Life Cycle Assessment (LCA) Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau)

LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA)
INDUSTRI PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)
(Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau)

ANDRE WAHYU NUGROHO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Life Cycle Assessment
(LCA) Industri Pengolahan Crude palm Oil (CPO) (Studi Kasus di PTPN V
(Persero) Provinsi Riau) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Andre Wahyu Nugroho
NIM F34100050

ABSTRAK
ANDRE WAHYU NUGROHO. Life Cycle Assessment (LCA) Industri
Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi
Riau). Dibimbing oleh SUPRIHATIN.
Life Cycle Assessment (LCA) merupakan sebuah mekanisme untuk
menganalisis dan memperhitungkan dampak lingkungan dari suatu produk dalam
setiap tahap siklus hidupnya. Munculnya berbagai isu lingkungan terkait industri
kelapa sawit melatarbelakangi dilakukannya studi LCA ini. Tujuan studi LCA ini
untuk mengidentifikasi dampak lingkungan produksi Crude Palm Oil (CPO) dari
aspek efisiensi energi dan emisi gas rumah kaca (GRK) serta menganalisis
skenario perbaikannya. Metode LCA terdiri atas 4 tahapan yaitu goal and scope
definition, inventory analysis, impact assessment dan interpretation. Berdasarkan
hasil penelitian, total penggunaan energi di pabrik kelapa sawit (PKS) Lubuk

Dalam sebesar 6330 MJ/ton CPO. Tingkat efisiensi energi produksi 1 ton CPO
dinyatakan dalam Net Energy Ratio (NER) sebesar 6,2 dan Net Energy Value
(NEV) sebesar 33,03 GJ. Total emisi GRK pada produksi 1 ton CPO sebesar
1462,65 kg CO2 –eq. Penggunaan energi di PKS Tandun sebesar 7276,7 MJ/ton
CPO dengan nilai Net Energy Ratio (NER) sebesar 5,4 dan Net Energy Value
(NEV) sebesar 32,08 GJ. Total emisi GRK Tandun sebesar 624,26 kg CO2 –eq.
Salah satu skenario perbaikan yang signifikan untuk meningkatkan efisiensi
energi dan mereduksi emisi adalah pemanfaatan biogas dari limbah cair sebagai
pembangkit listrik. Skenario tersebut mampu mereduksi emisi di PKS Tandun
sebesar 970,5 kg CO2 –eq/ton CPO, meningkatkan NER menjadi 5,7 dan NEV
menjadi 33,08.
Kata kunci : Crude Palm Oil, Life Cycle Assessment, Gas Rumah Kaca, Net
Energi

ABSTRACT
ANDRE WAHYU NUGROHO. Life Cycle Assessment (LCA) of The Production
of Crude Palm Oil (Case Studi in PTPN V (Persero) Provinsi Riau). Supervised by
SUPRIHATIN.
LCA is a mechanism to analyze and identify environmental effect of a
product on each life cycle. LCA is used to solve environmental issues related to

palm oil industries. This research used LCA to identify environmental issues of
CPO production process, especially on efficiency aspect and greenhouse gas
emission aspect including it’s improvement scenarios. LCA method include goal
and scope definition, inventory analysis, impact assessment, and results
interpretation. Based on the measurement in Lubuk Dalam Palm Oil Industry, the
result showed that total energy used was 6330 MJ/tonne CPO. Energy production
efficiency of 1 tonne CPO expressed in Net Energy Ratio (NER) was 6.2 and Net
Energy Value (NEV) was 33.03 GJ. Total GRK emission was1462.65 kg CO2 -eq
per 1 tonne CPO production. Energy usage in Tandun Palm Oil Industry was
7276.7 MJ/tonne CPO with Net Energy Ratio (NER) was 5.4 and Net Energy
Value (NEV) was 32.08 GJ, and total GHG emmision was 624,26 kg CO2 –
eq/tonne CPO. One of significant efforts to improve energy efficiency and reduce
emission is utilizing biogas from waste liquid as power plant. That scenario can
reduce 970.5 kg CO2 –eq/ton CPO emission at Tandun, increase NER to 57 and
NEV to 33.08.

Key words : Crude Palm Oil, Life Cycle Assessment, Greenhouse Gas, Net
Energy

LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA)

INDUSTRI PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)
(Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau)

ANDRE WAHYU NUGROHO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Life Cycle Assessment (LCA) Industri Pengolahan Crude Palm Oil
(CPO) (Studi Kasus di PTPN V (Persero) Provinsi Riau)
Nama

: Andre Wahyu Nugroho
NIM
: F34100050

Disetujui oleh

Prof. Dr. –Ing. Ir. Suprihatin
Pembimbig

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan
judul Life Cycle Assessment (LCA) Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO)

ini dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Maret 2014 di PTPN V (Persero)
Provinsi Riau.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. –Ing. Ir. Suprihatin selaku
dosen pembimbing dan seluruh civitas Departemen Teknologi Industri Pertanian
atas segala ilmu yang diberikan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada
seluruh pegawai PTPN V SBU Lubuk Dalam dan SBU Tandun yang telah
membantu pelaksanaan penelitian ini. Tidak lupa ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, serta seluruh sahabat atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan
kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2014
Andre Wahyu Nugroho

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Pelaksanaan Penelitian

2

Waktu dan Tempat

2

Jenis dan Sumber Data

2


Metode Pengumpulan Data

3

Metode Analisis dan Pengolahan Data

3

Penentuan Goal dan Scope

3

Inventory Analysis

3

Impact Assessment

3


Interpretation dan Process Improvement

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Penentuan Goal dan Scope

6

Inventory Analysis

6

Impact Assessment

9


Net energi

9

Emisi CO2

11

Process Improvement
SIMPULAN DAN SARAN

12
18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

26

vi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Perbedaan PKS Lubuk Dalam dan PKS Tandun
Hasil analisis inventori PKS Lubuk dalam dan PKS Tandun
Kebutuhan energi pada produksi 1 ton CPO
Total energi masuk, energi keluar, Net Energy Ratio (NER) dan Net
Energy Value (NEV)
Jumlah emisi pada produksi 1 ton CPO
Skenario pengembangan life cycle
Karakteristik limbah cair tahun 2013
Komposisi kimia limbah lumpur sawit (sludge) kelapa sawit
Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal dari beberapa
ternak
Komposisi pakan ternak dari limbah padat kelapa sawit
Kandungan hara limbah padat kelapa sawit

6
8
9
10
11
13
14
15
16
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Diagram alir metode penelitian
Skema life cycle CPO di Lubuk Dalam dan Tandun
Pengolahan anaerob limbah cair Lubuk Dalam
Penangkapan Biogas (Methane Capture) limbah cair Tandun

5
6
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Faktor konversi emisi
Konversi Energi
Peta jalur transportasi TBS Lubuk Dalam
Peta jalur transportasi TBS Tandun
Cara perhitungan bahan bakar solar transportasi TBS
Data inventori tahun 2013 Lubuk Dalam
Data inventori tahun 2013 Tandun
Data penggunaan pupuk tahun 2013 Lubuk Dalam dan Tandun

21
21
22
22
23
24
25
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di
dunia dengan memproduksi 27 juta ton CPO pada tahun 2013 (Ditjenbun 2014).
Perkembangan industri kelapa sawit akan terus meningkat seiring dengan rencana
pemerintah tahun 2020, Indonesia ditargetkan mampu menghasilkan 40 juta ton
CPO per tahun. Rencana tersebut didukung dengan adanya Rencana Kehutanan
Tingkat Nasional (RKTN) tahun 2011-2030, pemerintah akan mengalokasikan
kawasan hutan untuk dimanfaatkan menjadi sektor perkebunan (Kemenhut 2011).
Perkembangan pesat sektor industri kelapa sawit tersebut ternyata
menimbulkan dampak lain. Berbagai persoalan muncul berkaitan dengan isu
lingkungan yang disebabkan aktivitas industri kelapa sawit. Permasalahan
kerusakan lingkungan ini mendapat perhatian serius dari pemerintah, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), maupun dunia internasional. Aktivitas industri
minyak sawit mulai dari penanaman, pemupukan, penggunaan energi, pengolahan
limbah dan lainnya diduga sebagai penyebab peningkatan gas rumah kaca (GRK).
GRK merupakan gas-gas yang terdapat di atmosfer, yang menyerap dan
memantulkan kembali radiasi inframerah sehingga berakibat pada peningkatan
suhu bumi (Cicerone 1987). GRK pada industri kelapa sawit yang berkontribusi
terhadap pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4),
dinitrogen oksida (N2O). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
menjelaskan bahwa setiap GRK mempunyai potensi pemanasan global (Global
Warming Potential/GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO 2.
Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak (IPCC 2007).
Environmental Protection Agency (EPA), lembaga pemerintah urusan
lingkungan hidup AS menyatakan bahwa sumberdaya energi terbarukan harus
bisa mengurangi emisi GRK sebesar 20 % (EPA 2011). Apabila hal tersebut tidak
dilakukan maka akan berdampak pada daya beli produk turunan kelapa sawit oleh
negara-negara maju. Sebagai langkah solutif meningkatkan daya saing produk
sawit Indonesia, pemerintah menerapkan peraturan yang tersusun dalam
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Terdapat 7 prinsip ISPO yang harus
dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu sistem perizinan dan
manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan
kelapa sawit, pengelolaan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, tanggung
jawab sosial dan kominitas, pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat, dan
peningkatan usaha secara berkelanjutan. Salah satu kriteria dalam prinsip
pengelolaan lingkungan adalah perusahaan diharuskan melakukan identifikasi
sumber emisi GRK (Ditjenbun 2014).
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisis
dampak suatu kegiatan terhadap lingkungan antara lain Produksi Bersih (Cleaner
Production), Green Supply Chain, Carbon Footprint, Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL), dan Life Cycle Assessment (LCA). Masing-masing
metode memiliki perbedaan tujuan dan mekanisme perhitungan. Salah satu
metode yang sering digunakan adalah LCA. LCA merupakan sebuah mekanisme
untuk menganalisis dan memperhitungkan dampak lingkungan total dari suatu

2
produk dalam setiap tahap siklus hidupnya. Dimulai dari persiapan bahan mentah,
proses produksi, penjualan dan transportasi, serta pembuangan produk
(ISO14040:1997). LCA bertujuan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan,
sumber polusi dan emisi gas rumah kaca yang kemudian bisa mengetahui potensi
dampak pada pemanasan global, perubahan iklim, eutrophication, acidification,
dan kesehatan manusia (Pleanjai et al. 2007).
Studi LCA pada penelitian ini dilakukan di PTPN V (Persero) yang
merupakan salah satu industri kelapa sawit milik pemerintah Indonesia. Penilaian
dampak lingkungan dilakukan mulai tahap pembibitan, perkebunan, transportasi,
dan pengolahan CPO. Dengan penerapan LCA, diharapkan mampu memberikan
informasi dan rekomendasi bagi perusahaan dalam mengambil keputusan terkait
permasalahan penggunaan sumberdaya, energi, dan dampaknya terhadap
lingkungan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menganalisis kebutuhan energi pada life cycle produksi CPO
2. Menganalisis emisi GRK yang dilepaskan pada life cycle produksi CPO
3. Menganalisis dan memberikan informasi terhadap kemungkinan peningkatan
efisiensi kebutuhan energi dan pengurangan potensi dampak terhadap
lingkungan dengan pengembangan skenario life cycle.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat memberikan informasi terkait kebutuhan energi dan
potensi dampak lingkungan produksi CPO, sehingga dapat membantu dalam
pengambilan keputusan terkait upaya peningkatan efisiensi energi dan
pengurangan potensi dampak lingkungan.

METODE
Pelaksanaan Penelitian
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di PTPN V (Persero) unit bisnis Lubuk Dalam dan
Tandun Provinsi Riau. Tempat penelitian merupakan industri kelapa sawit dengan
produk utama CPO. Waktu pelaksanaan dilakukan selama dua bulan terhitung
mulai bulan Februari-Maret 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan merupakan data sekunder berdasarkan dokumen
perusahaan dan publikasi hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya.

3
Sebagian data lainnya didapatkan dari hasil perhitungan sendiri dengan beberapa
asumsi dan data primer.
Metode Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data
sekunder yang didapatkan dari pihak-pihak terkait, buku-buku acuan, jurnal, dan
literatur lainnya. Studi pustaka pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
permodelan perhitungan net energi dan emisi GRK serta mencari skenario
perbaikan untuk meningkatkan efisiensi energi dan mereduksi emisi.
b. Observasi dan Lapangan
Observasi dilakukan untuk mengidentifikasi penggunaan energi dan emisi
yang dihasilkan pada setiap tahap life cycle produksi CPO. Observasi dilakukan
untuk mendapatkan data primer yang tidak terdapat dalam data sekunder hasil
studi pustaka.

Metode Analisis dan Pengolahan Data
Penilaian dampak lingkungan produksi CPO dilakukan dengan
menggunakan metode LCA. Proses LCA dilakukan dengan melakukan
identifikasi kuantitatif dari semua aliran input-output (exchange flow) dari sistem
terhadap lingkungan dalam setiap tahap life cycle. Metode LCA dilakukan
berdasarkan pedoman pelaksanaan LCA menurut Framework ISO 14040 (1997)
yang terdiri atas 4 tahapan yaitu penentuan goal dan scope, inventory analysis,
impact assessment, dan interpretation.
Penentuan Goal dan Scope
Penentuan goal dan scope bertujuan untuk menentukan acuan dan batasan
yang jelas dalam pelaksanaan penelitian. Goal dari studi LCA ini sesuai dengan
subbab tujuan penelitian. Scope/ruang lingkup studi LCA ini meliputi pembibitan,
perkebunan, transportasi TBS dan pengolahan CPO.
Inventory Analysis
Inventory analysis atau analisis inventori dilakukan dengan menganalisis
aliran massa dan energi dari life cycle produksi 1 ton CPO. Data inventori
diperoleh dengan menggunakan data sekunder berdasarkan dokumen perusahaan
dan publikasi hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya. Sebagian
data lainnya didapatkan dari hasil perhitungan sendiri dengan beberapa asumsi
dan data primer. Analisis inventori dilakukan sesuai scope LCA.
Impact Assessment
Impact assessment atau penilaian dampak dilakukan dengan tujuan
mengevaluasi dampak yang dihasilkan dari produksi dan penggunaan tiap ton
CPO berdasarkan hasil analisis inventori. Dampak yang dievaluasi dalam
penelitian ini hanya merujuk indikator lingkungan. Indikator lingkungan yang

4
digunakan disini adalah emisi GRK dan net energi dari proses produksi CPO.
Emisi GRK direpresentasikan dalam Global Warming Potential (GWP 100) yakni
berupa jumlah output gas CO2 dan input-output energy dalam life cycle CPO.
Estimasi jumlah emisi CO2 per-ton CPO mengacu pada persamaan pada
panduan IPCC (2006) yakni seperti dijelaskan pada persamaan 1.
E = A x EF
E
A
EF

Persamaan 1

= Emisi
= Volume inventori
= Faktor emisi bahan (kg CO2 –eq/ A)

Metode yang digunakan untuk estimasi net energi adalah dengan konversi
penggunaan energi kepada satuan energi standar (Joule). Untuk mendapatkan nilai
kebutuhan energi dalam setiap produksi 1 ton CPO digunakan persamaan 2.
En = n x CV
En
n
CV

Persamaan 2

= Energi
= Volume inventori
= Calorific Value (nilai konversi energi)

Efisiensi energi dinyatakan dalam Net Energy Value (NEV) dan Net Energy
Ratio (NER). Perhitungan NER dan NEV seperti dalam persamaan 3 dan
persamaan 4.

NEV
NER
∑Eno
∑Eni

NEV = ∑Eno – ∑Eni

Persamaan 3

NER = ∑Eno/ ∑Eni

Persamaan 4

= Net Energy Value
= Net Energy Ratio
= Total energi keluar
= Total energi masuk

Performa net energi yang baik dari life cycle ditunjukkan oleh nilai NEV
yang positif dan NER diatas 1.
Interpretation dan Process Improvement
Setiap dampak yang telah dianalisis, dilakukan validasi kemudian
diinterpretasi untuk mengetahui dampak yang dihasilkan. Hasil interpretasi
dikembangkan untuk melakukan process improvement atau skenario proses untuk
mendapatkan life cycle terbaik. Life cycle yang baik akan memberikan dampak
positif berupa efisiensi energi dan reduksi emisi GRK.

5

Life cycle produksi
CPO

Identifikasi masalah lingkungani

Pengumpulan data

Analisis data
LCA method

Net energi

Emisi GRK

Skenario perbaikan

Life cycle baru
Gambar 1 Diagram alir metode penelitian

6
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Goal dan Scope
Penelitian LCA ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Lubuk Dalam
dan Tandun yang menghasilkan CPO sebagai produk utama. Pemilihan kedua
tempat tersebut karena keduanya memiliki karakteristik yang berbeda meskipun
sama-sama merupakan unit dari PTPN V (Persero) Provinsi Riau. Gambar 2 dan
Tabel 1 menunjukkan perbedaan life cycle kedua PKS dan juga menunjukkan
ruang lingkup penelitian LCA ini.
Lubuk Dalam

Tandun

Gambar 2 Skema life cycle CPO di Lubuk Dalam dan Tandun
Tabel 1 Perbedaan PKS Lubuk Dalam dan PKS Tandun
Perbedaan
Lubuk Dalam
Tandun
Lokasi
Luas kebun
Kapasitas produksi
Produk
Sertifikasi ISPO
PLT Biogas

Kab. Siak

Kab. Kampar

5870 ha

7667 ha

40 ton TBS/jam

40 ton TBS/jam

CPO & PK

CPO & PKO

Belum

Sudah

Tidak ada

Ada

Inventory Analysis
Tahap awal dalam life cycle industri kelapa sawit adalah pembibitan dan
perkebunan. Pada tahap pembibitan dan perkebunan, utilitas yang memberikan

7
dampak terhadap lingkungan antara lain penggunaan pupuk, pestisida, herbisida,
dan solar (RSPO 2012). Semakin besar penggunaan utilitas tersebut maka akan
semakin besar dampak yang diberikan terhadap lingkungan. Pupuk merupakan
salah satu penyumbang emisi yang besar dalam pertanian sehingga
penggunaannya harus mendapat perhatian yang khusus (Vijaya et al. 2008b).
Terdapat dua jenis pupuk yang biasa digunakan dalam pertanian yakni pupuk
sintetik dan pupuk organik. Pupuk yang sering digunakan dalam perkebunan sawit
adalah urea, pupuk NPK, kieserit, MOP, dolomit, RP, dan TSP. Pupuk sintetik
dapat menimbulkan emisi yang berasal dari produksi pupuk itu sendiri
(penggunaan energi fosil selama produksi), transportasi pupuk ke lapangan, emisi
langsung di lapangan baik secara fisik maupun mikroba tanah, dan emisi tidak
langsung akibat re-deposisi (RSPO 2012). Pada penelitian ini, emisi pupuk yang
diperhitungkan hanya pada emisi langsung saat aplikasi dilapangan. Emisi dari
pupuk organik juga tidak diperhitungkan dalam penelitian ini karena jumlahnya
yang relatif sedikit sehingga tidak akan berpengaruh banyak. Pada perkebunan
kelapa sawit sendiri pupuk organik yang digunakan berasal dari limbah padat
pabrik seperti tandan kosong dan lumpur limbah cair.
Pestisida dan herbisida juga memberikan dampak terhadap lingkungan
karena dapat menghasilkan emisi. Pestisida dan herbisida memiliki konversi emisi
yang cukup besar (ISCC 2011). Inventori lain di perkebunan yang memberikan
dampak lingkungan adalah penggunaan bahan bakar fosil seperti solar (IPCC
2006). Solar biasanya digunakan untuk menjalankan mesin pertanian atau
transportasi selama di kebun. Dari hasil studi kasus di Lubuk dalam dan Tandun
menunjukkan kedua kebun tidak menggunakan peralatan yang menggunakan solar
untuk perkebunan. Pestisida dan herbisida digunakan pada waktu tertentu saja
dalam artian tidak rutin digunakan. Penggunaan pestisida hanya jika kebun
terserang hama seperti ulat api dan kumbang tanduk. Herbisida digunakan jika
kondisi sekitar tanaman sawit terdapat banyak gulma sehingga perlu dibasmi agar
tidak mengganggu pertumbuhan sawit.
Analisis inventori selanjutnya adalah tahap transportasi tandan buah begar
(TBS) dari kebun ke pabrik. Transportasi TBS dilakukan dengan menggunakan
truk berbahan bakar solar. Kebutuhan solar inilah yang nantinya diperhitungkan
penggunaannya karena penggunaan solar sebagai bahan bakar memberikan
dampak langsung kepada lingkungan (IPCC 2006). TBS yang diolah oleh PKS
berasal dari kebun sendiri dan kebun pihak luar. Pada penelitian ini diasumsikan
bahwa semua TBS yang diterima pabrik kelapa sawit berasal dari kebun sendiri.
TBS diangkut dari kebun ke PKS dengan menggunakan truk berkapasitas rata-rata
9 ton. Jumlah pengangkutan dapat diperkirakan yakni dengan membagi total TBS
diterima dengan kapasitas angkut truk. Kebutuhan solar yang sebenarnya tidak
tercatat karena truk yang digunakan merupakan truk pihak luar yang disewa
berdasarkan jumlah TBS yang diangkut. Oleh karena itu, kebutuhan solar
diestimasi berdasarkan konsumsi solar truk per km jarak yang ditempuh. Truk
kosong membutuhkan solar 0,25 liter/km sedangkan truk bermuatan (10 ton)
membutuhkan solar 0,49 liter/km (ISCC 2011). Peta area kebun digunakan untuk
memperkirakan jarak yang ditempuh truk. Cara estimasi penggunaan solar
transportasi secara lengkap seperti pada Lampiran 4.
Tahapan terakhir life cycle dalam ruang lingkup penelitian adalah
pengolahan CPO. Pada tahap ini, TBS akan melalui serangkaian proses mulai dari

8
penimbangan, sortasi, perebusan, pengepresan, dan pemurnian minyak. Inventori
pada tahap pengolahan yang memberikan dampak antara lain listrik, solar, dan
steam (ISCC 2011, RSPO 2012). Listrik yang diperoleh dari pembangkit turbin
yang memanfaatkan uap dari bolier digunakan untuk menjalankan berbagai mesin
pengolahan. Solar digunakan sebagai bahan bakar genset untuk menghasilkan
listrik apabila kebutuhan listrik belum cukup terpenuhi oleh boiler. Steam
digunakan pada proses perebusan TBS yang diperoleh dari pembakaran fiber pada
boiler. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis inventori selama tahun 2013.
Tabel 2 Hasil analisis inventori PKS Lubuk dalam dan PKS
Tandun
Jumlah
(per ton CPO)
Inventori
Satuan
Lubuk Dalam
Tandun
Pembibitan
dan
Perkebunan
Tandan Buah
ton
4,83
4,26
Segar (TBS)
Pupuk N
kg
2,57
0,33
Pupuk P
kg
4,80
10,71
Pupuk K
kg
8,96
31,47
Urea
kg
11,29
23,04
Kieserit
kg
0,26
0,66
Dolomit
kg
26,29
28,03
Herbisida
liter
0,05
0,27
Pestisida
liter
0,02
Transportasi TBS
Solar

liter

3,25

3,76

Pengolahan
Listrik
Solar
Uap
Air

kwh
liter
kg
m3

58,35
0,79
2360,49
2,19

67,60
0,91
2360,01
4,96

Output
CPO
Palm Kernel
Mesocarp Fiber
Shell
Tandan Kosong
Limbah Cair

ton
ton
ton
ton
ton
m3

1,00
0,27
0,65
0,32
0,95
2,90

1,00
0,24
0,59
0,36
1,26
3,14

9
Hasil analisis inventori menunjukkan penggunaan inventori pada tahap
pembibitan dan perkebunan di Tandun lebih besar dibandingkan Lubuk Dalam
dikarenakan luas area perkebunan dan pembibitan di Tandun lebih besar.
Meskipun demikian, TBS yang dihasilkan Tandun lebih rendah dibandingkan
Lubuk Dalam. Hal tersebut dikarenakan pada perkebunan Tandun, jumlah
tanaman yang menghasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan Lubuk Dalam.
Perkebunan Tandun banyak mengalami peremajaan tanaman sehingga banyak
area kebun yang tidak menghasilkan TBS, sedangkan penggunaan utilitas seperti
pupuk tetap digunakan pada tanaman muda tersebut.

Impact Assessment
Net energi
Net energi menunjukkan seberapa besar energi yang dibutuhkan dan yang
dihasilkan dari life cycle yang dinyatakan dalam MJ/ton CPO. Setiap inventori
memiliki konversi energi (calorific value) masing-masing seperti pada Lampiran
2 yang menunjukkan jumlah energi (MJ) dari setiap volume. Tabel 3 merupakan
hasil perhitungan energi sesuai dengan persamaan 2. Tabel 4 menunjukkan nilai
NEV dan NER berdasarkan perhitungan persamaan 3 dan persamaan 4.
Tabel 3 Kebutuhan energi pada produksi 1 ton CPO
Jumlah energi
(MJ/ton CPO)
Inventori
Lubuk Dalam
Tandun
Input
Pembibitan dan
Perkebunan
Pupuk N
360,86
1086,72
Pupuk P
51,79
115,57
Pupuk K
44,80
157,34
Herbisida
12,88
6,99
Pestisida
4,56
Transportasi TBS
Solar
Pengolahan
Listrik
Solar
Uap
Output
CPO

116,86

135,32

210,06
28,31
5499,94

243,35
32,60
5498,83

39360

39360

10
Tabel 4 Total energi masuk, energi keluar, Net Energy Ratio
(NER) dan Net Energy Value (NEV)
Lubuk Dalam
Tandun
Energi masuk (MJ)
6330
7276,73
Energi keluar (MJ)
39360
39360
Net Energy Ratio
6,2
5,4
Net Energy Value (GJ)
33,03
32,08
Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa kebutuhan energi di Lubuk Dalam dan
Tandun relatif sama. Efisiensi energi yang ditunjukkan kedua perusahaan
berdasarkan nilai NER dan NEV menunjukkan hasil yang baik dimana nilai NER
positif dan NEV lebih dari 1. Meskipun NER Tandun lebih kecil dibandingkan
dengan Lubuk Dalam, bukan berarti efisiensi energi Tandun mutlak lebih rendah
dari Lubuk Dalam. NER dan NEV Tandun lebih kecil karena penggunaan
inventori seperti pupuk dan solar transportasi di Tandun lebih besar akibat dari
area kebun Tandun yang lebih luas. Dari sisi lain efisiensi Tandun lebih baik
dibandingkan Lubuk Dalam. Rendemen CPO Tandun sebesar 23,46 % (1 ton
CPO/4,26 ton TBS), lebih tinggi jika dibandingkan dengan Lubuk Dalam yang
rendemennya 20,71 % (1 ton CPO/4,83 ton TBS). Rendemen yang tinggi
menunjukkan teknologi pegolahan Tandun lebih efisien, yang berarti penggunaan
energi juga lebih efisien.
Peningkatkan efisiensi energi dapat dilakukan dengan beberapa upaya/
skenario misalnya dengan meningkatkan rendemen CPO, meningkatkan kinerja
boiler, dan pemanfaatan gas metana sebagai pembangkit listrik. Peningkatan
rendemen CPO akan meningkatkan NER dan NEV. Setiap 1 % peningkatan
rendemen akan meningkatkan 4 % NER dan 5 % NEV. Teknologi proses yang
diterapkan seperti kondisi mesin dan teknik pengolahan sangat menentukan hasil
rendemen. Faktor penting lain yang cukup berpengaruh terhadap rendemen adalah
kematangan TBS yang diolah dan lama waktu tunggu TBS sejak pemetikan
hingga diproses. Peningkatan efisiensi boiler juga dapat meningkatkan efisiensi
energi. Selain menjaga kondisi boiler agar kinerja tetap optimal, efisiensi boiler
dapat ditingkatkan dengan mengatur rasio umpan serabut dan cangkang sebagai
bahan bakar boiler. Penggunaan serabut dan cangkang dengan komposisi yang
tepat akan meningkatkan efisiensi termis boiler. Efisiensi termis boiler merupakan
persentase energi (panas) masuk terhadap uap yang dihasilkan. Rasio bahan bakar
yang ideal digunakan sebagai bahan bakar boiler adalah 25% cangkang dan 75%
serabut. Pada umumnya efisensi termis boiler industri sawit sebesar 73%, namun
dengan kompisisi tersebut diperoleh efisiensi termis boiler hingga 84%
(Patisarana dan Hazwi 2012). Pemanfatan gas metana sebagai pembangkit listrik
akan meningkatkan efisiensi energi berupa kenaikan NER dan NEV. Gas metana
yang dihasilkan limbah cair cukup besar. Pada pengolahan limbah cair kolam
terbuka, akan dihasilkan sekitar 12,36 kg CH4/ton POME (Yacob et al. 2006).
Setiap kg gas metana setara dengan 45,1 MJ (JRC 2011). Di Tandun sendiri sudah
terdapat instalasi pembangkit listrik tenaga biogas yang merupakan hasil
kerjasama dengan pihak ketiga. Berdasarkan perhitungan teoritis, pemanfaatan
gas metana dari limbah cair di Tandunmenghasilkan energi listrik 1750 MJ/ton
CPO. Apabila listrik tersebut dihitung sebagai output energi dari life cycle, maka
nilai NER dan NEV di Tandun menjadi 5,7 dan 33,83 GJ.

11
Emisi CO2
Dalam penilaian dampak emisi GRK, hasil perhitungan merepresentasikan
jumlah gas CO2 yang diemisikan selama proses produksi CPO. Model
perhitungan emisi gas CO2 yang digunakan merupakan model yang telah
dikembangkan oleh IPCC (2006). Emisi gas rumah kaca dinyatakan dalam
kilogram CO2-eq/ton CPO. Emisi CO2 dipengarui oleh faktor emisi CO2 yang
berasal dari penggunaan dan produksi utilitas maupun energi pada life cycle.
Faktor emisi berbagai utilitas tersebut tersaji pada Lampiran 1. Tabel 5 merupakan
hasil perhitungan emisi dengan menggunakan persamaan 1.
Tabel 5 Jumlah emisi pada produksi 1 ton CPO
Jumlah Emisi
(kg CO2 –eq/ ton CPO)
Inventori
Lubuk Dalam
Tandun
Pembibitan
dan
Perkebunan
Pupuk N
15,11
1,92
Pupuk P
4,85
10,82
Pupuk K
5,11
17,94
Urea
37,35
76,28
Kieserit
0,05
0,13
Dolomit
3,42
3,64
Herbisida
0,54
2,93
Pestisida
0,16
0,00
Transportasi TBS
Solar
Pengolahan
Listrik
Solar
Uap
Limbah Cair
Total

8,67

10,04

52,51
2,1
437,39
895,38
1462,65

60,84
2,42
437,31
624,26

Dari tabel diatas terlihat bahwa emisi terbesar berasal dari proses
pengolahan. Total emisi yang dikeluarkan kedua industri berbeda jauh. Perbedaan
tersebut disebabkan emisi dari limbah cair industri dimana Tandun terdapat
aplikasi penangkapan biogas (methane capture) yang tidak terdapat pada Lubuk
Dalam sehingga Tandun mampu mereduksi emisi CO2. Lubuk Dalam menerapkan
pengolahan limbah cair sistem anaerobik sehingga dihasilkan gas methane yang
tinggi. Menurut Yacob et al. (2006), limbah cair dapat menghasilkan 12,36 kg
CH4/ton POME. Gas metan (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca yang
membahayakan. 1 kg CH4 setara dengan 25 kg CO2 (IPCC 2007). Dengan adanya
methane capture, TAN mampu mereduksi emisi sebesar 970 CO2 –eq/ton CPO

12
atau sekitar 61% dengan asumsi semua gas metan tertangkap oleh sistem. Gambar
5 dan 6 menunjukkan perbedaan sistem pengolahan limbah cair di Lubuk dalam
dan Tandun.

Gambar 3

Pengolahan anaerob limbah cair Lubuk
Dalam

Gambar 4 Penangkapan Biogas (Methane Capture) limbah
cair Tandun

Process Improvement
Pada industri kelapa sawit terdapat peluang pengembangan proses
(skenario) untuk meningkatkan efisiensi energi dan mereduksi emisi GRK. Tabel
6 menunjukkan beberapa skenario yang dapat memberikan dampak positif pada
life cycle industri kelapa sawit.

13
Tabel 6 Skenario pengembangan life cycle
Rencana
Potensi
Kendala/
Penerapan
penurunan
Kegiatan
Manfaat lain
kekurangan
CO2
Penangkapan - Lubuk Mampu
- Pembangkit listrik
Biaya
biogas
Dalam mereduksi
- Sisa sludge sebagai investasi
(Methane
hingga 895
pupuk organik
tinggi
Captures)
kg
CO2
eq/ton
CPOatau
61%
dari
total emisi
Integrasi
sawit - sapi

-

Pengomposan limbah padat
(Tandan
Kosong)

Lubuk
Dalam
Tandun

- Menambah
pendapatan
- Penghasil
biogas
dari kotoran sapi
- Penghasil
pupuk
organik
- Pemanfaatan limbah
padat PKS sebagai
pakan ternak

Lubuk 75 ton CO2 – - Mengurangi
Dalam eq per tahun
penumpukan limbah
Tandun atau sekitar
padat
0,3%
total - Mengurangi
emisi
penggunaan pupuk
kimia

Kurangnya
informasi
teknologi
pakan
limbah
sawit

Perlu biaya
tambahan
dan proses
yang lebih
lama

1. Penangkapan Biogas limbah Cair (Methane Capture)
Limbah cair industri kelapa sawit masih banyak mengandung bahan organik
dalam jumlah besar. Pengolahan limbah cair biasanya dilakukan dengan sistem
kolam terbuka karena lebih sederhana dalam operasional dan mudah dalam
konstruksinya. Sistem ini memiliki beberapa kelemahan seperti memerlukan lahan
yang luas, efisiensi eliminasi bahan organik rendah (60-70%), biogas tidak dapat
ditampung dan dimanfaatkan, menimbulkan bau busuk dan membutuhkan
pengambilan sludge/endapan secara reguler (Suprihatin 2009).
Pada pengolahan limbah cair akan dihasilkan biogas yang merupakan hasil
degradasi bahan organik oleh bakteri anaerobik. Dalam biogas terkandung gas
metana, gas karbon dioksida, dan sedikit H2S. Dengan sistem kolam terbuka,
produksi biogas secara teknis sulit dikumpulkan dan dimanfaatkan, sehingga
terbuang ke atmosfir dan berkontribusi terhadap masalah lingkungan global (efek
rumah kaca). Setiap 1 kg gas metana setara dengan 25 kg gas CO2 (IPCC 2007).
Jumlah gas metana yang dihasilkan dari limbah cair cukup besar. Limbah
cair sendiri dihasilkan oleh industri sebanyak 0,5-0,7 ton limbah cair/ ton TBS

14
yang diolah. Pada pengolahan limbah cair kolam terbuka, akan dihasilkan sekitar
12,36 kg CH4/ ton POME (Yacob et al. 2006). Jumlah biogas yang dihasilkan
juga dapat diestimasi secara teoritis dan empiris berdasarkan nilai COD limbah
cair dan tingkat degradasinya. Setiap kg COD yang terdegradasi pada kondisi
anaerobik dapat dihasilkan sekitar 0,4 m3 CH4 (USDA dan NSCS 2007). Tabel 7
berikut merupakan karakteristik limbah cair yang dihasilkan Lubuk Dalam dan
Tandun.
Tabel 7 Karakteristik limbah cair tahun 2013
Parameter
satuan
Lubuk Dalam
BOD
mg/liter
13162
COD
mg/liter
48950
TSS
mg/liter
17433
Oil & grease
mg/liter
3002
Pb
mg/liter
0,09
Cu
mg/liter
0,45
Cd
mg/liter
0,003
Zn
mg/liter
0,99
pH
mg/liter
4,003

Tandun
9263
34140
11100
916
0,12
0,68
0,01
0,51
4,788

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan di Lubuk Dalam dan Tandun,
terdapat perbedaan dalam sistem pengolahan limbah cair. Di Lubuk Dalam
pengolahan limbah cair dilakukan pada kolam terbuka tanpa ada pemanfaatan
biogas. Selama tahun 2013, Lubuk Dalam menghasilkan 157 ribu m3 limbah
cair/tahun yang setara dengan 895 kg CO2 –eq/ ton CPO. Berbeda dengan yang
ada di Tandun, pengolahan limbah cair sudah dilengkapi dengan methane capture
yakni penangkapan metana sebagai pembangkit listrik. Dengan sistem tersebut
Tandun mampu mengurangi emisi dari limbah cair sebesar 61 % dari total emisi.
Dengan menerapkan perangkap gas metana tersebut, LDA akan dapat mereduksi
emisi sebesar 61% dari total emisi yang dihasilkan. Melihat besarnya reduksi
emisi GRK yang besar pada tahap ini, pemanfaatan biogas tersebut sangat
disarankan. Dengan menggunakan teknologi yang sesuai, misalnya UASB
(Upflow Anaerobic Sludge Blanket) dan AFBR (Anaerobic Fluidized Bed React),
bahan organik dalam limbah cair minyak kelapa sawit dapat dikonversi menjadi
energi terbarukan berupa biogas pada kondisi yang lebih terkendali, dan biogas
yang diproduksi dengan mudah dapat dikumpulkan ditampung untuk
dimanfaatkan (Suprihatin 2009).
Selain dapat mengurangi emisi, biogas yang ditangkap dapat dimanfaatkan
untuk keperluan lain. Seperti yang dilakukan di Tandun, biogas diperangkap
untuk digunakan sebagai pembangkit listrik. Menurut Hutzler (2004), satu kg
COD dapat dikonversi menjadi 0,6 m3 biogas yaitu gas campuran dengan
kandungan utama metana (50-70%vol.), karbon diokasida (30-40%vol.) serta
sejumlah kecil gas kelumit seperti H2•H2S, uap H2O, dan nitrogen. Nilai kalor
biogas adalah sekitar 6 kWh/m3, setara dengan 0,5 Liter solar. Menurut JRC
(2011), setiap kg CH4 yang dihasilkan setara dengan 45,1 MJ. Di Tandun terdapat
PLT Biogas dengan kapasitas 1 MWh. Listrik yang dihasilkan digunakan kembali
untuk keperluan pabrik (dalam kasus PKS ini, listrik yang dihasilkan digunakan

15
untuk pabrik PKO). Rata-rata listrik dihasilkan di PLT Biogas Tandun adalah 900
kWh yang setara dengan penggunaan solar sekitar 70 liter per jam.
Sludge dari pengolahan limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik. Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses
pemerasan dan ekstraksi minyak. Kandungan lemak dan protein yang relatif tinggi
tersebut menjadikan limbah lumpur sawit dan serat merupakan substrat yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme. Limbah lumpur kering kelapa sawit yang
terdiri dari sludge dan serat cukup potensial untuk diolah lebih lanjut. Salah satu
pemanfaatannya adalah sebagai pakan ternak. Dalzell (1978) setelah melakukan
penelitian dengan menambahkan limbah kelapa sawit pada makanan sapi,
akhirnya menyimpulkan bahwa limbah kelapa sawit merupakan bahan pakan yang
potensial, selain itu juga dapat mengatasi masalah polusi dan memberi nilai
tambah pada pabrik pengolahan kelapa sawit. Tabel 8 berikut menunjukkan
kompisisi kimia lumpur limbah cair.
Tabel 8 Komposisi kimia limbah lumpur sawit (sludge)
kelapa sawit
% berat kering
Analisi Proksimat
(Davendra 1977)
(Sutardi 1991)
Bahan kering
90,0
93,1
Abu
11,1
12,0
Protein kasar
9,6
13,3
Lemak
21,3
18,9
Serat kasar
11,5
16,3
2. Integrasi Sawit – Sapi
Salah satu skenario yang akhir-akhir ini banyak dibahas dalam
pengembangan daur hidup perkebunan sawit yakni integrasi antara pengelolaan
perkebunan sawit dengan usaha peternakan sapi. Di beberapa lokasi perkebunan
telah melaksanakan program integrasi tersebut. Sebagai bentuk integrasi, sapi
memperoleh makanan berupa dari hijauan perkebunan dan limbah pabrik sawit.
Kotoran sapi digunakan sebagi pupuk kompos dan dapat juga sebagai penghasil
biogas. Perkebunan sawit berpotensi besar dalam pola pengembangan daur hidup
ini karena banyak manfaat yang diperoleh antara lain:
a. Pupuk organik kotoran sapi
Penggunaan hijauan antar tanaman sebagai pakan sapi akan mengurangi
penggunaan herbisida sebagai pembasmi hama. Selain itu sapi juga menghasilkan
kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk kompos. Satu ekor sapi dewasa
menghasilkan 4 ton pupuk kandang dalam setahun. Dengan demikian
pemeliharaan 2-3 ekor sapi akan dapat menghemat pemakaian pupuk anorganik
minimal 50%/kavling/ tahun (Disnak Jambi 2003).

16
Tabel 9 Kandungan unsur hara pada pupuk kandang
yang berasal daribeberapa ternak
Unsur hara (kg/ton)
Jenis ternak
N
P
K
Sapi perah
22,0
2,6
13,7
Sapi potong
26,2
4,5
13,0
Sumber : Disnak, 2014
b. Memanfaatkan limbah pelepah dan hijauan antar tanaman
Perkebunan kelapa sawit berpotensi memenuhi kebutuhan pakan ternak sapi.
Sumber pakan sapi berasal dari pelepah pohon, rumput, dan limbah padat PKS.
Hasil penelitian Dinas Peternakan Jambi (2003) menerangkan setiap pohon sawit
besar (TM) menghasilkan sekitar 22 pelepah/tahun. Rata-rata bobot pelepah
(setelah dikupas untuk pakan ternak) mencapai 2,2 kg/pelepah. Kebun sawit
terdapat sekitar 130 pohon/ha sehingga pakan yang dihasilkan sekitar 22
(pelepah/tahun) x 2,2 (kg/pelepah) x 130 pohon = 6.292 kg/ha/tahun. Pelepah
pohon sawit mampu menghasilkan sekitar 0,5 kg dauntanpa lidi sehingga pakan
yang dihasilkan sekitar 22 x 0,5 kg x 130 pohon =1.430 kg/ha/tahun. Jika
diasumsikan 1 ekor sapi (Bali) membutuhkan pakan dalam 1 tahun adalah 25
kg/hari x 365 hari = 9.125 kg, maka setiap ha kebun sawit dapat memenuhi 80%
kebutuhan pakan satu ekor sapi.
Hijauan antar tanaman (HAT) dapat dimanfaatkan untuk pakan hijauan
ternaknya. Namun sampai sekarang belum terdata potensi nyata dari HAT ini.
Potensi ini dapat ditingkatkan dengan menanam rumput yang tahan naungan dan
pada lahan yang kosong karena pohon sawitnya mati. Berdasarkan pengamatan
Dinas Peternakan Jambi (2003), HAT dapat memenuhi kebutuhan minimal 1 ekor
sapi/ha.
Banyaknya sumber limbah padat di perkebunan kelapa sawit berpotensi
sebagai sumber pakan ternak. Pakan tersebut dapat diberikan secara tunggal
(misal rumput saja) atau dengan mencampur beberapa bahan agar nutrisinya
merata. Tabel 10 merupakan komposisi pakan ternak yang dikembangkan PTPN
VI Jambi.
Tabel 10 Komposisi pakan ternak dari limbah padat kelapa sawit
No Jenis bahan pakan
Komposisi (%)
Sumber Bahan
1 Pelepah sawit
70
Pengolahan sendiri
2 Cangkang kelapa sawit
20
PKS
3 Sludge
8
Pembelian
4 Mineral
1
Pembelian
5 Garam
1
Pembelian
Jumlah
100
Sumber: PTPN VI
c. Penghasil Biogas
Pemanfaatan kotoran sapi sebagai penghasil biogas banyak dilakukan di
sejumah tempat karena menghasilkan gas metan yang cukup tinggi. Dalam
kotoran sapi terkandung berbagai bahan yang dapat menghasilkan biogas melalui
reaksi anaerobik. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kotoran sapi

17
mengandung 22,59% sellulosa; 18,32% hemiselulosa; 10,20% lignin; 34,72%
total karbon organik; 1,26% total nitrogen; 27,56:1 rasio C:N; 0,73% P, dan
0,68% K (Lingaiah dan Rajasekaran 1986). Produksi biogas/gas metana
dipengaruhi oleh C/N rasio input (kotoran ternak), residence time, pH, suhu dan
toksisitas. Menurut Sutarno dan Firdaus (2007), kotoran sapi seberat 25 kg setara
dengan 1 m3 biogas.
3. Pemanfaatan limbah Padat
Setiap indutri kelapa sawit akan menghasilkan limbah padat berupa tandan
kosong, pelepah, cangkang, dan serabut. Pengelolaan limbah padat dalam masih
belum optimal. Padahal limbah padat tersebut berpotensi sebagai sumber hara
yang mampu menggantikan pupuk sintetis (Urea, TSP, dan lain-lain). Namun
pemanfaatan TKKS sampai saat ini masih terbatas. Selama ini limbah dibakar dan
sebagian ditebarkan di lapangan sebagai mulsa.
Tabel 11 Kandungan hara limbah padat kelapa sawit
Kandungan hara atas dasar % berat kering
No Limbah kelapa sawit
N
P
K
Mg
Ca
1 Batang pohon
0,488
0,047
0,699
0,117
0,194
2 Pelepah
2,38
0,157
1,116
0,287
0,568
Daun
0,373
0,066
0,873
0,161
0,295
3 Tandan kosong
0,35
0,028
2,285
0,175
0,149
4 Serat buah
0,32
0,08
0,47
0,02
0,11
5 Cangkang
0,33
0,01
0,09
0,02
0,02
Sumber: Deptan, 2006
Salah satu pemanfaatan limbah padat yang sudah lama dikenal adalah
pengomposan. Setiap limbah padat yang dibuang ke tanah akan mengalami
pembusukan oleh mikroorganisme baik mikroba dari tanah atau mikroba dari
limbah itu sendiri. Faktor penting dalam proses pengomposan adalah kebutuhan
nitrogen untuk pertumbuhan mikroba yang dinyatakan dalam nisbah C/N. Jika
nisbah C/N dalam limbah terlalu besar berarti N tidak mencukupi sehingga akan
menggunakan cadangan N dalam tanah. Nisbah C/N yang optimal untuk
pengomposan adalah antara 15-20. Sebelum melakukan pengomposan, tankos
dirajang untuk memperkecil ukuran agar dekomposisi dapat dipercepat atau bisa
juga pengomposan dilakukan tanpa perajangan. Meskipun biaya lebih tinggi,
pengomposan dengan dirajang struktur yang dihasilkan lebih homogen, mudah
dalam distribusi, dan memungkinkan produk kompos dapat dijual. Pengomposan
tanpa dirajang memerlukan biaya lebih rendah namun kompos yang dihasilkan
tidak homogen dan sulit dalam pendistribusian (Deptan 2006).
Limbah padat Tandan Kosong (Tankos) merupakan limbah padat yang
jumlahnya cukup besar yakni sekitar 5 ribu ton yang tercatat pada tahun 2013
(Lubuk Dalam dan Tandun). Setiap ton Tankos mengandung unsur hara N, P, K
dan Mg berturut-turut setara dengan 3 kg Urea; 0,6 kg CIRP; 12 kg MOP; dan 2
kg Kieserit (Lubis dan Tobing, 1989). Apabila semua tankos yang dihasilkan
dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan demikian akan dihasilkan pupuk
organik setara dengan 15 ton Urea; 3 ton CIRP; 60 ton MOP; dan 10 ton Kieserit.

18
Penggunaan pupuk organik akan mengurangi penggunaan pupuk sintetik sehingga
akan dapat mengurangi dampak emisi CO2. Berdasarkan ekivalen masing-masing
pupuk maka penggunaan pupuk organik sebagai subtitusai pupuk sintetik akan
mengurangi emisi sebesar 75 ton CO2 –eq/tahun atau sekitar 1,5 kg CO2 –eq/ton
CPO/tahun.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Total penggunaan energi pada produksi 1 ton CPO di pabrik kelapa sawit
(PKS) Lubuk Dalam adalah 6330 MJ. Penggunaan energi terbesar terjadi pada
proses pengolahan sebesar 5738,3 MJ. Penggunaan energi pada perkebunan dan
transportasi sebesar 474,89 MJ dan 116,86 MJ. Tingkat efisiensi energi produksi 1
ton CPO cukup tinggi yakni Net Energy Ratio (NER) sebesar 6,2 dan nilai Net
Energy Value (NEV) sebesar 33,03 GJ. Di PKS Tandun penggunaan energi
sebesar 7276,7 MJ. Penggunaan energi terbesar terjadi pada proses pengolahan
sebesar 5774,8 MJ. Penggunaan energi pada perkebunan dan transportasi sebesar
1366,63 MJ dan 135,32 MJ. Tingkat efisiensi energi Net Energy Ratio (NER)
sebesar 5,4 dan nilai Net Energy Value (NEV) sebesar 32,08 GJ. Peningkatan
efisiensi energi dapat dilakukan dengan meningkatkan rendemen CPO,
meningkatkan efisiensi termis boiler, dan pemanfaatan gas metana sebagai
pembangkit listrik
Total emisi GRK pada produksi 1 ton CPO di PKS Lubuk Dalam dan
Tandun masing-masing sebesar 1462,65 kg CO2 –eq dan 624,26 kg CO2 –eq.
Sumber penyebab emisi terbesar terletak pada pengolahan limbah cair. Dengan
memanfaatan biogas, PKS Tandun mereduksi emisi GRK sebesar 970,5 kg CO2 –
eq/ton CPO atau 61% dari total emisi dan mampu menghasilkan listrik
berkapasitas 1 MWh per jam. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan life cycle adalah integrasi sawit-sapi dan pengomposan limbah
padat PKS.

Saran
Perlu dilakukan perhitungan dengan ruang lingkup yang luas dengan
mempertimbangkan faktor ketidaktentuan (uncertainty). Selain itu juga perlu
dilakukan studi kelayakan dalam pelaksanaan setiap skenario perbaikan proses.

19

DAFTAR PUSTAKA
Cicerone R J. 1987. Changes in Stratospheric Ozone. J. Science 237: 35-42.
Dai D et al. 2006. Energy Efficiency and Potentials of Cassava Fuel Ethanol in
Guangxi Region of China. Energy Convers. Manage 47: 1686-1699
Dalzell R. 1978. A case Study on The Utilization of Effluent and by Products of
Oil Palm by cattle and Buffaloes on an Oil Palm Estate. Malaysian
Agriculture Research and Development Institute. Serdang-Selangor.
Davendra C. 1977. Utilization of Feeding Stuffs from The Oil Palm Feeding Stuffs
for Livestock in south East Asia. Malaysian Agriculture Research and
Development Institute. Serdang-Selangor.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri
kelapa Sawit. Jakarta
[Disnak] Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2003. Potensi Dan Peluang
Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi Di Provinsi Jambi. Lokakarya
Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
[Disnak] Dinas Peternakan provinsi Jawa barat. Kandungan Unsur Hara pada
Pupuk
Kandang
yang
Berasal
dari
Beberapa
Ternak.
www.disnak.jabarprov.go.id. [Diakses 22 April 2014]
[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan, 2014. “Peran Strategis ISPO Dalam
Bisnis Produk Kelapa Sawit”. http://ditjenbun.pertanian.go.id. [Diakses 20
April 2014]
[EPA] Environmental Protection Agency. 2011. Regulatory Announcement: EPA
Issues Notice of Data Availability Concerning Renewable Fuels Produced
from Palm Oil Under the RFS Program. Environmental Protection Agency.
United States.
Honsono N. 2012. Analisis Life Cycle Bioetanol Berbasis Singkong Dan Tandan
Kosong Kelapa Sawit Di Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas
Indonesia
Hutzler N. 2004. Solid Waste Management. Lecture Note online.
www.cee.mtu.edu/~hutzler/ce3503/Solid
Waste
Managementnjh.ppt.
[Diunduh 22 April 2014]
[ISO] International Organization for Standardization. 1997. Environmental
Management – Life Cycle Assessment: Principles and framework (ISO
14040:1997). Switzerland
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2011. Rencana
Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030. http://www.dephut.go.id.
[Diakses 20 April 2014]
Lingaiah V dan Rajasekaran P. 1986. Biodigestion of Cowdung and Organic
Wastes Mixed with Oil Cake in Relation to Energy in Agricultural Wastes
17 (1986): 161-173.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC Guidelines for
National Greenhouse Gas Inventories Volume 2: Energy. www.ipcc.ch.
[Diunduh 23 Maret 2014]
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007. IPCC Fourth
Assessment Report: Climate Change 2007. www.ipcc.ch. [Diakses 23
Maret 2014]

20
[ISCC] International Sustainability and Carbon Certification. 2011. GHG
Emissions Calculation Methodology and GHG Audit. www.iscc-system.org
[Diunduh 20 April 2014]
[JRC] Joint Research Center of the EU Commission, [EUCAR] European Council
for Automotive Research and Development, [CONCAWE] Oil companies’
European association for environment, health and safety in refining and
distribution. 2011. Well-to-wheels analysis of future automotive fuels and
powertrains in the European context. http://ies.jrc.ec.europa.eu/WTW
Lubis dan Tobing. 1994. Penggunaan Betagen-Rispa Untuk Pengendalian
Limbah Kelapa Sawit. Berita PPKS. 2 (3) 221-230
Patisarana G dan Hazwi M. 2002. Optimalisasi Efisiensi Termis Boiler
Menggunakan Serabut Dan Cangkang Sawit Sebagai Bahan Bakar.
Departemen Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara.
Pleanjai S H, Gheewala S, Garivait. 2007. Environmental Evaluation of Biodiesel
Production from Palm Oil in a Life Cycle Perspective, Asian J. Energy
Environ, Vol. 8, Issue 1 and 2, (2007), pp. 15-32 Copyright.
[RSPO] Roundtable on Sustainable Palm Oil. 2012. A Greenhouse Gas
Accounting Tool for Palm Products. Malaysia. www.rspo.org [Diunduh 20
April 2014]
Sheehan J, Camobreco J, Duffield M, Graboski dan Shapouri. 1998. Life Cycle
Inventory Of Biodiesel And Petroleum Diesel For Use In An Urban Bus.
NREL/SR-580-24089 Golden, Colo.: National Renewable Energy
Laboratory
Suprihatin. 2009. Manfaat Ekologis Dan Finansial Pemanfaatan Limbah Cair
Agroindustri Sebagai Bahan Baku Dalam Produksi Biogas Untuk
Mereduksi Emisi Gas Rumah Kaca. Departemen Teknologi Industri
Pertnaian. Institut Pertanian Bogor.
Sutardi T. 1991. Pemanfaatan Limbah Tanaman Perkebunan Sebagai Pakan
Ternak Ruminansia. Prosiding, Seminar Pameran Produksi dan Teknologi
Peternakan. Bogor.
Sutarno dan Firdaus. 2007. Analisis Prestasi Produksi Biogas (CH4) dari
Polyethilene Biodigester Berbahan Baku Limbah Ternak Sapi. Teknik
Kimia FTI UII
USDA dan NSCS. 2007. An Analysis of Energy Production Costs from Anaerobic
Digestion Systems on U.S. Livestock Production Facilities. Technical Note
No. 1, Issued October 2007
Wijbrans et al. 2011. LCA GHG emissions in production and combustion of
Malaysian palm oil biodiesel. Journal of Oil Palm & The Environment.
Malaysia
Vijaya et al. 2008b. Life cycle inventory of the production of crude palm oil - A
gate to gate case study of 12 palm oil mills. Journal Of Oil Palm 30
Research 20:484-494.
Yacob S, Hassan M A, Shirai Y, Wakisaka M, Subash S. 2006. Baseline Study of
Methane Emission from Anaerobic Ponds of Palm Oil Mill Effluent
Treatment. Science of the Total Environment 366: 187-196

21

LAMPIRAN
Lampiran 1 Faktor konversi emisi
Inventory
Pupuk N
Pupuk P
Pupuk K
Urea
Kieserit
Dolomit (Ca)
Pestisida/Herbisida
Listrik
solar
Uap/steam*
limbah cair
Gas Metana (CH4)

Faktor Konversi

Satuan

Sumber

5,88
1,01
0,57
3,31
0,2
0,13
10,97
0,9
2,67
0,1853
12,6
25

kg CO2 eq/kg N
kg CO2 eq/kg
kg CO2 eq/kg
kg CO2 eq/kg
kg CO2 eq/kg
kg CO2 eq/kg
kg CO2 eq/kg
kg CO2 eq/kWhel
kg CO2 eq/liter
kg CO2 eq/kg
kg CH4 eq/m3
kg CO2 eq/kg CH4

ISCC 2011
ISCC 2011
ISCC 2011
ISCC 2011
RSPO 2012
ISCC 2011
ISCC 2011
ISCC 2011
IPCC 2006
Horsono 2012
Yacob et al. 2006
IPCC 2007

*)

Steam dihasilkan dari pembakaran fiber pada boiler. Itulah mengapa faktor
emisi fiber digunakan untuk mempresentasikan emisi yang dihasilkan steam.
Faktor emisi steam menurut R Pardo (2006) sebesar 94,114 kg CO2/MJ dimana 1
ton fiber akan menghasilkan 5,49 tons steam pada tekanan 10 bar. Men