Analisis Potensi Ekspor CPO (Crude Palm Oil) Di Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS POTENSI EKSPOR CPO (CRUDE PALM OIL) DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI OLEH

ANASTASYA ELANMOY SIAHAAN 090501071

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana nilai tukar, produksi, harga internasional CPO, dan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ekspor CPO Sumatera Utara ke pasar dunia. Variabel yang diteliti adalah nilai tukar, produksi, harga internasional CPO, dan pertumbuhan ekonomi dan ekspor CPO. Dan juga untuk melihat trend dan proyeksi ekspor CPO Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data Sekunder. Metode yang digunakan adalah metode Analisis regresi untuk melihat faktor yang mempengaruhi eksor CPO Sumatera Utara dan menggunakan metode Trend dan Proyeksi untuk melihat trend dan proyeksi ekspor CPO dari tahun 2012 – 2020. Hasil penelitian menunjukan Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap Ekspor CPO Sumatera Utara dan signifikan. Sedangkan variable Harga Internasional CPO dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Ekspor CPO Sumatera Utara dan signifikan. Dan variabel Produksi berpengaruh positif terhadap Ekspor CPO Sumatera Utara dan tidak signifikan. Secara simultan, semua variabel yaitu Nilai Tukar, Produksi, Harga Internasional CPO dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ekspor CPO. Dan berdasarkan Trend dan proyeksi Ekpsor CPO Sumatera Utara terlihat Trend yang mengalami peningkatan dan proyeksi yang semakin meningkat juga dari tahun 2012-2020.

Kata Kunci: Harga Internasional CPO, Produksi, Nilai Tukar, Pertumbuhan Ekonomi, Trend dan Proyeksi Ekspor CPO


(3)

ABSTRACT

This study aims to determine how the exchange rate, production, international price of CPO, and economic growth in North Sumatra affect CPO export to the world market. The variables studied were the exchange rate, production, international price of CPO and CPO exports and economic growth. And also to look at trends and projections CPO North Sumatra. The data used are secondary data. The method used is the method of regression analysis to look at the factors that affect CPO eksor North Sumatra and using the Trend and projections to see trends and projections CPO exports from year 2012 to 2020. The results showed a negative exchange rate effect on exports and significant CPO North Sumatra. While the variable price of CPO and International Economic Growth positive effect on CPO exports of North Sumatra and significant. Production variables and positive effect on CPO exports of North Sumatra and not significant. Simultaneously, all the variables are Exchange Rates, Production, International price of CPO and Economic Growth positive and significant impact on CPO exports. And based on Trend and projections Ekpsor CPO North Sumatra visible trend has increased and projections are also increasing from year 2012 to 2020.

Keywords: Price International CPO, Production, Exchange Rate, Economic Growth, Trends and Projections CPO exports.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Sorga, Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia, bimbingan dan berkatNya kepada penulis dalam menjalani masa perkuliahan hingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Potensi Ekspor CPO (Crude Palm Oil) di Sumatera Utara”.

Segala upaya dan kemampuan yang maskimal telah penulis berikan dalam penulisan skripsi ini guna sebagai penambahan, pengembangan wawasan dan studi. Namun demikian penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan-kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna kesempurnaan penulisan ilmiah ini di masa yang akan datang.

Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan tahun akademik 2012/2013.

Selama menempuh perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini, penulis sudah sangat banyak memperoleh motivasi, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, dengan rasa hormat yang mendalam penulis ingin menyampaikan apresiasi dan haturan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orangtua saya yaitu Ayahanda tercinta Janiandar Siahaan, Ibunda tercinta Tomuan T. Tampubolon, serta Adik saya tercinta Windy Siahaan, Yosefh Siahaan, dan Sonya Siahaan yang selalu memberikan motivasi, cinta, saran dan dukungan dalam bentuk moril maupun materil yang tak henti-hentinya mendoakan penulis selama perkuliahan.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec,Ac,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku sekretaris Departemen Ekonomi pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

5. Ibu DR. Murni Daulay, SE, M.si selaku dosen pembimbing yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sekaligus selaku dosen wali perkuliahan penulis selama 8 semester.

6. Bapak Prof. DR. Sya’ad Afifudin, M.Ec selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan masukan dan bimbingan untuk perbaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Pegawai Departemen Ekonomi Pembangunan dan Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan di Ekonomi Pembangunan Stambuk 2009: Damiana, Ita, Emma, Yustira, Else, Sri Devi, dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10.Kawan-kawan seperjuangan di GmnI Komisariat FE-USU.

11.Semua sahabat saya di Alumni IPS 1 stambuk 2009 SMA Negeri 3 Pematangsiantar.

Akhir kata, semoga budi baik dan jasa-jasa semua pihak yang telah membantu penulis, baik dalam perkuliahan maupun sewaktu penyusunan skripsi ini, mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, dan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis

NIM: 090501071


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... ... v

DAFTAR TABEL ... ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 10

1.3.Tujuan Penelitian ... 10

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori ………... 12

2.1.1. Teori Perdagangan Internasional ... 12

2.1.1.1.Teori Pra-Klasik Merkantilisme ... 13

2.1.1.2.Teori Klasik ... 14

2.1.1.3.Teori Modern ... 19

2.1.2. Ekspor ... 20

2.1.2.1.Definisi Ekspor ... 20

2.1.2.2.Faktor–faktor yang mempengaruhi ekspor 22 2.1.2.3.Kebijaksanaan Ekspor ... 23

2.1.2.4.Manfaat dan Peranan Ekspor ... 24

2.1.2.5Ekspor Langsung ... 25

2.1.2.6 Ekspor Tidak Langsung... 26

2.1.3. Daya Saing ... 27

2.1.4. Nilai Tukar ... 29

2.1.4.1. Defenisi Nilai Tukar ... 29

2.1.4.2. Cara Menetapkan Nilai Tukar ... 31

2.1.4.3. Sistem Nilai Tukar ... 31

2.1.4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar ... 32

2.1.5. Harga ... 34

2.2.Penelitian Terdahulu ... 36


(7)

BAB III METODOLOGI PENULISAN

3.1.Ruang Lingkup Penelitian ... 41

3.2.Jenis dan Sumber Data ... 41

3.3.Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.4.Pengolahan Data ... 42

3.5.Teknik Analisis Data ... 42

3.5.1.Uji Normalitas Data ... 45

3.5.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 46

3.5.2.1. Uji Autokorelasi ... 46

3.5.2.2. Uji Multikolinearitas ... 47

3.5.3. Uji Statistik... 48

3.5.3.1. Koefisien Determinasi... 48

3.5.3.2. Uji t... 48

3.5.3.3. Uji F... 49

3.6.Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Sumatera Utara ... 51

4.1.1. Kondisi Geografis ... 51

4.1.2. Kondisi Iklim ... 52

4.1.3. Kondisi Demografi ... 53

4.1.4. Potensi Wilayah ... 53

4.1.5. Kondisi Perekonomian ... 55

4.2. Analisis dan Pembahasan ... 56

4.2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor CPO ... 56

4.2.1.1. Uji Normalitas ... 56

4.2.1.2. Uji Asumsi Klasik ... 57

4.2.1.2.1. Uji Autokorelasi ... 57

4.2.1.2.2. Uji Mulikolinearitas ... 59

4.2.1.3. Analisis Regresi ... 60

4.2.1.3.1. Uji t ... 61

4.2.1.3.2. Uji F ... 63

4.2.2. Trend dan Proyeksi Ekspor CPO Sumatera Utara 64 4.2.2.1. Trend Ekspor CPO Sumatera Utara 64

4.2.2.2. Proyeksi Ekspor CPO Sumatera Utara 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ……… 71


(8)

DAFTAR TABEL

Lampiran Judul Halaman

1.1 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit

Menurut Pengusaha di Indonesia ... ... 5

1.2 Produksi Tandan Buah Kelapa Sawit Segar Berdasarkan Provinsi (ton) ... ... 8

2.1 Banyaknya Tenaga Kerja Yang Diperlukan Untuk Menghasilkan Per Unit Produksi Amerika ... 15

2.2 Banyaknya Tenaga Kerja Yang Diperlukan Untuk Menghasilkan Per Unit Produksi Amerika ... ... 16

2.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ Tahun 1985-2009 ... 34

4.1 Letak dan Geografis Sumatera Utara ... ... 52

4.2 Data Perekonomian Sumatera Utara dan Indonesia .. ... 56

4.3 Uji Normalitas Data Ekspor CPO ... 57

4.4 Uji Autokorelasi Ekspor CPO ... 58

4.5 Coefficientsa ... 59

4.6 Uji Simultan ... 63

4.7 Trend Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 2002-2011(ton) ... 64

4.8 Trend Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 2012-2020 (ton)... 66


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1 Perkembangan Volume Ekspor CPO Indonesia

Tahun 1980-2010 (ton) ... 7 1.2 Perkembangan Volume Ekspor CPO Sumatera Utara

Tahun 1980- 2010 (ton) ... 9 2.1 Kerangka Konseptual ... 40 4.1 Trend Ekspor CPO di Sumatera Utara Tahun

2002-2011 (ton) ... ... 65 4.2 Trend Ekspor CPO di Sumatera Utara Tahun


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Produksi Perkebunan Sawit di Indonesia dan

Sumatera Utara Tahun 2002-2011 (Ton) ... 72 2 Produksi Perkebunan Sawit di Indonesia

Tahun 2010-2011 per- Bulan (Ton) ... 72 3 Produksi Perkebunan Sawit di Sumatera Utara

Tahun 2010-2011 per - Bulan (Ton) ... 73 4 Nilai Tukar Tahun 2010-2011 per-Bulan ... 73 5 Perkembangan Ekspor CPO (Kelapa Sawit Mentah)

di Indonesia (Ton) ... 74 6 Perkembangan Ekspor CPO

(Minyak Kelapa Sawit Mentah) di Indonesia

Tahun 2010-2011 per - Bulan (Ton) ... 74 7 Perkembangan Ekspor CPO

(Minyak Kelapa Sawit Mentah) di Indonesia

Tahun 2010-2011 per - Bulan (Ton) ... 75 8 Harga Internasional CPO

(Minyak Kelapa Sawit Mentah)

Tahun 2010-2011 per - Bulan (Rp/U$) ... 75 9 Hasil Olah Data SPSS ... 76 10 Hasil Olah Trend ... 84


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana nilai tukar, produksi, harga internasional CPO, dan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ekspor CPO Sumatera Utara ke pasar dunia. Variabel yang diteliti adalah nilai tukar, produksi, harga internasional CPO, dan pertumbuhan ekonomi dan ekspor CPO. Dan juga untuk melihat trend dan proyeksi ekspor CPO Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data Sekunder. Metode yang digunakan adalah metode Analisis regresi untuk melihat faktor yang mempengaruhi eksor CPO Sumatera Utara dan menggunakan metode Trend dan Proyeksi untuk melihat trend dan proyeksi ekspor CPO dari tahun 2012 – 2020. Hasil penelitian menunjukan Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap Ekspor CPO Sumatera Utara dan signifikan. Sedangkan variable Harga Internasional CPO dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Ekspor CPO Sumatera Utara dan signifikan. Dan variabel Produksi berpengaruh positif terhadap Ekspor CPO Sumatera Utara dan tidak signifikan. Secara simultan, semua variabel yaitu Nilai Tukar, Produksi, Harga Internasional CPO dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ekspor CPO. Dan berdasarkan Trend dan proyeksi Ekpsor CPO Sumatera Utara terlihat Trend yang mengalami peningkatan dan proyeksi yang semakin meningkat juga dari tahun 2012-2020.

Kata Kunci: Harga Internasional CPO, Produksi, Nilai Tukar, Pertumbuhan Ekonomi, Trend dan Proyeksi Ekspor CPO


(12)

ABSTRACT

This study aims to determine how the exchange rate, production, international price of CPO, and economic growth in North Sumatra affect CPO export to the world market. The variables studied were the exchange rate, production, international price of CPO and CPO exports and economic growth. And also to look at trends and projections CPO North Sumatra. The data used are secondary data. The method used is the method of regression analysis to look at the factors that affect CPO eksor North Sumatra and using the Trend and projections to see trends and projections CPO exports from year 2012 to 2020. The results showed a negative exchange rate effect on exports and significant CPO North Sumatra. While the variable price of CPO and International Economic Growth positive effect on CPO exports of North Sumatra and significant. Production variables and positive effect on CPO exports of North Sumatra and not significant. Simultaneously, all the variables are Exchange Rates, Production, International price of CPO and Economic Growth positive and significant impact on CPO exports. And based on Trend and projections Ekpsor CPO North Sumatra visible trend has increased and projections are also increasing from year 2012 to 2020.

Keywords: Price International CPO, Production, Exchange Rate, Economic Growth, Trends and Projections CPO exports.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perdagangan adalah salah satu dari sebuah proses kegiatan ekonomi yang memegang peranan cukup penting. Perdagangan yang dilaksanakan antar daerah dan antar negara merupakan cara penting untuk meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran bagi negara yang bersangkutan.

Indonesia merupakan negara yang sejak lama melakukan perdagangan internasional. Peningkatan ekspor dari sisi jumlah maupun jenis barang ataupun jasa selalu diupayakan dengan berbagai strategi diantaranya dengan pengembangan ekspor terutama nonmigas. Adapun tujuan strategi ini adalah untuk menunjang dan memacu pertumbuhan ekonomi. Menurut Ricardo, salah satu cara mempertahankan pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah dengan meningkatkan pembangunan di sektor primer (pertanian) dimana peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi cukup nyata.

Indonesia merupakan negara agraris yang perekonomiannya didukung oleh sektor pertanian. Salah satu subsektor pertanian tersebut adalah perkebunan yang memberikan kontribusi besar pada perekonomian. Secara umum tanaman perkebunan mempunyai peranan yang sangat besar dan memberikan kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja, ekspor dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan usaha perkebunan telah menunjukan kemajuan yang sangat pesat


(14)

ditinjau dari peningkatan produksi, seperti komoditas sawit, karet, kakao, kopi dan teh yang telah menjadi andalan ekspor Indonesia di pasar dunia.

Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cenderung berkembang dan memiliki prospek baik ke depan adalah Perkebunan Kelapa Sawit. Dilihat dari proses awalnya, tanaman kelapa sawit sebagai tanaman keras akan menghasilkan minyak sawit dan inti sawit yang telah dikenal di Indonesia sejak jaman Belanda. Sedangkan hilirnya, minyak sawit dan inti sawit tersebut dapat diolah lebih lanjut dan akan menghasilkan minyak goreng (olein), mentega dan bahan baku sabun (stearin). Lebih ke hilir lagi, komoditi ini dapat menghasilkan ratusan produk turunan lainnya yang secara umum dikonsumsi masyarakat dunia saat ini. Dan saat ini salah satu perkembangan produk turunan kelapa sawit adalah bahan bakar minyak, dimana dengan ditemukannya teknologi ini otomatis kebutuhan CPO sebagai produk turunan pertama kelapa sawit meningkat tajam yang pada akhirnya mendorong kenaikan harga CPO di pasar internasional (Pahan Iyung, 2006).

Sampai saat ini produksi minyak kelapa sawit masih belum mampu mencukupi kebutuhan dunia di masa mendatang. Siklus badai El Nino yang diprediksi akan menyerang Indonesia dan Malaysia selaku negara produsen sawit utama dunia. Imbasnya terasa pada kapasitas produksi CPO yang otomatis akan menurun selama beberapa waktu. Padahal saat itu konsumsi CPO dunia terus meningkat. Sebagai catatan, saat ini Indonesia masih menguasai 44% persen market share perdagangan CPO dunia. Selain faktor cuaca, sebagian besar pohon


(15)

kelapa sawit juga membutuhkan peremajaan, sementara standar hidup yang makin tinggi di berbagai negara juga menambah kebutuhan akan minyak nabati.

Selain kebutuhan pangan, kelapa sawit juga sangat diperlukan di industri farmasi, kosmetik, baja, bahkan juga biodiesel. Seperti diketahui minyak kelapa sawit menjadi salah satu sumber energi alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan dan dan dapat diperbarui. Bahkan sesungguhnya Indonesia dapat menjadi penentu harga sawit dunia, mengingat posisinya sebagai produsen nomor satu di dunia.

Produk CPO merupakan komoditas strategis di pasar global, sehingga kondisi dan harga CPO di pasar domestik sangat dipengaruhi oleh pasar global. Produk CPO merupakan komoditas ekspor potensial dan memberikan kontribusi cukup besar bagi perolehan devisa. Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dan pada tahun 2010. Dan dunia berharap Indonesia memberikan kontribusi besar terhadap kebutuhan CPO dunia. Hal ini disebabkan Malaysia sebagai salah satu pemasok CPO terbesar dunia tidak lagi memiliki lahan pengembangan yang baru, hanya bertumpu pada peningkatan produktivitas sebesar 3% per tahun.

Kelapa sawit sebagai penghasil minyak sawit dan inti sawit menjadi penghasil devisa dari sektor nonmigas bagi Indonesia. Cerahnya prospek minyak nabati dalam perdagangan minyak dunia mendorong pemerintah untuk memacu perkembangan ekspor minyak kelapa sawit.

Krisis global yang terjadi pada pertengahan tahun 2008 membuat kontraksi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini sangat terlihat pada


(16)

sektor perkebunan khususnya kelapa sawit yag selama ini mempunyai peranan penting dalam menigkatkan devisa negara. Tingkat ekspor negara Indonesia mengalami penurunan yang cukup besar dan mempunyai efek kesinambungan (contigous effect). Berkurangnya jumlah ekspor ini menyebabkan berlimpahnya jumlah produk perkebunan di dalam negri yang pada akhirnya menyebabkan turunnya harga di tingkat domestik menjadi sangat rendah.

Harga sawit menurun sangat tajam yang sebelumnya mencapai harga Rp.1800/kg – Rp.2000/kg turun sampai ke harga Rp.350/kg. Tentu saja hal ini berdampak pada perekonomian Indonesia. Kelebihan produski yang tidak dapat diserap oleh pasar ekspor juga tidak dapat diserap oleh pasar domestik karena kapasitas pasar domestik belum dapat menyerap kelebihan produksi ini. Hal ini disebabkan masih lemahnya kemampuan sektor industri Indonesia dalam pengolahan produk turunan padahal permintaan untuk produk turunan cukup besar. Disamping itu, dampak penurunan harga yang tajam adalah turunnya pendapatan petani dan pengusaha di komoditas sawit tersebut. Bahkan bila berkelanjutan, dampak buruknya adalah bangkrutnya perusahaan dan kemudian terjadi pemecatan tenaga kerja dan menimbulkan pengangguran. Kelapa sawit yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia sebagai komoditi unggulan perannya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kelapa sawit di Indonesia diusahakan oleh 3 (tiga) elemen, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Luas lahan yang diusahakan dan diproduksi setiap tahunnya mengalami peningkatan karena prospek bisnis kelapa sawit yang sangat menjanjikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 1.1.


(17)

Tabel 1.1. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Pengusaha di Indonesia

Sumber: BPS Sumatera Utara 2011.

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perluasan areal tanaman kelapa sawit begitu juga dengan produksinya yang semakin meningkat setiap tahunnya semakin besar dimana perkebunan rakyat mengalami pertumbuhan luas areal sebesar 9,9% dan produksi sebesar 7,25%, perkebunan swasta mengalami pertumbuhan luas areal tanaman sebesar 1,3% dan produksi sebesar 6,5% dan perkebunan negara mengalami pertumbuhan luas areal sebesar 0,2% dan produksi sebesar 5,6%.

Tahun PR LUAS AREAL/Area (Ha) PBN PBS Jumlah

1967 - 65.573 40.235 105.808

1977 - 148.775 71.626 220.401

1987 203.047 365.575 160.040 728.662 1997 813.175 517.064 1.592.057 2.922.296 2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 2009 3.013.973 608.580 3.885.470 7.508.023 2010 3.314.663 616.575 3.893.385 7.824.623

Tahun PRODUKSI/Produksi (Ton)

PR PBN PBS Jumlah

1967 - 108.514 59.155 167.669

1977 - 336.891 120.716 457.607

1987 165.162 988.480 352.413 1.506.055 1997 1.282.826 1.586.879 2.578.806 5.448.508 2007 6.358.389 2.117.035 9.189.30 17.664.725 2008 6.923.042 1.938.134 8.678.612 17.539.788 2009 7.247.979 1.961.813 9.431.089 18.640.881 2010 7.774.036 2.089.908 9.980.957 19.844.901


(18)

Kelapa sawit dengan produk turunan primer yaitu Minyak Sawit Kasar atau Mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan Minyak Inti Sawit (Kernel Palm Oil/KPO) mempunyai peran yang sangat signifikan memberikan kontribusi dalam perekonomian nasional sebagai komoditi ekspor. Disamping itu, kebutuhan dunia akan minyak sawit mentah (CPO) diproyesikan semakin meningkat setiap tahunnya, menggeser kedudukan minyak nabati lainnya.

Seiring dengan meningkatnya produksi kelapa sawit Indonesia menyebabkan meningkatnya produksi CPO dan produk turunan kelapa sawit lainnya. Sepanjang tahun 1980 – 2007 ekspor CPO mengalami peningkatan sebesar 2261%. Perkembangan ekspor berbanding lurus dengan produksi CPO dalam negeri. Gambar 1.1 berikut akan menunjukan perkembangan ekspor CPO Indonesia.


(19)

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (BPS) 2012.

Gambar 1.1. Perkembangan Volume Ekspor CPO Indonesia Tahun 1980-2010 (ton).

Komoditi kelapa sawit telah menjadi komoditi ekspor yang sangat penting bagi Indonesia dan bagi para petani dan pengusaha kelapa sawit dan telah menjadi komoditi yang penting bagi Sumatera Utara mulai pertama kali komoditi ini dibuidayakan semenjak zaman penjajahan Belanda.

Kelapa sawit Sumatera Utara memang sudah lama terkenal karena di daerah inilah pertama kali menjadi tempat pengembangan dan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hal ini didukung dengan letak geografis Sumatera Utara yang sesuai dengan syarat tanam kelapa sawit, disamping itu banyak penduduk Sumatera Utara yang membuat usaha di bidang kelapa sawit. Oleh karena itu, sejak awal Sumatera Utara telah menjadi produsen kelapa sawit terbesar Indonesia dan saat ini dari segi produksi Sumatera Utara berada di posisi urutan kedua setelah Riau


(20)

dan diikuti oleh Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Berikut adalah tabel yang akan menunjukkan Produksi Tandan Buah Kelapa Sawit Segar Berdasarkan Provinsi.

Tabel 1.2. Produksi Tandan Buah Kelapa Sawit Segar Berdasarkan Provinsi (ton) TAHUN RIAU SUMATERA UTARA SUMATERA SELATAN KALIMANTAN TENGAH INDONESIA

1991 344.437 1.737.873 79.483 4 2.657.600 1996 1.097.207 2.183.945 296.486 16.804 4.898.658 2001 2.031.389 2.467.598 864.783 193.068 8.396.472 2006 4.685.660 3.244.922 1.616.161 1.383.317 17.350.848 2007 5.117.730 3.083.389 1.809.949 1.387.696 17.664.725 2008 5.764.203 2.738.279 1.753.212 1.449.294 17.539.788 2009 5.932.310 3.158.144 2.036.553 1.677.976 19.324.293 Sumber: Departemen Pertanian Tahun 2010.

Sumatera Utara yang selama ini menjadikan CPO sebagai andalan pendapatan daerah Sumatera Utara di sektor perkebunan mempunyai peluang yang cukup besar untuk menyumbang ekspor CPO Indonesia lebih besar lagi di pasar dunia. Seiring dengan peningkatan luas areal perkebunan sawit di Sumatera Utara maka ekspor CPO juga meningkat. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut.


(21)

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2012.

Gambar 1.2. Perkembangan Volume Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 1980- 2010 (ton).

Dengan melihat pentingnya ekspor CPO sebagai penyumbang pendapatan daerah Sumatera Utara khususnya dan Indonesia umumnya, untuk itu diperlukan pengembangan untuk meningkatkan ekspor Indonesia dan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menjadikan Sumatera Utara sebagai leading province untuk kelapa sawit di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilihat potensi ekspor CPO Sumatera Utara saat ini melihat begitu besarnya peranan ekspor CPO bagi perndapatan nasional dan dilihat juga faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO di Sumatera Utara.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Potensi Ekspor CPO di Sumatera


(22)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah yang menjadi dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana Harga Internasional CPO, Produksi, Nilai Tukar, dan Pertumbuhan Ekonomi mempengaruhi ekspor CPO Sumatera Utara ke pasar dunia?

2. Bagaimana trend dan proyeksi ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana Harga Internasional CPO, Produksi, Nilai Tukar, dan Pertumbuhan Ekonomi mempengaruhi ekspor CPO Sumatera Utara ke pasar dunia.

2. Untuk melihat trend dan proyeksi ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


(23)

1. Sebagai bahan studi, literatur, dan tambahan ilmu pengetahuan bagi kalangan akademisi, peneliti, dan mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai tambahan, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada terutama menyangkut topik yang sama.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

4. Sebagai bahan informasi mngenai potensi ekspor CPO di Sumatera Utara yang memiliki peran penting dalam devisa negara dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP (Gross Domestic Bruto).

Menurut Amir M.S bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas – batas politik dan kenegaraan yang menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan dan hukum dalam perdagangan.

Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antar subyek ekonomi Negara yang satu dengan subyek ekonomi Negara yang lain, baik mengenai barang maupun jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan


(25)

impor, perusahaan industry, perusahaan Negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000).

Perdagangan atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak (Boediono, 2000).

Pada dasarnya ada 3 teori yang menerangkan timbulnya perdagangan internasional, yaitu:

2.1.1.1. Teori Pra-Klasik Merkantilisme

Para penganut merkantilis beranggapan bahwa satu-satunya cara bagi suatu Negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikti mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkan selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas atau logam-logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimilik suatu Negara maka semakin kaya dan kuatlah Negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong kekuatan ekspor dan mengurangi impor (khususnya barang mewah). Namun, oleh karena setiap Negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, juga karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada suatu saat tertentu, maka suatu Negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan Negara lain.


(26)

2.1.1.2. Teori Klasik

a) Keuntungan absolut (absolute advantage) oleh Adam Smith

Adam Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu Negara dicapai dari surplus ekspor. Kekayaan akan bertambah sesuai dengan skill, serta efisiensi dengan tenaga kerja yang digunakan dan sesuai dengan persentase penduduk yang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Smith suatu Negara akan mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari pada Negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu Negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain.

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value).


(27)

Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas, dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada dua Negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.

Tabel 2.1. Banyaknya Tenaga Kerja Yang Diperlukan Untuk Menghasilkan Per Unit Produksi Amerika

Produksi Amerika Inggris

Gandum 8 10

Pakaian 4 2

Sumber: Salvatore (2006).

Dari tabel di atas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedangkan Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedangkan di Amerika hanya 8 unit (10 > 8). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedangkan di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika


(28)

memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian.

Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari Negara lain. Kelebihan dari teori absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua Negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran Negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu Negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

b) Keuntungan relatif (comparative advantage) oleh John Stuart Mill

Teori J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar). Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Contoh: Produksi 10 orang dalam 1 minggu.

Tabel 2.2 Banyaknya Tenaga Kerja Yang Diperlukan Untuk Menghasilkan Per Unit Produksi Amerika

Produksi Amerika Inggris

Gandum 6 bakul 2 bakul

Pakaian 10 yard 6 yard


(29)

Menurut teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan timbul karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya melainkan comparative Advantage nya. Besarnya comparative advantage untuk Amerika, dalam produksi gandum 6 bakul dibanding 2 bakul dari Inggris atau = 3 : 1. Dalam produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Oleh karena itu, perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tukar masing-masing barang di dalam negeri.

Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage. David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang.

c) Biaya relatif (comparative cost) oleh David Ricardo

Pada awalnya istilah keunggulan komparatif (comperative adventage) dikemukakan oleh David Ricardo (1917) dalam membahas perdagangan atara dua Negara. Apabila dua Negara saling berdagang dan masing-masing berkonsentrasi


(30)

untuk mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif maka Negara tersebut akan beruntung. Keunggulan komparatif itu tidak hanya berlaku pada perdagangan internasional saja tetapi juga pada ekonomi regional.

Keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu daerah atau negara adalah jika komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Apabila keunggulan itu adalah nilai tambah maka dikatakan keunggulan absolut. Komoditi yang memiliki keunggulan walaupun dalam bentuk perbandingan lebih menguntungkan untuk dikembangkan dibanding komoditi lain yang sama-sama diproduksi oleh kedua negara atau daerah (Tarigan, 2005).

Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah. Dalam perdagangan bebas, mekanisme pasar mendorong masing – masing daerah bergerak untuk memproduksi barang yang memiliki keunggulan komparatif.

Keunggulan kompetitif (competitive adventage) adalah kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah atau luar negeri bahkan global. Dalam hal ini kita akan melihat apakah suatu daerah dapat menjual produknya di luar negeri secara menguntungkan, tidak lagi membandingkan potensi komodidti yang sama di suatu Negara dengan Negara lainya tetapi membandingkan potensi komoditi suatu Negara terhadap komoditi semua Negara pesaingnya di pasar global.


(31)

2.1.1.3. Toeri Modern

Faktor proporsi oleh Hecksher-Ohlin

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu Negara akan melakukan perdagangan dengan Negara lain disebabkan Negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:

 Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.

 Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva, pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.

Analisis hipotesis H-O dikatakan sebagai berikut:

 Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.


(32)

Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing Negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.

 Masing-masing Negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

 Sebaliknya masing-masing Negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena Negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

 Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing Negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai The Proportional Factor Theory.

2.1.2. Ekspor

2.1.2.1. Definisi Ekspor

Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu Negara ke Negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala


(33)

bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional. Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Strategi lainnya misalnya franchise dan akuisisi.

Menurut Michael P. Todaro, ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri – industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktifitas perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara – negara yang lebih maju.

Ekspor merupakan suatu kegiatan yang banyak memberikan keuntungan bagi para pelakunya, adapun keuntungan – keuntungan tersebut antara lain, meningkatkan laba perusahaan dan devisa negara, membuka pasar baru di luar negeri, memanfaatkan kelebihan kapasitas dalam negeri, dan membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional. Ekspor dapat meningkatkan pendayagunaan sumber – sumber daya domestik di suatu negara, selain itu ekspor juga dapat meningkatkan pembagian lapangan kerja dan skala setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari yang lainnya.

Di pasar internasional, besarnya suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditi tersebut. Harga yang terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Adanya ekspor suatu negara ke pasar dunia dapat ditunjukkan


(34)

dengan excess supply. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ekspor suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang dan jasa yang tidak dikonsumsi negara tersebut. Penjelasan tersebut menunjukan bahwa ekspor suatu negara ditentukan oleh harga domestik, harga internasional, serta keseimbangan permintaan dan penawaran dunia. Selain itu, secara tidak langsung ditentukan oleh perubahan nilai tukar (exchange rate) mata uang suatu negara terhadap negara lain.

2.1.2.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Ekspor Faktor – faktor yang mempengaruhi ekspor adalah:

1. Harga internasional, semakin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak.

2. Nilai tukar uang (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami apresiasi) maka harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami depresi), harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi murah. Kuota ekspor yaitu kebijakan perdagangan internasional berupa pembatasan kuota (jumlah) barang ekspor.

3. Kebijakan tariff dan non-tarif. Kebijakan tariff adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan


(35)

kebijakan non-tarif adalah mendorong tujuan diversifikasi ekspor (Soekarwati, 1999:1228).

2.1.2.3. Kebijaksanaan Ekspor

Tujuan kebijaksanaan ekspor adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat menutupi defisit transakasi berjalan dan neraca pembayaran. Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, dapat ditempuh dengan beberapa cara antara lain :

1. Kebijaksanaan Devaluasi, yaitu kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang negara lain. Akibat kebijakan ini, harga barang ekspor negara tersebut menjadi murah di luar negeri dan mampu bersaing dengan produk saingan dari negara lain.

2. Subsidi ekspor, merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan ekspor dengan memberikan bantuan kepada para produsen, sehingga biaya produksinya dapat ditekan. Hal tersebut akan membuat harga barang ekspor lebih murah di pasar internasional sehingga dapat memenangkan persaingan yang tidak adil dan mengizinkan negara pengimpor untuk membalasnya dengan bea balasan (counter duties) yang bersifat proteksionis.

3. Diversifikasi ekspor, yakni kegiatan penganekaragaman hasil ekspor. Hal ini juga salah satu cara yang ditempuh dalam meningkatkan ekspor. Ini


(36)

berarti komoditas ekspor tidak hanya terfokus pada satu jenis komoditi saja tetapi dari berbagai jenis komoditi lainnya.

Agar kebijakan - kebijakan tersebut dapat lebih efektif dan efisien penerapannya, sekurang – kurangnya ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan (Soediyono, 1996), antara lain:

a) Daya saing sesama negara produsen yang pada dasaranya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktivitas produksi serta mutu dari komoditi.

b) Tindak-tanduk dan taktik serta tehnik yang dijalankan oleh konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta penawaran (supply) yang berkesinambungan.

c) Campur tangan pemerintah negara konsumen dan pemerintah negara produsen yang menjadi saingan yang bersifat proteksionistis.

d) Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang pengganti (barang substitusi) atau perkembangan teknologi dalam teknik produksi dari negara produsen saingan yang akan mempengaruhi biaya produksi dan mutu komoditi.

2.1.2.4. Manfaat dan Peranan Ekspor

Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kebijakan ekspor antara lain:


(37)

1. Keuntungan komparatif (comparative advantage), didasarkan pada hukum keuntungan komparatif, yaitu suatu negara akan mengekspor hasil produksi yang darinya terdapat keuntungan lebih besar dan mengimpor barang-barang yang darinya terdapat keuntungan yang lebih kecil.

2. Sektor ekspor menjadi penggerak dari kebijakan perekonomian (leading sector).

3. Ekspor merupakan sumber devisa bagi negara bila ekspor naik akan mengakibatkan penerimaan dalam negeri meningkat.

4. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru. Akibat permintaan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi dan efesiensi yang menaikan produktivitas.

5. Perluasan kebijakan ekspor mempermudah pembangunan karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam capital sosial sebanyak yang dibutuhkan seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.

Kegiatan ekspor terbagi atas 2, yaitu: 2.1.2.5. Ekspor Langsung

Ekspor langsung adalah cara menjual barang atau jasa melalui perantara/eksportir yang bertempat di Negara lain atau Negara tujuan ekspor. Penjualan dilakukan melalui distributor dan perwakilan penjualan perusahaan.


(38)

Keuntungannya, produksi terpusat di Negara asal dan kontrol terhadap distribusi lebih baik. Kelemahannya, biaya trasnportasi lebih tinggi untuk produk dalam skala besar dan adanya hambatan perdaganga secara proteksionisme.

2.1.2.6. Ekspor Tidak Langsung

Ekspor tidak langsung adalah teknik dimana barang dijual melalui perantara/eksportir Negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut. Melalui perusahaan manajemen ekspor (export management companies). Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap operasi di Negara lain kurang.

Tahap – tahap dalam perencanaan ekspor yaitu:  Identifikasi pasar yang potensial

 Penyesuaian antara kebutuhan pasar dengan kemampuan analisis SWOT (Srength, Weakness, Oppurtunity, Threats)

 Melakukan pertemuan, dengan eksportir, agen, dll  Alokasi sumber daya

Pemberitahuan Ekspor :

1. Ekspor barang wajib PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)

Bahwa setiap barang ekspor menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang dapat dibuat dengan mengisi formulir atau dikirim melalui media elektronik.


(39)

2.1.3. Daya Saing

Istilah daya saing (competitiveness), meskipun setidaknya telah “diawali” oleh konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) Ricardo sejak abad 18, kini mendapat perhatian yang semakin besar terutama tiga dekade belakangan ini. Daya saing, satu dari sekian andalan yang sangat populer, tetapi tetap tidak sederhana untuk dipahami. Seperti diungkapkan oleh Garelli (2003), konsep yang multidimensi ini sangat memungkinkan beragam definisi dan pengukuran. Tidaklah mengejutkan jika perkembangan pandangan dan diskusi tentang daya saing tidak luput dari kritik dan perdebatan yang juga terus berlangsung hingga kini.

Daya saing merupakan suatu konsep umum yang digunakan dalam ekonomi, seperti daya saing perusahaan dalam persaingan pasar dan daya saing negara-negara dalam persaingan internasional. Konsep daya saing dapat ditinjau pada tingkat perusahaan, tingkat industri dan tingkat negara atu daerah. Masing-masing tingkat memiliki hubungan erat seperti daya saing perusahaan yang merupakan elemen pembentukan daya saing pada tingkat industri, negara atau daerah.

David Ricardo melalui tulisannya: “Principles of Political Economy and Taxation”, di tahun 1817 menggarisbawahi bagaimana semestinya negara harus bersaing.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong daya saing industri di berbagai daerah serta memacu pelaksanaan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), khususnya


(40)

yang berada di wilayah Sumatera Utara (Sumut) guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Demikian disampaikan Menteri Perindustrian (Menperin) Mohamad S. Hidayat dalam Forum Komunikasi Dengan Dunia Usaha dan Instansi Terkait tentang ”Peningkatan Daya Saing Industri Nasional dan Program Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)”.

Industri pengolahan Minyak Sawit Mentah (CPO) merupakan salah satu prioritas untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi mengingat Indonesia merupakan negara produsen CPO terbesar di dunia. Produksi CPO Indonesia tahun 2010 mencapai sekitar 22,5 juta ton dan pada tahun 2020 ditargetkan mencapai 40 juta ton.

Dari produksi 22,5 juta ton tahun 2010 itu, sebesar 13,2 juta ton diekspor, sedangkan sisanya sebesar 9,1 juta ton dimanfaatkan industri dalam negeri, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical. Industri turunan CPO yang telah berkembang di Indonesia baru dapat menghasilkan 18 jenis produk, yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) serta biodiesel.

Sumatera Utara merupakan daerah yang sangat potensial untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit, di mana jumlah produksi CPO pada tahun 2009 telah mencapai 5,07 juta ton/tahun atau sebesar 28,04 persen dari produksi nasional.


(41)

2.1.4. Nilai Tukar

2.1.4.1. Definisi Nilai Tukar (Foreign Exchange Rate) Ada beberapa definisi nilai tukar menurut beberapa ahli, yaitu:

1. Cornelius Luca (1995) dalam bukunya yang berjudul “Trading In The Global Currency Markets” memberikan definisi :

An exchange rate is the price of one currency in term of another” artinya adalah “Nilai tukar valuta asing merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain”

2. J.Fabozzi dan Franco Modigliani (2009) dalam buku “capital markets” memberikan definisi:

“An exchange rate is defened as the amount of one currency that can be exchanged per unit of another currency, or of the price of one currency in term of another currency”

“Nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain”.

3. Menurut Salvatore, niali tukar atau exchange rate diartikan sebagai harga mata uang luar negeri dalam satuan mata uang domestik.

Nilai tukar adalah perbandingan antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Dalam perdagangan global transaksi yang melibatkan nilai tukar menjadi suatu keharusan karena setiap negara menggunakan mata uang yang berbeda. Niai tukar adalah harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang dari negara lain.


(42)

Harga yang harus dibayar inilah yang disebut dengan kurs. Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama.

Penawaran dan permintaan terhadap valuta asing timbul karena adanya hubungan internasional dalam perdagangan barang, jasa maupun modal. Penawaran valuta asing disebabkan adanya ekspor barang, jasa transfer, atau hibah dari luar negeri maupun kapital masuk. Sedangkan permintaan valuta asing disebabkan adanya impor barang, jasa maupun kapital, sehingga untuk menyelesaikan transaksi perlu menukarkan suatu mata uang domestik dengan valuta asing dan sebaliknya.

Berdasarkan beberapa teori diatas, penulis memberi definisi bahwa nilai tukar atau kurs valuta asing adalah menunjukan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam niali mata uang negara lain. Nilai mata uang asing juga dapat di definisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, misalnya U$ 1 sama dengan Rp 9400 berarti untuk memeproleh 1 dollar Amerika Serikat dibutuhkan 9400 rupiah.


(43)

2.1.4.2. Cara Menetapkan Nilai Tukar Terdapat 2 cara untuk menetapkan nilai tukar, yaitu :

1. Model Eropa yang sering disebut dengan Indirect Quote.

Penetapan kursnya dilakukan berdasarkan pada beberapa unit mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli 1 unit mata uang dalam negeri. 2. Model Amerika yang sering disebut Direct Quote.

Model ini menjelaskan beberapa unit Rupiah yang di butuhkan untuk membeli 1 unit U$ Dollar. Kurs ini merupakan kurs yang biasa dipakai di Indonesia.

Cara lainnya dalam menentukan nilai tukar adalah :

1. Berdasarkan permintaan dan penawaran mata uang asing dalam pasar bebas.

2. Ditentukan oleh pemerintah. Berdasarkan cara ini, maka dapat ditentukan sistem nilai tukar, atau sering disebut sebagai regim nilai tukar.

2.1.4.3. Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)

Dalam sistem ini nilai tukar ditentukan oleh Pemerintah. Pemerintah melakukan intervensi dalam menentukan nilai tukar valuta asing.


(44)

Tujuannya adalah untuk memastikan nilai tukar yang terjadi tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap perekonomian.

2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Floating Exchange Rate System). Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran.

3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Flexible Exchange Rate System).

Dalam sistem ini, nilai tukar ditentukan oleh besarnya jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran uang asing menjadi faktor – faktor yang menentukan besarnya nilai tukar uang asing.

2.1.4.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar

Perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing menyebabkan perubahan dalam nilai tukar valuta asing. Faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing diantaranya adalah:

a) Perubahan Preferensi Masyarakat

Citarasa masyarakat mempengaruhi pola konsumsi mereka atas barang yang diproduksi di dalam negeri atau barang impor. Perbaikan kualitas barang impor yang menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar.


(45)

b) Perubahan Harga Barang Ekspor dan Impor

Harga sesuatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Sesuai dengan teori permintaan dan penawaran barang dalam negeri yang dapt dijual dengan harga relatif murah akan menaikan jumlah ekspor dan bila harganya nauk maka jumlah ekspor berkurang.

c) Kenaikan Harga Umum (Inflasi)

Inflasi sangat besar pengaruhnya kepada nilai tukar. Inflasi cenderung menurunkan nilai tukar. Inflasi juga menyebabkan harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi ekspor.

d) Perubahan Suku Bunga dan Tingkat Pengembalain Investasi

Nak turunnya suku bunnga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting perannya dalam aliran modal.

e) Pertumbuhan Ekonomi

Pengaruh pertumbuhan ekonomi kepada nilai mata uang tergantung kepada penyebab pertumbuhan ekonomi yang berlaku.


(46)

Tabel 2.3

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ 1985-2009

Tahun Kurs (Rp/US$)

1985 1131

1986 1655

1987 1652

1988 1729

1989 1795

1990 1901

1991 1992

1992 2062

1993 2110

1994 2200

1995 2308

1996 2383

1997 4650

1998 8025

1999 7100

2000 9595

2001 10400

2002 8940

2003 8465

2004 9270

2005 9830

2006 9020

2007 9419

2008 10950

2009 9400

Sumber: BPS Sumatera Utara 1985-2010.

2.1.5. Harga

Harga merupakan alat evaluasi dan komunikasi dalam pasar internasional. Menetapkan harga yang tepat merupakan kunci kesuksesan dan kegagalan. Bahkan ketika pemasar internasional memproduksi produk yang tepat, mempromosikannya dengan benar, dan membangun jalur distribusi yang layak, upaya tersebut akan gagal bila ia salah menetapkan harga. Sebuah penawaran


(47)

harga seharusnya mencerminkan baik kualitas maupun nilai produk yang dipersepsikan konsumen. Dari semua hal yang harus dihadapi oleh pemasar internasional, penetapan harga merupakan salah satu yang paling sulit. Hal ini menjadi lebih rumit ketika perusahaan menjual produknya pada pelanggan di berbagai negara yang berbeda-beda. Baik mengekspor maupun mengelola operasi luar negeri, tanggung jawab manajer adalah menetapkan dan mengendalikan harga aktual produk di pasar yang berbeda dengan berbagai variabel yang berbeda pula, mulai dari perbedaan tarif, biaya, sikap, persaingan, fluktuasi mata uang, serta metode penetapan harga.

Keputusan penetapan harga dilihat dengan dua cara :

Penetapan harga sebagai sebuah instrumen aktif untuk mencapai tujuan pemasaran, perusahaan menggunakan harga untuk mencapai sebuah tujuan spesifik, antara lain target memperoleh keuntungan, target pangsa pasar, atau tujuan spesifik lainnya.

Penetapan harga sebagai elemen statis sebuah keputusan bisnis, hanya dengan mengekspor kelebihan persediaan, menempatkan bisnis luar negeri bukan sebagai prioritas utama, dan menganggap penjualan ekspor hanya memberikan kontribusi yang dalam volume penjualan total.

Semakin besar kendali yang dimiliki perusahaan atas harga jual akhir sebuah produk, maka semakin baik kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya. Semakin lebar lini produk dan semakin besar negara yang


(48)

menjadi target, maka semakin kompleks proses pengendalian harga bagi pengguna akhir.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2012) dengan judul “Analisis Daya Saing Ekspor Minyak Sawit (CPO) Sumatera Utara di Indonesia” bahwa permasalahan yang diangkat adalah bagaimana daya saing ekspor CPO antara Sumatera Utara dengan provinsi lain yang ada di Indonesia. Dan juga untuk melihat bagaimana trend dan proyeksi ekspor CPO di Sumatera Utara. Dan yang terakhir, untuk melihat dan mengetahui apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi ekspor CPO di Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan kurun waktu dari tahun 1980-2010. Data dikumpulkan dari BPS, Kementrian Pertanian dan KPB PTPN. Alat analisis yang digunakan adalah dengan Ordinary Least Square untuk melihat trend dan proyeksi 10 tahun kedepan; indeks RCA dan AR untuk melihat daya saing dan Ordinary Least Square (OLS) untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) trend ekspor CPO Sumatera Utara 1980-2010 bernilai positif dan proyeksi ekspor 10 tahun kedepan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 4,649 persen, (2) Sumatera Utara masih berdaya saing dipangsa ekspor CPO Indonesia dengan nilai indeks RCA rata-rata sebesar 13,24905 namun dengan pertumbuhan yang lemah yang ditunjukkan dengan nilai indeks AR sebesar 0,232 disebabkan potensi luas lahan yang kecil pertumbuhan produksi yang lamban, produktifitas yang kecil dan adanya pengalihan pelabuhan ekspor oleh eksportir; (3) ekspor CPO Sumatera Utara


(49)

dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar Dolar terhadap Rupiah dan dipengaruhi secara negatif oleh nilai indeks RCA.

Penelitian yang dilakukan oleh Bustami (2012) dengan judul “Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara”. Permasalahan yang diangkat adalah bagaiman daya saing produk – produk ekspor di sumatera utara. Dilihat dari produk – produk unggulan yang ada di Provinsi Sumatera Utara termasuk juga CPO (Minyak Kelapa Sawit Mentah). Daya saing produk tersebut dapat dilihat dari seberapa besar potensi ekspor dari masing – masing produk di Sumatera Utara. Dan juga dapat dilihat apa yang mempengaruhi produk tersebut lebih unggul dari produk – produk lain. Mulai dari kualitas, harga jual, dan yang lain. Produk ekspor yang diteliti adalah 10 produk unggulan Sumatera Utara berdasarkan Standard International Trade Classification (SITC). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 2000-2010. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis daya saing Revealed Comparative Advantage (RCA), Revealed Comparative Trade Advantage (RCTA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 produk unggulan Provinsi Sumatera Utara memiliki daya saing yang berbeda – beda. Walaupun ada beberapa produk unggulan yang memiliki daya saing yang lemah, Provisni Sumatera Utara tetap melakukan ekspor terhadap produk-produk unggulannya.

Penelitian yang dilakukan SUHERI (2012) dengan judul “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Non-migas Sumatera Utara”. Permasalahan yang diangkat adalah di Provinsi Sumatera Utara banyak produk non-migas yang


(50)

memiliki potensi yang besar untuk diproduksi bahkan di ekspor ke luar negeri. Dan yang menjadi permasalahan adalah apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya angka untuk ekspor non-migas dari Sumatera Utara ke luar ngerei. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Sumatera Utara dengan menggunakan data sekunder dari tahun 1985-2009 (25 tahun) data nilai tukar rupiah atas dollar Amerika (Rp/U$), tingkat suku bunga kredit, dan data ekspor non-migas Sumatera Utara. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga kredit terhadap ekspor non-migas Sumatera Utara menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, dan sumber – sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga kredit memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor non-migas Sumatera Utara dengan koefisien determinan (R²) 71%. Dan penelitian ini membantu penulis untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi ini.

2.3. Kerangka Konseptual

Indonesia khususnya Sumatera Utara memiliki potensi besar dalam hal sumber daya alam. Kekayaan alam yang Sumatera Utara punya, mulai dari kesuburan tanah, dan wilayah nya yang strategis membuat daerah ini memliki potensi untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang memilik keunggulan dibanding produk dari daerah lain. Terkhusus di produk minyak kelapa sawit mentah (CPO). Begitu banyak sebenarnya produk- produk unggulan Sumatera


(51)

Utara yang lain yang memiliki potensi besar untuk di ekspor ke luar negeri, seperti hasil pertanian lainnya. Namun, melihat dari kebutuhan negeri konsumen juga lebih banyak di produk CPO ini, maka potensi untuk ekspor pun sangat besar.

Selain kesuburan tanah yang dimilik daerah ini, juga luas lahan yang sesuai dan juga diimbangi dengan produktivitas atau kualitas dari SDM nya, dan pertumbuhan dari sawitnya itu akan mendukung produk CPO berkualitas dapat dihasilkan dengan kuantitas yang banyak pula. Dan dengan kualitas CPO juga kuantitas yang banyak pula maka akan mendorong atau menjadikan potensi ekspor CPO itu meningkat dan mempunyai daya saing bagi daerah/negara lain. Sumatera Utara merupakan daerah penyumbang CPO terbesar setelah Riau. Ekspor yang dilakukan ke banyak negara yang memang memiliki kelemahan atau memerlukan CPO tersebut. Dan ekspor itu sendiri dilakukan dengan tujuan menambah devisa negara dan akan meningkatkan Gross Domestic Product (GDP), seiring itu maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat itu sendiri akan meningkat. Terkhusus di Sumatera Utara ini yang kesejahteraan masyarakat masih kurang merata, maka dengan adanya ekspor CPO ini membantu atau menyumbangkan potensinya untuk menambah devisa dan pada akhirnya akan mengurangi tingkat kemiskinan yang semakin mengkhawatirkan.


(52)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Perkebunan Kelapa Sawit

Nilai Tukar Produksi Harga Internasional

CPO

Potensi Ekspor Perkembangan CPO

EKSPOR

GDP

Pertumbuhan Ekonomi

Kesejahteraan

Pertumbuhan Ekonomi


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menitikberatkan pada bagaimana trend dan proyeksi ekpsor CPO di Sumatera Utara khususnya, dan bagaimana peranannya dalam menambah devisa negara Indonesia. Dan juga melihat apa saja faktor yang mempengaruhi ekspor CPO di Sumatera Utara agar dapat dilihat seberapa besar potensi ekspor CPO di Sumatera Utara ini.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka-angka. Sumber data diperoleh dari publikasi resmi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian (Deptan) dan dari sumber-sumber lain yang relevan.


(54)

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, dan laporan-laporan penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Dan juga pencatatan langsung dari data – data tentang pertanian, industri dan perdagangan yang diperoleh dari instansi terkait dan dari publikasi resmi yang berhubungan dengan permasalahan tersebut diatas.

3.4. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program SPSS untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5. Teknik Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel independen dengan variabel dependen adalah model ekonometrika yaitu meregresikan variabel – variabel yang ada dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Metode Ordinary Least Squares (OLS) atau metode kuadrat terkecil merupakan metode yang paling populer untuk menyelesaikan masalah hitung perataan. Metode OLS ini dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss seorang ahli

matematika dari Jerman.

Menurut Mudrajat Kuncoro, 2001 terdapat beberapa asumsi utama yang mendasari model regresi linear klasik dengan metode OLS, yaitu:


(55)

1. Model regresi linear, artinya linear dalam parameter.

2. X diasumsikan non stokastik (tidak random) artinya nilai X dianggap tetap dalam sample yang berulang.

3. Nilai rata-rata kesalahan adalah nol, atau E (µ / Xi) = 0.

4. Homoskedastisitas, artinya varian kesalahan sama untuk setiap periode (homo = sama, skedastisitas = sebaran) dinyatakan dalam bentuk matematis, var (µ / Xi) = 0.

5. Tidak ada autokorelasi antar kesalahan (antara µi dan µj) = 0.

Untuk mengetahui bagaimana trend dan proyeksi ekspor CPO Sumatera Utara di Indonesia maka penulis menggunakan Metode Trend dan Proyeksi. Data yang digunakan adalah Nilai Ekspor Total Sumatera Utara dan Nilai Ekspor CPO Sumatera Utara.

Untuk melihat Trend menggunakan model :

Dimana:

Yn = Nilai ekspor total

a = Konstanta b = Koefisien

Xn = Faktor Independen.

Untuk Proyeksi dilihat dari pertumbuhan ekspor CPO di Sumatera Utara dengan rumus debagai berikut:


(56)

Dimana:

Pn = Tahun ekspor tahun ke-n

Po = Tahun awal

r = Pertumbuhan ekspor

n = Range tahun dasar ke tahun n

Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Sumatera Utara ke pasar internasional, penulis menggunakan metode Regresi Linear Berganda. Variabel yang diolah adalah produktivitas perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara, luas lahan sawit di Sumatera Utara, pertumbuhan produksi kelapa sawit di Sumatera Utara, dan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah (US$/Rp).

Persamaan Regresi :

Dimana:

Y = Ekspor CPO di Sumatera Utara a = Konstanta

b1 – b4 = Koefisien

X1 = Harga Internasional CPO (Rp/U$)

X2 = Produksi CPO (ton)

X3 = Nilai Tukar (Rp/U$)

X4 = Pertumbuhan Ekonomi (%)


(57)

Variabel Y (Ekspor) data ekspor didapatkan melalui Interpolasi data yaitu dari data tahunan menjadi data bulanan. Interpolasi data adalah metode menghasilkan titik-titik data baru dalam suatu jangkauan dari suatu set diskret data-data yang diketahui. Rumus interpolasi data adalah :

Yk =

12

1

(

)

            +

+ 1 1

12 5 , 6 Yt Y k Y Dimana:

Yk = Ekspor pada bulan ke k

Y = Ekspor pada tahun sebelumnya k = Bulan 1,2,3,...

Yt = Ekspor pada tahun berjalan

Dalam regresi linear berganda, terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan terhadap asumsi-asumsinya. Agar model dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representatif, maka model tersebut harus memenuhi pengujian asumsi-asumsi klasik.

3.5.1. Uji Normalitas Data

Uji Normalitas data adalah suatu pengujian untuk mengetahui apakah data yang akan diolah telah terdistribusi normal atau tidak. Data terdistribusi normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal dimana datanya memusat pada nilai rata-rata dan median. Untuk melakukan uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan Kolmogorov dan Smirnov. Dalam pengambilan


(58)

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: Ho : Data X berdistribusi normal.

Ha : Data X tidak berdistribusi normal.

Kriteria pengambilan keputusan: Jika Sign.(p) > 0,05 maka Ho diterima.

Jika Sign.(p) < 0,05 maka Ho ditolak.

3.5.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.5.2.1. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara satu variabel error dengan variabel error yang lain. Autokorelasi seringkali terjadi pada data time series dan dapat juga terjadi pada data cross section tetapi jarang (Widarjono, 2007).

Dampak dari autokorelasi adalah estimasi linear dan tidak bias tetapi tidak lagi mempunyai variansi yang minimum dan menyebabkan perhitungan standard error metode OLS tidak bisa dipercaya kebenarannya. Selain itu interval estimasi maupun pengujian hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak bisa lagi dipercaya untuk evaluasi hasil regresi. Akibat dari dampak adanya autokorelasi dalam model regresi menyebabkan estimator OLS tidak menghasilkan estimator yang BLUE dan hanya menghasilkan estimator OLS yang BLUE (Widarjono, 2007).

Dalam penelitian ini, untuk menguji terjadinya autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson.


(59)

Hipotesis yang digunakan adalah: Ho : Data X tidak terjadi autokorelasi

Ha : Data X terjadi autokorelasi

Deteksi autokorelasi Durbin Watsin yaitu:

Terima Ho jika nilai DW terletak antara batas atas (du) yaitu: du ≤ d ≤ 4 –

du, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi positif atau autokorelasi negatif.

Terima Ha jika nilai DW lebih rendah daripada batas bawah (dl), yaitu dl ≤

4 maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif. Bila nilai DW lebih besar daripada (4 - dl) yaitu d ≥ 4 - dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

3.5.2.2. Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah terjadinya hubungan linier antara variabel bebas dalam suatu model regresi linier berganda (Gujarati, 2003).

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara sesama variable independen atau hubungan linear antar variable bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan nilai tolerance (TOL) dan variance inflation factor (VIF).

Pengujian hipotesis yaitu:

Ho : Data X tidak terjadi multikoliniearitas.


(60)

Kriteria pengambilan keputusan:

Terima Ho atau tidak terjadi gejala multikoliniearitas jika nilai Tol = 1

Terima Ha terjadi gejala multikoliniearitas jika nilai VIF >10.

3.5.3. Uji Statistik

3.5.3.1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain. Nilai R2 digunakan antara 0 sampai 1 (0≤R2≤1).

3.5.3.2. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Derajat signifikansi yang digunakan adalah 0,05 (5%). Statistik uji yang digunakan adalah:

t =

Dimana:

bn : nilai taksiran parameter βn (diperoleh dari metode OLS).

s (bn) : standar deviasi nilai taksiran parameter βn.

Kriteria pengambilan keputusan:

Ho diterima jika variabel bebas secara parsial tidak ada pengaruh terhadap variabel


(61)

Ha diterima jika variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel tidak

bebasnya atau jika nilai signifikan t < 5%.

3.5.3.3. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.

Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05. Statistik uji yang digunakan adalah:

F =

Dimana:

RKR : rata-rata kuadrat regresi (diperoleh dari Tabel Analisis Variansi). RKE : rata-rata kuadrat error (diperoleh dari Tabel Analisis Variansi).

Apabila nilai F hasil perhitungan > F menurut tabel maka hipotesis alternatif diterima, hipotesis nol ditolak yang menyatakan bahwa semua variabel bebas (independen) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (dependen).


(62)

3.6 . Definisi Operasional Variabel

1. Ekspor CPO adalah perdagangan CPO atau minyak kelapa sawit mentah dilakukan ke Luar Negeri dihitung dalam jumlah ton.

2. Harga Internasional CPO adalah berapa Rupiah harga CPO (Minyak Sawit Mentah) di pasar internasional (Rp/U$).

3. Produksi CPO yaitu berapa ton produksi CPO (Minyak Kelapa Sawit Mentah) dari tahun ke tahun dihitung dalam jumlah ton.

4. Nilai tukar adalah seberapa besar nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (Rp/U$).

5. Pertumbuhan Ekonomi adalah berapa perubahan PDRB Sumatera Utara dihitung dalam bentuk persen.


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Sumatera Utara

4.1.1. Kondisi Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98° – 100° Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah Timur dengan negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 Km², sebagian besar berada di daratan pulau Sumatera Utara dan sebagian kecil berada di pulau Nias, pulau – pulau batu seperti beberapa pulau kecil, bagian barat maupun bagian timur pantai pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Tapanuli Selatan dengan luas 12.163,65 Km² atau 16,97% diikuti Kabupaten Labuhan Batu dengan luas 9.223,18 Km² atau 12,78% kemudian diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 Km² atau sekitar 9,23%. Sedangkan luas daerah terkecil adalah kota sibolga dengan luas 10,77 Km² atau sekitar 0,02% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Dataran


(64)

Tabel 4.1

Letak dan Geografis Sumatera Utara

Keterangan Letak dan Geografis

1. Geografis Sumatera Utara 1° - 4° Lintang Utara 98° – 100° Bujur Timur 2. Luas Wilayah 71.680,68 Km² 3. Letak Diatas Permukaan Laut P.Sidempuan 260-1100m Medan 2,5-37,5m Binjai 28m Tebing Tinggi 26-34m Pematang Siantar 400m Tanjung Balai 0-3m Sibolga 0-50m Serdang Bedagai 0-500m Samosir 300-2200m Pakpak Barat 700-1500m Humbang Hasundutan 330-2200m Nias Selatan 0-800m Langkat 0-1200m Deli Serdang 0-500m Karo 140-1400m Dairi 700-1250m Simalungun 0-369m Asahan 0-1000m Labuhan Batu 0-2151m Toba Samosir 300-2200m Tapanuli Utara 300-1500m Tapanuli Tengah 0-1266m Mandailing Natal 0-500m Tapanuli Selatan 0-1915m Nias 0-800m Sumber: BPS Sumatera Utara 2010.

4.1.2. Iklim

Provinsi Sumatera Utara terletak dekat garis khatulistiwa, dimana tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas biasa mencapai 34,6°C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan daerah yang landai, beriklim sedang


(1)

Correlations

Nilai Tukar

Pertumbuhan Ekonomi Pearson Correlation Ekspor CPO .553 -.999

Harga Iternasional -.662 .731

Produksi -.361 .242

Nilai Tukar 1.000 -.581

Pertumbuhan Ekonomi -.581 1.000

Sig. (1-tailed) Ekspor CPO .003 .000

Harga Iternasional .000 .000

Produksi .042 .127

Nilai Tukar . .001

Pertumbuhan Ekonomi .001 .

N Ekspor CPO 24 24

Harga Iternasional 24 24

Produksi 24 24

Nilai Tukar 24 24

Pertumbuhan Ekonomi 24 24

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Pertumbuhan

Ekonomi, Produksi, Nilai Tukar, Harga Iternasionala

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Ekspor CPO


(2)

Model Summaryb

Model Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 1.000 9983.372 4 19 .000 1.336

b. Dependent Variable: Ekspor CPO

Model Summaryb

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 1.000a 1.000 .999 .00885

a. Predictors: (Constant), Pertumbuhan Ekonomi, Produksi, Nilai Tukar, Harga Iternasional


(3)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3.128 4 .782 9983.372 .000a

Residual .001 19 .000

Total 3.129 23

a. Predictors: (Constant), Pertumbuhan Ekonomi, Produksi, Nilai Tukar, Harga Iternasional b. Dependent Variable: Ekspor CPO

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients B Std. Error Beta

1 (Constant) 6.937 1.196

Harga Iternasional .111 .020 .048

Produksi .038 .032 .007

Nilai Tukar .305 .098 -.023

Pertumbuhan Ekonomi 11.086 .081 -1.049 a. Dependent Variable: Ekspor CPO

Coefficientsa

Model

t Sig.

95.0% Confidence Interval for B Lower Bound Upper Bound

1 (Constant) 5.800 .000 4.434 9.440

Harga Iternasional 5.639 .000 .070 .152

Produksi 1.176 .254 -.030 .106

Nilai Tukar -3.094 .006 -.511 -.099

Pertumbuhan Ekonomi -137.379 .000 -11.255 -10.918 a. Dependent Variable: Ekspor CPO


(4)

Coefficientsa

Model Correlations Collinearity Statistics

Zero-order Partial Part Tolerance VIF 1 (Constant)

Harga Iternasional -.703 .791 .028 .348 2.874

Produksi -.235 .261 .006 .795 1.258

Nilai Tukar .553 -.579 -.015 .465 2.149 Pertumbuhan Ekonomi -.999 -.999 -.687 .430 2.327 a. Dependent Variable: Ekspor CPO

Coefficient Correlationsa

Model Pertumbuhan

Ekonomi Produksi 1 Correlations Pertumbuhan Ekonomi 1.000 -.206

Produksi -.206 1.000

Nilai Tukar .095 .375

Harga Iternasional -.592 .291 Covariances Pertumbuhan Ekonomi .007 -.001

Produksi -.001 .001

Nilai Tukar .001 .001

Harga Iternasional -.001 .000 a. Dependent Variable: Ekspor CPO

Coefficient Correlationsa

Model Nilai Tukar Harga Iternasional

1 Correlations Pertumbuhan Ekonomi .095 -.592

Produksi .375 .291

Nilai Tukar 1.000 .488

Harga Iternasional .488 1.000

Covariances Pertumbuhan Ekonomi .001 -.001

Produksi .001 .000


(5)

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Variance Proportions

Nilai Tukar

Pertumbuhan Ekonomi 1

dimensi on1

1 .00 .00

2 .00 .31

3 .00 .55

4 .07 .13

5 .92 .00

a. Dependent Variable: Ekspor CPO

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension

Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant)

Harga

Iternasional Produksi 1

dimensi on1

1 4.997 1.000 .00 .00 .00

2 .003 39.940 .00 .01 .00

3 .000 177.766 .00 .65 .02

4 1.852E-5 519.429 .01 .00 .62

5 1.466E-6 1846.201 .99 .33 .36


(6)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 11.6583 12.5831 12.1744 .36878 24 Residual -.01606 .01915 .00000 .00804 24 Std. Predicted Value -1.400 1.108 .000 1.000 24 Std. Residual -1.815 2.164 .000 .909 24 a. Dependent Variable: Ekspor CPO

Lampiran 10

Hasil Olah Trend

x1

b1

x2

b2

x3

b3

x4

b4

1 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

2 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

3 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

4 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

5 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

6 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

7 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

8 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

9 9130 0,11 335328 0,03 1026 -0,308

0,57

-11,086

1

2

3

4 A

Trend

Tahun

1 1004,3 10059,84 -316,008 -6,31902

6,9 10748,713

2012

2 2008,6 20119,68 -632,016

-12,638

6,9 21490,526

2013

3 3012,9 30179,52 -948,024 -18,9571

6,9 32232,339

2014

4 4017,2 40239,36 -1264,03 -25,2761

6,9 42974,152

2015

5 5021,5

50299,2 -1580,04 -31,5951

6,9 53715,965

2016

6 6025,8 60359,04 -1896,05 -37,9141

6,9 64457,778

2017

7 7030,1 70418,88 -2212,06 -44,2331

6,9 75199,591

2018

8 8034,4 80478,72 -2528,06 -50,5522

6,9 85941,404

2019

9 9038,7 90538,56 -2844,07 -56,8712

6,9 96683,217

2020