Buku Siswa Kelas X MA 54
d. Kesucian Lisan Dengan cara tidak berkata menyakitkan orang tua seperti
¿rman Allah Swt.
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan «ah» dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia
QS. Al Isr Ɨ’ [17] : 23
c. Keutamaan Iffah Dengan demikian, seorang yang ‘a
¿f adalah orang yang bisa menahan diri dari perkara-perkara yang dihalalkan ataupun
diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan menginginkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah:.
Artinya; “Apa yang ada padaku dari kebaikan harta tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri
dari meminta-minta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka
Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan
memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”
HR. Al-Bukhari dan Muslim.
Agar seorang mukmin memiliki sikap iffah, maka harus melakukan usaha-usaha untuk membimbing jiwanya dengan melakukan dua hal
berikut:
Akidah Akhlak, Kurikulum 2013
55 1 Memalingkan jiwanya dari ketergantungan kepada makhluk dengan
menjaga kehormatan diri sehingga tidak berharap mendapatkan apa yang ada di tangan mereka, hingga ia tidak meminta kepada
makhluk, baik secara lisan lis Ɨnul maqal maupun keadaan
lisanul h ҕƗl.
2 Merasa cukup dengan Allah, percaya dengan pencukupan-Nya. Siapa yang bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupinya.
Allah itu mengikuti persangkaan baik hamba-Nya. Bila hamba menyangka baik, ia akan beroleh kebaikan. Sebaliknya, bila ia
bersangka selain kebaikan, ia pun akan memperoleh apa yang disangkanya.
Untuk mengembangkan sikap ‘iffah ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslim untuk
menjaga kehormatan diri, di antaranya: 1 Selalu mengendalikan dan membawa diri agar tetap menegakan
sunnah Rasulullah, 2 Senantiasa mempertimbangkan teman bergaul dengan teman yang
jelas akhlaknya, 3 Selalau mengontrol diri dalam urusan makan, minum dan berpakaian
secara Islami, 4 Selalu menjaga kehalalan makanan, minuman dan rizki yang
diperolehnya, 5 Menundukkan pandangan mata ghadul bashar dan menjaga
kemaluannya, 6 Tidak
khalwat berduaan dengan lelaki atau perempuan yang bukan mahramnya,
7 Senantiasa menjauh diri dari hal-hal yang dapat mengundang
¿tnah.
’Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah Swt. Oleh sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil,
sehingga memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan- keinginan yang tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan
saat telah dewasa. Dari sifat ’iffah akan lahir sifat-sifat mulia seperti: sabar, qana’ah, jujur, santun, dan akhlak terpuji lainnya.
Ketika sifat ’iffah ini sudah hilang dari dalam diri seseorang, akan membawa pengaruh buruk dalam diri seseorang, akal sehat akan tertutup
oleh nafsu syahwatnya, ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah, mana baik dan buruk, yang halal dan haram.
Buku Siswa Kelas X MA 56
4. Mengembangkan Sikap Syaja’ah
a. Pengertian Syaja’ah
Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata al-jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk
menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan
berat dan mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya
menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan. Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau
keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah atau keberanian dalam
mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah berani bukanlah semata-
mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.
b. Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu; 1 Rasa takut kepada Allah Swt.
2 Lebih mencintai akhirat daripada dunia, 3 Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang
4 Tidak menomori satukan kekuatan materi, 5 Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah,
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir
terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani al-syujja’.
Al-syajja’ah berani bukan sinonim ‘adam al-khauf tidak takut sama sekali”
Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya.
Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.
Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang berjuang di medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila
mampu menjalankan tugas dan kewajibannya secara bertanggungjawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu menjalankan
tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila mampu menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya.
Akidah Akhlak, Kurikulum 2013
57 Keberanian terbagi kepada terpuji al-mah
ҕmudah dan tercela al-madzmumah. Keberanian yang terpuji adalah yang mendorong berbuat
maksimal dalam setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah apabila mendorong berbuat
tanpa perhitungan dan tidak tepat penggunaannya. Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:
1 Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian dalam medan tempur di waktu perang.
2 Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan kebenaran.
Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:
1 Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah. 2 Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3 Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa. Dari dua macam syaja’ah keberanian tersebut di atas, maka syaja’ah dapat
dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni: a Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan,
penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.
b Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.
c Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur
strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.
d Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki
sifat pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan dan mencari kambing hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan” Orang
yang memiliki sifat syaja’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan bertanggung
jawab. e Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung
bersikap “over con ¿dence” terhadap dirinya, menganggap
dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate”
terhadap dirinya yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua
sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang
Buku Siswa Kelas X MA 58
yang berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.
f Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu ber–mujahadah li nafsi, melawan nafsu dan
amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk
melampiaskan amarahnya. c. Hikmah
syaja’ah dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk
di miliki setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa
dan bernegara. Syaja’ah perwira akan menimbulkan hikmah dalam bentuk
sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu
dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur,
meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan
sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.
5. Menegakkan Sikap ’Adalah
1. Pengertian Pengertian adil menurut bahasa adalah sebagai berikut.
Meletakkan sesuatu pada tempatnya Adil juga berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan
yang satu dengan yang lain. Berlaku adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban secara
seimbang, tidak memihak, dan tidak merugikan pihak mana pun. Adil dapat berarti tidak berat sebelah serta berarti sepatutnya, tidak
sewenang-wenang. Jamil Shaliba, penulis kamus Filsafat Arab, mengatakan bahwa,
menurut bahasa adil berarti al-Istiqamah yang berarti tetap pada pendirian, sedangkan dalam syariat adil berarti tetap dalam pendirian
dalam mengikuti jalan yang benar serta menjauhi perbuatan yang dilarang serta kemampuan akal dalam menundukkan hawa nafsu.
Sebagaimana ¿rman di bawah ini.