Analisis Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Makroekonomi Dan Kebijakan Subsidi Di Indonesia (Periode 1980-2010)

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk konsumsi di tingkat rumah tangga. Sebagian besar negara di dunia sangat bergantung terhadap bahan bakar minyak untuk menggerakkan ekonominya. Bagi negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang yang unggul dalam industri dan manufaktur sangat memerlukan minyak sebagai input produksi.

Sejak tahun 1970 Indonesia mulai diperhitungkan sebagai salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia. Minyak bumi menjadi komoditi penting dalam kegiatan perdagangan internasional. Di masa itu perekonomian Indonesia sangat bertumpu pada komoditas minyak. Sejak tahun 1980 hingga awal 1990 pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat pesat hingga mencapai level sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle economy karena pertumbuhan ekonomi yang begitu fantastis.

Indonesia awalnya sebagai salah satu pengekspor minyak bumi terbesar dunia dan tergabung menjadi anggota OPEC. Namun sejak tahun 2004 hingga kini beralih menjadi net importir minyak untuk menutupi kebutuhan minyak di dalam negeri. Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang tinggi akan bahan bakar minyak. Pada tahun 2009 Indonesia menempati peringkat ke-17 dunia dengan konsumsi minyak sebesar 1.115.000 barrel per hari. (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010)


(2)

Gambar 1.1 Indonesia Energy Statistic

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa penawaran minyak Indonesia memiliki trend yang menurun dalam periode 1999-2009. Pada awal tahun 1999 supply minyak Indonesia sebesar 1.600.000 barrel per hari, dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2009 supply minyak menjadi hanya sebesar 1.000.000 barrel per hari.

Pada Gambar 1.1 juga terlihat pola konsumsi minyak nasional dalam periode 1999-2009. Berbeda dengan penawaran minyak, konsumsi minyak justru selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 1999 konsumsi minyak nasional sebesar 1.000.000.000 barrel per hari. Konsumsi minyak nasional memiliki trend yang meningkat sehingga pada tahun 2009 konsumsi minyak nasional menjadi 1.200.000 barrel per hari.

Pola konsumsi minyak yang terus mengalami peningkatan tidak mampu ditutupi oleh produksi minyak dari dalam negeri. Sejak tahun 2004 Indonesia sudah beralih menjadi net importir minyak, dan pada tahun 2009 Indonesia sudah secara resmi keluar dari keanggotaan OPEC.

Dalam beberapa dekade harga minyak memiliki trend yang terus meningkat. Pada tahun 2005 terjadi fluktuasi yang signifikan dari harga minyak


(3)

dunia hingga 61,2 US$ per barrel yang sebelumnya hanya berkisar antara 25 sampai dengan 30 US$ per barrel. Sejak kuartal kedua tahun 2005 harga minyak dunia terus mengalami peningkatan. Harga minyak dunia mencapai nilai yang tertinngi di level 145,13 US$ per barrel di bulan Juli tahun 2008 (Energy International Administration, 2011).

Krisis finansial global yang terjadi pada kuartal keempat tahun 2008 juga memberi dampak terhadap tingkat harga minyak dunia. Lesunya perekonomian dunia mengakibatkan penurunan terhadap permintaan minyak. Harga minyak dunia mengalami penurunan secara drastis hingga menyentuh level 38 US$ per barrel. Pasca krisis finansial global perekonomian dunia mengalami pemulihan secara perlahan. Pemulihan perekonomian ditandai dengan kembali berjalannya aktivitas perekonomian di setiap negara baik negara industri maupun negara berkembang (Energy International Administration, 2011).

Sumber : U. S Energy Information Administration (2011)

Gambar 1.2 Harga Minyak Dunia

Roubini dan Setser (2004) menyatakan bahwa fluktuasi maupun peningkatan harga minyak dunia akan memberikan dampak bagi perekonomian setiap negara di dunia. Besarnya pengaruh yang diberikan tergantung dari


(4)

beberapa hal seperti besarnya guncangan harga minyak, durasi atau lamanya guncangan tersebut berlangsung, dependensi dari negara tersebut dalam penggunaan minyak dalam kegiatan ekonomi, serta respon kebijakan yang dibuat oleh pemerintah di negara tersebut.

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka kecil pasti terpengaruh dengan kondisi ekonomi dunia. Salah satunya adalah terlihat bagaimana harga minyak dunia mempengaruhi perekonomian dalam negeri. Harga minyak dunia yang berfluktuasi juga akan mempengaruhi harga dari produk turunan minyak yang biasa di konsumsi oleh masyarakat yakni bahan bakar minyak seperti premium, solar, kerosen, dan pertamax.

Mengingat pentingnya keberadaan bahan bakar minyak dalam perekonomian sehingga bahan bakar minyak memerlukan intervensi pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga bahan bakar minyak supaya dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Bentuk intervensi yang diberikan oleh pemerintah bagi penyediaan bahan bakar minyak saat ini berupa pemberian subsidi.

Subsidi bagi bahan bakar minyak sudah dilakukan sejak pemerintahan orde baru. Hingga saat ini subsidi masih diberlakukan dan menjadi salah satu pengeluaran rutin dalam APBN. Untuk menjamin harga bahan bakar minyak disaat harga minyak dunia sedang melambung tinggi, pemerintah melakukan kebijakan pemberian subsidi. Dimulai sejak tahun 2005 APBN sangat terbebani dengan pemberian subsidi tersebut karena adanya fluktuasi harga minyak dunia berupa peningkatan yan sangat tinggi hingga menyentuh level 145 US$ per barrel di tahun 2008.


(5)

Gambar 1.4 menunjukkan rasio antara subsidi yang diberikan oleh pemerintah dan GDP. Nilai rasio subsidi dan GDP menjadi besar ketika sedang terjadi krisis perekonomian. Pada tahun 2000 rasio subsidi terhadap GDP yang tertinggi sebesar 0,11 persen. Hal ini disebabkan oleh perekonomian Indonesia yang melemah sebagai akibat dari krisis moneter.

Sumber : International Financial Statistic dan Kementerian Keuangan RI (2011)

Gambar 1.3 Rasio Subsidi Minyak terhadap GDP Tahun 1980-2010 (diolah) Harga dan kuantitas dari bahan bakar minyak yang beredar di masyarakat tidak ditentukan oleh kekuatan mekanisme pasar melainkan memerlukan intervensi dari pemerintah dalam penyediaanya. Harga minyak dunia terus mengalami trend peningkatan sejak tahun 2004 dan mencapai 136,32 US$/barrell di tahun 2005. Untuk merespon harga minyak yang semakin tinggi ini pemerintah mengambil kebijakan untuk meningkatkan harga jual bahan bakar minyak. Pada tahun 2002 pemerintah pernah mengizinkan bahan bakar minyak untuk mengikuti harga keseimbangan yang berasal dari harga minyak internasional. Kebijakan ini diikuti dengan meningkatkan harga bahan bakar minyak domestik agar bisa mengikuti harga minyak internasional dan tidak memberatkan APBN karena pemerintah harus memberikan subsidi lebih banyak. Namun kebijakan ini kurang


(6)

dikomunikasikan kepada publik sehingga banyak mengundang protes dari masyarakat dan terjadi ketidakstabilan keamanan dalam negeri.

Untuk menjamin daya beli masyarakat pada saat harga minyak dunia sedang melambung tinggi, pemerintah tetap melakukan kebijakan pemberian subsidi. Beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah semakin besar ketika harga minyak terus meningkat. Peningkatan harga minyak di tahun 2004 pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikan harga jual bahan bakar minyak kepada masyarakat ke level Rp. 2400,00 per liter untuk premium.

Pada tanggal 30 September 2005 pemerintah mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri. Regulasi ini menjelaskan bahwa jenis bahan bakar yang akan diberikan subsidi adalah jenis bensin premium, kerosin, dan minyak solar. Regulasi ini menetapkan harga jual eceran minyak tanah bagi rumah tangga dan usaha kecil sebesar Rp.2000,00 per liter. Harga eceran bensin premium menjadi Rp. 4.500,00 per liter dan minyak solar menjadi Rp.4.300,00 per liter. Ketiga jenis bahan bakar minyak yang diberikan subsidi ini hanya diperuntukkan bagi usaha kecil, transportasi, dan pelayanan umum. Harga yang ditetapkan dalam regulasi ini tidak berlaku bagi industri (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010).

Kebijakan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah pada awalnya ditujukan untuk menjaga kestabilan perekonomian. Namun dalam realitanya pengeluaran pemerintah untuk memberikan subsidi bagi energi dalam hal ini bahan bakar dan listrik jauh lebih besar dibandingkan belanja investasi modal dan pembiayaan untuk program sosial bagi masyarakat.


(7)

Sumber : Bulman et. al (2008)

Gambar 1.4 Realokasi APBN Bagi Kegiatan Sosial (Milliar US Dollar) Pada saat terjadi krisis keuangan global di tahun 2008 dan terjadi fluktuasi harga minyak dunia seperti yang nampak pada Gambar 1.4 menjelaskan perbandingan anggaran belanja negara didominasi oleh pengeluran untuk subsidi BBM sebesar 14 milliar US dollar, sedangkan untuk belanja investasi modal hanya sebesar 9,5 milliar US dollar. Alokasi pengeluaran pemerintah untuk kegiatan sosial lebih kecil lagi yakni sebesar 7,5 miliar US dollar.

Karakteristik perekonomian Indonesia yang kesejahteraan masyarakatnya memiliki ketimpangan yang sangat jauh. Masyarakat di kota-kota besar relatif memiliki kesejahteraan yang lebih baik, ditandai dengan kemudahan akses pada fasilitas kesehatan dan pendidikan. Sementara di bagian Indonesia yang lain tidak mendapatkan akses yang sama. Seharusnya anggaran APBN lebih difokuskan kepada peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Pada awal tahun 2011 tedapat wacana untuk membatasi kuantitas BBM bersubsidi karena semakin besarnya pengeluaran pemerintah terhadap subsidi. Sementara kebijakan kenaikan harga tidak mungkin diberlakukan karena dapat


(8)

menyebabkan respon anarkis dan ketidakstabilan keamanan dalam negeri. Pembatasan kuantitas BBM ini juga ditujukkan agar penyaluran BBM bersubsidi tepat bagi masyarakat yang tergolong kurang mampu. Sebab selama ini penggunaan BBM bersubsidi justru didominasi oleh masyarakat dengan pendapatan menengah keatas.

Sumber : Bulman et al (2008)

Gambar 1.5 Persentase Rumah Tangga Pengguna BBM Bersubsidi Banyak penelitian yang menjelaskan dampak dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi bagi negara importir minyak yang tergolong dalam kategori negara industri maju. Namun masih jarang penelitian yang mengangkat dampak dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi untuk kasus negara berkembang terkhusus bagi Indonesia yang baru sejak tahun 2004 menjadi importir minyak.

Penelitian terdahulu banyak yang lebih berfokus kepada variabel moneter seperti nilai tukar, suku bunga, dan tingkat inflasi yang dipengaruhi oleh volatilitas harga minyak namun belum ada yang memasukan variabel subsidi dalam model penelitian yang terdahulu.


(9)

1.2 Perumusan Masalah

Pada saat masih tergabung dalam OPEC, Indonesia sudah memberikan subsidi bagi produk minyak bumi dalam negeri. Kebijakan pemberian subsidi minyak ini merupakan insentif untuk menumbuhkan dan mendorong kegiatan industrialisasi domestik. Pada masa itu perekonomian Indonesia sedang berorientasi pada industri subtitusi impor yakni mengupayakan kemandirian dalam penyediaan barang dan jasa untuk dihasilkan di dalam negeri dan mengurangi kegiatan impor dari luar negeri. Proses industrialisasi ini banyak membutuhkan bahan bakar minyak sebagai sumber energi dan faktor produksi penting dalam industri.

Fluktuasi harga minyak ini sangat mempengaruhi perekonomian. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir harga minyak memiliki trend yang meningkat. Peningkatan harga minyak disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan keamanan di negara kawasan Timur-Tengah yang merupakan kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Trend peningkatan harga minyak dunia ini juga diakibatkan oleh tingginya permintaan akan minyak itu sendiri. Permintaan yang tinggi terhadap minyak dalam suatu negara mengindikasikan ketergantungannya terhadap ketersediaan minyak domestik dalam kegiatan perekonomiannya.

Harga minyak yang terus meningkat ini memberikan dampak terhadap perekonomian secara mikro maupun makro di suatu negara. Secara mikro dengan meningkatkan ongkos produksi dalam kegiatan ekonomi berimbas pada naiknya harga jual produk. Peningkatan harga jual ini menurunkan tingkat permintaan konsumen sehingga perusahaan mengalami kerugian karena barang yang


(10)

diproduksi tidak mampu diserap sepenuhnya oleh pasar. Kerugian yang dialami oleh perusahaan disikapi dengan mengurangi kuantitas produksi. Hal ini mengakibatkan perusahaan harus mengambil tindakan efisiensi biaya produksi berupa pengurangan jumlah pekerja agar tetap memperoleh laba dari proses produksi. Pada saat itu akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada pekerja dan meningkatkan jumlah pengangguran.

Secara makro perekonomian mengalami guncangan akibat peningkatan harga minyak secara terus-menerus. Hal yang terjadi di tingkat perusahaan diakumulasikan secara agregat dalam perekonomian berarti memicu terjadinya inflasi dalam perekonomian yang ditandai dengan menurunnya tingkat daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang terus menurun ini berdampak terhadap produk domestik dan pertumbuhan ekononomi yang berjalan sangat lambat. Sebab konsumsi masyarakat merupakan salah satu penyusun produk domestik.

Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbuka kecil, segala guncangan yang terjadi dalam perekonomian dunia akan memberikan dampak kepada perekonomian Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti guncangan dari harga minyak dunia dalam periode lima tahun terakhir ini memberi dampak kepada perekonomian nasional Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kestabilan variabel ekonomi dalam negeri seperti tingkat inflasi dan pertumbuhan output nasional.

Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :


(11)

a. Bagaimanakah dampak jangka pendek dan jangka panjang dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi yaitu tingkat inflasi, dan pertumbuhan output nasional di Indonesia?

b. Bagaimanakah dampak jangka pendek dan jangka panjang dari fluktuasi harga minyak terhadap kebijakan subsidi di Indonesia?

c. Bagaimanakah respon kebijakan Indonesia serta perbandingan kebijakan dengan negara lain dalam merespon kenaikan harga minyak?

1.3 Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Menganalisis dampak jangka pendek dan jangka panjang dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi yaitu tingkat inflasi, dan pertumbuhan output nasional di Indonesia

b. Menganalisis dampak jangka pendek dan jangka panjang dari fluktuasi harga minyak terhadap kebijakan subsidi di Indonesia

c. Membandingkan respon kebijakan Indonesia dan kebijakan dengan negara lain dalam merespon kenaikan harga minyak.

1.4 Manfaat Penulisan

a. Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan fiskal maupun moneter dalam merespon harga minyak yang berfluktuasi.

b. Penelitian ini juga bermanfaat bagi kalangan akademisi sebagai bahan masukan, dan literatur bagi penelitian selanjutnya.


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Inflasi

2.1.1 Definisi Inflasi

Inflasi merupakan kecenderungan meningkatnya tingkat harga secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar harga barang-barang lain. Menurut teori uang klasik, perubahan dalam tingkat harga keseluruhan adalah seperti perubahan dalam unit-unit ukuran. Karena sesungguhnya kesejahteraan ekonomi masyarakat bergantung pada harga relatif, bukan pada seluruh tingkat harga (Mankiw, 2007).

Definisi lain dari inflasi adalah kenaikan rata-rata semua tingkat harga semua barang dan jasa dimana kenaikan harga-harga tersebut berlangsung dalam waktu yang berkepanjangan dan secara terus-menerus. Menurut Milton Friedman, inflasi merupakan sebuah fenomena moneter yang selalu terjadi dimanapun dan tidak dapat dihindari. Inflasi dikatakan sebagai fenomena moneter hanya jika terjadi peningkatan harga yang berlangsung secara cepat dan terus-menerus. pendapat ini disetujui oleh banyak ekonom dari aliran monetaris (Mishkin, 2004).

Kenaikan harga secara terus-menerus yang menyebabkan inflasi dapat disebabkan oleh naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan terhadap mata uang dalam negeri. Inflasi menurut teori Keynes terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan sumber ekonomi antar golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang


(13)

tersedia. Dalam teori strukturalis inflasi berasal dari kekakuan struktur ekonomi khususnya supply bahan bakar minyak, dan bahan makanan yang mengakibatkan kenaikan harga pada barang lain.

Menurut Samuelson (1989) tingkat inflasi dapat yang ditentukan dengan menghitung selisih tingkat harga tahun tertentu dengan tingkat harga tahun sebelumnya dan dibandingkan tengan tingkat harga tahun ini dan dikalikan dengan seratus persen.

100 ) 1 ( ) 1 ( ) ( ) ( x t price t price t price t Inflation    

Perhitungan inflasi dilakukan melalui dua pendekatan yakni Indeks Harga Konsumen dan Indeks Harga Produsen (IHP). Indeks Harga Konsumen yang dikenal sebagai IHK atau CPI yang mengukur biaya dari pasar konsumsi barang dan jasa. Biasanya inflasi didasarkan kepada harga bahan pangan, pakaian, perumahan, bahan bakar minyak, transportasi, fasilitas kesehatan, pendidikan dan komoditi lainnya yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Sedangkan Indeks Harga Produsen atau yang biasa dikenal sebagai PPI merupakan pendekatan yang digunakan dalam mengukur tingkat inflasi berdasarkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen. Indeks ini berguna karena memberikan penjelasan yang lebih baik bagi dunia usaha (Samuelson, 1989)

Lebih lanjut Samuelson (1989), menambahkan ada pendekatan lain yang dapat menjadi pendekatan lain dalam mengukur tingkat inflasi selain Indeks Harga Konsumen dan Indeks Harga Produsen yakni GNP Deflator. GNP Deflator


(14)

merupakan rasio GNP nominal dan GNP rill. GNP yang merupakan pendapatan nasional ini tersusun dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor suatu negara.

Seringkali timbul kesalahpahaman mengenai konsep inflasi di tengah masyarakat. Kesalapahaman yang ada dimasyarakat seperti anggapan tingkat inflasi membuat harga barang semakin mahal, dan inflasi yang tinggi sebagai pertanda bahwa masyarakat menjadi semakin miskin. Samuelson (1989) menjelaskan bahwa sesungguhnya inflasi berarti rata-rata tingkat harga mengalami peningkatan. Inflasi juga tidak selalu membuat masyarakat menjadi miskin apabila diikuti oleh peningkatan pendapatan masyarakat selama masa terjadinya inflasi. Sehingga pendapatan rill untuk kebutuhan hidup sehari-hari mungkin saja meningkat atau menurun selama masa inflasi.

2.1.2 Jenis Inflasi

Inflasi terbagi kedalam tiga jenis inflasi yakni :

(1) Inflasi menurut tingkat keparahannya, yakni : Inflasi ringan (dibawah 10 persen setahun), inflasi sedang (antara 10-30 persen setahun), inflasi berat (antara 30-100 persen setahun), hiperinflasi (diatas 100 persen setahun). Sedangkan Samuelson (1989) mengklasifikasikan inflasi menurut tingkat keparahannya menjadi tiga jenis inflasi, yaitu:

a. Moderate Inflation

Jika inflasi ditandai dengan peningkatan harga secara perlahan. Relatif kecil dengan kenaikan satu digit persen tingkat inflasi per tahun. Ketika harga relatif stabil, masyarakat mempercai nilai uang dan mau


(15)

menyimpannya karena tidak akan berkurang nilainya secara cepat. Inflasi jenis ini mendorong masyarakat untuk melakukan investasi portofolio jangka panjang, karena percaya adanya peningkatan harga aset investasi di masa depan.

b. Galloping Inflation

Jika inflasi ditandai dengan peningkatan harga dua sampai tiga digit persen tingkat inflasi per tahun. Ketika inflasi meningkat mengakibatkan distorsi dalam ekonomi. Secara umum investasi akan beralih ke mata uang asing, karena mata uang dalam negeri mengalami penurunan yang sangat cepat dan ditandai dengan tingkat suku bunga yang menyentuh level minus. Namun dengan manajemen yang baik, inflasi jenis ini masih dapat dipulihkan seperti yang terjadi di Amerika Latin di tahun 1980an.

c. Hyperinflation

Merupakan tipe inflasi yang terparah seperti yang terjadi di Jerman pada tahun 1920-1923 dan yang terjadi di Cina dan Hungaria pasca perang dunia kedua. Tipe inflasi ini juga pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1963,

sebagai akibat dari kebijakan pemerintah untuk mendanai “proyek mercusuar”

dengan mencetak uang secara terus-menerus. Hal ini yang menyebabkan nilai uang menjadi sangat rendah. Tingkat inflasi pada masa itu mencapai 600 persen sehingga pada tanggal 13 Desember 1965 pemerintah melakukan pemotongan nilai Rupiah dari 1000 Rupiah menjadi 1 Rupiah.

(2) Inflasi menurut penyebab terjadinya, yakni: a. Demand-Pull Inflation


(16)

Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand), sedangkan produksi telah dalam keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir penuh. Jika kondisi kesempatan kerja penuh atau full employmentsudah terjadi, kenaikan permintaan total hanya akan meningkatkan harga di pasar. Inflasi jenis ini disebut sebagai inflasi murni.

b. Cost-Push Inflation

Inflasi yang terjadi disertai turunnya tingkat produksi. Jadi inflasi jenis ini diikuti resesi dalam perekonomian. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat dari kenaikan biaya produksi.

(3) Inflasi menurut asalnya, yakni:

a. Domestic Inflation, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri. Penyebab dari inflasi jenis ini misalnya dari defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan mengeluarkan kebijakan moneter menambah jumlah uang yang beredar berupa pencetakan uang baru, gagal panen dari bahan makannan pokok, dan sebagainya.

b. Imported Inflation, yaitu inflasi yang berasal dari luar negeri. Mengingat Indonesia merupakan negara dengan ekomomi terbuka kecil, sehingga sangat dipengaruhi oleh perekonomian global termasuk tingkat inflasi. Imported inflation juga dapat disebabkan karena peningkatan dari harga di luar negeri yang dialami oleh mitra dagang Indonesia.

Kenaikan harga barang-barang impor yang masuk ke Indonesia akan mengakibatkan (1) kenaikan indeks harga konsumen karena sebagian dari


(17)

kebutuhan sehari-hari masyarakat berasal barang-barang impor tersebut, (2) secara tidak langsung menaikkan indeks harga produsen karena beberapa input produksi berasal dari barang-barang import, (3) secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan penurunan penerimaan pemerintah dari tarif impor yang dibebankan pada produk impor yang permintaannya mengalami penurunan. 2.1.3 Dampak Inflasi

Selama periode inflasi terjadi, tingkat harga dan upah tidak bergerak dalam tingkatan yang sama, maka inflasi akan memberikan dampak redistribusi pendapatan dan kekayaan diantara golonag ekonomi dalam masyarakat. Serta menimbulkan terjadinya distorsi dalam harga relatif, output, dan kesempatan kerja, dan ekonomi secara keseluruhan (Samuelson,1989).

Dampak inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat terbagi menjadi dua yakni dampak psitif dan dampak negatif. Dampak positif dari inflasi menyebabkan peredaran dan perputaran barang lebih cepat di masyarakat sehingga produksi barang-barang bertambah, dan keuntungan pengusaha bertambah. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi yang tercipta berarti membuka banyak lapangan kerja baru sehingga masalah pengangguran dapat berkurang. Ketika inflasinya terkendali dan diikuti dengan pendapatan nominal yang bertambah, maka pendapatan rill masyarakat meningkat.

Inflasi pun memberikan dampak yang negatif terhadap perekonomian seperti kenaikan harga kebutuhan hidup, nilai dan kepercayaan terhadap uang


(18)

akan berkurang. Menimbulkan tindakan spekulasi terhadap investasi portofolio terutama portofolio asing yang paling diminati sehingga berdampak terhadap melemahnya nilai tukar mata uang domestik. Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar karena tidak sanggup membayar input dalam proyek yang harganya mengalami peningkatan. Dengan terjadinya inflasi menjadikan minat menabung masyarakat berkurang sebagai akibat dari turunnya nilai mata uang jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan mematikan industri perbankan nasional. 2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

2.3.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Prof. Simon Kuznets memenangkan Hadiah Nobel di tahun 1971 atas analisisnya mengenai batasan mengenai pertumbuhan ekonomi di suatu negara sebagai tumbuhnya kemampuan untuk meningkatkan penawaran berbagai benda-benda ekonomi dalam jangka waktu yang lama bagi penduduknya. Kenaikan itu sendiri beberapa faktor dalam negara itu sendiri seperti : (1) akumulasi kapital yang mencakup semua investasi baru berupa tanah dan sumberdaya manusia; (2) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja; dan (3) kemajuan teknologi (Todaro, 1985).

Prof. Kuznets dalam Todaro (1985) menambahkan definisi pertumbuhan ekonomi memiliki 3 komponen pokok, yakni : meningkatnya output nasional secara terus-menerus, adanya perkembangan teknologi, dan padanya penyesuaian lembaga-lembaga dan inovasi di bidang sosial. Dalam analisanya Prof. Kuznets juga menjelaskan 6 karaktreistik mengenai gambaran atau proses pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh beberapa negara maju, yaitu:


(19)

a. Laju pertumbuhan output perkapita yang tinggi dan pertambahan penduduk.

b. Produktivitas tenaga kerja yang meningkat dengan pesat. c. Transformasi struktural ekonomi yang tinggi.

d. Transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.

e. Kecenderungan negara maju untuk melakukan ekspansi ke belahan dunia yang lain untuk pemasaran output dan eksplorasi sumber bahan mentah. f. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya meliputi

sepertiga penduduk dunia saja.

Pertumbuhan ekonomi juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan output perkapita jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan output naik yang bersumber dari kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri, bukan berasal dari luar atau bersifat sementara. Sasaran pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan utama suatu negara dan merupakan suatu determinan penting dalam menilai kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Perhitungan pertumbuhan ekonomi diperoleh dengan persamaan di bawah ini :

) 1 ( ) 1 ( ) (     t GDP t GDP t GDP GDPgrowth

Dimana GDP merupakan akumulasi dari konsumsi masyarakat (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor netto yakni selisih dari ekspor dan impor (X-M).

2.3.2 Ringkasan Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori ekonomi klasik yang dipelopori oleh Adam Smith menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila ada peningkatan jumlah kapital


(20)

dan spesialisasi kerja. Teori David Ricardo pada umumnya sama dengan teori Adam Smith secara garis besar tapi lebih menekankan faktor keterbatasan lahan dan pertumbuhan penduduk.

Teori pertumbuhan ekonomi menurut Solow menunjukkan bagaimana persediaan modal (K), pertumbuhan angkatan kerja (L), dan kemajuan teknologi (E) berinteraksi dalam perekonomian. Tingkat kemajuan teknologi yang terlihat dari peningkatan keterampilan atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita meningkat. Fungsi produksi ditambahkan satu variabel E yakni teknologi sebagai faktor eksternal dalam teori Solow. Dengan adanya kemajuan teknologi, model Solow menjelaskan kenaikan yang berkelanjutan dalam standar hidup masyarakat dengan fungsi produksi sebagai berikut :

) , , (K L E f

Y

Teori pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar menyatakan setiap penambahan stok modal melalui investasi masyarakat akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output. Sedangkan Rostow membagi tahapan pertumbuhan ekonomi kedalam lima tahapan yakni :

a. Masyarakat tradisional, yakni masyarakat yang pola kehidupannya masih menggunakan cara-cara sangat sederhana dan tingkat produktivitasnya sangat terbatas.

b. Masyarakat prasyarat untuk lepas landas, yakni masyarakat yang mulai sadar akan pembangunan ekonomi, terdapat peranan ilmu pengetahuan yang aktif.


(21)

c. Masyarakat lepas landas, yakni perkembangan IPTEK digunakan dalam menunjang kegiatan perekonomian. Sudah mulai mengembangkan industri dan jasa yang diikuti dengan penggunaan sumberdaya secara optimal.

d. Masyarakat tingkat kematangan, yakni sudah dapat mengatasi ketergantungan kepada negara lain. Kehidupan perekonomiann ditopang dengan penggunaan sumberdaya alam dan sumber daya alam yang matang.

e. Masyarakat konsumsi tinggi, yakni masyarakat yang pendapatan perkapitanya sangat tinggi.

2.3 Teori Suku Bunga

Suku bunga merupakan harga yang dibayar atas kepemilikan sejumlah dana atau modal. Suku bunga menurut Irving Fisher membedakan suku bunga dalam dua jenis yakni suku bunga nominal (nominal interest rate) dan suku bunga rill (real interest rate). Suku bunga nominal adalah suku bunga yang masih mengandung faktor inflasi sedangkan suku bunga rill merupakan tingkat suku bunga yang didapat dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar keuangan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

r

i


(22)

r = suku bunga rill,

π = tingkat inflasi.

Untuk kasus di Indonesia yang memiliki sistem ekonomi terbuka kecil, yakni terbuka akan mobilisasi sumber kapital global walau peranannya kecil dalam perekonomian global, cenderung dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di negara ekonomi terbuka besar. Dalam sistem ekonomi terbuka kecil tingkat besaran suku bunga yang berlaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni :

a. Domestic money market

Besaran suku bunga ditentukan dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar keuangan domestik. Pasar keuangan yang stabil akan mendorong terciptanya keseimbangan tingkat suku bunga. Dengan pasar uang yang stabil juga mendorong terjadinya efisiensi dalam pasar uang.

b. Expected rate of devaluation

Harapan akan menguatnya nilai uang di masa yang akan datang juga akan menentukan besaran suku bunga sebab ekspektasi terhadap nilai mata uang yang akan lebih besar di masa yang akan datang akan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk memegang uang. Hal ini akan meningkatkan besaran suku bunga dengan asumsi jumlah uang yang beredar tetap, cateris paribus.

c. Expected inflation

Harapan akan meningkatnya tingkat harga ditandai dengan terjadinya infalasi di waktu yang akan datang, akan meningkatkan permintaan terhadap uang. Hal ini


(23)

akan meningkatkan besaran suku bunga dengan asumsi jumlah uang yang beredar tidak berubah, cateris paribus.

d. Imported interest rate

Mengingat Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbuka kecil pasti akan ikut terpengaruhi oleh peerkonomian internasional. Termasuk variabel suku bunga yang akan ditetapkan sebagai suku bunga nasional.

2.4 Teori Kebijakan Subsidi

Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling optimal dalam perekonomian dengan efisiensi penggunaan sumberdaya dan terciptanaya harga dan kuantitas produksi dalam keseimbanagan sehingga intervensi pemerintah tidak diperlukan. Namun kenyataannya hal tersebut tidaklah terjadi, di belahan dunia manapun perekonomian tidak selalu dalam kondisi keseimbangan yang mengakibatkan terjadinya kegagalan pasar. Maka diperlukan intervensi dari pemerintah dalam menanggulangi kegagalan pasar tersebut (Amegashie, 2006)

Lebih lanjut Amegashie (2006) menambahkan kegagalan pasar yang kerap terjadi di negara berkembang seperi distorsi pasar dimana pembeli tidak mendapatkan informasi yang sempurna, jumlah perusahan yang kecil, barang publik, lemahnya perlindungan terhadap hak cipta suatu barang dalam perekonimian. Untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi untuk mereduksi inefisiensi di pasar. Dengan adanya subsidi akan meningkatkan permintaan terhadap barang tersebut dan kemudian direspon oleh perusahaan dengan meningkatkan produksinya.


(24)

Bentuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah biasanya kepada barang-barang publik dimana pihak swasta tidak mau menyediakannya sementara daya beli masyarakat sangat rendah sehingga tidak mampu membeli barang-barang dengan harga pasar. Untuk itu pemerintah memberikan subsidi untuk menekan harga barang publik, sehingga harga barang menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat. Contoh pemberian subsidi di Indonesia adalah subsidi pupuk bagi petani, subsidi pendidikan dan kesehatan, serta subsidi bahan bakar minyak bagi nelayan dan masyarakat.

2.5 Pengantar Fluktuasi Ekonomi

Fluktuasi ekonomi menunjukkan masalah yang sedang terjadi bagi para ekonom dan pembuat kebijakan. Secara rata-rata GDP Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun. Tapi rata-rata dalam jangka panjang menyembunyikan fakta bahwa terkadang output nasional tidak tumbuh dengan stabil. Terkadang tumbuh pesat dibeberapa tahun, terkadang pula tumbuh lambat di beberapa tahun yang lain. Ekonom menyebut fluktuasi jangka pendek pada output nasional dan pengangguran sebagai siklus bisnis (bussiness cycle).

Fluktuasi dalam perekonomian mempengaruhi Aggregate Demand dan Agregate Supply baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Fluktuasi dalam perekonomian dapat menurukan dan menaikkan Aggregate Demand dan juga dapat menurunkan dan menaikkan Aggregate Supply.


(25)

(a) (b) Sumber : Mankiw (2007)

Gambar 2.1 Fluktuasi Perekonomian yang Mempengaruhi Aggregate Demand

Gambar 2.1 (a) menunjukkan adanya peningkatan aggregat demand dalam jangka panjang yang disebabkan oleh peningkatan jumlah uang yang beredar sehingga akan menghasilkan peningkatan harga. Kondisi tersebut terjadi karena dalam jangka panjang perekonomian sudah dalam kondisi full-employment sehingga upaya untuk meningkatkan aggregat demand hanya akan menghasilkan inflasi dan tidak menambah output.

Gambar 2.1 (b) menunjukkan adanya peningkatan aggregat demand dalam jangka pendek sehingga menghasilkan peningkatan output sebesar . Kondisi tersebut terjadi karena dalam jangka pendek harga bersifat kaku dan perekonomian belum dalam kondisi full-employment sehingga peningkatan aggregat demand tidak menghasilkan inflasi.


(26)

Sumber : Mankiw (2007)

Gambar 2.2 Fluktuasi Perekonomian yang Mempengaruhi AggregateSupply

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa fluktuasi ekonomi yang mengakibatkan penurunan Aggregate Supply dalam jangka pendek akan menurunkan keseimbangan dalam perekonomian yang semula di titik B menjadi turun ke titik A. Fluktuasi jenis ini contohnya terjadi karena ada peningkatan harga minyak yang merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam perekonomian. Peningkatan harga minyak dunia akan menurunkan penawaran secara agregat sehingga memberi dampak yang buruk bagi perekonomian yakni penurunan output nasional dan peningkatan harga.

2. 6 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2005) tentang Analisis Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia periode waktu penelitian antara tahun 1990 sampai dengan tahun 2004. Penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda yang diestmasi dengan metode ordinary least square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi dipengaruhi secara signifikan oleh uang kartal, nilai tukar rill, harga bahan bakar minyak, dan uang kartal


(27)

periode sebelumnya pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil estimasi menunjukkan bahwa jiika ada peningkatan harga bahan bakar minyak sebesar satu persen akan menyebabkan inflasi meningkat sebesar 0,11 persen. Hal ini berarti selama periode tahun 1990 sampai 2004 harga bahan bakar minyak berkorelasi positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Yu Hsing pada tahun 2007 ini menjelaskan tentang peningkatan harga minyak dunia terhadap kondisi makroekonomi dan pertumbuhan output di Jerman sebagai salah satu negara industri terbesar di dunia yang tingkat ketergantungannya terhadap minyak sangat tinggi. Periode pengamatan Yu Hsing sejak triwulan ketiga tahun 1991 hingga triwulan keempat tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square dalam selang kepercayaan 95 persen.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan harga minyak dunia tidak menyebabkan penurunan pertumbuhan output nasional di Jerman walaupun Jerman merupakan negara importir minyak yang besar. Penelitian ini pun mengungkapkan bahwa sesungguhnya perekonomian Jerman dapaat tumbuh dengan pesat bukan dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak dunia tetapi berasal dari tingginya harga saham, rendahnya tingkat suku bunga, dan rendahnya tingkat inflasi.

Penelitian Farzanegan (2007) menjelaskan bahwa dengan adanya fluktuasi harga minyak akan meningkatkan tingkat inflasi dan juga peningkatan GDP. Namun dampak dari peningkatan GDP tidak dapat diidentifikasikan secara signifikan karena didorong oleh peningkatan pengeluaran pemerintah melalui


(28)

pemberian subsidi. Dalam pelaksanaannya kebijakan pemberian subsidi ini

meningkatkan perilaku “rent-seeking” dari birokrat. Peningkatan pengeluaran pemerintah ini juga banyak yang dialokasikan pada aktivitas yang tidak produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Terjadi penemuan yang menarik dari penelitian Farzanegan di Iran ini karena statusnya sebagai net importir minyak juga diikuti dengan meningkatnya volume impor masyarakat terhadap komoditi lain. Hal ini disebabkan oleh melemahnya nilai mata uang luar negeri terhadap nilai mata uang domestik. Dengan kata lain dengan adanya fluktuasi harga minyak mengakibatkan menguatnya niali mata uang domestik Iran.

Penelitian yang dilakukan oleh Katsuya Ito (2008) mengenai keterkaitan fluktuasi harga minyak dunia terhadap perekonomian Russia sebagai negara eksportir minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Periode penelitian ini dimulai sejak triwulan pertama tahun 1997 samap triwulan keempat tahun 2007. Penelitian ini menggunakan data deret waktu dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) sehingga dapat meramalkan kondisi pada jangka panjang.

Penelitian Ito (2008) menunjukkan dampak dari harga minyak dan guncangan moneter terhadap perekonomian Russia. Apabila terjadi perubahan harga minyak dunia sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan GDP Russia sebesar 0,25 persen dan peningkatan tingkat inflasi sebesar 0,36 persen pada dua belas triwulan berikutnya. Penelitian ini juga menegaskan guncangan


(29)

moneter melalui saluran suku bunga akan mempengaruhi tingkat inflasi dan GDP rill.

Penelitian Ito (2008) terhadap Russia sebagai salah satu net eksportir minyak, berbeda dengan hasil temuan Jalil di tahun yang sama menyatakan bahwa Malaysia sebagai negara net eksportir untuk komoditi minyak memberikan subsidi untuk konsumsi minyak dalam negerinya. Pembiayaan subsidi diperoleh dari surplus perdagangan Malaysia atas komoditi minyak itu sendiri. Hal ini pun pernah berlaku di Indonesia sewaktu Indonesia menjadi salah satu anggota OPEC. Pemerintah Malaysia merasa perlu untuk mengintervensi minyak di dalam negeri mengingat minyak adalah sumber energi utama yang digunakan dalam kegiatan perekonomian di negara tersebut. Ketika terjadi kenaikan harga minyak akan diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang.

Lebih lanjut Jalil (2008) menjelaskan bahwa fluktuasi harga minyak di Malaysia lebih mempengaruhi perekonomian Malaysia. Hasil penelitian Jalil menemukan bahwa fluktuasi harga minyak lebih mempengaruhi pendapatan nasional (GNP) dan tingkat pengangguran dibandingkan kebijakan fiskal maupun kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintahnya.

Penelitian Aliyu (2008) bermaksud untuk mengetahui dampak bagi pertumbuhan ekonomi Nigeria yang disebabkan oleh guncangan harga minyak dan volatilitas nilai tukar mata uang di Nigeria sebagai salah satu negara net eksportir untuk komoditi minyak. Penelitian ini menggunakan data deret waktu dengan metode Vector Error Correction Model dalam estimasi agar diketahui


(30)

dampaknya dalam jangka panjang. Periode pengamatan dimulai dari triwulan pertama tahun 1986 hingga triwulan keempat tahun 2007.

Hasil penelitian Aliyu (2008) menemukan bahwa untuk kasus Nigeria pertumbuhan GDP lebih dipengaruhi oleh peningkatan harga minyak dibandingkan apresiasi nilai tukar mata uang di negara ini. Hasil estimasi dalam jangka panjang menunjukkan apabila harga minyak dunia meningkat sebesar 10 persen maka akan diikuti dengan peningkatan GDP rill Nigeria meningkat sebesar 7,73 persen. Sedangkan apabila nilai tukar mata uang meningkat sebesar 10 persen hanya akan meningkatkan GDP sebesar 0,35 persen.

Christensson (2009) meneliti seberapa besar pengaruh guncangan harga minyak sebagai penyebab inflasi di Amerika Serikat. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang cakupan permasalahannya pada tingkat perekonomian nasional. Namun penelitian ini justru menganalisis pengaruh guncangan harga minyak bagi inflasi di tingkat regional di Amerika Serikat.

Penelitian ini menemukan bahwa bagian barat Amerika memiliki pengaruh yang lebih rendah dari guncangan harga minyak terhadap inflasi dibandingkan dengan daerah lainnya di Amerika Serikat secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan minyak yang efisien, rendahnya tingkat inflasi, dan nilai tukar yang lebih rendah di bagian Barat Amerika dibandingkan dengan daerah lainnya.

Fayoumi (2009) meneliti hubungan antara volatilitas harga minyak dunia dengan tingkat pengembalian di pasar saham (stock market returns) yang terjadi di tiga negara kawasan Timur-Tengah yakni Turki, Tunisia, dan Yordania. Walaupun ketiga negara tersebut berada di kawasan Timur-Tengah namun ketiga


(31)

negara ini merupakan importir minyak. Penelitian ini menggunakan data bulanan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Periode pengamatan dimulai dari Desember tahun 1997 hingga Maret 2008.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak tidak secara langsung mempengaruhi pasar saham ketiga negara tersebut. Tingkat pengembalian di pasar saham lebih dipengaruhi oleh indikator makroekonomi domestik masing-masing negara dibandingkan oleh harga minyak. Indikator makroekonomi yang berpengaruh tersebut adalah tingkat suku bunga dan produktivitas industri.

2.7 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menganalisis pengaruh fluktuasi harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia yang tercermin dalam variabel makroekonominya seperti tingkat inflasi, GDP, nilai tukar, dan suku bunga. Fluktuasi harga minyak dunia juga mempengaruhi kebijakan fiskal berupa kebijakan subsidi pemerintah terhadap Bahan Bakar Minyak selama periode tahun 1980-2010.

Fluktuasi harga minyak dunia mempengaruhi tingkat inflasi. Peningkatan maupun penurunan harga minyak dunia akan mempengaruhi tingkat harga barang dan jasa. Ketika harga minyak befluktuasi maka akan mempengaruhi fungsi produksi karena minyak merupakan sumber energi yang digunakan selama proses produksi. Pada saaat harga minyak meningkat, produsen akan meresponnya dengan mengurangi kuantitas produksinya. Jumlah supply output yang berkurang akan meningkatkan harga barang dan jasa di masyarakat.


(32)

Indonesia sebagai net importir memiliki ketergantungan yang besar terhadap penggunaan minyak dan produk turunannya. Penggunaan minyak yang besar tersebut dikarenakan tingginnya konsumsi masyarakat akan minyak. Penggunaan minyak besar sebagain sumber energi dan konsumsi langsung oleh masyarakat.Dampak yang di berikan oleh fluktuasi harga minyak dunia baik dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap variabel-variabel makroekonomi dan subsidi Bahan Bakar Minyak sanagt membutuhkan kebijakan pemerintah yang tepat untuk menghindari ketidakstabilan ekonomi dan sosial di masyarakat.

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian Fluktuasi Harga

Minyak

Variabel Makroekonomi

Kebijakan Fiskal

Tingkat Inflasi

Kebijakan Subsidi Suku Bunga

Nilai Tukar GDP

Dampak pada Perekonomian VECM

Jangka Pendek Jangka Panjang


(33)

III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data kuartalan. Periode waktu penelitian ini dimulai dari kuartal pertama tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun 2010.

Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data Variabel Notasi Satuan Sumber Data Consumer

Price Index

INFLASI Indeks International Financial Statistics IMF

Gross Domestic Bruto

GDP Miliar

Rupiah

International Financial Statistics IMF

Interest Rate

SB Persen

per Tahun

International Financial Statistics IMF

Crude Price Oil

HARGAMINYAK Billion US. Dollars

International Financial Statistics IMF

Exchange Rate

ER Rupiah/

US Dollar

International Financial Statistics IMF

Oil Subsidy

SUBSIDI Miliar Rupiah

Kementerian Keuangan RI

3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector Autoregression (VAR) yang dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Penggunaan persamaan VAR memudahkan pemecahan masalah dalam perekonomian karena kemampuannya dalam deskripsi data, peramalaan, infrensi struktural, dan analisis kebijakan. Spesifikasi dalam penggunaan metode VAR ini variabel yang akan diestimasi harus bersifat stasioner. Oleh karena itu diperlukan pengujian stasioneritas terhadap variabel


(34)

untuk menghindari masalah regresi palsu atau sporious regression ketika variabel yang bersifat tidak stasioner diregresikan.

Penelitian ini menggunakan metode VAR untuk mengetahui pengaruh dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel-variabel makroekonomi seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, tukar mata uang serta mengetahui dampak fluktuasi harga minyak terhadap kebijakan fiskal berupa subsidi terhadap bahan bakar minyak di Indonesia. Disamping itu, metode VAR-VECM ini juga digunakan untuk menganalisi respon variabel-variabel tersebut terhadap harga minyak dalam jangka panjang.

3.2.1 Metode Vector Autoregression (VAR)

Model VAR ini pertama kali dikembangkan oleh Sims (1980) yang kemudian menjadi dasar bagi munculnya metode kointegrasi Johansen (1989). Menurut Pasaribu (2005) metode VAR sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi di mana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Metode ini sangat baik dalam menjelaskan perilaku variabel dalam perekonomian.

Model VAR secara matematis dapat diwakili oleh:

(3.1)

dimana Zt adalah vektor dari variabel-variabel yang dijelaskan sebanyak n, Xt adalah vektor dari variabel-variabel yang menjelaskan sebanyak n termasuk di


(35)

dalamnya konstanta (intercept). A1, ... , An, dan B adalah matriks-matriks koefisien yang akan diestimasi, dan t adalah vektor dari residual. Zt-1 merupakan vektor dari variabel yang eksogen pada periode sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa variabel endogen dipengaruhi oleh variabel itu sendiri dari periode waktu sebelumnya atau yang dikenal sebagai kondisi random walk.

Selain spesifikasi metode VAR harus meliputi pemilihan variabel yang stasioner, model ini juga harus memiliki pemilihan selang yang optimal. Sesuai dengan metodologi Sims (1980) variabel yang digunakan dalam persamaan VAR dipilih berdasarkan model ekonomi yang relevan. Pemilihan selang optimal kemudian akan memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Criteria (SC) yang paling minimum, serta informasi dari Hannan-Quinn Information (HQ) (Arsana, 2006)

Menurut Amisano dan Gianini dalam Apriani (2007), menyebutkan bahwa metode VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan yaitu :

a. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial.

b. Struktur dinamis pada model sering kali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural.

Gujarati (2003) menyatakan semua variabel dalam persamaan simultan harus diperlakukan sama sehingga tidak ada pembatasan antara variabel endogen maupun variabel eksogennya. Pada suatu model persamaan simultan terdapat


(36)

justifikasi terhadap variabel yang akan menjadi variabel endogen atau variabel eksogen berdasarkan pertimbangn dari peneliti, namun dengan pendekatan VAR

berusaha membiarkan data tersebut berbicara (“let the data speak for themselves”) dengan membuat semua variabel berpotensi menjadi variabel endogen.

Model VAR memiliki beberapa keunggulan yakni: (1) memiliki metode yang sederhana, karena tidak perlu menjustifikasi variabel yang menjadi variabel endogen atau variabel eksogennya. (2) estimasi yang sederhana karena metode OLS dapat diaplikasikan dalam persamaan. (3) Peramalan dengan menggunakan model VAR dibeberapa kasus lebih baik dibandingkan dengan persamaan simultan yang lebih kompleks (Gujarati, 2003)

Selain memiliki beberapa keunggulan, Model VAR juga memiliki beberapa kelemahan (Gujarati, 2003) yakni:

a. Tidak seperti persamaan simultan, metode VAR bersifat sangat teoritik karena sedikit informasi yang tersedia.

b. Karena berfokus pada peramalan, sehingga metode VAR kurang cocok untuk menganalisis suatu kebijakan.

c. Tantangan terbesar dalam metode VAR adalah menentukan panjang lag yang optimal. Proses estimasi untuk ukuran sampel yang besar akan mengurangi derajat bebasnya.

d. Dalam kenyataannya data dalam level sering tidak stasioner, sehingga memiliki kesulitan dalam mentransformasi data.

e. Koefisien yang diestimasi dalam VAR terkadang sulit untuk diinterpretasikan.


(37)

3.2.1.1 Model Penelitian

Hsio dalam Apriani (2007) memberikan contoh gambaran definisi hubungan kausalitas antara tida contoh variabel (X,Y,Z). Berikut adalah susunan hubungan antar variabel yang dimasukkan dalam bentuk matriks untuk mempermudah analisis dan intrepretasi hubungan antar variabel yang akan diestimasi.

= + (3.2)

Dalam penelitian Hsio ini terdapat asumsi yang harus dipenui agar hubungan antar variabel dapat terdefinisi secara jelas, yakni :

1. Bila variabel X tidak mempengaruhi Z, syaratnya adalah = 0. 2. Bila variabel X mempengaruhi Z, syaratnya = 0.

3. Hubungan timbal balik antar variabel X dan Z, jika dan 0. 4. Hubungan tidak langsung dari variabel X dan Z melalui Y, syaratnya

= 0 ; 0 ; 0.

5. Hubungan semu jenis I dari variabel X terhadap variabel Z jika dan hanya jika terdapat kondisi = 0 ; 0, untuk semua jenis lag.

6. Hubungan semu jenis II dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi :

= 0 ; = 0, untuk semua panjang lag k dan 0 ; 0 untuk semua panjang lag k.


(38)

Dalam penelitian ini bertujuan mengetahui dampak dari fluktuasi harga minyak dunia terhadap variabel makroekonomi seperti tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan output nasional, tingkat suku bunga, nilai tukar rill mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak di Indonesia selama periode 1980 hingga tahn 2010. Pembahasan dalam penelitian ini hanya melihat dampak dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi dan bukan sebaliknya. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

= +

3.2.2 Metode Vector Error Correction Model (VECM)

VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi maksudnya adalah suatu persamaan yang bentuk datanya tidak stasioner, padahal dalam model ini data baru bisa diestimasi jika bersifat stasioner masih dapat diestimasi karena memiliki hubungan kointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hibungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan data jangka pendeknya yang dinamis.

3.2.3 Tahapan Pembentukan Sistem Persamaan 1. Uji Stasioneritas Data


(39)

Menurut Gujarati (2003), data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi disekitar nilai rata-ratanya. Data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit root atau tidak stasioner, apabila dimasukan dalam perhitungan statistik pada model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spourious estimation.

Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang di gunakan, dalam penelitian ini digunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut Gujarati (2003), uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey-Fuller, dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama. Jika hasil pengujian menyatakan bahwa data bersifat stasioner, maka dapat langsung menggunakan metode VAR. Tetapi jika data ternyata tidak stasioner pada orde pertama maka data tersebut harus diubah dahulu kedalam berntuk diferensialnya atau menngunakan metode VECM karena adanya indikasi memiliki sifat kointegrasi dalam data yang tidak stasioner.

2. Penentuan Lag Optimal

Dalam menentukan lag optimal dapat dilakukan dengan 3 tahapan pengujian yakni:

a. Melihat lag maksimum dari sistem VAR yang membuat stabil saaat diestimasi. Stabilitasnya dapat dilihat dari nilai invers roots karakteristik AR polinominalnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil atau stasioner jika


(40)

seluruh rootsnya memiliki modulus yang lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle.

b. Melihat panjang lag optimal dengan melihat kriteria informasi yang tersedia menurut Likelihood Ratio (LR), Final prediction Error (FPE), Akaikke Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ)

c. Melihat panjang lag optimal dengan memperbandingkan nilai adjusted R square dari variabel-variabel penting dalam persamaan VAR tersebut. Lag optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan lag tertentu yang menghasilkan nilai adjusted R square terbesar pada variabel-variabel penting dalam persamaan.

3. Uji stabilitas model VAR

Penilaian stabilitas model VAR dilihat dari nilai akar-akar dari karakteristik AR polinomialnya atau yang dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya kurang dari 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga analisis IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecast Error Variance Decomposition) dapat dilakukan selanjutnya.

4. Pengujian Hubungan Kointegrasi

Konsep kointegrasi pertama kali di kemukakan oleh Johansen pada tahun 1988. Konsep kointegrasi ini menjelaskan bahwa dari kombinasi linear dari beberapa variabel yang memiliki akar unit atau bersifat tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan


(41)

untuk mengetahui variabel yang tidak stasioner terkointegrasi dalam jangka panjang. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpetasi sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel. Persamaan matematis dari uji kointegrasi Johansen ini adalah:

(3.2) 5. Uji Granger Kausalitas

Uji Granger kausalitas berguna untuk mengetahui hubungan sebab akibat diantara variabel yang digunakan dalam model yang akan diestimasi. Hubungan sebab akibat ini dapat dilihat dengan membandingkan probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. Pada penelitian ini probabilitas yang digunakan adalah lima persen untuk setiap variabel, sehingga hasil pengujian kausalitas Granger dengan nilai probabilitas kurang dari 0,05 dikatakan memiliki hubungan sebab akibat.

3.2.4 Impulse Response Function (IRF)

Impulse Response Function menunjukkan bagaimana suatu variabel endogen bereaksi terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF mengukur pengaruh dari guncangan pada waktu tersebut dan pengaruhnya di masa yang akan datang.

3.2.5 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

Enders (2004) menyatakan bahwa forecast error variance decomposition mampu menjelaskan proporsi pergerakan dari suatu varibabel yang disebabkan


(42)

oleh guncangan dari variabel itu sendiri dan membandingkan dengan pergerakan yang dialami oleh variabel yang lain dalam suatu persamaan

Berbeda dengan dengan Impulse Raspons Function, Forecast Error Variance Decomposition menunjukkan bagaiman perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance. Metode ini menunjukkan struktur yang dinamis dalam model VAR. Dimana dalam metode ini dapat diketahui kelemahan dan kekuatan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam persamaan untuk kurun waktu jangka panjang.


(43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pra Estimasi

4.1.1 Uji Kestasioneritasan Data

Sebelum mengestimasi variabel dengan data time series dan menggunakan metode Vector Auto Regressive (VAR) perlu melakukan uji stasioneritas. Uji stasioneritas diperlukan untuk mengalisis ada atau tidaknya unit root yang terkandung dalam variabel yang akan diestimasi. Apabila variabel yang akan diestimasi memiliki unit root akan menghasilkan regresi palsu atau spurious regression. Spurious regression mengindikasikan persamaan seolah-olah variabel memiliki hubungan, tetapi sesungguhnya hubungan antar variabel bersifat tidak valid.

Uji stasioneritas dilakukan kepada setiap variabel yang akan diestimasi hubungannya. Untuk melihat ada atau tidaknya unit root dapt menggunakan metode Augmented Dicky Fuller dan atau Philip Perron test. Ketasioneritasan suatu variabel dapat dilihat dengan membandingkan nilai stasistik Augmented Dicky Fuller dengan nilai kritis Mc Kinnon. Apabila nilai statistik Augmented Dicky Fuller lebih kecil daripada nilai kritis Mc Kinnon maka variabel tersebut dinyatakan stasioner. Dalam metode Augmented Dicky Fuller memiliki hipotesis: H0: µ=0 (data mengandung unit root sehingga tidak stasioner)


(44)

Hasil pengujian akar unit seperti terlihat dalam Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa seluruh variabel yang akan diestimasi pada tingkat level yakni : nilai tukar, tingkat pertumbuhan output nasional atau GDP, suku bunga, harga minyak, subsidi minyak dan inflasi tidak stasioner. Seluruh variabel dinyatakan tidak stasioner pada level karena memiliki nilai statistik Augmented Dicky-Fuller yang lebih besar daripada nilai kritis Mc Kinnon. Sedangkan pengujian akar unit dalam tingkat first difference semua variabel yang akan diestimasi tidak mengandung akar unit sehingga bersifat stasioner. Seluruh variabel dinyatakan karena memiliki nilai statistik Augmented Dicky-Fuller yang lebih kecil daripada nilai kritis Mc Kinnon.

Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas

Variable Level First Difference

Nilai ADF Keterangan Nilai ADF Keterangan ER -1.355636 (0.6018) Tidak stasioner -8.639760

(0.0000) Stasioner

GDP 1.489785

(0.9992)

Tidak stasioner

-3.403850

(0.0127) Stasioner HARGAMINYAK -1.853835

(0.3531)

Tidak stasioner

-11.60624

(0.0000) Stasioner INFLASI 2.570940

(1.0000)

Tidak stasioner

-5.798585

(0.0000) Stasioner

SB -1.646230

( 0.4559)

Tidak stasioner

-7.713688

( 0.0000) Stasioner SUBSIDI -1.036190

( 0.7385)

Tidak stasioner

-7.997249

(0.0000) Stasioner Sumber : Lampiran 1

Keterangan : Probabilitias : 5% 4.1.2 Uji Lag Optimal

Setelah melakukan uji kestasioneritasan data tahapan selanjutnya adalah menentukkan lag optimal yang akan digunakan dalam variabel yang akan dianalisis. Penentuan lag optimal dapat menggunakan informasi yang di sediakan


(45)

oleh Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaikke Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Jumlah lag yang optimal dalam penelitian ini didasarkan pada informasi dari Criterion (SC) dengan lag yang paling minimum sehingga lag optimal VAR untuk model dalam penelitian ini yaitu pada lag satu.

Pemilihan lag satu sebagai lag optimum dalam penelitian ini bedasarkan perbandingan nilai adjusted R-square dari variabel-variabel yang diestimasi dalam persamaan yakni tingkat pertumbuhan output nasional, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar, harga minyak dunia, dan subsidi Bahan Bakar Minyak. Lag satu dipilih dari sistem VAR yang menghasilkan nilai adjusted R square terbesar pada variabel-variabel penting dalam persamaan yakni sebesar 99 persen. Artinya bahwa model mampu menjelaskan hubungan antar variabel dalam persamaan dengan tingkat kepercayaan sebesar 99 persen, sementara sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan.

Tabel 4.2 Hasil Uji Lag Optimal

Lag AIC SC HQ

0 16.39984 16.54226 16.45766

1 0.856925 1.853915* 1.261646

2 0.378093 2.229645 1.129718*

3 0.379868 3.085982 1.478395

4 0.088145 3.648822 1.533576

5 0.177175 4.592415 1.969510

6 0.070226* 5.340028 2.209464

Sumber : Lampiran 2

4.1.3 Uji Stabilitas VAR

Model VAR dinyatakan stabil apabalila dalam penentuan lag optimum seluruh variabel memiliki nilai Modulus Roots of Characteristic Polynominal


(46)

yang lebih kecil dari satu. Setelah uji kestabilan VAR maka dapat dilakukan estimasi terhadap VECM. Dalam penelitian ini model VAR bersifat stabil seperti yang ditunjukan oleh Tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR

Root Modulus

0.999788 - 0.020314i 0.999994 0.999788 + 0.020314i 0.999994

0.930858 0.930858

0.779640 - 0.054971i 0.781576 0.779640 + 0.054971i 0.781576

-0.368652 0.368652

Sumber : Lampiran 3

4.1.4 Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi digunakan untuk mengetahui hubungan jangka panjang antar variabel yang akan dianalisis. Syarat semua variabel agar diketahui hubungan jangka panjangnya adalah harus stasioner pada derajat yang sama. Dalam penelitian ini seluruh variabel sudah stasioner pada derajat first difference sehingga dapat diketahui hubungan jangka panjangnya. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan test Johansen’s Trace Statistic dengan panjang lag optimum satu.

Tabel 4.4 Hasil Uji Kointegrasi Johansen Hypothesized

No. Of CE (s)

Eigenvalue Trace Statistic 0,05 Critical Value

Probability

None* 0,559827 200,2129 95,75366 0,0000 At most 1* 0,343122 100,1014 69,81889 0,0000 At most 2* 0,144932 48,82996 47,85613 0,0404 Sumber : Lampiran 4


(1)

40 0.827432 7.331579 9.440039 75.46378 1.114605 5.882503 0.767495 41 0.837673 7.324721 9.452473 75.45370 1.115369 5.885782 0.767955 42 0.847789 7.318188 9.464318 75.44410 1.116096 5.888906 0.768392 43 0.857787 7.311958 9.475613 75.43494 1.116790 5.891886 0.768810 44 0.867669 7.306010 9.486396 75.42620 1.117453 5.894730 0.769208 45 0.877440 7.300325 9.496702 75.41785 1.118086 5.897449 0.769589 46 0.887104 7.294887 9.506562 75.40986 1.118692 5.900049 0.769953 47 0.896663 7.289680 9.516003 75.40220 1.119272 5.902539 0.770302 48 0.906121 7.284689 9.525052 75.39487 1.119828 5.904926 0.770637 49 0.915482 7.279900 9.533733 75.38783 1.120361 5.907216 0.770958 50 0.924748 7.275303 9.542068 75.38108 1.120873 5.909414 0.771266 51 0.933922 7.270886 9.550076 75.37458 1.121365 5.911527 0.771562 52 0.943006 7.266638 9.557778 75.36834 1.121839 5.913558 0.771846 53 0.952005 7.262550 9.565190 75.36233 1.122294 5.915513 0.772120 54 0.960918 7.258613 9.572328 75.35655 1.122733 5.917396 0.772384 55 0.969750 7.254818 9.579207 75.35097 1.123155 5.919211 0.772638 56 0.978502 7.251159 9.585841 75.34559 1.123563 5.920960 0.772883 57 0.987177 7.247628 9.592243 75.34040 1.123956 5.922649 0.773120 58 0.995776 7.244218 9.598425 75.33539 1.124336 5.924280 0.773348 59 1.004301 7.240924 9.604398 75.33055 1.124703 5.925855 0.773569 60 1.012755 7.237739 9.610172 75.32587 1.125058 5.927378 0.773782

Variance Decomposition of SUBSIDI:

Period S.E. GDP INFLASI ER SUBSIDI

HARGAMINY

AK SB

1 3.219593 17.45122 0.905307 0.224331 81.41914 0.000000 0.000000 2 3.647055 21.28845 5.697215 2.206934 65.24014 5.185008 0.382257 3 3.804979 20.77521 5.535381 5.383702 60.14281 7.614007 0.548888 4 3.878381 20.16320 6.163817 6.730446 57.88843 8.380711 0.673393 5 3.968419 19.39090 6.159072 8.070943 55.97411 9.662891 0.742085 6 4.051561 18.66230 6.424771 9.447105 53.75777 10.93151 0.776551 7 4.134972 17.92251 6.490347 10.85922 51.83312 12.05713 0.837674 8 4.213745 17.27083 6.637603 12.13220 50.03030 13.04069 0.888384 9 4.292587 16.64244 6.725191 13.33731 48.37653 13.97999 0.938543 10 4.369414 16.06763 6.833867 14.45481 46.81405 14.84638 0.983261 11 4.445222 15.52573 6.918849 15.50318 45.36957 15.65580 1.026874 12 4.519524 15.02265 7.007003 16.47995 44.01390 16.40968 1.066826 13 4.592767 14.54937 7.084528 17.39686 42.74696 17.11763 1.104649 14 4.664791 14.10614 7.160077 18.25695 41.55553 17.78138 1.139932 15 4.735759 13.68869 7.229514 19.06640 40.43617 18.40596 1.173270 16 4.805656 13.29568 7.295840 19.82885 39.38080 18.99423 1.204603 17 4.874564 12.92455 7.357929 20.54866 38.38504 19.54960 1.234221 18 4.942505 12.57379 7.416915 21.22909 37.44344 20.07457 1.262198 19 5.009528 12.24161 7.472600 21.87339 36.55202 20.57168 1.288702 20 5.075664 11.92667 7.525495 22.48430 35.70669 21.04302 1.313826 21 5.140951 11.62761 7.575666 23.06440 34.90406 21.49058 1.337686 22 5.205418 11.34328 7.623398 23.61593 34.14093 21.91610 1.360370 23 5.269097 11.07261 7.668819 24.14096 33.41447 22.32118 1.381964 24 5.332015 10.81464 7.712119 24.64135 32.72210 22.70724 1.402545 25 5.394199 10.56850 7.753428 25.11880 32.06147 23.07561 1.422182 26 5.455675 10.33339 7.792889 25.57486 31.43045 23.42747 1.440940 27 5.516465 10.10858 7.830618 26.01092 30.82709 23.76391 1.458875 28 5.576593 9.893420 7.866730 26.42828 30.24962 24.08591 1.476040 29 5.636080 9.687294 7.901324 26.82811 29.69639 24.39439 1.492485 30 5.694945 9.489647 7.934496 27.21149 29.16592 24.69019 1.508253 31 5.753208 9.299966 7.966331 27.57943 28.65683 24.97406 1.523386 32 5.810887 9.117778 7.996908 27.93282 28.16785 25.24671 1.537921 33 5.867999 8.942648 8.026301 28.27253 27.69782 25.50881 1.551893 34 5.924560 8.774175 8.054576 28.59932 27.24565 25.76094 1.565334 35 5.980587 8.611985 8.081797 28.91393 26.81035 26.00367 1.578273 36 6.036093 8.455733 8.108021 29.21702 26.39098 26.23751 1.590739 37 6.091094 8.305099 8.133303 29.50921 25.98669 26.46294 1.602757 38 6.145602 8.159786 8.157691 29.79108 25.59668 26.68041 1.614350


(2)

39 6.199631 8.019517 8.181233 30.06317 25.22021 26.89034 1.625541 40 6.253194 7.884032 8.203972 30.32597 24.85658 27.09310 1.636350 41 6.306301 7.753093 8.225948 30.57996 24.50515 27.28906 1.646796 42 6.358965 7.626473 8.247199 30.82557 24.16531 27.47855 1.656898 43 6.411196 7.503963 8.267760 31.06321 23.83650 27.66190 1.666672 44 6.463006 7.385365 8.287665 31.29326 23.51819 27.83939 1.676133 45 6.514403 7.270495 8.306944 31.51607 23.20989 28.01130 1.685298 46 6.565398 7.159180 8.325626 31.73199 22.91113 28.17789 1.694178 47 6.616000 7.051258 8.343739 31.94134 22.62148 28.33940 1.702789 48 6.666217 6.946575 8.361309 32.14439 22.34052 28.49607 1.711140 49 6.716060 6.844989 8.378358 32.34144 22.06787 28.64810 1.719245 50 6.765535 6.746363 8.394911 32.53275 21.80316 28.79570 1.727113 51 6.814651 6.650570 8.410988 32.71857 21.54606 28.93906 1.734755 52 6.863415 6.557490 8.426610 32.89912 21.29624 29.07836 1.742181 53 6.911836 6.467009 8.441796 33.07463 21.05340 29.21377 1.749400 54 6.959919 6.379020 8.456563 33.24530 20.81724 29.34545 1.756420 55 7.007673 6.293421 8.470930 33.41134 20.58750 29.47356 1.763249 56 7.055103 6.210117 8.484911 33.57293 20.36392 29.59823 1.769895 57 7.102217 6.129015 8.498523 33.73025 20.14625 29.71960 1.776365 58 7.149020 6.050030 8.511779 33.88346 19.93426 29.83781 1.782667 59 7.195519 5.973081 8.524694 34.03272 19.72773 29.95297 1.788806 60 7.241719 5.898088 8.537280 34.17819 19.52646 30.06520 1.794789

Variance Decomposition of HARGAMINYAK:

Period S.E. GDP INFLASI ER SUBSIDI

HARGAMINY

AK SB

1 0.166637 0.122486 0.002162 1.891280 8.019520 89.96455 0.000000 2 0.229870 0.422231 0.001618 2.838169 7.499532 89.14492 0.093527 3 0.280852 0.583797 0.003392 3.606646 7.177780 88.50621 0.122171 4 0.324853 0.710917 0.015974 4.047169 7.193680 87.90139 0.130871 5 0.363598 0.756364 0.026630 4.292935 7.222115 87.56934 0.132621 6 0.398592 0.781990 0.035213 4.428114 7.247864 87.37319 0.133631 7 0.430647 0.793432 0.041021 4.514859 7.252283 87.26360 0.134802 8 0.460452 0.802753 0.045579 4.576543 7.257091 87.18195 0.136086 9 0.488424 0.808917 0.049036 4.624442 7.258696 87.12174 0.137164 10 0.514881 0.814194 0.051867 4.662434 7.260596 87.07284 0.138064 11 0.540041 0.818253 0.054167 4.693549 7.261622 87.03361 0.138803 12 0.564080 0.821740 0.056103 4.719385 7.262741 87.00061 0.139425 13 0.587135 0.824611 0.057736 4.741248 7.263551 86.97291 0.139950 14 0.609319 0.827100 0.059140 4.759954 7.264308 86.94910 0.140402 15 0.630722 0.829237 0.060355 4.776167 7.264922 86.92853 0.140793 16 0.651423 0.831115 0.061419 4.790346 7.265479 86.91050 0.141136 17 0.671486 0.832766 0.062357 4.802857 7.265959 86.89462 0.141439 18 0.690966 0.834237 0.063192 4.813975 7.266391 86.88050 0.141708 19 0.709912 0.835551 0.063938 4.823922 7.266774 86.86787 0.141949 20 0.728366 0.836734 0.064610 4.832874 7.267121 86.85650 0.142165 21 0.746363 0.837804 0.065217 4.840973 7.267434 86.84621 0.142361 22 0.763937 0.838777 0.065770 4.848336 7.267719 86.83686 0.142539 23 0.781115 0.839666 0.066274 4.855057 7.267978 86.82832 0.142702 24 0.797924 0.840480 0.066736 4.861219 7.268216 86.82050 0.142851 25 0.814385 0.841229 0.067162 4.866887 7.268435 86.81330 0.142988 26 0.830521 0.841920 0.067554 4.872119 7.268638 86.80665 0.143115 27 0.846349 0.842560 0.067918 4.876963 7.268825 86.80050 0.143232 28 0.861886 0.843155 0.068255 4.881461 7.268999 86.79479 0.143341 29 0.877148 0.843708 0.068570 4.885649 7.269161 86.78947 0.143442 30 0.892149 0.844225 0.068863 4.889557 7.269312 86.78451 0.143537 31 0.906902 0.844708 0.069137 4.893214 7.269453 86.77986 0.143625 32 0.921419 0.845161 0.069394 4.896641 7.269586 86.77551 0.143708 33 0.935711 0.845586 0.069636 4.899861 7.269710 86.77142 0.143786 34 0.949787 0.845987 0.069863 4.902891 7.269827 86.76757 0.143859 35 0.963658 0.846364 0.070078 4.905749 7.269938 86.76394 0.143928 36 0.977332 0.846721 0.070280 4.908447 7.270042 86.76052 0.143994 37 0.990818 0.847058 0.070472 4.910999 7.270141 86.75727 0.144056


(3)

38 1.004122 0.847378 0.070653 4.913417 7.270234 86.75420 0.144114 39 1.017252 0.847681 0.070825 4.915711 7.270323 86.75129 0.144170 40 1.030215 0.847969 0.070989 4.917891 7.270407 86.74852 0.144222 41 1.043017 0.848243 0.071144 4.919964 7.270487 86.74589 0.144272 42 1.055664 0.848504 0.071292 4.921938 7.270563 86.74338 0.144320 43 1.068161 0.848752 0.071434 4.923820 7.270636 86.74099 0.144366 44 1.080513 0.848990 0.071568 4.925617 7.270706 86.73871 0.144409 45 1.092726 0.849217 0.071697 4.927334 7.270772 86.73653 0.144451 46 1.104804 0.849434 0.071820 4.928976 7.270835 86.73444 0.144491 47 1.116751 0.849642 0.071938 4.930548 7.270896 86.73245 0.144529 48 1.128572 0.849841 0.072052 4.932055 7.270954 86.73053 0.144565 49 1.140270 0.850032 0.072160 4.933500 7.271010 86.72870 0.144600 50 1.151849 0.850215 0.072264 4.934888 7.271064 86.72694 0.144634 51 1.163313 0.850391 0.072364 4.936221 7.271115 86.72524 0.144666 52 1.174666 0.850561 0.072460 4.937503 7.271165 86.72361 0.144697 53 1.185909 0.850724 0.072553 4.938736 7.271213 86.72205 0.144727 54 1.197047 0.850880 0.072642 4.939924 7.271259 86.72054 0.144755 55 1.208082 0.851032 0.072728 4.941068 7.271303 86.71909 0.144783 56 1.219018 0.851178 0.072811 4.942172 7.271345 86.71768 0.144810 57 1.229856 0.851318 0.072891 4.943237 7.271387 86.71633 0.144836 58 1.240599 0.851454 0.072968 4.944265 7.271426 86.71503 0.144860 59 1.251251 0.851585 0.073042 4.945258 7.271465 86.71376 0.144884 60 1.261812 0.851712 0.073114 4.946218 7.271502 86.71255 0.144908

Variance Decomposition of SB:

Period S.E. GDP INFLASI ER SUBSIDI

HARGAMINY

AK SB

1 0.139517 7.229158 3.592205 15.45160 0.095896 0.677488 72.95365 2 0.233326 9.067901 2.080753 30.54880 0.034364 0.435281 57.83290 3 0.306241 10.07438 1.222129 36.66054 0.021925 1.140311 50.88072 4 0.364742 10.50732 0.913932 39.12273 0.056859 1.472168 47.92700 5 0.412974 10.44301 0.796492 40.32074 0.114395 1.656795 46.66856 6 0.454655 10.26226 0.731801 40.91015 0.136826 1.800147 46.15881 7 0.492294 10.09171 0.687977 41.22477 0.141442 1.895695 45.95840 8 0.527176 9.957234 0.656535 41.42750 0.143334 1.957684 45.85771 9 0.559868 9.847785 0.632542 41.58096 0.144427 2.003690 45.79060 10 0.590745 9.759384 0.613732 41.70103 0.145098 2.040641 45.74011 11 0.620079 9.686483 0.598548 41.79792 0.145529 2.070715 45.70080 12 0.648085 9.625760 0.586031 41.87782 0.145910 2.095604 45.66887 13 0.674928 9.574219 0.575486 41.94514 0.146216 2.116607 45.64233 14 0.700742 9.530091 0.566480 42.00255 0.146471 2.134578 45.61983 15 0.725638 9.491861 0.558691 42.05216 0.146685 2.150116 45.60048 16 0.749707 9.458461 0.551890 42.09548 0.146872 2.163687 45.58361 17 0.773027 9.429017 0.545897 42.13364 0.147036 2.175644 45.56876 18 0.795664 9.402877 0.540577 42.16752 0.147182 2.186260 45.55558 19 0.817675 9.379511 0.535822 42.19780 0.147312 2.195748 45.54381 20 0.839108 9.358502 0.531547 42.22502 0.147429 2.204278 45.53322 21 0.860007 9.339510 0.527683 42.24963 0.147534 2.211990 45.52366 22 0.880411 9.322258 0.524172 42.27198 0.147630 2.218995 45.51496 23 0.900352 9.306517 0.520969 42.29238 0.147718 2.225386 45.50703 24 0.919861 9.292098 0.518035 42.31106 0.147798 2.231241 45.49977 25 0.938965 9.278840 0.515338 42.32824 0.147871 2.236624 45.49309 26 0.957687 9.266609 0.512849 42.34408 0.147939 2.241590 45.48693 27 0.976051 9.255289 0.510546 42.35875 0.148002 2.246186 45.48123 28 0.994075 9.244783 0.508408 42.37236 0.148061 2.250452 45.47593 29 1.011779 9.235006 0.506419 42.38503 0.148115 2.254422 45.47101 30 1.029178 9.225885 0.504563 42.39685 0.148166 2.258125 45.46641 31 1.046287 9.217355 0.502827 42.40790 0.148213 2.261589 45.46212 32 1.063122 9.209361 0.501201 42.41826 0.148257 2.264834 45.45809 33 1.079694 9.201855 0.499673 42.42798 0.148299 2.267882 45.45431 34 1.096015 9.194792 0.498236 42.43713 0.148338 2.270750 45.45075 35 1.112097 9.188134 0.496882 42.44576 0.148375 2.273453 45.44740 36 1.127949 9.181849 0.495603 42.45390 0.148410 2.276005 45.44423


(4)

37 1.143582 9.175904 0.494393 42.46161 0.148443 2.278419 45.44124 38 1.159004 9.170274 0.493247 42.46890 0.148474 2.280705 45.43840 39 1.174224 9.164934 0.492161 42.47582 0.148504 2.282873 45.43571 40 1.189248 9.159862 0.491129 42.48239 0.148532 2.284933 45.43315 41 1.204085 9.155039 0.490147 42.48864 0.148559 2.286891 45.43072 42 1.218742 9.150446 0.489213 42.49459 0.148585 2.288756 45.42841 43 1.233224 9.146068 0.488322 42.50026 0.148609 2.290534 45.42620 44 1.247539 9.141889 0.487472 42.50568 0.148632 2.292230 45.42410 45 1.261691 9.137897 0.486660 42.51085 0.148654 2.293851 45.42209 46 1.275686 9.134079 0.485883 42.51580 0.148676 2.295401 45.42016 47 1.289529 9.130424 0.485139 42.52053 0.148696 2.296885 45.41832 48 1.303225 9.126922 0.484427 42.52507 0.148715 2.298307 45.41656 49 1.316778 9.123564 0.483743 42.52942 0.148734 2.299671 45.41487 50 1.330194 9.120340 0.483087 42.53360 0.148752 2.300980 45.41324 51 1.343475 9.117243 0.482457 42.53761 0.148769 2.302237 45.41168 52 1.356627 9.114266 0.481851 42.54147 0.148786 2.303446 45.41018 53 1.369652 9.111401 0.481268 42.54518 0.148802 2.304609 45.40874 54 1.382555 9.108643 0.480707 42.54875 0.148817 2.305729 45.40735 55 1.395338 9.105985 0.480166 42.55220 0.148832 2.306808 45.40601 56 1.408005 9.103423 0.479645 42.55552 0.148846 2.307849 45.40472 57 1.420559 9.100950 0.479142 42.55872 0.148860 2.308853 45.40348 58 1.433004 9.098564 0.478656 42.56181 0.148873 2.309822 45.40227 59 1.445341 9.096258 0.478187 42.56480 0.148886 2.310758 45.40111 60 1.457573 9.094030 0.477734 42.56769 0.148898 2.311663 45.39999


(5)

RINGKASAN

FANNY APRILTA

, Analisis Dampak Fluktuasi Harga Minyak terhadap

Variabel Makroekonomi dan Kebijakan Subsidi di Indonesia : Periode 1980-2010

(dibimbing oleh

TONNY IRAWAN dan TANTI NOVIANTI

)

Peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar

minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan maupun

untuk konsumsi di tingkat rumah tangga. Sebagian besar negara di dunia sangat

bergantung terhadap bahan bakar minyak untuk menggerakkan perekonomian.

Indonesia merupakan salah satu dari negara di dunia yang tingkat kebergantungan

terhadap minyak yang tinggi (

Oil Highly Dependency

). Data dari Bank Dunia

menyatakan konsumsi minyak Indonesia mencapai 46 persen dari total konsumsi

energi nasional pada tahun 1980 dan terus mengalami peningkatan sehingga pada

tahun 2010 perbandingan konsumsi minyak menjadi 66 persen dari total konsumsi

enegi nasional.

Minyak merupakan salah satu komoditi yang penting dalam perekonomian

ekonomi Indonesia. Peranannya sangat besar karena memberikan sumbangan

yang cukup besar terhadap penerimaan pemerintah. Minyak menjadi andalan

Indonesia dalam kegiatan perdagangan internasional. Pada era 1980 hingga awal

tahun 1990 pertumbuhan ekonomi Indonesia begitu pesat, hal ini disebabkan oleh

meningkatnya harga minyak dunia. Indonesia sangat diuntungkan pada masa itu

karena merupakan salah satu pengekspor minyak terbesar di dunia. Kenyataan

berubah sejak tahun 2004 Indonesia beralih menjadi

net importir

minyak dan

terlepas dari keanggotaan OPEC sejak tahun 2009.

Dalam beberapa dekade harga minyak memiliki trend yang berfluktuasi.

Hal ini sangat berdampak dalam kegiatan perekonomian dunia. Fluktuasi harga

minyak dunia akan memengaruhi perekonomian Indonesia sebagai negara dengan

sistem ekonomi terbuka kecil (

small-open economy

). Pengaruh yang diterima oleh

Indonesia tercermin dari variabel makroekonominya seperti tingkat inflasi, tingkat

pertumbuhan output nasional, nilai tukar mata uang, dan tingkat suku bunga.

Selain variabel makroekonomi, fluktuasi harga minyak dunia juga mempengaruhi

kebijakan subsidi pemerintah terhadap bahan bakar minyak premium, kerosin, dan

solar sebagai produk turunan dari minyak itu sendiri. Variabel makroekonomi

yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi dan pertumbuhan

output nasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak fluktuasi harga

minyak dunia terhadap tingkat inflasi, pertumbuhan output nasional, dan

kebijakan subsidi bahan bakar minyak Indonesia pada periode tahun 1980-2010.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Vector

Autoregressions

(VAR) yang dilanjutkan dengan menggunakan metode

Vector

Error Correction Model

(VECM) karena memiliki hubungan kointegrasi yang

terkandung dalam model penelitian ini. Pengujian kestasioneran data yang

digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji

Augmented Dickey-Fuller

(ADF

test

), uji penetapan lag optimal didasarkan pada uji

Schwarz Information

Criterion

(SC) dan uji kointegrasinya berdasarkan pendekatan

Johansen

.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Indeks Harga

Konsume (INFLASI); Produk Domestik Bruto/ Output nasional (GDP); Tingkat

suku bunga (SB); (HARGAMINYAK); Nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar


(6)

Amerika Serikat (ER); Subsidi Bahan Bakar Minyak (SUBSIDI). Seluruh data

yang dipergunakan dalam penelitian ini sejak kuartal pertama tahun 1980 hingga

kuartal keempat tahun 2010.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak dunia

memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia. Dalam jangka pendek

fluktuasi harga minyak dunia tidak mempengaruhi pertumbuhan output nasional,

tingkat inflasi, dan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara signifikan.

Pada jangka panjang fluktuasi harga minyak secara signifikan

mempengaruhi output nasional, tingkat inflasi, dan subsidi BBM. Selama periode

tahun 1980-2010 fluktuasi harga minyak dunia mempengaruhi output nasional

dan tingkat inflasi secara positif. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan

bahwa peningkatan minyak sebagai sumber energi yang vital dalam kegiatan

produksi akan meningkatkan tingkat harga (

Cost-Push Inflation

) secara umum.

Hal inilah yang kemudian menyebabkan peningkatan tingkat inflasi dalam jangka

panjang di Indonesia.

Dalam penelitian ini juga terjadi hubungan yang positif antara fluktuasi

harga minyak dunia dengan subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah.

Artinya, apabila terjadi peningkatan harga minyak dunia maka pemerintah akan

memberikan respon kebijakan berupa peningkatan besaran subsidi BBM kepada

masyarakat.

Pertumbuhan output nasional juga berhubungan positif terhadap fluktuasi

harga minyak dunia dalam jangka panjang. Selama periode 1980-2004 Indonesia

masih sebagai net eksportir minyak. Sehingga surplus dari kegiatan perdagangan

internasional mendorong peningkatan pada output nasional Indonesia. Sementara

dalam enam tahun terakhir ketika Indonesia beralih menjadi net importir minyak

belum berpengaruh secara signifikan pada pertumbuhan output nasional

Indonesia.