PT. MAYA PADA AUTO SEMPURNA, PT. PUTRAMA BAKTI SATRIA,

PT. MAYA PADA AUTO SEMPURNA, PT. PUTRAMA BAKTI SATRIA,

PT. NUMBER SIXTY ONE, dan HARITA SWALAYAN, Dalam hal ini yang dilakukan pegawai penyidik negeri sipil Disnaker adalah :

a. Memanggil untuk diminta keterangan (Priyustisia) atau dibuat berita acara pemanggilan tersangka , pemanggilan saksi dan tenaga ahli. Dari 8 perusahaan yang masuk dalam BAP, 4 (empat) perusahaan kembali mamatuhi pembayaran upah sesuai upah minimum yang telah ditetapkan kepada karyawannya diantaranya PT. JAYA GLASINDO ABADI, PT. MAYA PADA AUTO SEMPURNA, PT. PUTRAMA BAKTI SATRIA, PT. NUMBER SIXTY ONE, dan HARITA SWALAYAN. Sedangkan 2 ( dua ) perusahaan lagi tetap tidak mengindahkan.

b. Jika masih juga tidak mengindahkan, maka berkas lengkap baru diserahkan kepada polisi. Kemudian diproses secara hukum sesuai dengan hukum yang b. Jika masih juga tidak mengindahkan, maka berkas lengkap baru diserahkan kepada polisi. Kemudian diproses secara hukum sesuai dengan hukum yang

Dari proses pemberian sanksi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru di atas terhadap pengusaha yang tidak mengindahkan pembayaran upah minimum kepada pekerja, dapat dilihat bahwa dalam memperlakukan pengusaha yang tidak mematuhi pembayaran upah minimum pihak Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru tidak langsung menjatuhkan sanksi atau hukuman yang tegas. Akan tetapi terlebih dahulu dilakukakn pembinaan dengan tujuan perusahaan tersebut mau mematuhi pembayaran upah minimum kepada para pekerja. Akan tetapi jika tidak juga mengindahkan baru ditindak secara hukum sesuai dengan aturan yang ada.

Hal ini menunjukkan Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dalam menindak lanjuti perusahaan yang bermasalah tidak langsung memberikan sanksi yang tegas, akan tetapi melalui proses pembinaan tarhadap perusahaan tersebut. Jika tidak juga mengindahkan kemudian diproses melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh pegawai penyidik negeri sipil Disnaker. Jika masih juga tidak mengindahkan barulah perusahaan tersebut diserahkan kepada pihak berwajib kemudian diproses secara hukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Menurut perwakilan Asosiasi Perusahaan Indonesia (APINDO), yakni wakil ketua I Bapak Leonardy Halim, langkah yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru dalam menindak perusahaan yang bermasalah sudah tepat. Peusahaan harus diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan pelanggaran yang mereka lakukan. Tujuannya agar kedua belah pihak tidak dirugikan, baik bagi pengusaha terhadap perkembangan usahanya dan pekerja yang tidak kehilangan pekerjaannya. Karena pemerintah juga harus melindungi perusahaan dengan menciptakan iklim usaha yang baik dan kondusif bagi perusahaan agar menciptakan lapangan pekerjaan bagi pekerja. Oleh kerana itu, menurut beliau, pemerintah tidak tepat menjatuhkan sanksi langsung terhadap pelanggaran pembayaran upah, akan tetapi Hal ini menunjukkan Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dalam menindak lanjuti perusahaan yang bermasalah tidak langsung memberikan sanksi yang tegas, akan tetapi melalui proses pembinaan tarhadap perusahaan tersebut. Jika tidak juga mengindahkan kemudian diproses melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh pegawai penyidik negeri sipil Disnaker. Jika masih juga tidak mengindahkan barulah perusahaan tersebut diserahkan kepada pihak berwajib kemudian diproses secara hukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Menurut perwakilan Asosiasi Perusahaan Indonesia (APINDO), yakni wakil ketua I Bapak Leonardy Halim, langkah yang dilakukan oleh Disnaker Kota Pekanbaru dalam menindak perusahaan yang bermasalah sudah tepat. Peusahaan harus diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan pelanggaran yang mereka lakukan. Tujuannya agar kedua belah pihak tidak dirugikan, baik bagi pengusaha terhadap perkembangan usahanya dan pekerja yang tidak kehilangan pekerjaannya. Karena pemerintah juga harus melindungi perusahaan dengan menciptakan iklim usaha yang baik dan kondusif bagi perusahaan agar menciptakan lapangan pekerjaan bagi pekerja. Oleh kerana itu, menurut beliau, pemerintah tidak tepat menjatuhkan sanksi langsung terhadap pelanggaran pembayaran upah, akan tetapi

Akan tetapi hal ini bertentangan dengan UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan BAB XII pasal 43 ayat 1 yang berbunyi barang siapa yang tidak membayar atau mengurangi upah pekerja /buruh yang dimaksud dalam pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Dan pada ayat 2 berbunyi tindak pidana sabagaimana dimaksud dalam ayai 1 (satu) merupakan tindak pidana kejahatan. Dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dituntut harus bertidak lebih tegas kepada perusahaan yang tidak membayarkan upah sesuai dengan upah minimum kepada pekerjanya, jangan lebih memihak kepada perusahaan dari pada para pekerja yang jelas-jelas memiliki hak untuk mendapatkan upah minimum sesuai yang telah ditetapkan pemerintah Kota Pekanbaru, sehingga memberikan pelajaran kepada perusahaan lainnya.

Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Upah Minimum Provinsi di Kota

Pekanbaru.

Kelemahan Struktural. Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh Dinas Tenaga

Kerja Kota Pekanbaru pada dasarnya dilakukan oleh personel pengawas pegawai Disnaker Kota Pekanbaru yang memiliki hak Independen yang di tunjuk oleh Mentri Tenaga Kerja yang telah disekolahkan atau dilatih selama 6 (enam) bulan untuk melaksanakan fungsi mengawasi penerapan Upah Minimum yang telah di tetapkan pemerintah diatur dalam UU No. 03 Tahun 1951 . Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru memiliki 4 (empat ) orang personel pengawas yang berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda sehingga terjadi ketidak sesuaian kualifikasi pendidikan personel pengawas dengan tugasnya di lapangan. Untuk itu pelatihan dalam bentuk diklat pengawas Kerja Kota Pekanbaru pada dasarnya dilakukan oleh personel pengawas pegawai Disnaker Kota Pekanbaru yang memiliki hak Independen yang di tunjuk oleh Mentri Tenaga Kerja yang telah disekolahkan atau dilatih selama 6 (enam) bulan untuk melaksanakan fungsi mengawasi penerapan Upah Minimum yang telah di tetapkan pemerintah diatur dalam UU No. 03 Tahun 1951 . Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru memiliki 4 (empat ) orang personel pengawas yang berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda sehingga terjadi ketidak sesuaian kualifikasi pendidikan personel pengawas dengan tugasnya di lapangan. Untuk itu pelatihan dalam bentuk diklat pengawas

Sesuai dengan Tugasnya, personel pengawas berfungsi melakukan pengawasan terhadap objek pengawasan di Kota Pekanbaru. Objek pengawasan merupakan seluruh perusahaan yang beroperasi di Kota Pekanbaru berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 6, pada tahun 2007 jumlah objek pengawasan berjumlah 3.366 perusahaan yang pada kenyataannya di awasai oleh 4 (empat) orang personel pengawasan. Perbandingan idealnya adalah satu personel mengawasi 50 perusahaan ( 1 : 50 ) dalam satu tahun, tetapi jika dilihat pada kenyataannya pada tahun 2007 dengan empat personel mengawasi 3.366 perusahaan yakni (1 : 800 ). Ini menujukkan terjadi kelemahan struktural karena ketidak seimbangan jumlah personel pengawas dengan jumlah objek pengawasan. Sehingga pada tahun 2007 jumlah objek yang behasil diawasi oleh persone pengawas hanya berjumlah 120 perusahaan.

Minimnya Perusahaannya yang Melapor Pada Dinas Tenaga Kerja

Kota Pekanbaru.

Pada tahun 2007, jumlah perusahaan yang melaporkan perusahaannya pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru berjumlah 261 perusahaan (data terlampir). Sedangkan jumlah perusahaan yang ada di Kota Pekanbaru berjumlah 3.366 perusahaan pada tahun 20007 yang terdata oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai instansi yang mengeluarkan Surat Izin Usaha Perdagangan. Dengan minimnya perusahaan yang melapor pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru mengakibatkan perusahaan yang menjadi objek pengawasan sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 tidak dapat diawasi secara optimal dan menyeluruh oleh Disnaker Kota Pekanbaru.

Kurangnya sarana dan prasarana penunjang kegiatan pengawasan

Menurut wawancara yang dilakukan kepada personel pengawas yakni Bapak M.Sihite. SmHk pada kenyataannya, sarana dan prasarana penunjang kegiatan pengawasan sangat kurang sekali. Ini terbukti dari tidak adanya kendaraan operasional yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru, sehingga dalam melakukan pengawasan personel pengawas menggunakan kendaraan pribadi masing-masing yang mengakibatkan biaya transport perjalanan kegiatan menggunakan biaya pribadi sebelum biaya honor personel pengawas dibayar. Kemudian realisasi anggaran kegiatan pengawasan yang diterima pada tahun 2007 dari dana tugas pembantuan APBD Kota Pekanbaru tidak terealisasi secara keseluruhan, Berikut realisasi keuangan kegiatan pengawasan pada tahun anggaran 2007 :

Tabel 4. Realisasi Keuangan Kegiatan Pengawasan Tahun

Anggaran 2007.

REALISASI KODE

TARGET

JENIS / RINCIAN ANGGARAN ANGGARAN (%) BELANJA

( Rp )

( Rp)

512112 Belanja Uang

10.300.000,- 64,78 pemeriksa

Honor 15.900.000,-

- Honor pemeriksa ( 4 Org x 12.000.000,- 6.400.000,- 53,3 120 perusahaan )

- Honor pengolah data (4 521211 Org x 12 bulan )

2.700.000,- 100 - Honor panaggung jawab

(1 Org x 12 bulan )

1.200.000,- 100

Belanja Bahan

524119 - ATK

6.971.000,- 100

- Foto Copy

2.471.000,- 100 -Dokumentasi

2.400.000,- 100 Pelaporan

( 4 Org x 120 perusahaan) ---

Sumber : Disnaker Kota Pekanbaru.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa realisasi biaya kegiatan pengawasan pada tahun anggaran 2007 hanya terealisasi sebesar 70,04 % dari target anggaran yang diperlukan. Hal ini menunjukkan biaya operasional masih dipotong sehingga target awal pengawasan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan, yang mengakibatkan pegawai pengawas tidak menerima honor sesuai dengan target yang ditetapkan, sehingga menimbulkan kekecewaan personel pengawas yang berdampak pada pelaksanaan pengawasan yang dilakukannnya.

Minimnya Pengaduan Pekerja

Dari wawancara yang dilakuakan kepada Kasubdin Keselamatan dan Kesejahteraan yakni Ibu Yasmini, pada tahun 2007 jumlah pekerja yang mengadu pada Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru berjumlah 37 pengaduan yang memiliki permasalahan dengan perusahaan tempat pekerja bekerja. Dari 37 pengaduan tersebut 19 yang mengeluh tentang upah kerja yang mereka terima tidak sesuai dengan upah minimum Kota Pekanbaru tahun 2007 yang telah ditentukan. Sedangkan selebihnya mengadukan permasalahan yang lain seperti 8 pengaduan jamsostek dan 10 pangaduan waktu lembur kerja. Minimnya pengaduan pekerja ini merupakan suatu kendala dalam melakukakn kegiatan pengawasan, alasan pekerja untuk tidak melakukan pengaduan tentang besarnya upah yang diterimanya tidak sesuai dangan upah minimum yang ditetapkan pemerintah karena para pekerja takut kehilangan pekerjaannya, dengan sulitnya mencari lapangan kerja saat ini mau tidak mau para pekerja menerima upah yang di berikan atas pekerjaan yang telah mereka kerjakan.