Tata Cara Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

(1)

TATACARA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT

O L E H

NAMA : TRI ELWINA HANDAYANI HALOHO NIM : 102600024

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan


(2)

kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “TATA CARA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT”.

Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk menambah salah satu syarat guna menyelesaikan Program Studi DIII Administrasi Perpajakan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada kedua orangtua saya Bapak Drs. Lurbin Haloho dan Mama yang tercinta Renny Simarmata yang telah memberi dukungan materil dan moral serta doa yang dipanjatkan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati dan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Progam DIII Administrasi Perpajakan FISIP USU.


(3)

4. Seluruh Dosen Pengajar Prodip DIII Administrasi Perpajakan FISIP USU yang telah memberi ilmu dan wawasannya selama penulis mengikuti perkuliahan

5. Seluruh staf dan pegawai di DIII Administrasi Perpajakan FISIP USU

6. Bapak Roni, selaku Kepala Seksi Pelayanan KPP Pratama Medan Barat sebagai Supervisor Lapangan yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan Riset di KPP Pratama Medan Barat

7. Bapak Tri Jaya, sebagai Account Representative (AR) dan seluruh pegawai yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan Riset di KPP Pratama Medan Barat.

8. Beloved Brother ever, Bang Ivan Haloho, Amd yang telah memberi dukungan materil dan moral serta yang menjadi inspirasi bagi penulis untuk lebih semangat dalam mencapai cita-cita dan Adik Zhendro Haloho yang turut mendoakan penulis.


(4)

11.Beloved Feri Sinaga dan Sahabat-sahabatku : Nanda Sinaga, Popi Purba, Emil Sinaga untuk setiap keperdulian, bantuan, semangat dan doa.

12.Motivator terbaikku Bang Benny S. Purba, S.Kom untuk setiap doa dan semangat serta menjadi inspirasi bagi penulis untuk lebih semangat dalam mencapai cita-cita.

13.Semua orang yang telah membantu, mendukung, mendoakan hingga tugas akhir ini dapat selesai.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatassan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua.

Medan, Juli 2013 Penulis

Tri Elwina Handayani Haloho


(5)

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 1

B. Tujuan dan Manfaat ... 2

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)... 2

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 3

C. Uraian Teoritis ... 4

1. Definisi dan Fungsi Pajak ... 4

2. Jenis Pajak ... 6

3. Asas Pemungutan Pajak ... 7

4. Sistem Pemungutan Pajak ... 8

5. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ... 8

6. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai ... 9

7. Objek Pajak Pertambahan Nilai ... 9

8. Tarif Pajak Pertambahan Nilai ... 10


(6)

B. Struktur Oraganisasi KPP Pratama Medan Barat... 21

C. Deskripsi Tugas ... 23

1. Sub Bagian Umum ... 23

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) ... 24

3. Seksi Pelayanan ... 24

4. Seksi Penagihan ... 24

5. Seksi Pemeriksaan ... 24

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan ... 25

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi ... 25

8. Kelompok Jabatan Fungsional ... 25

BAB III GAMBARAN DATA ... 27

A. Pengertian Pajak ... 27

1. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, SH ... 27

2. Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani ... 28

B. Sejarah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 28

C. Subjek PPN ... 31

1. Pengusaha Kena Pajak ... 31

2. Bukan Pengusaha Kena Pajak ... 32


(7)

(SPT Masa PPN) ... 38

H. Batas Pelaporan PPN ... 39

I. Tata Cara Pelaporan oleh Bendaharawan ... 40

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA ... 42

A. Kewajiban Menyampaikan SPT ... 42

B. Data statistik Wajib Pajak (WP) melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) ... 43

C. Kendala-Kendala Dalam Pembayaran dan Pelaporan PPN ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN


(8)

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil, makmur sejahtera, aman dan merata yang merupakan bagian dari tujuan luhur Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dapat dicapai melalui pembangunan nasional yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata diseluruh tanah air. Untuk dapat membiayai pelaksanaan pembangunan nasional tersebut secara mandiri, salah satu alternatif yang sangat potensial adalah melalui peran serta masyarakat berupa pembayaran pajak. Di Indonesia ada berbagai macam jenis pajak yang diberlakukan, salah satunya yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi didalam negeri (dalam Pabean) baik itu berupa konsumsi barang maupun konsumsi jasa. Pajak Pertambahan Nilai ini dikenakan hanya terhadap pertambahan nilai saja dan dipungut beberapa kali pada mata rantai jalur perusahaan. Pajak Pertambahan Nilai ini timbul karena digunakan faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayannan jasa kepada konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan, dan mempertahankan laba termasuk modal, bunga, sewa, upah pegawai dan lainnya


(9)

merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Adapun yang merupakan bukti pembayaran pajak ini disebut dengan Faktur Pajak. Faktur Pajak ini kemudian direkap dalam SPT Masa PPN, kemudian SPT Masa PPN ini harus disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama didaerah tempat Wajib Pajak terdaftar sebagai tanda pemenuhan kewajiban sebagai Wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam hal pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), masih banyak masyarakat/wajib pajak yang tidak mengerti bagaimana tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Hal inilah yang menjadi acuan dan dasar pemikiran penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), dengan maksud agar penulis mengerti tentang “TATA CARA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT”

B. TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)


(10)

dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah :

Untuk mengetahui tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 2.1 Bagi Mahasiswa

a. Menambah wawasan di bidang perpajakan khususnya tentang tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.

b. Agar dapat mempraktikkan teori-teori yang telah diperoleh selama masa perkuliahan dalam kegiatan selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri khususnya tentang PPN.

c. Agar dapat meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam bidang perpajakan maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. d. Sebagai wadah untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia

kerja dengan dibekali keahlian keterampilan dan pengalaman yang diperoleh sewaktu melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat

a. Meningkatkan kerjasama yang baik antara pihak Universitas ataupun pihak Program Studi Diploma III Administrasi


(11)

Perpajakan FISIP USU dengan Instansi Pemerintah khususnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat

b. Memberikan uji nyata atas ilmu yang telah disampaikan selama di perkuliahan.

c. Dapat memperkenalkan serta mempromosikan sumber daya manusia yang ada di Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

a. Mempererat hubungan antara Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat dengan pihak Universitas khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

b. Mendapatkan masukan berupa ide, saran dan gagasan dari Perguruan Tinggi menyangkut penanganan masalah Perpajakan. C. URAIAN TEORITIS

1. Definisi dan Fungsi Pajak 1.1Definisi Pajak

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yaitu: Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang


(12)

Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari berbagai definisi tentang pajak di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar :

1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang; 2. Sifatnya dapat dipaksakan;

3. Tidak ada kontraprestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak;

4. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah;

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

1.2Fungsi Pajak

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair), pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend), pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.


(13)

2. Jenis Pajak

2.1Menurut Golongannya

a. Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Pertambahan Nilai.

2.2Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjek pajaknya. Contohnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2.3Menurut Lembaga Pemungutnya

a. Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas


(14)

b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas dua yaitu Pajak Provinsi (Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) dan Pajak Kabupaten/Kota (Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan).

3. Asas Pemungutan Pajak

3.1 Asas Domisili/ Tempat Tinggal

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Dalam Negeri.

3.2 Asas Sumber

Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

3.3 Asas Kebangsan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. (Waluyo,2009:16)


(15)

4. Sistem Pemungutan Pajak

4.1 Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

4.2 Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

4.3 Withholding System

Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak. (Waluyo,2009:17)

5. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi didalam negeri (dalam pabean) baik itu berupa konsumsi barang atau konsumsi jasa.


(16)

6. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Adapun dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai antara lain :

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547, 567 s.d 570 tentang Pajak Pertambahan Nilai.

7. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Yang menjadi Objek Pajak Pertambahan Nilai antara lain :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

b. Impor BKP

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam daerah pabean yang dilakukan oleh PKP

d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean

e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean f. Ekspor BKP oleh pengusaha Kena Pajak


(17)

8. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tarif yang dikenakan atas objek pajak adalah 10%. Berdasarkan pertimbangan perkembangan perekonomian dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah diberi wewenang untuk mengubah tarif PPN menjadi minimal 5% dan maksimal 15% dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal perubahan tarif tersebut, dikemukakan oleh pemerintah DPR dalam rangka penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Namun, sejak UU PPN efektif diberlakukan tanggal 1 April 2009, tarif PPN tetap 10%.

Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas Konsumsi Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau Konsumsi diluar Daerah Pabean, dikenakan pajak PPN dengan tarif 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti Pembebasan dari pengenaan PPN dengan demikian, Pajak Masukan telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan. PPN terutang dihitung dengan mengalihkan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak(DPP). (Agung, Mulyo, 2011:34)


(18)

9. Tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tata cara pelaporan pajak pertambahan nilai, berdasarkan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 :

a. Secara langsung,

b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau c. Dengan cara lain, yaitu :

1) Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, atau

2) E-filing melalui perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi

Secara lebih spesifik, Pasal 4 Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 tanggal 29 September 2006 menetapkan bahwa penyampaian SPT Masa PPn dapat disampaikan dengan cara :

a. Manual, yaitu SPT Induk disampaikan dalam bentuk Formulir kertas (hardcopy), sedangkan lampiran boleh disampaikan dalam bentuk Formulir kertas atau media elektronik, yang pelaksanaannya adalah :

1) Disampaikan langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP4 (Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan), setempat, atau

2) Disampaikan melalui Kantor Pos secra tercatat atau melalui perusahaan Jasa ekspedisi atau melalui perusahaan Jasa Kurir, ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP4 setempat.


(19)

b. Elektronik yaitu E-filing melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi

SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. SPT yang disampaikan harus lengkap dengan lampiran-lampirannya yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak, jika SPT yang disampaikan tidak lengkap, SPT tersebut dianggap tidak pernah disampaikan dan apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo. Tidak menyampaikan SPT Masa PPn, berdasarkan Pasal 7 UU KUP dapat dikenakan saksi Administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000,00 (Lima Ratus Ribu Rupiah) (Sukarji, Untung, 2009:613).

D. RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

(PKLM)

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah mengetahui tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.


(20)

E. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi sesuai dengan metode yang digunakan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, penulis melakukan penentuan tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), mencari dan mengumpulkan bahan untuk Universitas Sumatera Utarapembuatan proposal dan konsultasi dengan pihak dosen yang bersangkutan.

2. Studi Literatur

Merupakan dasar teori yang mendukung laporan ini menyangkut masalah yang dibahas yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan perpajakan, artikel ilmiah, catatan-catatan maupun bahasa tertulis yang berhubungan dengan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara langsung secara langsung terhadap masalah yang dibahas dan meninjau secara langsung terhadap kondisi pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sistem kerja yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat.


(21)

4. Pengumpulan data

Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data yaitu:

a. Data Primer: Data yang bersumber dari pihak-pihak yang terkait dengan penulisan tugas akhir

b. Data Sekunder: Data yang bersumber dari refrensi lain seperti buku, internet dan lain-lain.

5. Analisa Data dan Evaluasi

Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data dan kemudian akan dipresentasikan secara objektif, jelas dan sistematis.

F. METODE PENGUMPULAN DATA

Adapun cara pengumpulan sumber-sumber data yang digunakan ialah sebagai berikut:

1. Daftar Wawancara (Interview Guide) Yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pegawai yang dianggap mampu memberikan data dan informasi tentang tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.


(22)

3. Daftar Dokumentasi (Optional) Yaitu dengan mengumpulkan dokumen atau informasi yang berhubungan dengan tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.

G. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PRAKTIK KERJA

LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini disusun oleh penulis dalam lima bab. Adapun rincian dari tiap-tiap bab seperti terlihat di bawah ini:

BAB I PENDHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan gambaran umum tentang penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang meliputi latar belakang penyusunan, tujuan dan manfaat, ruang lingkup dan metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, serta metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA

LAPANGAN MANDIRI

Pada bab ini penulis menguraikan sejarah singkat mengenai lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi dari tiap-tiap seksi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat .


(23)

BAB III GAMBARAN DATA

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang Ketentuan Peraturan Perundang-udangan Perpajakan yang berkaitan dengan objek serta Subjek PPN, Tata Cara Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan menganalisa data yang diperoleh dan mengevaluasi data yang telah diterima selama proses Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari uraian pada bab-bab sebelumnya. Kemudian penulis juga akan memberikan saran yang mungkin dapat dijadikan sebagai bahan masukan.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

A.Sejarah Singkat Lokasi Praktik kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Pada tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak disebut Kantor Inspeksi Pajak. Kantor Inspeksi Pajak Medan terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di JL. Suka mulia No. 17A. 2. Kantor Inspeksi Pajak Selatan yang berlokasi di JL. Diponegoro No. 3 A.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.276/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang organisasi dan tata usaha Direktorat Jenderal Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak sehingga sejak April 1989 Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara di ganti namanya Menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.

Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.443/PMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat di pecah menjadi dua kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia yang mulai berlaku sejak 25 Januari 2002. Pada saat itu wilayah kinerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat meliputi:

1. Kecamatan Medan Barat 2. Kecamatan Medan Helvetia 3. Kecamatan Medan Sunngal 4. Kecamatan Medan Petisah


(25)

PENG-04/WPJ.01/2008 tanggal 26 Mei 2008 dari kanwil Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I, kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat yang mulai berlaku sejak 27 Mei 2008. Masa ini lebih dikenal dengan sebutan masa reformasi pajak. Dan wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah Kecamatan Medan Barat yang terdiri dari 6 kelurahan, yaitu :

1. Kelurahan Glugur Kota 2. Kelurahan Kesawan

3. Keluraha Pulo Brayan Kota 4. Kelurahan Karang Berombak 5. Kelurahan Sei Agul

6. Kelurahan Silalas

Wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

Waskon I Glugur Kota

Waskon II Kesawan

Waskon III Pulo Brayan Kota Karang Berombak

Waskon IV Sei Agul


(26)

1. KPP Madya Medan

2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Petisah 4. KPP Pratama Binjai

5. KPP Pratama Medan Belawan 6. KPP Pratama Medan Kota 7. KPP Pratama Medan Timur 8. KPP Pratama Medan Polonia 9. KPP Pratama Lubuk Pakam

Adapun visi dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat adalah menjadi pengelola keuangan dan kekayaan negara bertaraf internasional yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat, serta instrumental bagi proses transformasi bangsa menuju masyarakat adil, makmur dan berperadaban tinggi.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat juga memiliki 5 misi yaitu: 1. Di bidang Fiskal

Mengembangkan kebijakan fiskal yang sehat dan berkelanjutan serta mengelola kekayaan dan utang negara secara hati-hati (prudent), bertanggung jawab dan trasparan.

2. Di bidang Ekonomi

Mengatasi masalah-masalah ekonomi serta proaktif senantiasa mengambil peran strategis dalam upaya membangun ekonomi bangsa


(27)

yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang dicita-citakan konstitusi.

3. Di bidang Politik

Mendorong proses demokrasi fiskal dan ekonomi. 4. Di bidang Sosial Budaya

Mengembangkan masyarakat finansial yang berbudaya dan modern. 5. Di bidang Kelembagaan

Memeperbaharui diri (self reinventing) sesuai dengan aspirasi masyarakat dan perkembangan mutakhir teknologi keuangan serta administrasi publik, serta pembenahan pembangunan kelembagaan dibidang keuangan yang baik dan kuat yang akan memberikan dukungan dan pedoman pelaksana yang rasional dan adil, dengan didukung oleh pelaksana yang potensial dan mempunyai integritas yang tinggi.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawas Wajib Pajak dibidang Pajak Pengahasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah


(28)

1. Penetapan dan Penerbitan produk hukum perpajakan.

2. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya. 3. Penyuluhan perpajakan.

4. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak. 5. Pelaksanaan ekstensifikasi.

6. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. 7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

8. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

10. Pelaksanaan intensifikasi. 11. Pembetulan ketetapan pajak. 12. Pelaksanaan administrasi Kantor.

B. Struktur Oraganisasi KPP Pratama Medan Barat

Struktur oraganisasi adalah bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar kerja dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang maksimal. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.


(29)

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat terdiri atas sebealas seksi yang masing-masing seksi dipimpin oleh kepala seksi. Struktur oraganisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat digambarakan sebagai berikut:

1. Sub Bagian Umum

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Penagihan 5. Seksi Pemeriksaan

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 11. Kelompok Jabatan Fungsional.

Untuk lebih jelas mengenai struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama dapat dilihat pada bagan berikut ini:


(30)

Struktur Oraganisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Sumber: Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

C. Deskripsi Tugas

Adapun gambaran tugas dari masing-masing bagian kerja yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah sebagai berikut:

1. Sub Bagian Umum

Mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, dan perlengkapan rumah tangga.

Kepala Kantor Sub Bagian Umum Seksi Pengolahan Data dan Informasi Seksi Pengawasan dan konsultasi Seksi Pelayanan Seksi Pemeriksaan Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Seksi Penagihan Kelompok Jabatan Fungsional


(31)

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling, pelaksanaan i-SISMOP dan SIG, serta penyampaian laporan kinerja.

3. Seksi Pelayanan

Mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan regristrasi perpajakan Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.

4. Seksi Penagihan

Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan angsuran dan tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan


(32)

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Mempunyai tugas melakukan tugas pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek pajak dan subjek pajak, pembentukan dan pemuktakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Masing-masing mempunyai tugas pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan pembetulan ketetapan pajak, dan melakukan evaluasi hasil banding.

8. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku:

a. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahlian. b. Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional

senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.


(33)

c. Jumlah jabatan fungsional tersebut ditentukan berdasrkan kebutuhan dan beban kerja.

d. Jenis dan jenjang jabatan diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(34)

BAB III

GAMBARAN DATA

A. Pengertian Pajak

Ditinjau dari sejarahnya masalah pajak ini sudah ada sejak dahulu, walaupun pada saat itu belum dinamakan pajak namun, masih merupakan pemberian yang masih bersifat sukarela dari rakyat kepada pemerintah. Perkembangan selanjutnya pemberian itu menjadi yang bersifat wajib dan ditetapkan secara sepihak oleh Negara. Dengan kata lain, pajak yang semula merupakan pemberian berubah menjadi pungutan, hal ini wajar karena Negara membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pengeluaran rutin Negara dan dana pembangunan nasional demi meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Pajak merupakan penerimaan Negara yang penting. Membayar pajak adalah kewajiban setiap warga Negara. Besarnya pajak ditetapkan undang-undang atau didalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2) yang mengatakan segala penerimaan pajak berdasarkan undang-undang. Definisi pajak bermacam-macam namun, demikian berbagai tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama antara lain:

1. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, SH

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang


(35)

langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Waluyo, 2009:3)

2. Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani

Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayaipengeluaran-pengeluaran umum. Berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Sukarji, Untung, 2009:1)

B. Sejarah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang telah menjalani sejarah dalam waktu yang panjang sejak dari penemuannya hingga diterapkan dilapangan. Pengenaan pajak yang didasarkan atas Nilai Tambah ini pertama kali ditemukan oleh industriawan Jerman yang duduk sebagai anggota The Reichtag bernama Carl Freodrich Von Siemens.

Siemens mengemukakan agar Sistem Pajak Penjualan yang berlaku direformasi dengan sistem pengenaan pajak atas pertambahan nilai dalam sistem perpajakan di Jerman pada tahun 1919. Namun, apa yang digagaskan dan diajukan


(36)

Selanjutnya Prof. Carl S Shoup, seorang yang duduk dalam komisi Perpajakan untuk Jepang telah mengusulkan pula mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Jepang pada tahun 1949, dimana pajak dihitung dari jumlah yang terdiri dari pengeluaran yang dilakukan untuk pembayaran upah, bunga, modal, dan sewa, demikian juga atas laba usaha. Namun, usul-usul itu tersebut juga belum dapat dilaksanakan saat itu.

Dari berbagai gagasan tersebut, dengan didasarkan atas berbagai penelitian dan kajian yang mendiam maka Negara yang pertama kali menerapkan PPN ini dalam perpajakannya adalah Perancis pada tahun 1954. PPN ini diterapkan dengan sistem yang mudah dan sederhana, hingga kini masih dipergunakan. Adapun sasaran pengenaan PPN ini diperancis pada mulanya adalah atas impor barang jalur produksi (manufaktur) juga jalur distribusi sampai kepada tingkat pedagang besar (whole saler).

Sistem PPN yang cepat merambah penerapannya diberbagai Negara Eropa, Amerika, Asia dan Afrika pada hakekatnya adalah pajak penjualan yang dikenakan akibat adanya terjadi transaksi atas nilai tambahnya. Sehingga kalaupun suatu Negara menerapkan sistem PPN, umumnya Negara tersebut sebelumnya telah menerapkan system pajak penjualan seperti juga halnya Indonesia.

Di Indonesia Dasar Hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPNBM) adalah Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1983


(37)

tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPNBM).

Sifat kumulatif pada Pajak Penjualan 1951 direformasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah, yaitu pada saat Reformasi system perpajakan nasional. Karena pertimbangan kesiapan dan pelaksanaannya, maka secara efektif PPN dan PPNBM berlaku per 1 April 1985. Ditinjau dari pengelompokannya, PPN ini termasuk Non-Commulative Multi Stage Sales Tax.

Non-commulative berarti mekanisme pemungutan PPN dikenakannya pada nilai

tambah dari barang kena pajak dan jasa kena pajak. Dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1994 yang diberlakukan per Januari 1995 PPN dan PPNBM mengalami perubahan.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPNBM) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (didalam daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa. Oleh karena itu barang yang tidak dikonsumsi didalam Daerah Pabean (diekspor), dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). Sebaliknya, atas impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri. Sesuai dengan pertimbangan keadaaan


(38)

C. Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Subjek Pajak maksudnya adalah Subjek Hukum Pajak. Untuk dapat dilaksanakan suatu objek pajak harus ada pihak yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan objek pajak tersebut, oleh karena itu Subjek Pajak adalah pihak yang diberikan hak dan kewajiban dibidang perpajakan atau suatu objek pajak.

Dari ketentuan dalam pasal 4 UU No. 7 Tahun 1983, diubah dengan UU No. 11 Tahun1994, dan terakhir diubah dengan UU No. 18 Tahun 2000, dan UU PPN No. 42 Tahun 2009 yang disebut dengan UU PPN dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pengusaha Kena Pajak

Ketentuan yang mengatur bahwa subjek PPN harus Pengusaha Kena Pajak adalah huruf a, huruf c, dan huruf f, Undang-undang PPN.

Dari pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa:

- Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/ atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4 huruf a dan huruf c UU PPN) - Yang dapat mengekspor Barang Kena Pajak (BKP) yang

dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4 huruf f UU PPN)

- Bentuk kerja sama operasi yang apabila menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dapat


(39)

dikenakan PPN adalah pengusaha kena pajak (Pasal 2 ayat 2 PP No. 50 Tahun 1994)

2. Bukan Pengusaha Kena Pajak

Subjek PPN tidak harus Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi yang bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP) pun dapat menjadi Subjek PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf b, d dan huruf e serta pasal 16C Undang-Undang PPN.

Berdasarkan pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa yang dapat dikenakan PPN :

- Siapa pun yang mengimpor Barang Kena Pajak (BKP)

- Siapa pun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak dan/ atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean dan di dalam daerah pabean

- Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan dan pekerjaannya.

D. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


(40)

c. Peyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam dan didalam daerah pabean.

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean dan didalam daerah pabean.

f. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

g. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan

h. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak.

E. Jenis-Jenis Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN), dan diatur juga dalam SE-98/PJ/2010 maka mulai 1 Januari 2011 atau mulai SPT Masa PPN untuk Masa Januari 2011 akan dikenai 3 (tiga) jenis SPT Masa PPN, yaitu:

a. SPT Masa PPN 1111 b. SPT Masa PPN 1111 DM c. SPT Masa PPN 1107 PUT


(41)

Peruntukan masing-masing SPT Masa PPN tersebut adalah :

a. SPT Masa PPN 1111, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme Pajak Masukan dan Pajak Keluaran (Normal). Petuntuk pengisian SPT Masa PPN 1111 dan bentuk formulirnya dapat dilihat di lampiran PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

b. SPT Masa PPN 1111 DM, yang digunakan oleh PKP yang

menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan; Petuntuk pengisian SPT Masa PPN 1111 DM dan bentuk formulirnya dapat dilihat di lampiran PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.

c. Sedangkan SPT Masa PPN 1107 PUT, yang digunakan oleh

PemungutPPN.


(42)

a) Manual, yaitu:

- Disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau tempat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dan atas penyampaian SPT Masa PPN tersebut PKP akan menerima tanda bukti penerimaan; atau

- Disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat. Bukti pengiriman surat tersebut dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap.

b) Elektronik (e-Filing), yaitu :

Melalui sistem online yang real time melalui satu atau beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang tata cara penyampaiannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dan perubahan/penggantinya.


(43)

2) Pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN secara manual dapat dilakukan untuk SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk media elektronik.

3) Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan dalam bentuk media elektronik, Induk SPT Masa PPN harus tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), ditandatangani dan disampaikan secara manual.

4) Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan secara e-Filing, Induk SPT Masa PPN tidak perlu disampaikan secara manual dalam bentuk formulir kertas (hard copy).

Cara penyampaian SPT Masa PPN

Manual

e-Filing

SPT dalam bentuk kertas (hardcopy)

Induk SPT dalam bentuk kertas, lampiran dalam bentuk media elektronik

Melalui system Online yang real time melalui perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (Aplication Service Provider)


(44)

Berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak perubahan Per-44/PJ/2010 Tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) yang akan diberlakukan untuk pengisian dan pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Juni 2013 dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

Kriteria Wajib e-SPT

1. Setiap Pengusaha Kena Pajak Wajib Badan Menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk elektronik;

2. Pengusaha Kena Pajak orang pribadi yang:

- melaporkan lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan denganFaktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada salah satu dalam lampiran SPT dalam 1 (satu) masa pajak; atau - jumlah seluruh penyerahan barang dan jasanya dalam 1 (satu)

Masa Pajak Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah) atau lebih,


(45)

Kriteria Tidak Wajib e-SPT (dapat memilih)

1. melaporkan tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan denganFaktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada salah satu dalam lampiran SPT dalam 1 (satu) masa pajak; atau

2. jumlah seluruh penyerahan barang dan jasanya dalam 1 (satu) Masa Pajak kurang dari Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah),

dapat memilih menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dalam bentuk data elektronik.

G. Tempat Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

Tempat dimana Wajib Pajak melaporkan SPT Masa PPNnya adalah :

a. KPP (Kantor Pelayanan Pajak );

b. KP2KP (Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan); atau


(46)

H. Batas Pelaporan PPN

Bagi wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut harus melaporkan dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai, untuk masa pajak yang telah ditentukan sebagai berikut :

a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dihitung sendiri oleh pengusaha Kena Pajak, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan pada kantor pelayanan pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan SPT yang telah dilunasi segera dilaporkan ke kantor pelayanan pajak yang menerbitkan.

c. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang pemungutnya dilakukan oleh : - Bendaharawan pemerintah harus melaporkan selambat-lambatnya

14 hari setelah masa pajak berakhir.

- Selain bendaharawan pemerintah dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

- Direktorat Jendral Bea Cukai atas impor harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.


(47)

d. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, maka Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dihitung sendiri oleh penghasilan kena pajak harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

I. Tata Cara Pelaporan oleh Bendaharawan

a. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Atas Barang Mewah yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah harus dilaporkan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Bendaharawan terdaftar paling lambat 14 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan.

b. Pelaporan dilakukan dengan menggunakan formulir Surat

Pemberitahuan Masa (SPT Masa Pemungut PPN/ 1107 PUT) yang dibuat dalam rangkap 3 yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :

- Lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak Lembar ke-3 untuk Kepala kantor Pelayanan Pajak setempat

- Lembar ke-2, untuk Kantor Perbendaharawan dan Kas Negara (KPKN)


(48)

c. Bila Bank pemerintah atau Bank Pembangunan daerah bertindak sebagai kasir dari Bendaharawan Pemerintah (Proyek Inpres) maka Faktur Pajak dan surat Setoran Pajak (SSP) Ditentukan ke Bank yang bersangkutan melalui Bendaharawan yang diwajibkan untuk memungut dan melaporkan adalah Bank yang bersangkutan.

d. Apabila dalam satu bulan tidak ada pemungutan, penyetoran laporan tetap dibuat dengan mempergunakan Laporan Nihil.

e. Faktur Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut misalnya disebabkan harga jual tidak lebih dari Rp. 1.000.000 atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah dilaporkan dengan mengisi catatan pada bagian yang kosong pada Formulir laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai.


(49)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI DATA A. Kewajiban Menyampaikan SPT

Kewajiban melaporkan Pajak yang terutang dalam Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang PPN 1984 merupakan refleksi dari ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU KUP yang menentukan : “Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah dan menandatangani serta menyampaikannya ke Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.”

Kata “dikukuhkan” memberikan indikasi bahwa kewajiban ini juga dibebankan kepada pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP selain yang terdaftar sebagai Wajib Pajak sehingga memperoleh NPWP. Dalam memori penjelasan pasal ini ditegaskan fungsi SPT bagi PKP adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN yang sebenarnya terutang, dan untuk melaporkan tentang :

1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak keluaran

2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan


(50)

3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

SPT harus disampaikan tepat waktu dan dengan lengkap, artinya disertai Lampiran yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak. Apabila SPT yang disampaikan tidak lengkap, dianggap SPT tersebut tidak pernah disampaikan .

B. Data statistik Wajib Pajak (WP) melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

Jumlah Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat dari Januari-Desember untuk 2 (dua) tahun terakhir, tahun pajak 2011 dan 2012, data yang diperoleh adalah sebagai berikut :


(51)

Tabel 1

Lapor SPT Masa PPN

No. Masa

Pajak

2011 2012

SPT Masa PPN Masuk SPT Masa PPN Masuk

1 Januari 1,066 1,096

2 Februari 1,072 1,096

3 Maret 1,080 1,087

4 April 1,078 1,095

5 Mei 1,102 1,108

6 Juni 1,085 1,073

7 Juli 1,106 966

8 Agustus 1,127 898

9 September 1,103 883

10 Oktober 1,114 898

11 November 1,118 857

12 Desember 1,149 695

Sumber : Seksi Pengolahan Data dan Informasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1. Tahun Pajak 2011

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa Wajib Pajak yang melaporkan SPT Masa PPN dibulan Januari adalah sebanyak 1.066 SPT, dibulan Februari 1.072 SPT, dibulan 1.080 SPT, dibulan April 1.078 SPT, dibulan Mei 1.102 SPT, dibulan Juni 1.085 SPT, dibulan Juli 1.106 SPT, dibulan Agustus 1.127 SPT, dibulan September 1.103 SPT, dibulan Oktober 1.114 SPT, dibulan November 1.118 SPT, dan terakhir dibulan Desember sebanyak 1.149 SPT.


(52)

Data Grafik 1

Diketahui bahwa mulai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember mengalami peningkatan Wajib Pajak dalam hal melaporkan SPT Masa PPN, walaupun terkadang ada penurunan, tetapi dapat kita lihat dari data grafik dibulan Desember mengalami peningkatan yang signifikan.

2. Tahun Pajak 2012

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa Wajib Pajak yang melaporkan SPT Masa PPN dibulan Januari adalah sebanyak 1.096 SPT, dibulan Februari 1.096 SPT, dibulan 1.087 SPT, dibulan April 1.095 SPT, dibulan Mei 1.108 SPT, dibulan Juni 1.073 SPT, dibulan Juli 966 SPT, dibulan Agustus 898 SPT, dibulan September 883 SPT, dibulan Oktober 898 SPT, dibulan November 857 SPT, dan terakhir dibulan Desember sebanyak 695 SPT.

1.020 1.040 1.060 1.080 1.100 1.120 1.140 1.160 Ja n u a ri F eb ru a ri M a ret Apr il M e i Juni Ju li Agus tus S ep tem b er O ktob e r N o v em b er D es em b er

2011 SPT Masa PPN Masuk


(53)

Data Grafik 2

Diketahui bahwa mulai Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak April Wajib Pajak masih stabil, tidak mengalami penurunan atau peningkatan dalam melaporkan SPT Masa PPN. Masa Mei sampai dengan desember semakin menurun, dibulan oktober kembali meningkat, tetapi dibulan November sampai Desember Wajib Pajak dalam hal melaporkan SPT Masa PPN semakin menurun.

C. Kendala-Kendala Dalam Pembayaran dan Pelaporan PPN

Faktor-faktor yang menjadi hambatan Wajib Pajak (WP) dalam melaksanakan

-200 400 600 800 1.000 1.200 Ja n u a ri F eb ru a ri M a ret Apr il M e i Juni Ju li Agus tus S ep tem b er O ktob e r N o v em b er D es em b er

2012 SPT Masa PPN Masuk


(54)

2. Masyarakat juga tidak merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak, sehingga masih banyak penerimaan SPT yang masih kurang bayar dari jumlah pajak terutang.

3. Peraturan perundang-undangan yang selalu berubah, sehingga WP kesulitan dalam melakukan kewajibannya

Adapun usaha yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat dalam menghadapi kendala-kendala tersebut adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan penyuluhan perpajakan kepada masyarakat agar mereka mengerti bagaimana tata cara pembayaran dan pelaporan PPN baik penyampaian SPT secara manual atau e-filing (elektronik) sehingga dalam pelaksanaan kewajiban tersebut, kesalahan ataupun kekeliruan dalam pengisian SPT bisa diminimalkan.

2. Adanya informasi atau pemberitahuan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) baik melalui spanduk, prosedur dan internet tentang batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT sehingga masyarakat atau wajib pajak tidak lupa akan kewajibannya untuk melaporkan PPN yang terutang.

3. Diberikan buku petunjuk pembayaran dan pelaporan PPN kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak tersebut bisa memahami pengisian dan penyampaian SPT baik penyampaian SPT secara manual atau e-filing (elektronik).


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang ditulis pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Cara pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN adalah : SPT Masa PPN dapat disampaikan oleh WP/PKP dengan cara: 1) Manual, yaitu:

- Disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau tempat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dan atas penyampaian SPT Masa PPN tersebut PKP akan menerima tanda bukti penerimaan; atau

- Disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat. Bukti pengiriman surat tersebut dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap.

2) Elektronik (e-Filing), yaitu :


(56)

Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dan perubahan/penggantinya.

2. Pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN secara manual dapat dilakukan untuk SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk media elektronik.

3. Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan dalam bentuk media elektronik, Induk SPT Masa PPN harus tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), ditandatangani dan disampaikan secara manual.

4. Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan secara e-Filing, Induk SPT Masa PPN tidak perlu disampaikan secara manual dalam bentuk formulir kertas (hard copy).

B. Saran

a. Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat lebih meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat

b. Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat dapat memberikan informasi yang jelas tentang tata cara pelaporan serta tata cara pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan perubahan peraturan Undang-Undang yang berlaku.


(57)

c. Perlunya penyempurnaan sistem informasi tentang perpajakan agar informasi tersebut lebih ditaati oleh wajib pajak.

d. Direktur Jendral Pajak (DJP) harus lebih tegas untuk menerapkan sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, khususnya dalam membayar dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, 2010. Perpajakan Indonesia Edisi 9, Jakarta : Penerbit Salemba Empat Sukardji, Untung, 2009. Pajak Pertambahan Nilai, Rajawali Pers, Jakarta Sukardji, Untung, 2010. Pajak Pertambahan Nilai, Rajawali Pers, Jakarta

Agung, Mulyo, 2011. Perpajakan Seri PPN dan PPNBM : Teori dan Aplikasi Edisi Ketiga-Jakarta :Penerbit Mitra Wacana Media

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah


(1)

Data Grafik 2

Diketahui bahwa mulai Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak April Wajib Pajak masih stabil, tidak mengalami penurunan atau peningkatan dalam melaporkan SPT Masa PPN. Masa Mei sampai dengan desember semakin menurun, dibulan oktober kembali meningkat, tetapi dibulan November sampai Desember Wajib Pajak dalam hal melaporkan SPT Masa PPN semakin menurun.

C. Kendala-Kendala Dalam Pembayaran dan Pelaporan PPN

Faktor-faktor yang menjadi hambatan Wajib Pajak (WP) dalam melaksanakan pembayaran dan pelaporan PPN :

1. Sebagian Masyarakat tidak mengerti bagaimana cara melaporkan SPT secara manual maupun secara elektronik (e-Filing).

-200 400 600 800 1.000 1.200 Ja n u a ri F eb ru a ri M a ret Apr il M e i Juni Ju li Agus tus S ep tem b er O ktob e r N o v em b er D es em b er

2012 SPT Masa PPN Masuk


(2)

47

2. Masyarakat juga tidak merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak, sehingga masih banyak penerimaan SPT yang masih kurang bayar dari jumlah pajak terutang.

3. Peraturan perundang-undangan yang selalu berubah, sehingga WP kesulitan dalam melakukan kewajibannya

Adapun usaha yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat dalam menghadapi kendala-kendala tersebut adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan penyuluhan perpajakan kepada masyarakat agar mereka mengerti bagaimana tata cara pembayaran dan pelaporan PPN baik penyampaian SPT secara manual atau e-filing (elektronik) sehingga dalam pelaksanaan kewajiban tersebut, kesalahan ataupun kekeliruan dalam pengisian SPT bisa diminimalkan.

2. Adanya informasi atau pemberitahuan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) baik melalui spanduk, prosedur dan internet tentang batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT sehingga masyarakat atau wajib pajak tidak lupa akan kewajibannya untuk melaporkan PPN yang terutang.

3. Diberikan buku petunjuk pembayaran dan pelaporan PPN kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak tersebut bisa memahami pengisian dan penyampaian SPT baik penyampaian SPT secara manual atau e-filing (elektronik).


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang ditulis pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Cara pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN adalah : SPT Masa PPN dapat disampaikan oleh WP/PKP dengan cara: 1) Manual, yaitu:

- Disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau tempat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dan atas penyampaian SPT Masa PPN tersebut PKP akan menerima tanda bukti penerimaan; atau

- Disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat. Bukti pengiriman surat tersebut dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap.

2) Elektronik (e-Filing), yaitu :

Melalui sistem online yang real time melalui satu atau beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang tata cara penyampaiannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara


(4)

49

Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dan perubahan/penggantinya.

2. Pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN secara manual dapat dilakukan untuk SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk media elektronik.

3. Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan dalam bentuk media elektronik, Induk SPT Masa PPN harus tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), ditandatangani dan disampaikan secara manual.

4. Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan secara e-Filing, Induk SPT Masa PPN tidak perlu disampaikan secara manual dalam bentuk formulir kertas (hard copy).

B. Saran

a. Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat lebih meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat

b. Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat dapat memberikan informasi yang jelas tentang tata cara pelaporan serta tata cara pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan perubahan peraturan Undang-Undang yang berlaku.


(5)

c. Perlunya penyempurnaan sistem informasi tentang perpajakan agar informasi tersebut lebih ditaati oleh wajib pajak.

d. Direktur Jendral Pajak (DJP) harus lebih tegas untuk menerapkan sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, khususnya dalam membayar dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, 2010. Perpajakan Indonesia Edisi 9, Jakarta : Penerbit Salemba Empat Sukardji, Untung, 2009. Pajak Pertambahan Nilai, Rajawali Pers, Jakarta Sukardji, Untung, 2010. Pajak Pertambahan Nilai, Rajawali Pers, Jakarta

Agung, Mulyo, 2011. Perpajakan Seri PPN dan PPNBM : Teori dan Aplikasi Edisi Ketiga-Jakarta :Penerbit Mitra Wacana Media

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah