Parameter Lingkungan
Gambar 6. Bak Pengendap Pertama (Primary Settling Tank)
Bak pengendap pertama berbentuk persegi panjang dengan ukuran 40 meter dan lebar 10 meter serta mempunyai tinggi pinggir 1,6 meter dan tinggi untuk bagian tengah
3 meter bak pengendap pertama juga dilengkapi buffle serta tiga bak kecil yang mempunyai fungsi – fungsi tertentu, bak pertama ini dilengkapi dengan :
1. Meter air yang menghubungkan dengan baling – baling yang fungsinya untuk mengetahui debit air (influent) dengan jelas.
2. Penyekap (skimmer) yang berjumlah dua buah terpasang secara simetris. Fungsinya adalah untuk menyekap benda – benda partikel yang terapung. Misalnya : plastik, busa detergen, minyak dan partikel lain.
3. Pompa yang dipasang pada bagian bak besar (bak pengendap pertama) yang berfungsi untuk mengalirkan partikel terapung dan lumpur hasil dari pengendapan ke bak pengering lumpur.
Bahan pencemar yang dapat dipisahkan pada tahap ini terdiri dari 100% benda – benda mengapung, 60,5% - 65% padatan tersuspensi dan 30 – 35% bahan – bahan organik. Pada tahap ini beban pencemar dapat diturunkan sebesar 30% sehingga effluent Bahan pencemar yang dapat dipisahkan pada tahap ini terdiri dari 100% benda – benda mengapung, 60,5% - 65% padatan tersuspensi dan 30 – 35% bahan – bahan organik. Pada tahap ini beban pencemar dapat diturunkan sebesar 30% sehingga effluent
Secara keseluruhan untuk tahap proses pengolahan secara fisika instalasi pengolahan limbah milik PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) sudah mengacu kepada pedoman milik Siregar (2005) dan SuE (1998) dimana dikatakan bahwa proses pengolahan fisika antara lain pengolahan dengan menggunakan screen, sieves, dan filter; pemisahan dengan memanfaatkan gaya gravitasi (sedimentasi atau oil/water separator), serta flotasi, adsorpsi, dan stripping.
Untuk proses biologi dilakukan pada kolam oksidasi (oxidation ditch) dimana terdapat empat bak oksidasi yang mampu mengolah limbah sebanyak 10.000 m³, dimana satu bak oksidasi dilengkapi dengan empat Mammoth rotor yang penggunaannya ditentukan oleh tingkat pencemaran yang terjadi serta debit air limbah yang masuk. Bak oksidasi yang ada pada PT. SIER ini berbentuk lingkaran elips dengan kapasitas 2500 m³, panjang 232 m, kedalaman air 2 m, volumetric loading 0,48 Kg BOD/m³ hari, detensi 24 jam dan dissolved solid > 1.
Gambar 7. Kolam Oksidasi Gambar 8. Mammoth Rotor
Fungsi dari kolam oksidasi (oxidation ditch) antara lain adalah :
2. Sebagai tempat pencampur bahan organik dengan oksigen
3. Sebagai tempat terjadinya pertukaran gas dari air ke udara/ sebaliknya
4. Sebagai tempat terjadinya proses flokulasi yang menghasilkan lumpur aktif.
Sedangkan Mammoth rotor sendiri mempunyai fungsi untuk mendispersikan oksigen ke bak oksidasi dan sebagai pengaduk serta menstabilkan aliran limbah cair sehingga tidak timbul endapan lumpur non aktif. Seperti aerasi yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan polutan dengan menggunakan mikroorganisme (bakteri) mammoth rotor juga menentukan proses sedimentasi yang diakibatkan oleh lumpur. Sedimentasi sendiri bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme setelah proses aerasi. Hal ini sependapat dengan SuE (1998) yang mengatakan bahwa proses aerasi merupakan pengolahan air dengan cara mengolahnya dengan udara yang bertujuan untuk
menambahkan O 2, penurunan CO 2 dan menghilangkan H 2 dan CH 4 serta berbagai senyawa organik yang bersifat valatif yang berkaitan untuk rasa dan bau serta untuk mereduksi bahan – bahan tersuspensi (kekeruhan) dari dalam air dan dapat juga berfungsi untuk mereduksi kandungan organisme (pathogen) tertentu dalam air.
Di dalam kolam oksidasi/ bak aerasi ini terjadilah proses biologis, dimana mikroorganisme tersebut berperan aktif dalam proses biodegrable polutan menjadi senyawa – senyawa yang lebih sederhana, pada kondisi tersebut mikroorganisme tumbuh dan berkembang, dan membentuk biological floc, dan sering disebut activated sludge (lumpur aktif).
Setelah melewati proses biologi yang ada pada kolam oksidasi (oxidation ditch) air limbah yang telah diolah pada bak oksidasi yang waktu deteksinya ± 8 – 20 jam dilimpahkan ke bak distribusi (Distribution Box), kemudian air limbah ditransfer ke bak Setelah melewati proses biologi yang ada pada kolam oksidasi (oxidation ditch) air limbah yang telah diolah pada bak oksidasi yang waktu deteksinya ± 8 – 20 jam dilimpahkan ke bak distribusi (Distribution Box), kemudian air limbah ditransfer ke bak
Gambar 9. Bak Distribusi Lumpur (Distribution Box)
Bak pendistribusian ini berbentuk bak – bak yang luas totalnya 28,8 m², dengan panjang 7,2 m, lebar 4 m, dan rata – rata kedalaman 2,3 m. Adapun fungsi dari bak distribusi tersebut adalah :
1. Sebagai penampung sementara limbah cair dari bak oksidasi yang akan dimasukkan ke bak pengendap terakhir.
2. Pengembalian dari bak pengendap akhir yang berupa lumpur aktif diolah dan di recycle kembali ke bak oksidasi. Bak distribusi ini dilengkapi dengan pompa setrifugal yang berfungsi untuk
mengalirkan lumpur yang akan dibuang ke bak yang berfungsi untuk mengalirkan lumpur yang akan dibuang ke bak pengering lumpur di bak oksidasi sebagai return sludge.
Dari hasil akhir proses pengolahan limbah yang ada pada PT. SIER (Persero) yang menentukan layak atau tidaknya air dibuang adalah melalui proses di bak Dari hasil akhir proses pengolahan limbah yang ada pada PT. SIER (Persero) yang menentukan layak atau tidaknya air dibuang adalah melalui proses di bak
Air limbah yang sudah terproses dan terbentuk biological floc, akan mengalir ke pengendap akhir/ clarifier melalui bak pembagi lumpur/ distribution box untuk proses pengendapan, dipisahkan antara air/effluent dan biological flocnya, sehingga air hasil proses yang telah netral akan memenuhi baku mutu air limbah keputusan Gubernur Jatim No. 45 tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur.
Gambar 10. Bak Pengendap Akhir (Clarifier)
Untuk kriteria desain pada bak pengendap akhir (Clarifier) yang ada pada Instalasi Pengolahan Limbah adalah :
1. Diameter bak 25 m
2. Kedalaman tepi 2,5 m
3. Kedalaman tengah 3 m
4. Kemiringan dasar 2,24 m
Untuk bak pengendap akhir ini juga dilengkapi dengan alat pengumpul lumpur (Scrubber Bridge) yang berfungsi untuk membersihkan lumpur yang ada didalam bak tersebut, dengan cara berputar mengelilingi bak pengendap dengan kecepatan 30 menit/ putaran. Gerakan alat pengumpul lumpur yang lambat ini memang bertujuan untuk mengeruk lumpur ke posisi tengah dasar bak pengendap akhir dan juga bertujuan untuk mencegah agar gelombang air tidak terjadi, karena jika terjadi gelombang air maka hal ini dapat mengganggu proses terjadinya sedimentasi (pengendapan). Sedimentasi sendiri mempunyai arti sebagai salah satu proses pemisahan padatan dan cairan menjadi cairan bening dan slurry lebih pekat karena adanya gaya gravitasi yang bekerja pada padatan tersebut.
Kemampuan padatan mengendap yang terjadi pada bak pengendap akhir (clarifire) dipengaruhi oleh sifat fisis, ukuran dan bentuk partikel (butiran padatan). Sifat fisis fluida, konsentrasi padatan dan kecenderungan butir – butir padatan berinteraksi satu dengan yang lainnnya. Berdasarkan hal tersebut maka tipe pengendapan menjadi empat macam yaitu : discrete particle, flocculant, hindered, compression.
Disinilah flok yang terbentuk di parit oksidasi akan mengendap secara gravitasi menjadi lumpur aktif yang akan dialirkan kembali pada return sludge, sedangkan air jernih dialirkan ke badan air penerima (sungai).
Untuk meratakan pendistribusian air dalam bak pengendap akhir ini dilakukan dengan cara mengalirkan melalui pipa inlet yang diletakan dibagian tengah bak. Selanjutnya proses pengendapan berlangsung secara gravitasi yaitu dengan adanya aliran yang berputar sehingga flok – flok lumpur yang sudah terbentuk akan mengendap di Untuk meratakan pendistribusian air dalam bak pengendap akhir ini dilakukan dengan cara mengalirkan melalui pipa inlet yang diletakan dibagian tengah bak. Selanjutnya proses pengendapan berlangsung secara gravitasi yaitu dengan adanya aliran yang berputar sehingga flok – flok lumpur yang sudah terbentuk akan mengendap di
Sebelum hasil akhir dari pengolahan limbah dibuang ke sungai Tambak Oso harus ditampung dalam kolam badan air. Dalam kolam badan air tersebut air buangan dihitung debit airnya melalui debit air yang masuk. Perhitungan ini dilakukan untuk membandingkan debit air yang masuk (sebelum pengolahan) harus sama dengan debit yang dikeluarkan (sesudah pengolahan) agar proses pengolahan air limbah berjalan sempurna.
Gambar. 11 Open Chanel Flow Monitor
Setelah air tertampung dalam kolam badan air maka sebelum air tersebut dibuang ke sungai Tambak Oso, kualitas air dari hasil pengolahan perlu ditinjau terlebih dahulu. PT. SIER (Persero) selaku pihak instalasi pengolahan air limbah telah membangun kolam indikator dimana didalam kolam tersebut terdapat bioindikator yaitu ikan, jenis ikan yang digunakan sebagai bioindikator adalah ikan nila. Kolam tersebut dapat memberikan indikasi yang terjadi terhadap air limbah hasil pengolahan
Gambar. 12 Kolam Indikator
Berdasarkan parameter kualitas air ditentukan oleh pH dan suhu, bila pH normal (pH 6- 9) dan suhu sekitar 30 – 35 ºC dan parameter kimia kualitas air ditentukan oleh COD, BOD dan DO. Untk kadar COD sebesar 100 ppm, kadar BOD sebesar 50 ppm dan kadar DO lebih dari 1 ppm maka makhluk hidup (ikan) tersebut dapat hidup secara bebas. (Gambar. 9).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama mengikuti praktek di Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. Sier (Persero) Rungkut, Surabaya. Untuk sisa lumpur yang mengendap pada bak pengendap air selanjutnya dibuang ke dalam bak pengering lumpur.
Gambar. 13 Sludge Drying Bed
Bak pengering lumpurnya sendiri mempunyai bentuk persegi panjang, bagian dasar dari bak pengering lumpur ini mempunyai kemiringan dua arah serta dilengkapi dengan lapisan penyaring yang terdiri dari lapisan pasir kasar setebal 20 cm dan lapisan kerikil (batu kerikil yang digunakan berdiameter 1 – 1,5 setebal 6 cm dan batu kerikil berdiameter 1,5 – 2 dan 4 – 6 setebal 8 cm). Lapisan penyaring ini berfungsi untuk memisahkan lumpur dengan airnya, setiap dilakukannya penyaringan pasir harus ditambahkan karena pasir tersebut akan berkurang pada saat dilakukan pengerukan lumpur yang telah kering. PT. SIER (Persero) memiliki dua macam bak pengering lumpur yaitu :
1. Bak pengering lumpur primer yang berjumlah 17 buah dengan ukuran tiap bak 10 x 5 m², berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang berasal dari bak pengendap pertama.
2. Bak pengering lumpur sekunder yang berjumlah 19 buah dengan ukuran tiap bak
10 x 20 m², berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang berasal dari bak distribusi yaitu lumpur gabungan dari bak oksidasi dan bak pengendap akhir. Lumpur yang dihasilkan dari bak pengendap pertama dan gabungan dari bak
oksidasi serta bak pengendap akhir adalah merupakan hasil penguraian secara biologis oleh mikroorganisme. Lumpur yang masuk ke bak pengering lumpur akan mengalami proses filtrasi. Air hasil proses filtrasi dialirkan menuju kali Tambak Oso sebagai effluent, sedangkan lumpur dikeringkan secara fisik dengan batuan sinar matahari.
5.2. Perbandingan Kandungan Logam Berat
5.2.1 Logam Berat Hg (Merkuri)
Untuk hasil analisis kandungan logam berat Hg (merkuri) dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) pada enam lokasi berbeda dapat dilihat pada Tabel 9:
Tabel 5. Hasil Kadar Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg)
No Pengamatan/
Baku Mutu waktu
Lokasi/
Kadar Logam Berat (Hg)
Kep. Gubernur Jatim No.45/2002 (mg/l)
IV V VI (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
I II III
1 08-03-2007 0,003 0,0002 0,0002 0,0004 0,0004 0,0003
2 22-03-2007 0,004 0,0003 0,0003 0,0005 0,0007 0,0002
3 04-04-2007 0,007 0,0002 0,0003 0,0005 0,0006 0,0004
4 18-04-2007 0,008 0,0002 0,0004 0,0006 0,0007 0,0005
5 03-05-2007 0,002 0,0002 0,0004 0,0005 0,0008 0,0007 Keterangan : I
= Influent
II = Effluent
III
= Belakang Pembuangan IPAL PT. SIER
IV = Pintu Air Perbatasan Antara Hasil Buangan IPAL dengan Rumah Penduduk.
V = Sungai Tambak Oso
VI = Tambak Oso.
Dari hasil yang diperoleh untuk nilai kadar kandungan logam Merkuri diperoleh hasil yang sangat besar yaitu pada lokasi I tepatnya pada influent, ini dikarenakan karena influent adalah awal dari bagian proses pengolahan limbah. Pada pengamatan pertama dan kedua hasil yang diperoleh berkisar antara 0,003 – 0,004 mg/l, sedangkan pada Dari hasil yang diperoleh untuk nilai kadar kandungan logam Merkuri diperoleh hasil yang sangat besar yaitu pada lokasi I tepatnya pada influent, ini dikarenakan karena influent adalah awal dari bagian proses pengolahan limbah. Pada pengamatan pertama dan kedua hasil yang diperoleh berkisar antara 0,003 – 0,004 mg/l, sedangkan pada
Fluktuasi pada nilai kada logam berat Merkuri (Hg) juga terlihat sepanjang pengamatan di beberapa lokasi tempat pengambilan sampel, seperti yang terlihat pada gambar diagram berikut ini.
/l 0.006 Pengamatan 1
Pengamatan 4 il 0.003
Gambar. 14 Diagram Kandungan Merkuri (Hg)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa selama pengamatan penurunan kadar kandungan Merkuri sangat drastis baik pada pengamatan pertama hingga pengamatan Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa selama pengamatan penurunan kadar kandungan Merkuri sangat drastis baik pada pengamatan pertama hingga pengamatan
Sedangkan untuk nilai kadar kandungan Merkuri (Hg) pada perairan sekitar juga mengalami perubahan namun hasilnya masih dapat ditoleran tergantung dari lokasi serta sampel air yang diambil dan hasilnya masih jauh dari standar baku mutu golongan C. Walaupun terdapat kenaikan yang sangat kecil kadar merkuri yang ada atau yang masuk kedalam perairan dapat terjadi karena saat penulis berada dilapangan kondisi cuaca pada minggu – minggu tersebut rentan terhadap hujan yang mengakibatkan kadar merkuri yang ada di udara ikut jatuh ke perairan selain itu banyaknya buangan limbah rumah tangga yang menggunakan bahan kimia serta mengakibatkan ikut mempengaruhi kenaikan kadar logam berat. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Achmad (2004) yang mengatakan bahwa Merkuri (Hg) selain dapat masuk ke dalam perairan secara alami dari buangan industri juga dapat masuk melalui air hujan dan pencucian tanah. Ditambah lagi dengan hasil penelitian dari Budiono (2002) yang mengatakan bahwa terdapatnya merkuri diperairan dapat disebabkan oleh buangan industri (industrial wastes) dan akibat sampingan dari penggunaan senyawa – senyawa merkuri di bidang pertanian.
5. 2. 2 Logam Berat Timbal (Pb)
Hasil analisis kandungan logam berat Pb (Timbal) pada enam lokasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel :
Tabel 6. Hasil Kadar Kandungan Logam Berat Timbal (Pb)
No Pengamatan/
Baku Mutu waktu
Lokasi/
Kadar Logam Berat (Pb)
Kep. Gubernur Jatim No.45/2002 (mg/l)
IV V VI (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
I II III
1 08-03-2007 0,72 0,003 0,045 0,081 0,024 0,061
2 22-03-2007 0,54 0,008 0,031 0,064 0,072 0,068
3 04-04-2007 0,44 0,005 0,067 0,917 0,121 0,085
4 18-04-2007 0,67 0,003 0,051 0,018 0,888 0,734
5 03-05-2007 0,40 0,002 0,032 0,037 0,031 0,202 Keterangan : I
= Influent
II = Effluent
III
= Belakang Pembuangan IPAL PT. SIER
IV = Pintu Air Perbatasan Antara Hasil Buangan IPAL dengan Rumah Penduduk.
V = Sungai Tambak Oso
VI = Tambak Oso.
Dari hasil analisa untuk kandungan logam Timbal (Pb) dapat disimpulkan bahwa nilai Pb pada sungai sekitar Tambak Oso sendiri mengalami kondisi tercemar akan kandungan logam Pb (timbal) perubahan dan kenaikan terjadi pada lokasi III sampai dengan lokasi VI dimana nilai kenaikannya berkisar antara 0.067 mg/l – 0.917 mg/l.
tumpahan minyak yang berasal dari sumur tua disamping itu pada minggu – minggu tersebut ada beberapa perusahaan yang meningkatkan aktifitas kerja perusahaannya yang mengakibatkan juga meningkatnya unsur – unsur penggunaan bahan – bahan yang mengandung logam berat terutama penggunaan timbal (Pb) seperti perusahaan percetakan tinta, cat dan perusahaan lainnya. Penjelasan ini sesuai dengan pendapat dari Darmono (1995) yang mengatakan bahwa Timbal (Pb) juga digunakan pada industri percetakan tinta serta digunakan juga untuk campuran pembuatan cat sebagai bahan pewarna, karena daya larut yang rendah dalam air dan Darmono (2001) yang mengatakan bahwa kandungan elemen Timbal (Pb) juga terdapat pada minyak.
Untuk lokasi V atau sungai Tambak Oso dan lokasi VI atau Tambak Oso juga terjadi kenaikan kadar nilai timbal. Nilai yang cukup tinggi terlihat pada pengamatan ke keempat dimanan kisaran nilainya adalah 0.734 mg/l – 0,888 mg/l, kenaikan nilai ini dapat diakibatkan karena kegiatan industri rumah tangga maupun industri – industri kecil yang membuang limbahnya langsung ke badan air atau tidak mengolah limbahnya dulu melalui proses treatment. Nilai tersebut sudah mendekati baku mutu golongan c atas keputusan gubernur no. 45/2002 dimana dikatakan bahwa baku mutu logam berat yang dapat dibuang diperairan serta yang baik untuk perikanan dan pertanian adalah 1 mg/l dari. Untuk itu perairan sekitar sungai Tambak Oso sudah dapat dikatakan mempunyai nilai yang hampir mencapai ambang batas atau sudah dikategorikan tercemar akan logam berat jenis Pb (Timbal)
/l 0.7 Pengamatan 1
m 0.6 Pengamatan 2
b 0.5 Pengamatan 3
a 0.4 Pengamatan 4
il
N 0.3 Pengamatan 5 0.2 0.1
Lokasi
Gambar 15. Diagram Kandungan Timbal (Pb)
Perubahan yang terjadi pada lokasi ke empat sampai dengan lokasi ke enam atau pada lokasi tambak oso dapat dilihat pada grafik diatas. Dimana fluktuasi yang terjadi pada kandungan nilai timbal (Pb) pada lokasi V dan VI memang mengalami kenaikan yang cukup tinggi bahkan di sungai Tambak Oso nilainya mencapai 0.888 mg/l. Peningkatan yang terjadi memang tidak dapat dikatakan bahwa karena adanya limbah – limbah pada home industry atau industri rumah tangga saja namun peningkatan kandungan Pb dalam perairan dapat terjadi karena adanya indusri – industri yang menggunakan proses pembakaran dengan suhu tinggi untuk memproduksi produknya dimana industri/ perusahaan tersebut menggunakan cerobong asap yang sangat tinggi yang menghasilkan logam – logam berat termasuk jenis Pb (timbal), hal ini yang mengakibatkan logam – logam berat yang ada pada proses pembakaran dapat terbawa angin pada jarak yang sangat jauh. Penjelasan ini sesuai dengan pendapat dari Darmono, Perubahan yang terjadi pada lokasi ke empat sampai dengan lokasi ke enam atau pada lokasi tambak oso dapat dilihat pada grafik diatas. Dimana fluktuasi yang terjadi pada kandungan nilai timbal (Pb) pada lokasi V dan VI memang mengalami kenaikan yang cukup tinggi bahkan di sungai Tambak Oso nilainya mencapai 0.888 mg/l. Peningkatan yang terjadi memang tidak dapat dikatakan bahwa karena adanya limbah – limbah pada home industry atau industri rumah tangga saja namun peningkatan kandungan Pb dalam perairan dapat terjadi karena adanya indusri – industri yang menggunakan proses pembakaran dengan suhu tinggi untuk memproduksi produknya dimana industri/ perusahaan tersebut menggunakan cerobong asap yang sangat tinggi yang menghasilkan logam – logam berat termasuk jenis Pb (timbal), hal ini yang mengakibatkan logam – logam berat yang ada pada proses pembakaran dapat terbawa angin pada jarak yang sangat jauh. Penjelasan ini sesuai dengan pendapat dari Darmono,
5.2.3 Logam Berat Kadmium (Cd)
Hasil analisa kandungan Kadmium (Cd) yang diambil pada enam lokasi yang berbeda selama lima kali pengamatan dapat dilihat pada tabel :
Tabel 7. Hasil Kadar Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd)
No Pengamatan/
Baku Mutu waktu
Lokasi/
Kadar Logam Berat (Cd)
Kep. Gubernur Jatim No.45/2002 (mg/l)
IV V VI (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
I II III
1 08-03-2007 0,075 0,006 0,053 0,037 0,050 0,276
2 22-03-2007 0,075 0,004 0,042 0,028 0,049 0,047
3 04-04-2007 0,096 0,004 0,027 0,095 0,079 0,218
4 18-04-2007 0,094 0,007 0,028 0,083 0,063 0,079
0, 063 0,080 0,040 0,076 Keterangan : I
5 03-05-2007 0,067 0,004
= Influent
II = Effluent
III
= Belakang Pembuangan IPAL PT. SIER
IV = Pintu Air Perbatasan Antara Hasil Buangan IPAL dengan Rumah Penduduk.
V = Sungai Tambak Oso
VI = Tambak Oso.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan akan kadar kandungan logam berat, perbedaan dan kenaikan yang terjadi adalah pada saat air hasil buangan Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan akan kadar kandungan logam berat, perbedaan dan kenaikan yang terjadi adalah pada saat air hasil buangan
Peningkatan kandungan logam berat hingga melebihi standar baku mutu terjadi pada lokasi VI atau pada Tambak Oso, dimana nilainya adalah 0.276 mg/l. Hal ini disebabkan adanya beberapa pabrik home industry yang menurut penduduk setempat membuang limbah – limbahnya pada tengah malam. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Budiono (2002) dimana dikatakan bahwa kandungan nilai Kadmium (Cd) juga dapat terakumulasi dengan beberapa sumber polutan seperti pada debu, pupuk limbah lumpur, air buangan prosesing limbah, dan endapan dari atmosfer.
Grafik perubahan pada kandungan Kadmium (Cd) dapat dilihat pada gambar berikut :
) /l
g 0.2 Pengamatan 1
Pengamatan 2
d 0.15 Pengamatan 3
C ia
Pengamatan 4 il 0.1
Pengamatan 5 0.05
Lokasi
Gambar 16. Diagram kandungan Kadmium (Cd)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa peningkatan selama pengamatan terjadi bukan dikarenakan oleh hasil pengolahan yang dilakukan oleh PT. SIER namun lebih disebabkan oleh limbah domestik dan industri – industri rumah tangga yang tidak memiliki saluran pengolahan air limbah dimana mereka langsung membuang air limbahnya langsung ke Sungai Tambak Oso.
Kenaikan yang terjadi pada Tambak Oso yang mempunyai kadar nilai yang melebihi standar baku mutu yaitu sebesar 0.218 mg/l disebabkan karena lokasi tambak yang airnya dijadikan sampel pengamatan tepat berada di sekitar industri rumah tangga Nilai kandungan ini dapat meningkat lebih besar lagi jika tidak ada pengontrolan pada insudtri – industri yang tidak memiliki IPAL sendiri. Kandungan Kadmium ini akan semakin meningkat karena akan mengalami akumulasi terhadap sedimen yang ada pada
Pagoray (2001) dimana dikatakan bahwa logam berat cenderung terakumulasi pada sedimen kemudian mobilisasi sehingga terlepas lagi ke perairan atau badan air dan selanjutnya dapat masuk ke dalam rantai makanan, yang akhirnya sampai pada manusia dan dapat membahayakan kesehatan manusia.
5.2.4 Logam Berat Arsen (As)
Berikut hasil Analisa Logam Berat Arsen (As) selama pengamatan :
Tabel 8. Hasil Kadar Kandungan Logam Berat Arsen (As)
No Pengamatan/
Baku Mutu waktu
Lokasi/
Kadar Logam Berat (As)
Kep. Gubernur Jatim No.45/2002 (mg/l)
IV V VI (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
I II III
1 08-03-2007 0,0054 0,0002 0,0003 0,0004 0,0006 0,0006
2 22-03-2007 0,0053 0,0002 0,0003 0,0005 0,0009 0,0007
3 04-04-2007 0,0058 0,0002 0,0004 0,0005 0,0009 0,0005
4 18-04-2007 0,0056 0,0002 0,0003 0,0003 0,0008 0,0006
5 03-05-2007 0,0052 0,0002 0,0004 0,0005 0,0009 0,0005 Keterangan : I
= Influent
II = Effluent
III
= Belakang Pembuangan IPAL PT. SIER
IV = Pintu Air Perbatasan Antara Hasil Buangan IPAL dengan Rumah Penduduk.
V = Sungai Tambak Oso
VI = Tambak Oso.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil dari kandungan Arsen (As) sangat kecil sekali dan masih dibawah standar baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil dari kandungan Arsen (As) sangat kecil sekali dan masih dibawah standar baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur
Berikut gambar grafik yang memperlihatkan kandungan nilai Arsen yang dapat dilihat :
m 0.004 Pengamatan 2
Pengamatan 3
a 0.003 Pengamatan 4
Gambar 17. Diagram Kandungan Arsen (As)
Dari gambar diatas bahwa terdapat perubahan di masing – masing lokasi, namun nilai Arsen (As) masih sangat kecil sekali bahkan bisa dibilang tidak ada ini terjadi karena memang dikawasan tersebut tidak terdapat industri rumah tangga yang Dari gambar diatas bahwa terdapat perubahan di masing – masing lokasi, namun nilai Arsen (As) masih sangat kecil sekali bahkan bisa dibilang tidak ada ini terjadi karena memang dikawasan tersebut tidak terdapat industri rumah tangga yang
Dari hasil yang ada memang tidak terdapat hasil yang cukup mencolok ini dikarenakan pada tempat pengambilan sampel (kecuali Influent), tidak terdapat lokasi yang menjadi sumber peningkatan kandungan Arsen itu sendiri seperti pabrik logam. Nilai yang adapun berasal dari perairan alami. Hal ini sependapat dengan Soemirat (2005) serta Achmad (2004) yang mengatakan bahwa sumber utama dari arsen adalah hasil akhir penambangan logam
5.2.5 Logam Berat Tembaga (Cu)
Untuk pengamatan hasil kandungan Tembaga (Cu) yang diambil pada enam lokasi dan lima kali pengamatan dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 9. Hasil Kadar Kandungan Logam Berat Tembaga (Cu)
No Pengamatan/
Baku Mutu waktu
Lokasi/
Kadar Logam Berat (Cu)
Kep. Gubernur Jatim No.45/2002 (mg/l)
IV V VI (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
I II III
1 08-03-2007 1,491 0,034 0,154 2,243 3,030 2,022
2 22-03-2007 3,450 0,013 1,124 0,662 3,047 3,031
3 04-04-2007 1,775 0,088 0,176 2,345 2,036 3,028
4 18-04-2007 1,349 0,023 2,234 3,550 4,050 3,022
5 03-05-2007 1,376 0,043 2,201 1,347 2,046 3,033 Keterangan : I
= Influent
II = Effluent
III
= Belakang Pembuangan IPAL PT. SIER
IV = Pintu Air Perbatasan Antara Hasil Buangan IPAL dengan Rumah Penduduk.
V = Sungai Tambak Oso
VI = Tambak Oso.
Dari hasil yang tertera pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi lonjakan nilai untuk logam berat jenis Tembaga (Cu) di perairan sungai Tambak Oso. Kenaikan terjadi pada lokasi pembuangan hasil olahan/ belakang IPAL dimana nilai tersebut berkisar 0.154 mg/l – 2.234 mg/l, kenaikan ini terjadi karena kondisi perairan tersebut yang sudah bercampur dengan limbah domestik maupun limbah industri yang hasil buangan limbahnya tidak melalui IPAL yang telah di sediakan oleh pihak PT. SIER.
effluent (lokasi II) dengan kadar Tembaga yang ada pada perairan belakang IPAL. Perubahan yang terjadi pada kadar kandungan Tembaga (Cu) dapat dilihat dalam bentuk diagram yang ada di bawah ini :
N 1.5 Pengamatan 5 1 0.5
Lokasi
Gambar 18. Diagram Kandungan Tembaga (Cu)
Dari gambar yang tercantum diatas dapat dilihat bahwa peningkatan/ kondisi perairan yang tercemar terjadi pada lokasi tiga sampai lokasi enam ini disebabkan adanya beberapa home industry yang tidak mempunyai IPAL membuang hasil air limbah ke sungai Tambak Oso selain itu curah hujan yang cukup tinggi semasa pengambilan sampel ikut mempengaruhi kenaikan kadar logam berat jenis Tembaga (Cu). Pendapat ini didukung oleh Palar (1994) yang mengatakan bahwa logam Tembaga (Cu) secara alamiah dapat masuk ke badan perairan melalui pengompleksan partikel logam di udara karena hujan dan karena peristiwa erosi yang terjadi pada batuan mineral yang ada di Dari gambar yang tercantum diatas dapat dilihat bahwa peningkatan/ kondisi perairan yang tercemar terjadi pada lokasi tiga sampai lokasi enam ini disebabkan adanya beberapa home industry yang tidak mempunyai IPAL membuang hasil air limbah ke sungai Tambak Oso selain itu curah hujan yang cukup tinggi semasa pengambilan sampel ikut mempengaruhi kenaikan kadar logam berat jenis Tembaga (Cu). Pendapat ini didukung oleh Palar (1994) yang mengatakan bahwa logam Tembaga (Cu) secara alamiah dapat masuk ke badan perairan melalui pengompleksan partikel logam di udara karena hujan dan karena peristiwa erosi yang terjadi pada batuan mineral yang ada di
5.3. Pengujian Parameter Lingkungan Pada Sungai Tambak Oso
5.3.1. Suhu
Hasil pengamatan suhu yang ada di Sungai Tambak Oso dapat dilihat pada tabel
10 dan gambar 19 berikut ini:
Tabel 10. Suhu permukaan Perairan Sungai Tambak Oso
Stasiun
Pengamatan 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 8/3/2007
30 30 30 30 30 30 30 30 30 Rata - rata
Rata - rata e 30.3
Stasiun
Nilai kisaran suhu pada perairan sungai Tambak Oso selama pengamatan mempunyai kisaran rata – rata nilai 30.2º C – 30.6º C. Nilai ini masih mempunyai toleransi terhadap organisme akuatik yang berada di perairan tersebut. Kisaran nilai suhu ini didukung oleh pernyataan Effendi (2003) dimana dikatakan bahwa kisaran suhu antara 30ºC - 35 ºC adalah suhu yang baik untuk pertumbuhan fitoplankton misalnya, algae dari filum Chlorophyta.
Ditambahkan pula dalam Ropiah (2000) suhu air optimal untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis adalah 25 – 30ºC.
5.3.2. pH
Dari pengamatan selama praktek kisaran pH yang ada pada perairan Sungai Tambak Oso dapat dikatakan mempunyai nilai yang sama. Berikut hasil pengamatan pH yang dapat dilihat pada tabel 11 dan gambar 20 dibawah ini :
Tabel 11. pH Permukaan Perairan Sungai Tambak Oso
Stasiun
Pengamatan 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 8/3/2007
7 7 7 7 7 7 7 7 7 Rata - rata
Rata - rata il 7.1
Stasiun
Gambar 20. Grafik pH Pada Perairan Sungai Tambak Oso
Dari gambar serta data tabel yang tercantum diatas dapat dilihat bahwa nilai pH pada setiap stasiun tidak mengalami perubahan kecuali pada Tambak Oso. Kisaran nilai pH untuk tiap tiap stasiun berkisar antara 7 – 7.4, kisaran nilai ini masih dapat di tolerir oleh sebagian besar biota akuatik. Ini didukung oleh pendapat dari Effendi (2003) dimana dikatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8.5 serta ditambah pula pendapat dari Wardhana (1995) yang mengatakan bahwa air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berksiar antara 6,5 – 7,5.
Selain itu kenaikan yang terjadi pada sungai Tambak Oso dapat diakibatkan pengaruh logam yang ada di lokasi tersebut. Hasil ini sependapat dengan Connel (1995) dimana dikatakan pengaruh pH juga bergantung pada jenis logam khususnya jenis timah.
5.3.3. Dissolved Oxygen (DO)
Pengukuran kandungan oksigen terlarut pada perairan Sungai Tambak Oso dapat dilihat pada tabel 12 dan gambar 21 berikut ini:
Tabel. 12. Pengukuran Kandungan DO Pada Sungai Tambak Oso
Stasiun
Pengamatan 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 8/3/2007
7.01 6.16 6.22 6.15 6.30 6.13 6.21 6.11 6.23 Rata - rata
Rata - rata
Gambar 21. Nilai rata – rata Kandungan DO
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi terhadap kandungan DO (Oksigen Terlarut) dimana nilai rata – rata semua stasiun yang ada berkisar antara 6.33 mg/l – 6.396 mg/l. Hasil ini sesuai dengan Effendi (2003) dimana dikatakan bahwa kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l serta ditambahkan juga bahwa kadar oksigen terlarut >5.0 sangat disukai hampir semua organisme akuatik.
5.3.4 BOD 5 (Biological Oxygen Demand)
Hasil pengukuran kandungan BOD 5 pada sungai Tambak Oso dapat dilihat pada tabel. 13 dan gambar 22 berikut ini :
Tabel 13. Hasil Pengukuran Kandungan BOD 5 Pada Perairan Sungai Tambak Oso
Stasiun
Pengamatan 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 8/3/2007
260 230 225 Rata - rata
Gambar 22. Nilai Rata – rata Kandungan BOD 5
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa nilai BOD 5 sudah sangat tinggi dan melewati standar baku mutu yang sudah ditetapkan yaitu 150 mg/l. laju kenaikan ini dapat terjadi karena jenis dan keberadaan bahan – bahan organik yang ada seperti limbah – limbah rumah tangga. Hal ini sependapat dengan Effendi, (2003) yang mengatakan bahwa nilai BOD diperairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta
Ditambahkan pula bahwa nilai BOD juga dipengaruhi oleh air lingkungan yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti phenol, kreolin, deterjen, asam sianida, insektisida dan sebagainya (Wardhana, 1999).
5.3.5 COD (Chemical Oxygen Demand)
Hasil pengukuran kandungan COD pada perairan Sungai Tambak Oso dapat dilihat pada tabel 14 dan gambar 23 sebagai berikut :
Tabel 14. Hasil Pengukuran Kandungan COD Pada Perairan Sungai Tambak Oso
Stasiun
Pengamatan 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 8/3/2007
281 272 262 Rata - rata
Rata-rata C 265
Gambar 23. Nilai Rata – rata Kandungan COD
Dari hasil diatas dapat dilihat kandungan rata – rata nilai COD mengalami Dari hasil diatas dapat dilihat kandungan rata – rata nilai COD mengalami
Hasil yang didapat diperkuat dengan pendapat dari Kodoatie (2005) yang mengatakan bahwa pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban diatas 200 mg/l akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air
6. KESIMPULAN DAN SARAN