
Jan-11
Jul
Jan-12
Jul

0

Harga Minyak Dunia (Dollars per barel)

Sumber: U.S Energy Information and Energy, 2012 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan harga minyak dunia, 2003-2012
.
Penyebab guncangan harga minyak antara lain disebabkan karena adanya
serangan Suriah dan Mesir terhadap Israel yang diikuti oleh embargo minyak oleh
negara Arab terhadap negara yang mendukung Israel (tahun 1974-1475), adanya
krisis keuangan Asia (1998), dan adanya krisis energi California dan ketegangan
di Timur Tengah. Faktor utama lainnya yang memengaruhi kenaikan harga
minyak adalah melemahnya dolar AS dan makin pesatnya pertumbuhan ekonomi
Asia, seperti China, Korea dan India yang menyebabkan peningkatan permintaan
pada konsumsi minyaknya. Adanya ketidakpastian pada harga minyak
menyebabkan terganggunya pengambilan keputusan dalam melakukan kegiatan
ekonomi, seperti kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi lainnya.
Perkembangan Pertumbuhan Produksi Industri Indonesia
Pertumbuhan
produksi
industri
pengolahan
Indonesia
dalam
perkembangannya mengalami fluktuasi seperti terlihat pada Gambar 5. Pada tahun
2003, pertumbuhan produksi industri pengolahan Indonesia sebesar 6.27% dan
terus mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya, yakni sebesar 3.32%
dan 1.51% pada tahun 2004 dan 2005. Pertumbuhan produksi industri pengolahan
turun sangat tajam pada tahun 2006 dengan tingkat pertumbuhan negatif sebesar
1.40%. Hal ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Oktober 2005 yang berimbas pada
penurunan pertumbuhan produksi industri.
Selanjutnya, pada tahun 2007 produksi industri kembali membaik yang
ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan produksi industri pengolahan sebesar
5.65%. Pada tahun 2008, produksi industri pengolahan kembali turun dengan
pertumbuhan sebesar 3.11%. Pada tahun 2009 produksi industri kembali
mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 4.43% dan 4.03% pada tahun 2011.
Menjelang akhir tahun, produksi industri terus mengalami kenaikan dengan
pertumbuhan sebesar 6.21% pada tahun 2012.

13

8

Persen

6
4
2
0
-2

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertumbuhan Produksi Industri (persen)

Sumber : ADB, 2012

Gambar 3 Pertumbuhan produksi industri
Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Pembentukan PDB
Dilihat dari data pada Tabel 2, sektor industri pengolahan memiliki peran
yang sangat besar terhadap pembentukan PDB Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah PDB dari sektor industri yang cenderung mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2000, sektor industri pengolahan mencapai 105 triliun rupiah
dengan kontribusi sebesar 26.42% dari total PDB dan terus mengalami kenaikan
sampai pada tahun 2011 dengan total PDB sektor industri pengolahan mencapai
nilai 634.2 triliun rupiah dengan kontribusi pada PDB sebesar 25.75%.
Berdasarkan laporan yang bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik), pada
tahun 2012 kinerja perekonomian Indonesia hingga triwulan III (ketiga) yang
digambarkan oleh PDB Indonesia atas harga dasar konstan tumbuh sebesar 6.17%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan PDB ini didorong salah
satunya oleh sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar 5.8%. Sektor
industri pengolahan merupakan sumber pertumbuhan ekonomi terbesar pada
triwulan III (ketiga) tahun 2012 bila dibandingkan dengan triwulan III (ketiga)
tahun 2011 (y-on-y), yaitu sebesar 1.62%. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
industri merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar dalam
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

14

Tabel 2 PDB sektor industri pengolahan Indonesia atas dasar harga konstan 2000

Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Industri Pengolahan
(Triliun Rupiah)
105
398.3
419.3
441.7
469.1
491.6
514.1
538
557.7
570.1
597.1
634.2

Kontribusi (%)
26.4
27.6
27.8
28.0
28.3
28.1
27.8
27.4
26.8
26.2
25.8
25.3

Laju
Pertumbuhan
(%)
3.3
4.3
5.3
5.3
6.2
4.6
4.6
4.7
3.7
2.2
4.5
5.8

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Meskipun angka PDB sektor industri pengolahan mengalami kenaikan
setiap tahunnya, namun pertumbuhan sektor ini mengalami perlambatan.
Berdasarkan angka Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga konstan 2000,
pada tahun 2011 kontribusi (pangsa) sektor industri pengolahan terhadap
perekonomian hanya mencapai 25.30%. Angka ini lebih kecil dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, kontribusi sektor industri pengolahan
terhadap perekonomian sebesar 26.79%, tahun 2009 sebesar 26.16%, dan tahun
2010 sebesar 25.81%. kondisi ini menunjukkan bahwa dalam empat tahun terakhir
(tahun 2008 sampai tahun 2011) pertumbuhan industri mengalami penurunan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia menuju gejala
deindustrialisasi, dimana kontribusi sektor industri terhadap perkonomian menjadi
lemah dan digantikan dengan sektor lain, seperti sektor jasa yang memberikan
kontribusi yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan industri
pengolahan nasional. Faktor penyebab tersebut antara lain permasalahan ekonomi
biaya tinggi yang bersumber dari birokrasi baik yang menyangkut proses
perizinan maupun pemasaran produk, stabilitas keamanan, kondisi infrastruktur
dan kepastian hukum masih merupakan kendala bagi dunia investasi Indonesia.
Selain itu, maraknya arus masuk barang-barang impor akibat perdagangan bebas
(globalisasi) menyebabkan produk-produk buatan industri nasional sulit bersaing.
Sedangkan dari sisi pertumbuhan produksi perlambatan pertumbuhan industri
pengolahan dapat disebabkan karena adanya kenaikan harga bahan baku serta
energi (BPS 2010).
Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari tahun 2002 sampai tahun
2011 menunjukkan trend yang meningkat setiap tahunnya. Namun sebaliknya,

15

Miliar Rupiah

pendapatan dari minyak menunjukkan trend yang menurun setiap tahunnya.
Pemerintah mulai mencari sumber pendapatan lain sehingga kontribusi minyak
menjadi semakin kecil. Hal ini juga disebabkan oleh penurunan produksi minyak
Indonesia sejak tahun 1997.
Pada tahun 2002, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 1
505.2 triliun rupiah dengan pendapatan dari minyak sebesar 160.3 triliun rupiah,
pada tahun 2003 PDB Indonesia mencapai 1 577.1 triliun rupiah dengan
pendapatan dari minyak sebesar 155.6 triliun rupiah, pada tahun 2004 PDB
Indonesia mencapai 1 656.8 triliun rupiah dengan pendapatan dari minyak sebesar
150.2 triliun rupiah. Pada tahun berikutnya, PDB Indonesia terus meningkat
sepanjang tahun dengan keadaan yang berbanding terbalik dengan pendapatan
dari minyak yang mengalami penurunan sepanjang tahun sampai pada tahun 2011
dengan PDB Indonesia yang mencapai 2 463.2 triliun rupiah dengan pendapatan
dari minyak sebesar 141.4 triliun rupiah.
3,000,000.00
2,000,000.00
1,000,000.00
0.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tahun
Produk Domestik Bruto / PDB Indonesia (miliar rupiah)
Produk Domestik Bruto / PDB Indonesia Dari Minyak (miliar rupiah)

Sumber : BPS, 2012

Gambar 4 Perkembangan PDB Indonesia

Perkembangan Nilai Tukar Riil Rupiah (Real Exchange Rate) di Indonesia
Real Exchange Rate (nilai tukar riil) merupakan nilai tukar antar dua negara
yang memperhitungkan nilai tukar nominal dengan rasio harga barang dan jasa
agregat. Sejak tahun 1970 sampai sekarang, Indonesia telah melakukan tiga kali
perubahan sistem nilai tukar, yakni pada tahun 1970 sampai 15 November 1978
sistem yang dipakai adalah sistem nilai tukar tetap, kemudian mulai 15 November
1978 sampai 14 Agustus 1997 menggunakan sistem nilai tukar mengambang
terkendali (managed floating), dan mulai 14 Agustus 1997 sampai sekarang
menggunakan sistem kurs bebas (flexible exchange rate). Perkembangan nilai
tukar riil Rupiah dapat dilihat pada Gambar 7.

15,000
10,000
5,000
0

1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Rupiah per Dollar AS

16

Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Dollar AS (tahun)

Sumber: BPS (diolah)

Gambar 5 Perkembangan nilai tukar rupiah
Perkembangan nilai tukar yang fluktuatif ditunjukkan oleh naik-turunnya
garis dalam grafik. Dari gambar dapat dilihat bahwa nilai tukar rupiah terus
mengalami depresiasi dan hanya beberapa kali saja yang mengalami apresiasi.
Saat Bank Indonesia menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali
dapat dilihat bahwa nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat relatif
stabil yaitu berkisar pada 2 000 rupiah per dolar AS. Tetapi pada saat
menggunakan sistem nilai tukar bebas sejak Agustus 1997 terlihat bahwa nilai
tukar rupiah cenderung fluktuatif.
Pada tahun 1990 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat adalah
sebesar 1 901 rupiah per dollar AS, kemudian melemah sebesar 91 poin atau
berada pada level 1 991 rupiah per dollar AS. Hal senada juga terjadi pada tahun
1992 yang melemah 316 poin atau berada pada level 2 308 rupiah per dollar AS.
Meningkatnya ekspor dan perdagangan luar negeri menyebabkan kurs atau nilai
tukar rupiah terhadap dollar pada tahun 1993 menguat 8.58% atau 198 poin pada
level 2 110 rupiah per dollar AS. Namun, menguatnya rupiah terhadap dollar AS
tidak dapat dipertahankan di tahun 1994, 1995, dan 1996 yaitu melemah pada
level 2 200 rupiah, 2 308 rupiah, dan 2 383 rupiah per dollar AS. Melemahnya
nilai tukar rupiah pada tiga tahun ini disebabkan kurangnya persediaan uang dollar
di Indonesia sedangkan permintaan akan dollar terus meningkat. Selain itu,
meningkatnya nilai impor juga berpotensi memengaruhi nilai tukar rupiah
terhadap dollar pada tiga tahun tersebut.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar semakin melemah karena permintaan akan
dollar AS semakin besar, antara lain untuk memenuhi kewajiban hutang luar
negeri yang akan segera jatuh tempo dan untuk tujuan-tujuan spekulatif oleh para
spekulan. Rupiah kembali melemah 1 606 poin pada tahun 1997 pada level 3 989
rupiah per dollar AS dan terlihat jelas bahwa pada tahun ini fundamental ekonomi
Indonesia sangat lemah. Hal ini disebabkan karena pada saat dollar sangat
dibutuhkan untuk membayar hutang luar negeri ataupun belanja luar negeri, tetapi
disaat itu pula terjadi excess demand terhadap dollar yang pada akhirnya
menyebabkan harga dollar naik.
Dari gambar dapat dilihat bahwa memasuki tahun 1998 nilai tukar rupiah
terhadap dollar mengalami depresiasi yang sangat besar, yaitu melemah 190.57%
atau mencapai level 11 591 rupiah per dollar AS. Hal ini disebabkan karena

17

kondisi sosial politik yang tidak menentu. Nilai tukar tersebut mencapai titik
tertingginya pada bulan Juni 1998, yaitu mencapai level 14 900 rupiah per dollar
AS. Akibat melemahnya nilai tukar rupiah terseb